You are on page 1of 7

Puskesmas Panongan

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

LAPORAN KASUS

I.

II.

Kasus

: Akut

Tanggal Anamnesa

: Selasa, 22 September 2015

Tempat Anamnesa

: Puskesmas Panongan

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Bpk. AK
Nomor RM
: 33xxx
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 24 tahun
Alamat
: Serdang Kulon
Status
: Belum menikah
Pekerjaan
: Wiraswasta
ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Anamnesis dilakukan secara autoamnesis dengan pasien.
A. Keluhan Utama
Sakit perut di sekitar daerah ulu hati.
B. Keluhan Tambahan
Pusing, mual, terkadang sesak, kembung, dan lemas.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit perut di bagian ulu hati sejak 4 hari semenjak
datang ke Puskesmas. Sakit muncul secara tiba-tiba pada pagi hari dan sakit yang
dirasakan adalah perih dan dirasa naik dari daerah dada ke atas kerongkongan dengan
sensasi terbakar dan rasa asam. Sakitnya terus menerus dan disertai pusing, mual,
terkadang sesak, kembung, dan lemas. Sakit yang dirasakan tidak menjalar ke bagian
dada ataupun lengan kiri. Sakit memburuk jika pasien makan mie dan minum kopi. Dari
skala sakit, sakit yang dirasa pasien adalah 7 dan sudah sampai mengganggu aktivitas
pasien. Pasien sudah meminum obat Promag setiap muncul sakit dimulai sejak awal (4
hari yang lalu) sampai kemarin tetapi tidak ada perubahan dari rasa sakitnya. Tidak ada
yang memperingan sakit pasien.
D. Riwayat Penyakit Dahulu

Puskesmas Panongan

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

Pasien pernah mengalami keluhan yang serupa dengan yang dirasakan pasien
sekarang sekitar 3/4 tahun yang lalu. Sakit yang serupa ini sembuh saat pasien berobat ke
Rumah Sakit. Pasien tidak ingat obat yang diberikan pada waktu itu. Pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, ataupun stroke. Pasien tidak pernah
menjalani operasi apapun.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dari pasien pernah mengalami keluhan serupa. Ayah pasien memiliki
riwayat penyakit asam urat, hipertensi dan kanker kelenjar getah bening. Ayah pasien
sudah menjalani operasi untuk kanker getah bening yang dideritanya.
F. Riwayat Alergi
Pasien mengaku tiddak memiliki riwayat alergi sepanjang hidupnya.
G. Riwayat Kebiasaan
Pasien setiap harinya minum kopi sebanyak 1-2 gelas per harinya. Pasien
biasanya minum kopi pada pagi hari. Pasien mengaku selalu makan dengan teratur dan
nafsu makan pasien sejak sakit menurun. Pasien juga tidak sedang makan yang asam
ataupun pedas akhir-akhir ini. Pasien merokok 3 batang sehari sejak usia 19 tahun dan
tidak mengonsumsi alkohol. Perkerjaan dan aktivitas sehari-hari pasien tidak terlalu berat
dan melelahkan. BAK dan BAB normal.
H. FIFE
Feelings
Insight
Function
Expectation
III.

: Pasien merasa tidak enak badan karena mual dan pusing


: Pasien merasa dirinya menderita maag
: Penyakit yang diderita sudah mengganggu aktivitas
: Pasien ingin segera sembuh dan dapat melanjutkan aktivitasnya

RESUME
Pasien laki-laki bernama AK, usia 24 tahun datang dengan keluhan utama sakit
perut di bagian epigastrium sejak 4 hari semenjak datang ke Puskesmas. Sakitnya muncul
tiba-tiba pada pagi hari dan rasanya perih seperti rasa asam dan terbakar di dada (heartburn)
yang naik ke atas kerongkongan. Sakitnya tidak menjalar ke bagian lain. Keluhan lain adalah
pusing, mual, terkadang sesak, kembung, lemas, dan tidak nafsu makan. Sakitnya kontinu
dan tidak sembuh dengan konsumsi obat Promag sejak pertama kali sakit. Sakit memburuk
jika pasien makan mie dan minum kopi. Tidak ada yang memperingan sakit pasien. Sakit
pasien sudah mengganggu aktivitas dan skala sakit 7.

Puskesmas Panongan

IV.

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

Diagnosis : GERD
Alasan diagnosis kerja : sakit perih di daerah epigastrium sejak 4 hari yang lalu, rasa asam
dan sensasi terbakar di dada (heartburn) yang naik ke atas kerongkongan, mual, muntah,
sesak, kembung, dan lemas. Sakit tidak membaik jika diberikan obat antasid (Promag).
Diagnosis banding : Dyspepsia, Gastritis
Alasan diagnosis banding : mual, muntah, kembung, rasa asam yang naik ke atas
kerongkongan

V.

REVIEW OF DISEASE : GERD (Gastroesophalangeal Reflux Disease)


1. Definisi dan Epidemiologi
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD/ Penyakit Refluks Gastroesofageal)
adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme
antirefluks untuk melindungi mukosa esofagus terhadap refluks asam lambung dengan
kadar yang abnormal dan paparan yang berulang. Refluks asam merupakan suatu
pergerakan dari isi lambung dari lambung ke esofagus dan merupakan keadaan fisiologis.
Refluks bisa terjadi pada semua orang, khususnya pada saat makan banyak. Keadaan
refluks asam patologis adalah ketika menghasilkan gejala atau tanda rusaknya mukosa
esofagus seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus. GERD dapat terjadi pada
semua kelompok umur, umumnya ditemukan pada populasi di Negara-negara Barat,
namun dilaporkan relatif rendah insidennya di Negara-negara Asia-Afrika. GERD
umumnya lebih sering menyerang laki-laki daripada wanita.

2. Etiologi
Penyakit GERD dapat disebabkan oleh karena kelebihan aliran retrogad dari asam
dari gaster ke esofagus. Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi
(high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES).
Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran
antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau retrograd yang terjadi pada saat sendawa
atau muntah. Aliran balik gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus
LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg). Pada GERD, masalah pada mekanik

Puskesmas Panongan

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

(hypotensive LES) dan fungsional (transient LES relaxation) menjadi penyebab utama
terjadinya GERD.
3. Patogenesis
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:
1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat.
2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen.
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD
menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari
bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esofagus, adalah pemisah antirefluks (lini
pertama), bersihan asam dari lumen esofagus (lini kedua), dan ketahanan epithelial
esofagus (lini ketiga). Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan
daya pilorik.
Faktor Defensif :
1. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES
dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograd pada saat terjadinya peningkatan tekanan
intra abdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang
normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES: Adanya hiatus hernia, panjang
LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan seperti antikolinergik,
beta adrenergik, theofilin, opiat dan lain-lain, faktor hormonal seperti selama kehamilan
dimana peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa
pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya
proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang
bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan.
Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu
diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat (delayed gastric
emptying) dan dilatasi lambung.
2. Bersihan asam dari lumen esofagus

Puskesmas Panongan

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari esofagus adalah gravitasi,
peristaltik, ekresi air liur dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan
refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh
proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar
saliva dan kelenjar esofagus. Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama
kontak antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar
kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian pasien GERD ternyata memiliki waktu
transit

ehttp://www.cdc.gov/std/treatment/2010/vaginal-discharge.htmlsofagus

yang

normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltik esofagus yang
minimal.
3. Ketahanan Epitelial Esofagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan mukus
yang melindungi mukosa esofagus. Mekanisme ketahanan epitelial esofagus terdiri dari:

Membran sel
Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan

esofagus.
Aliran darah esofagus yang mensuplai nutrien, oksigen dan bikarbonat, serta

mengeluarkan ion H+ dan CO2


Sel-sel
esofagus
mempunyai

H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraselular.


Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esofagus, sedangkan

kemampuan

untuk

mentransport

ion

alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H+.


Faktor Ofensif :
Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat.
Kandungan lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl,
pepsin, garam empedu, enzim pankreas. Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung
pada bahan yang dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esofagus makin meningkat
pada pH <2, atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang
memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam.
Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah
kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain: dilatasi
lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.

Puskesmas Panongan

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

5. Manifestasi klinis
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium
atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar
(heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan
makanan), mual atau regurgitasi rasa asam dan rasa pahit yang naik ke atas kerongkongan
dan lidah. Terkadang gejala nyeri di bagian retrosternal mirip dengan keluhan pada
serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin
terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari Barrett esofagus. Odinofagia
(rasa sakit pada waktu menelan makanan) timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang
berat.
Gejala lain pada GERD yang bisa ditemukan adalah suara serak, laringitis, batuk
karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. Salah satu faktor predisposisi
untuk timbulnya GERD adalah beberapa penyakit paru akibat perubahan anatomis di
daerah gastroesophageal high pressures zone. akibat penggunaan obat-obatan yang
menurunkan tonus LES (misalnya theofilin untuk penderita asma). Gejala GERD
biasanya muncul perlahan dan jarang menimbulkan keadaan gawat yang mengancam
jiwa.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis GERD dapat dilakukan endoskopi untuk
melihat mukosa dari gaster, disertai dengan pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan dapat
mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau regurgitasi disebabkan oleh GERD.
Selain itu untuk memastikan adanya Barret esofagus, displasia atau keganasan. Tes pH 24
jam digunakan untuk mengukur pH pada esofagus bagian distal yang dapat memastikan
ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH < 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
5. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada penderita GERD adalah melalui perubahan gaya
hidup, obat-obatan/terapi obat, dan operasi jika ada indikasi seperti Barrett esofagus.
Berdasarkan guideline dari ACG (American College of Gastroenterology) tahun 2005,
dapat dilakukan perubahan gaya hidup yaitu menurunkan berat badan jika overweight,

Puskesmas Panongan

PRICILLA FRINKA WIDJAJA (00000008148)

mengurangi konsumsi alkohol, coklat, asam jeruk, dan makanan asam lainnya.
Mengurangi porsi makan yang berlebihan dan setelah makan dianjurkan untuk menunggu
3 jam sebelum berbaring untuk mengurangi resiko GERD.
Terapi obat yang dapat diberikan adalah antasid, ranitidine (H2 receptor
antagonist), omeprazole (Protein pump inhibitor) yang merupakan obat dengan efek kuat
untuk GERD. Terkadang juga dapat disertai pemberian metoclopramide (Prokinetic
agents) untuk mengatasi mual dari GERD dan pemakaiannya harus dibatasi.
6. Prognosis
Prognosis baik pada pasien dengan GERD yang menjalani terapi obat walaupun
relaps dari penyakit pada beberapa orang cukup sering terjadi dan mengindikasikan
perlunya pengobatan atau terapi yang lama. Untuk kasus refraktori atau ketika komplikasi
dari GERD muncul, tindakan operasi biasanya diperlukan. Prognosis dari operasi terbukti
baik.
7. Daftar pustaka
1. Chandrasoma P. T, DeMeester Tom R. GERD: Reflux to Esophalangeal
Adenocarcinoma. Burlington: Academic Press. 2006.
2. Emedicine.medscape.com. Gastroesophalangeal Reflux Disease. Author: Marco G.
Patti, MD.

You might also like