You are on page 1of 9

Gejala dan Penatalaksanaan Asma Bronkialis Eksaserbasi

Akut
___________________________________________________________________________
Abstrak
Asma adalah penyakit yang cukup sering ditemukan di sekitar kita. Asma sering
ditandai dengan gejala mengi, sesak napas, dan batuk. Ada beberapa penyakit yang memiliki
gejala klinis seperti asma. Maka dari itu kita harus melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang yang memadai agar dapat menegakkan diagnosis dengan tepat.
Asma sering disebabkan oleh reaksi alergi. Serangan asma dapat terjadi saat seseorang
terpapar dengan alergen. Oleh karena itu, untuk mencegah serangan seseorang harus
menghindari hal-hal yang memicu alerginya. Serangan asma dapat diobati dengan pemberian
oksigen terlebih dahulu dan diberi bronkodilator. Penyakit asma dapat dikontrol untuk
mengurangi serangan, tetapi jika tidak dikontrol dengan baik, asma bisa menjadi penyakit
mematikan.
Kata Kunci : Gejala, penatalaksanaan, pencegahan, prognosis asma bronkialis eksaserbasi
akut
Abstract
Asthma is a disease that is often found around us. Asthma is often characterized by
symptoms of wheezing, shortness of breath, and coughing. There are some diseases that have
clinical symptoms such as asthma. Therefore we have to do appropriate anamnesis , physical
examination, and laboratory examination in order to make a correct diagnosis. Asthma is
often caused by an allergic reaction. Asthma attacks can occur when a person is exposed to
the allergen. Therefore, to prevent attacks one should avoid things that trigger allergies.
Asthma attacks can be treated by giving oxygen beforehand and give a bronchodilator.
Asthma can be controlled to reduce the attack, but if not properly controlled, asthma can be a
deadly disease.
Keywords

symptoms,medication,prevention,prognosis

of

asthma

brochial

acute

exacerbation
Pendahuluan
1

Frekuensi napas manusia dewasa normalnya berkisar 12 kali sampai dengan 20 kali
per menit. Namun hal ini dapat meningkat pada saat seseorang mengalami sesak napass
seperti pada penderita asma. Asma adalah penyakit pernapasan dengan karakteristik obstruksi
saluran napas yang reversibel secara spontan maupun menggunakan obat. Selain itu pada
asma juga terjadi inflamasi saluran napas dan peningkatan respons saluran napas terhadap
berbagai rangsangan.
Obstruksi sakuran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak
napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi dalam berbagai jenis, seperti
secara bertahap, perlahan-lahan, bahkan menetap dengan pemberian obat, dan dapat juga
terjadi mendadak sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut.
Gejala dan Tanda Klinis
Gejala pada asma dapat diketahui sejak anamnesis. Pada anamnesis dapat ditemukan
karakteristik sesak napas pasien yang dominan pada malam hari, batuk berdahak, dan rasa
sesak di dada pasien. Pada asnamnesis juga dapat diketahui riwayat alergi keluarga pasien
dan pencetus-pencetus serangan asma pasien.1
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma tergantung dari berat tidaknya
obstruksi saluran napas. Tanda-tanda yang biasa ditemukan adalah takikardia, ekspirasi yang
memanjang, mengi, hiperinflasi dada, dan pernapasan cepat sampai sianosis. Pulsus
paradoksus dapat hadir, tapi hal ini jarang menjadi tanda klinis yang berguna. Kita juga harus
memeriksa tanda-tanda vital (TTV) pada pasien yang meliputi pemeriksaan tekanan darah,
denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan suhu.2,3
Setelah kita selesai melakukan pemeriksaan fisik, kita harus melakukan pemeriksaan
penunjang yang sesuai agar dapat memastikan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding. Pada penderita asma, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti
spirometri, pemeriksaan sputum, pemeriksaan eosinofil total, dan foto thoraks.2
Terdapat penurunan nyata pada nilai spirometri dan arus puncak ekspirasi. Gas darah
arteri menunjukkan hipoksemia dan PCO2 biasanya rendah karena hiperventilasi. PCO 2 yang
normal atau meningkat mengindikasikan kegagalan bernapas yang akan datang dan
membutuhkan pemantauan dan terapi yang segera.3

Pemeriksaan sputum sangat berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada


asma, sputum eosinofil sangat karakteristik, sedangkan neutrofil sangat dominan pada
bronchitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, Kristal Charcot Leyden, dan Spiral
Curschmann, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus fumigates.2
Pemeriksaan eosinofil total dalam darah sering meningkat pada asma. Pemeriksaan ini
juga dapat membedakan penyakit asma dari bronkhitis kronik. Pemeriksaan ini digunakan
juga sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan
pasien.2
Pada foto thoraks, tidak terdapat kelainan pada saat pasien tidak mengalami serangan
asma. Namun pada saat serangan, akan muncul gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
bertambahnya gambaran radiolusen dan peleburan rongga intercostalis, serta penurunan
diafragma. Roentgen dada tidak terlalu informatif, tetapi dapat menunjukkan pneumonia atau
pneumotoraks.2,3
Diagnosis Kerja
Asma Bronkhial Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi pada asma sangat ditakuti oleh pasien dan dapat mengancam nyawa.
Salah satu tujuan dari terapi pengontrol adalah untuk mencegah eksaserbasi, misalkan seperti
kortikosteroid inhalasi dan kombinasi inhaler sangat efektif.3
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, mengi, atau campuran dari
seluruh gejala tersebut. Derajat serangan asma berbeda-beda dari yang ringan sampai berat
yang dapat mengancam nyawa seperti yang dapat dilihat pada tabel 1. Serangan bisa
mendadak atau bisa juga perlahan-lahan dalam jangka waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu
diingat bahwa serangan asma akut menunjukkan rencana pengobatan jangka panjang telah
gagal atau pasien sedang terpajan faktor pencetus.2
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma2

Aktifitas

Bicara
Kesadaran

Ringan
Dapat berjalan

Sedang
Jalan terbatas

Berat
Sukar berjalan

Dapat berbaring

Lebih suka duduk

Duduk

Beberapa kalimat
Mungkin terganggu

Kalimat terbatas
Biasanya terganggu

ke depan
Kata demi kata
Biasanya terganggu

membungkuk

Frekuensi napas
Meningkat
Retraksi otot-otot Umumnya tidak ada

Meningkat
Kadang kala ada

Sering >30 kali/menit


Ada

bantu napas
Mengi
Frekuensi nadi
Pulsus paradoksus

Keras
100-120
Mungkin ada

Keras
>120
Sering ada

(10-25 mmHg)
60-80%

(>25mmHg)
<60%

<45mmHg
91-95%

<45mmHg
<90%

Lemah sampai sedang


<100
Tidak ada

(<10mmHg)
sesudah >80%

APE

bronkodilator
(% prediksi)
PaCO2
SaO2

<45mmHg
>95%

Diagnosis Banding
Pemeriksaan harus dilakukan dengan baik sehingga dapat menegakkan diagnosis
dengan benar karena ada beberapa penyakit yang gejalanya menyerupai asma. Pertimbangan
penyakit yang lain adalah aspergillosis, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
bronkhiektasis, dan bronkhitis. Perbedaan penyakit tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3
Tabel 2. Perbandingan Differential Diagnosis4
Asma

Aspergillosis

PPOK

Bronkhiektasi

Bronkhitis

s
Etiologi

Alergi

Jamur

Merokok

Fokal

Virus

Gejala Klinis

Genetik
Takipnea

A. fumigatus
Demam

Batuk

Difus
Batuk

Demam

Batuk

Batuk

Produksi

Produksi

Takipnea

Sesak

Sesak napas

dahak

dahak

Batuk

napas

Ketidaknyamana

Sesak

Mengi

kering

Mengi

n pada dada

napas

Laboratoriu

Eosinofil

Kultur

total

terdapat miselium

sputum Spirometri

Ronkhi
CT scan

basah
Leukositosis

meningkat

Etiologi

Etiologi asma belum dapat ditetapkan dengan pasti. Namun, terdapat hubungan antara
asma dengan alergi. Sebagian besar penderita asma memiliki riwayat alergi, selain itu
serangan asma sering dipicu oleh pemajanan terhadap alergen. Faktor genetik yang
diturunkan adalah kecenderungan memproduksi antibodi jenis IgE yang berlebihan.
Seseorang yang mempunyai predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai
sifat atopik, sedangkan keadaannya disebut atopi. Namun, ada juga penderita asma yang tidak
atopik dan juga serangan asmanya tidak dipicu oleh pemajanan terhadap alergen. Pada
penderita ini, jenis asmanya disebut idiosinkratik. Biasanya serangan asmanya didahului oleh
infeksi saluran pernapasan bagian atas.4
Epidemiologi
Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak
perempuan 1,5:1, tetapi menjelang dewasa perbadingan tersebut lebih kurang sama dan pada
masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki. Berdasarkan laporan National
Center for Health Statistics (NCHS)pada tahun 2003, prevalensi serangan asma pada anak
usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun,
38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak
daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma.
Sedangkan berdasarkan laporan NCHS pada tahun 2000 terdapat 4487 kematian akibat asma
atau 1,6 per 100 ribu populasi.5

Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi dari spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi semakin berat pada saat
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada dase tersebut. Hal ini
menyebabkan udara distal terjebak tidak dapat diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan
volume residu dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru
total. Keadaan ini disebut hiperinflasi yang mana bertujuan agar saluran napas tetap terbuka
dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan keadaan hiperinflasi ini diperluka
otot-otot bantu napas.2

Penyempitan saluran napas dapat terjadi pada saluran napas besar, sedang, maupun
kecil. Gejala mengi menandakan penyempitan pada saluran napas besar. Sedangkan pada
saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibandingkan dengan mengi.
Penyempitan saluran napas tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang
kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami
hipoksemia. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, tetapi
akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PCO2 menurun dan menimbulkan
alkalosis respiratorik.2
Pada serangan asma yang lebih berat, banyak saluran napas dan alveolus yang
tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan untuk terjadinya pertukaran gas. Hal ini
akan menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot bantu pernapasan bertambah berat
sehingga meningkatkan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan
penurunan ventilasi alveolus mengakibatkan retensi CO2 dan terjadi asidosis respiratorik atau
gagal napas. Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan
konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah
tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik dan memperburuk hiperkapnia.2
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup, yaitu
lebih dari 92%, dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran napas dengan pemberian
bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan Ipratropium bromida) dan mengurangi inflamasi
serta mencegah kekambuhan dengan memberikan kortikosteroid sistemik. Pada pemberian
oksigen 1-3 liter/menit, diusahakan mencapai saturasi oksigen yang lebih dari 92%, sehingga
pasien tidak lagi membutuhkan inhalasi oksigen.2
Bronkodilator khususnya agonis beta 2 hirup merupakan obat anti-asma pada
serangan asma, baik dengan MDI atau nebulizer. Pada serangan asma ringan atau sedang,
aerosol diberikan 2-4 kali setiap 20 menit cukup memadai untuk mengatasi serangan. Obatobat anti-asma yang lain seperti antikolinergik hirup, teofilin, dan agonis beta 2 oral
merupakan obat alternatif karena mula kerja yang lama serta efek sampingnya lebih besar.
Pada serangan asma yang lebih berat, dosis agonis beta 2 dapat ditingkatkan.Kortikosteroid
sistemik diberikan jika respons terhadap agonis beta 2 hirup tidak memuaskan.2

Perbaikan biasanya terjadi secara bertahap, oleh karena itu pengobatan diteruskan
untuk beberapa hari. Tetapi bila tidak ada perbaikan atau perbaikan minimal, pasien harus
dirujuk ke fasilitas pengobatan yang lebih baik. Pasien harus segera dirujuk bila pasien
memiliki resiko tinggi kematian karena asma, serangan asma berat, tidak ada respons dari
bronkodilator dan bila ada respons hanya bertahan kurang dari 3 jam, tidak ada perbaikan
dalam waktu 2-6 jam setelah diberikan pengobatan kortikosteroid, dan gejala asma semakin
memburuk.2
Prognosis
Asma adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pemeliharaan. Jika terapi
yang diberikan digunakan secara teratur, maka prognosis penyakit ini baik. Tetapi kematian
juga bisa disebabkan oleh asma yang dikarenakan kepatuhan terapi yang buruk. Bila penyakit
sudah memburuk, harus segera dilakukan perawatan intensif di rumah sakit agar menghindari
kematian.6
Pencegahan
Kontrol asma adalah istilah yang digunakan untuk upaya pencegahan dengan cara
mengendalikan gejala klinik termasuk juga perbaikan fungsi paru. Berbagai alat tingkat
kontrol asma saat ini telah dikembangkan baik yang menggunakan fungsi paru sebagai salah
satu komponen pengukuran kontrol maupun yang tidak, dan semuanya telah divalidasi. Salah
satunya adalah Tes Kontrol Asma(TKA), yang tidak menggunakan fungsi paru, mudah
pemakaiannya dan praktis. Pertanyaan-pertanyaan beserta intepretasi untuk TKA dapat dilihat
pada gambar 1. Selain menggunakan TKA, kita juga dapat mengedukasi pasien untuk tidak
berpaparan langsung dengan alergen pencetus asmanya.2

Gambar 1. Tes Kontrol Asma2


Kesimpulan
Asma bronkiale eksaserbasi akut adalah serangan asma yang ditandai dengan sesak
napas, batuk, dan mengi. Hal ini diakibatkan pasien terpajan dengan alergen penyebab
asmanya dan obat-obatan yang meringankan gejala sudah tidak terlalu memberikan banyak
efek. Pada serangan, kita dapat memberikan oksigen untuk mengembalikan saturasi oksigen
ke nilai normal dan dapat memberikan bronkodilator dengan dosis yang lebih besar.
Prognosis asma baik jika kepatuhan obat pasien baik, tetapi dapat berujung kematian jika
8

pasien tidak memiliki kepatuhan obat yang baik. Serangan asma dapat dicegah dengan
menghindari alergen-alergen penyebab asma.
Daftar Pustaka
1. Maranatha D. Asma bronkial. Surabaya:FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya;
2009.h.55-68.
2. Sundaru H, Sukamto. Asma bronkial. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi
Ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 404-13.
3. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons
principle of internal medicine. Edisi Ke-18. USA: Mc Graw Hill; 2012.h.2113.
4. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h.105-6.
5. Liu A, Covar R, Spahn J. Childhood asthma. Textbook of pediatrics. Edisi Ke-19.
Philadelphia: Elsevier Saunders;2011 .h.780-1.
6. Davey P. At a glance medicine. USA: Blackwell Science ltd; 2002.h.180.

You might also like