Professional Documents
Culture Documents
dan letak daerah terminal relatif terhadap runway. Jumlah landasan pacu tergantung pada volume lalu
lintas dan orientasi tergantung pada arah angin dan kadang-kadang pada luas daerah yang tersedia untuk
pengembangan bandar udara.
Secara umum, landasan pacu (runway) dan landasan hubung (taxiway) harus diatur untuk
Memberikan pemisahan yang secukupnya dalam pola lalu lintas udara.
Memberikan keterlambatan dan gangguan sekecil mungkin dalam operasi pendaratan, gerakan
landasan hubung dan lepas landas.
Arah landasan pacu optimum dapat ditentukan dari mawar angin dengan
menggunakan suatu lembar bahan yang tembus pandang yang padanya telah dilukiskan 3
garis sejajar dan berjarak sama. Garis tengah menyatakan garis tengah landasan pacu dan
jarak antara kedua garis yang di tepi, den gan skala adalah 2 kali komponen angin sisi yang
diizinkan. Lembaran tembus pandang itu diletakkan di atas mawar angin sedemkian rupa,
sehingga garis tengah pada lembaran melalui pusat mawar angin. Dengan pusat mawar
angin sebagai titik pusat, lembaran itu diputar di atas mawar angin sampai jumlah dari
persentase yang tercakup di antara garis tepimaksimum, apabila salah satu garis tepi pada
lembaran itu membagi suatu segmen arah angin, bagian yang terbagi itu dihitung secara
visual dengan pembulatan 0,1%.
Langkah berikutnya adalah membaca arah landasan pacu skala sebelah luar
mawar angin, dimana garis tengah pada lembaran itu memotong skala arah.
Sebagai langkah pertama dalam hal ini adalah memplot data kecepatan dan arah angin
ke dalam mawar angin yaitu lingkaran yang terdiri dai berbagai sektor arah angin dan kecepatan
angin.
Peninjauan arah angin dilakukan pada 4 (empat) arah yaitu :
a. Arah N S.
b. Arah N E SW.
c. Arah W E.
d. Arah NW SE.
Kemudian masing-masing arah yang ditinjau dijumlahkan, maka jumlah yang
terbesar dijadikan standar untuk menghitung dan menentukan arah landasan pacu (runway).
Dengan demikian maka diperoleh wind rose untuk masing-masing arah tinjauan sebagaimana
dapat dilihat pada halaman selanjutnya.
B. Persyaratan FAA dan ICAO
Persyaratan FAA (Federal Aviation Administration) untuk Cross Wind semua lapangan
terbang (kecuali utility) :
o Runway harus mengarah sedemilkian sehingga pesawat take off dan landing pada 95%
dari waktu dan Cross Wind.
o Cross Wind tidak melebihi 13 knots (15 mph), untuk utility Cross Wind diperkecil menjadi
11,5 mph.
Berikut ini adalah klasifikasi panjang landasan pacu (ARFL / Aeroplane Reference Field
Length) ICAO :
o Cross Wind 20 knots (37 km/jam)
AFRL = 1500 m atau lebih
o Cross Wind 13 knots (24 km/jam)
AFRL = 1200 s.d 1499
o Cross Wind 10 knots (19 km/jam)
AFRL = < 1200 m
Data Frekuensi Angin :
Menurut
ICAO dan
FAA,
penentuan
arah
runway harus dibuat berdasarkan arah yang memberikan wind coverage yang sedemikian rupa,
sehingga pesawat dapat take off dan landing minimal 95 %, berlaku bagi seluruh kondisi cuaca.
Dalam perencanaan ini, persentase Maximum adalah pada arah NE SW (45 - 225)
sebesar = 99.631%
AERODROME REFERENCE CODE dari ICAO (dilampirkan ). (Sumber : Freddy Jansen, 37-38)
Jenis pesawat
DC 9-30
4C
ARFL
2134 m
6 m
Wingspan
28.5 m
20 knots
40 knots
ATR 42-200
2C
ARFL
1010 m
4m
Wingspan
24.6 m
10 knots
20 knots
B737-400
4C
ARFL
2295 m
5.2m
Wingspan
28.9 m
20 knots
40 knots
Dari beberapa data pesawat rencana diatas, dipilih ARFL terbesar yang akan menjadi dasar
dari perencanaan Runway. Maka dapat dipilih pesawat rencananya adalah Pesawat B. 737
400, dengan data karakteristik pesawat sebagai berikut :
Data Pesawat Rencana
B. 737 400
Jenis Pesawat
Kode Angka
4C
ARFL
2.295 m
5.2 m
Wing Span
28.9 m
Componen
20 Knots
2 x 20 Knots = 40 knots
III.
a).
Panjang Runway
Panjang
runway
(R/W)
biasanya
ditentukan
berdasarkan
pesawat
rencana
terbesar yang akan beoperasi pada airport yang bersangkutan. Dalam perencanaan ini,
diambil pesawat rencana B. 737 400 dengan kode 4C dan ARFL = 2295 m
Elevasi
: 46 m
Slope
: 0,2%
Temperature (T)
T1 (C)
18.2
20.2
17.3
19.3
T2 (C)
16.3
18.3
21.2
20.2
Ketiga data di atas dipakai untuk mengkoreksi panjang runway :
b).
21.3
23.2
20.1
21.2
L1 = Lo (1 + 0.07
E
300
L1 2295 1 0,07
300
L1 2319.633
c).
T2
T eff T 1
Maka
T 2 T1
20.067 19.400
19.400
19.622C
3
3
Panjang runway harus dikoreksi terhadap termperatur sebesar 1 % untuk setiap kenaikan 1
C, sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m diatas permukaan laut, temperature turun 6,5 C .
L2 = L1 ( 1 + 0,01 ( Treff To)
Dimana : L2 = Panjang R/W setelah dikoreksi
To = Temperatur standar sebesar 59 F = 15 C
T0 = (15 C 0.0065 E)
Maka :
S = Slope
0,2%
L3 2433.787 1 0,1
1%
L3 2482.463 m
CODE
CODE LETTER
NUMBE
R
1
18 m
18 m
23 m
23 m
23 m
30 m
30 m
30 m
30 m
45 m
45 m
45 m
45 m
60 m
CODE LETTER
SLOPE
1,5
1,5
1,5
1,5
MAX(%)
Sumber: Merancang, Merencana Lapangan Terbang (Ir. H. Basuki) (hal.182)
Menurut ICAO, lebar R/W direncanakan berdasarkan kode angka huruf dari
pesawat-pesawat yang akan dilayani oleh lapangan terbang. Lebar R/W paling kurang dua
kali landasan untuk keamanannya (safety area), tetapi FAA mensyaratkan lebar minimum
150 m ( 500 ft ). Lebar perkerasan struktural R/W harus sesuai dengan jenis pesawat.
Dalam tugas ini, pesawat rencana yang digunakan adalah BOEING 737 -400 dengan kode
huruf 4C. Dengan menggunakan tabel Widths and Shoulders (dilampirkan) dari ICAO
untuk kode 4C, diperoleh :
1. Lebar perkerasan struktural
= 45 m(150ft)
= 7.5 m
= 1.5 %
1.5 %
2.5 %
7.5 m
45.00 m
60.00 m
= 2.5 %
(sweeper), dalam keadaan dibutuhkan mampu dibebani pesawat yang keluar dari
perkerasan struktural .
Blast Pad, suatu area yang direncanakan untuk mencegah erosi pada
permukaan yang berbatasan dengan ujung landasan. Area ini selalu menerima jet
blast yang berulang. Area ini bisa dengan perkerasan atau ditanami rumput.
Pengalaman menunjukan bahwa panjang blast pad untuk pesawat-pesawat
transport sebaiknya 60 m. Kecuali untuk pesawat berbadan lebar, panjang yang
dibutukan oleh blast pad sebaiknya 120 m.
Perluasan area keamanan (Safety Area) dibuat apabila perlu.Ukurannya
Taxiway (T/W)
Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalan keluar masuk pesawat dari landas pacu ke
Taxiway Width
7,5 m
10,5 m
D
E
F
Sumber : ICAO, Aerodromes 14 Internasional Standar & Recommended Practices, 3rd Edition, 1999
E dan D
minimum sisi
terluar roda
2,25 m
1,5 m
m : 3,0 m
utama dengan
4,5 m
perkerasan
Taxiway
o Dari table 2, untuk kode huruf C diperoleh : jarak bebas minimum dari sisi terluar
roda utama dengan perkerasan taxiway 3 m.
o Dari table 1, untuk kode huruf C dipeoleh :
= 18 m (75 ft)
= 25 m (145 ft)
Code Letter
E
1.5%
1.5%
1.5%
1.5%
1.5%
1% per 30
m
1% per 30
m
1% per 30
m
1% per 25
m
1% per 25 m
300 from
3 m above
1.5%
300 from
3 m above
1.5%
300 from
3 m above
1.5%
200 from
2 m above
2%
150 from
1.5 m above
2%
Max. transverse
slope of the
graded area
i) upward (%)
ii) downard (%)
2.5
5
2.5
5
2.5
5
3
5
3
5
Sumber: (F. Jansen, 2007. Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang, hal 18)
Persyaratan yang dikeluarkan oleh ICAO untuk taxiway dengan kode huruf C (table 4-9)
adalah :
= 1,5 %
= 1 % per 30 m
Kemiringan transversal max. dari bagian yang diratakan pada strip taxiway :
- Miring ke atas
= 2,5 %
- Miring ke bawah
= 5%
= 1,5 %
V2
(125 xf )
atau
0.388 xW 2
(T / 2) s
gesekan
antara
ban
pesawat
dengan
permukaan perkerasan
s = Jarak antara titik tengah roda pendaratan utama dengan
tepi perkerasan
s = wheel track + FK (ambil 2.5)
T = Lebar taxiway
W = Wheel base (jarak roda depan dengan roda pendaratan)utama
Dalammenghitung jari-jari taxiway diambil jenis pesawat rencana yaitu
BOEING 737-400 diperoleh :
Lebar wheel track
= 5.23 m
= 14.27 m
= 18 m
S = x 5.23 +2.5
= 5.115 m
0.388 x14.27 2
(18 / 2) 5.115
= 20.34 m 20 m
jarak antara sumbu T/W dan sumbu landasan (Kode 4C) dan landasan instrumental = 168 m.
(1)
1
(2)
Instrument Runways
Non-Instrument Runways
Code Number
Code Number
2
(3)
3
(4)
4
(5)
1
(6)
37,5
Taxiway
other then
aircraft
stand
taxiline,
ctr-line to
object
(meter)
Aircraft
stand
taxiline
ctr-line
to
object
(meter)
2
(7)
3
(8)
4
(9)
(10)
(11)
(12)
37,50
23,75
16,25
12,00
42,00
33,50
21,50
16,50
93,00
101,0
44,00
26,00
24,50
101,00
66,50
40,50
36,00
107,50
80,00
47,50
42,50
115,00
97,50
57,50
50,50
82,50
82,50
87,00
87,00
168,00
0
-
176,00
176,00
E
F
182,50
0
-
190,00
0
42,0
Taxiway
Ctr-line
to
taxiway
ctr-line
(meter)
A. Exit Taxiway
Fungsi exit taxiway adalah menekan sekecil mungkin waktu penggunaan landasan oleh
pesawat yang mendarat. Exit taxiway dapat ditempatkan dengan membuat sudut siku-siku terhadap
landasan atau kalau terpaksa sudut yang lain yang juga bisa. Exit taxiway yang mempunyai sudut
30 disebut Kecepatan Tinggi atau cepat keluar sebagai tanda bahwa taxiway tersebut
direncanakan penggunaannya bagi pesawat yang harus cepat keluar. Apabila lalu lintas rencana
pada jam-jam puncak kurang dari 26 gerakan (mendarat atau lepas landas), maka exit taxiway
menyudut siku cukup memadai. Lokasi exit taxiway ditentukan oleh titik sentuh pesawat waktu
mendarat pada landasan dan kelakuan pesawat waktu mendarat. Untuk menentukan jarak lokasi
exit taxiway dari Threshold , dihitung dengan rumus : Jarak dari Threshold kelokasi exit taxiway =
jarak touch down + D. Berikut ini tabel yang digunakan untuk perhitungan Exit taxiway:
Tabel 5. Aircraft/Exit Taxiway Design Groups
Design
Group
Touch
Down
Approac Speed
Right Angle
a)
Sped
See b)
High Speed
Aircraft Type
Speed
L0
Speed
L0
97 knots
(180 km/h)
32 km/h
1106 m
93 km/h
890 m
120 knots
(222 km/h)
32
km/h
1688 m
93 km/h
1470 m
140 knots
(259 km/h)
a)
average gross landing weight of about 85% of the maximum. This represents a touchdown speed of 92% of the average approach speed used for
grouping the aircraft.
b) The average touch down speed of the group is determined when the type of aircraft expected to use the airport are known.
Sumber: (F. Jansen, 2007. Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang, hal 26)
B.
Aircraft
Aircraft
Touchdown Speed (S1)
1
Exit Taxiway
Exit taxiway
A
A
( S12 ) ( S 2 2 )
2a
Design group
= C
= 8.89 m/det
Perlambatan (a)
= 1,5 m/s
Dari jarak Touch down yang sesuai, maka didapat jarak dari Threshold sampai
ketitik awal kurva Exit Taxiway (untuk design group C ).
LO= JarakTouch down dari R/W + D
( S12 ) ( S 2 2 )
D
2a
(61.67 2 ) - (8.89 2 )
2(1.5)
= 1241 m
Untuk kode B, jarak Touch down = 350 m dan untuk kode C & D, jarak
Touch down = 450 m.
LO
Jarak ini dihitung berdasarkan kondisi Standard Sea Level. Tapi jarak yang
didapatkan ini harus ditambah 3 % per 300 m setiap kenaikan dari permukaan laut, dan
sekitar 1 % setiap 5,6 C (10F ) dan diukur dari 15C = 59 F.
L1 = LO [ 1 + (0.03 x
E
300
= 1691 [ 1+ (0,03 x
)]
46
300
)]
= 1768.786 m
L2 = L1
Teff 15O
0
.
01
5,6
19.622 15
1 0.01
5,6
= 1768.786
= 1738.935 m
Maka Distance To Exit Taxiway = 1738.935 m 1739 m
3. Holding Bay
Pada lapangan terbang yang mempunyai lalu lintas padat perlu dibangun Holding Bay.
Dengan disediakannya Holding Bay maka pesawat dari apron dapat menuju ke landasan
dengan cepat dan memungkinkan sebuah pesawat lain untuk menyalip masuk ujung landasan
tanpa harus menunggu pesawat didepannya yang sedang menyelesaikan persiapan teknis.
Keuntungan-keuntungan Holding Bay antara lain :
1. Keberangkatan pesawat tertentu yang harus ditunda karena sesuatu hal, padahal
pesawat tersebut sudah masuk taxiway menjelang sampai ujung landasan tidak
menyebabkan tertundanya pesawat lain yang ada dibelakangnya. Pesawat
dibelakangnya bisa melewati pesawat didepannya diholding bay. Penundaan pesawat
depan misalnya untuk penambahan payload yang sangat penting pada saat sebelum
lepas landas, penggantian peralatan rusak yang diketahui sesaat sebelum tinggal
landas.
2. Pemeriksaan altimeter (alat pengukur tinggi) sebelum terbang dan
memprogram
IV.
Perencanaan Apron
Apron merupakan bagian lapangan terbang yang disediakan untuk memuat, dan menurunkan
penumpang dan barang dari pesawat, pengisian bahan bakar parkir pesawat dan pengecekan alat
mesin yang seperlunya untuk pengoperasian selanjutnya.
Dimensi apron dipengaruhi oleh :
Karakteristik pesawat terbang, termasuk pada saat naik (take off) dan turun (landing).
Gate Position
Dalam menentukan gate position yang diperlukan, dipengaruhi oleh :
Vxt
U
Dimana :
V =
U =
Untuk penggunaan secara bersama oleh semua pesawat, berlaku U dengan nilai dari
0,6 0,8
(dipakai 0,6). Untuk roda pada gate occupancy time (t) pada setiap kelas pesawat dibagi per jam
(tiap 60 menit).
-
Pesawat kelas A
60 menit
Pesawat kelas B
45 menit
Pesawat kelas C
30 menit
20 menit
Untuk kapasitas runway per jam (V) dibagi 2 per jumlah setiap jenis pesawat yang
dilayani.
Sesuai data tugas ini, jenis pesawat yang dilayani adalah :
Pesawat DC9 30
: 3 Unit
Pesawat B 737-400
: 2 Unit
: 2 Unit
G1 =
G2 =
( 3 ) x(30 )
2
60
0,6
( 2 ) x(30 )
2
60
0,6
( 2 ) x(30 )
2
60
0,6
= 1.25 1
= 0.83 1
= 0.83 1
Jumlah gate position untuk semua jenis pesawat yang akan dilayani adalah :
= G1 + G2 + G3
=1+1+1
= 3 unit
Turning Radius (r)
Turning radius untuk masing-masing pesawat dihitung dengan menggunakan
r = x (wingspan + wheel track) +
fordward roll
rumus :
= 28.5 m
- wheel track = 6 m
Maka :
Turning Radius (r)
= x (28.5+ 6) + 3.048
BELTSAZAR ELOANSEN KARANGAN [13021101008]
= 20.298 m
Luas gate
= x r2
= x 20.2982
= 1294.4 m2
= 28.9m
= 24.6 m
- wheel track = 4 m
Maka :
Turning Radius (r) = x (24.6 + 4) + 3.048
= 17.348 m
Luas gate = x r2
= x 17.3482
= 945.5 m2
Luas Apron
Panjang apron :
Panjang apron dihitung dengan menggunakan rumus :
P = G . W + (G-1) c + 2Pb
Pesawat DC 9 30 (kode C)
Dik :
G = 1
C = 4.5 m
W = 28.5
Pb = 36.37 m
G = 1
C = 4.5 m
W = 28.9
Pb = 36.45 m
Dik :
G = 1
= 4.5 m
W = 24.6
Pb = 22.67 m
P1 + P2 + P3
277.48 m
Lebar Apron
Lebar apron dihitung dengan menggunakan rumus :
L = 2. P b + 3. c
Lebar apron dihitung berdasarkan pesawat rencana yaitu B 737 - 400
Dengan Pb = 36.45 dan C = 7,5; sehingga :
BELTSAZAR ELOANSEN KARANGAN [13021101008]
L = 2 x 36.45 + 3 x 7,5
= 95.4 m
Luas totoal Apron
95.4*277.48 = 26471.592 m2
26472 m2
Perencanaan Hanggar
Hangar direncanakan untuk 2 pesawat. Dalam hal ini direncanakan berdasarkan
ukuran pesawat rencana yaitu B 737-400. Luas hangar dihitung dengan rumus :
L = 2 x (wingspan x Panjang badan
pesawat)
L
= 2 x
(28.9 x 36.45)
= 2106.81 m2
L =2107 m2
Ruang gerak dan peralatan reparasi diambil 300 m,
Sehingga total luas hangar adalah :
L total = 2107 + 300
= 2407 m2
Passanger Terminal
Luas passenger terminal diperhitungkan terhadap ruang gerak dan sirkulasi dari
penumpang, yaitu : untuk pesawat dengan jenis masing-masing dapat diperkirakan jumlah
penumpang per pesawat dalam 1 jam.
Jenis Pesawat
Pesawat DC 9-30
Jumlah
Payload
Jumlah Penumpang
115
= 3 x 115 = 345
50
= 2 x 50 = 100
188
= 2 x 188 = 376
Total penumpang = 345 orang + 100 orang + 376 orang = 821 orang
Asumsi : Jika tiap penumpang membawa 3 orang pengantar dengan ruang gerak tiap
penumpang 4m2
Maka, luas passenger terminal adalah :
L = 821+ 3 821 4 13136 m 2
Maka direncanakan Luas passenger terminal 13136 m2
Terminal Building
Perencanaan terminal building diperhitungkan berdasarkan penumpang pada jam sibuk.
Pesawat yang akan dilayani 7 buah / jam. Untuk pesawat Pesawat B.737-400 merupakan
pesawat terbesar dalam perencanaan mempunyai kapasitas penumpang maksimum
(payload max) adalah 188 orang dengan load factor = 75%
Jadi jumlah penumpang pada jam sibuk = 7*188*75% = 987 orang.
Gedung terminal fungsinya adalah sebagai tempat untuk memberikan pelayanan bagi
penumpang maupun barang yang akan tiba dan yang akan berangkat. Oleh sebab itu perlu
disediakan ruang pemberangkatan, ruang tiba, ruang tiket, dan lain-lain.
Untuk melengkapi gedung terminal perlu disediakan fasilitas yang meliputi:
2. Fasilitas penumpang antara lain: ruang tunggu, kafetaria, pertokoan, toilet, tempat
ibadah, ruang istirahat, telpon umum, ruang pertolongan pertama, serta ruang
informasi.
3.
loket
check
in,
fasilitas
penanganan
bagasi,
serta
fasilitas
Telekomunikasi.
4.
penjemput dan pengantar, biasanya gedung terminal dibatasi oleh dua wilayah yaitu:
1. Wilayah utama adalah wilayah dimana para calon penumpang masih membaur dengan
para pengantar atau penjemput.
2. Wilayah steril adalah wilayah yang hanya dikhususkan bagi calon penumpang serta
petugas airline maupun keamanan.
Untuk menentukan luas gedung terminal FAA membuat factor pengali untuk masingmasing kebutuhan ruangan, agar dapat menampung arus penumpang dan barang
berdasarkan ramalan-ramalan yang sudah ada.
Tabel Faktor Pengali Kebutuhan Ruang Gedung Terminal
2
Fasilitas Ruangan
Tiket/check in
1,0
Pengambilan barang
1,0
2,0
2,5
Bea cukai
3,0
Imigrasi
1,0
Restoran
2,0
Operasi airline
5,0
25,0
30,0
Sumber : (R. Horonjeff, 1979. Planning and Design Airport, hal 258)
A.
Perencanaan Gudang
Gudang berfungsi sebagai tempat penampungan barang dan pos paket yang akan
dikirim maupun yang tiba. Untuk perencanaan gudang dipakai standar yang dikeluarkan
IAIA yaitu 0,09 m2/ton/tahun untuk pergerakan barang ekspor dan 0,1 m2/ton/tahun untuk
barang impor. Untuk menghitung luas gudang diambil angka 0,1 m2/ton/tahun dikali
dengan pos paket + barang.
B.
Sumber: (Heru Basuki, 1984 Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang, hal 122)
Parking area
Ada beberapa cara untuk menentukan luas parking area, walaupun kadang-kadang cara
tersebut tidak dapat dilakukan karena ada perbatasan.
Cara-cara tersebut antara lain :
1. Mendapatkan proyeksi harian penumpang yang masuk (datang) dan keluar (berangkat) lapangan
terbang. Jumlah ini dikonversikan kejumlah kendaraan untuk menentukan akumulasi puncak
dari jumlah kendaraan.
2. Menghubungkan akumulasi maksimum jumlah kendaraan dengan jam-jam sibuk jumlah
penumpang pada tahun yang diketahui. Koreksi ini dipergunakan untuk memproyeksikan
permintaan kendaraan pada jam-jam sibuk dimasa depan.
Batasan dari kedua cara ini adalah : karakteristik sifat kendaraan sulit untuk menentukan tingkat
estimasi kendaran dan lain-lain. Rata-rata luas ruang parkir untuk 1 mobil adalah lebar 2,6 m dan
panjang 5,5 m(Sumber : Merancang, Merencana Lapangan Terbang oleh Ir.H.Basuki, hal 118-121)
Dalam tugas ini telah dihitung :
- Banyaknya penumpang pada jam sibuk
= 987 orang
= 2961 orang
- Total
= 3948 orang
: B737-400
: 68.040 Kg
- Roda Pendaratan
- Annual Departure
Jenis Pesawat
DC 9 - 30
ATR 42 - 200
B737 - 400
Titik
CBR
Annual Departure
6000
6000
15.000
1
7
2
6
4
9
5
10
6
12
=6
X = Xi/n
= (7 + 6 + 7 + 9 + 10 + 12) / 6
= 8.5
Titik (n)
1
2
3
4
5
6
CBR (Xi)
7
6
7
9
10
12
Jumlah
(Xi X)2
2.25
6.25
2.25
0.25
1.5
3.5
16
(Xi X) 2
n 1
Simpangan Baku : Sd =
16
5
= 1.79
X sd = 8.5 1.79
X sd = 8.5 + 1.79
= 6.71
= 10.29
Untuk confidance kumulatif 95% didapat nilai CBR Subgrade diantara 6.71% dan 10.29 %.
Jadi CBR rencana diambil 8.5 % karena berada di antara batas bawah dan batas atas.
* Perhitungan Tebal Perkerasan
Dik :
: 8.5 %
: 22 %
Annual Departure
6000
6000
15.000
Pesawat
DC 9 - 30
ATR 42 - 200
B737 - 400
MTOW (Kg)
54,885
16.700
68.040
Annual
Departure
6000
6000
15.000
sementara
25
14
28
25
Pesawat DC 9 30
14
BELTSAZAR ELOANSEN KARANGAN [13021101008]
28
Pesawat B.7373-400
Tabel Faktor Konversi
Karena
tebal
total
perkerasan
sementara
sebagai
pesawat
rencana
untuk
menentukan tebal perkerasan adalah pesawat B.737-400 (dengan tipe roda pendaratan DWG).
- Menghitung Ekuivalent Annual Departure terhadap pesawat rencana
1. Hitung R2
R2 =
2. Hitung W2 (Kg)
1
W2 =
n
3. Hitung W1 (Kg)
1
W1 =
n
w1
1
2
log R 2 (
W2 2
)
W1
R1 = 10
Jumlah
Annual
Roda
Departure
DC 9 - 30
ATR 42 - 200
B737 - 400
Pesawat
MTOW
R2
W2
W1
R1
6000
54.885
6000
8690.125
10733
2509.753
6000
4800
5288.333
10733
383.710
15.000
16.700
68.040
6000
10733
10733
6000
= 8893.4463
= 8894
Jadi Equivalent Annual Departure yang akan digunakan dalam menghitung tebal perkerasan adalah
8894
= B.737-400
MTOW
= 68.040 Kg
Annual
= 8894
= 22 %
= 8.5 %
13
28
Langkah Perhitungan:
a. Dari kurva perkerasan Flexible untuk pesawat rencana B.737- 400 dengan MTOW
= 68.040 Kg
CBR Sub grade
= 8.5 %
= 4 inch
= 10 cm
Base coarse
= 15 inch
= 38 cm
= 28 cm
Tebal total
= 76 cm
= 30 inch
12
Dicek dengan menggunakan kurva tebal minimum base coarse = 12 inch, maka
tebal base coarse = 15 inch sudah memenuhi syarat.
Dari hasil perhitungan tersebut diambil kesimpulan sebagai berikut:
Kesimpulan:
Surface coarse
= 4 inch
= 10 cm
Base coarse
= 15 inch
= 38 cm
= 28 cm
Tebal total
= 76 cm
= 30 inch
10 cm
Base coarse
38 cm
28 cm
Daerah Transisi/pinggir:
9 cm
surface
Base coarse
34 cm
Base coarse
6 cm
25 cm
27 cm
20 cm
Ket : Untuk daerah non kritis ketebalan T direduksi 0,9T sedangkan untuk daerah
transisi direduksi 0,7 T.
Gambar Penampang Kritis, Non Kritis dan daerah Transisi/Pinggir
MR90
Working stress
Rumusnya :
FK =
Untuk menentukan working stress dibutuhkan ramalan lalu lintas yang akan datang, yakni
menyangkut jenis pesawat, MTOW-nya dan roda-roda pendaratan yang sepadan.
Dalam tugas ini dianjurkan untuk menggunakan angka keamanan 2 (lihat buku Merancang,
Merencana Lapangan Terbang hal 363). Dalam menentukan perkerasan rigid, dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Hitung
tebal
perkerasan
dengan
memasukkan
harga-harga
parameter diatas ke dalam grafik yang sesuai dengan tipe roda pendaratan.
5.
6.
kapasitas pesawat per jam adalah 7 buah, dengan lama operasi landasan (1 x 24 jam)
Win Rose yang diperoleh untuk harga NE SW memberi harga prosentase wind
coverage maksimum yakni 99,631%
6000
25
INTERPOLAS
I
x=
8894
x
15000
28
88946000
( 2825 ))+25 =26
([ 150006000
]
-
= 23,911 x 7 x 365
= 61093 buah/tahun
= 167 buah/hari
Didapat dari pengolahan data bahwa bahan subgrade mempunyai nilai CBR 8.5 %, dapat
dikategorikan sebagai material lumayan baik. Harga k (Modulus of Subgrade Reaction) untuk
Lumayan baik adalah 200-250 Psi.
Nilai Modulus of Subgrade Reaction (k)
Harga k
Bahan sub grade
Sangat jelek
MN/m
< 40
Pci (lbs/in )
< 150
Lumayan baik
55 68
200 250
Sangat baik
> 82
> 300
Sumber: (H. Basuki, 1984. Merancang, Merencana Lapangan Terbang, hal 341
fc ,
fc ,
Data-data:
= k
MR 90 = 110%
fc ,
= 10
4266,9
= 653,215 lbs/in
653,215 lbs/in
= 718,5365 lbs/in
Working Stress =
MR 90 718,5365
FK
2
= 359,268 Psi
Diketahui:
CBR Sub garde
= 8.5 %
k sub grade
= 200 Pci
Pesawat Rencana: DC 9 30
MTOW
= 120.892 lbs
= 200 Pci
Dengan menggunakan gambar kurva perkerasan rigid untuk tipe roda Dual wheel gear
didapat tebal perkerasan rigid untuk pesawat rencana DC 9-30= 11.8 inch .
Berikut ini Perhitungan tebal perkerasan dengan jenis pesawat ATR 42-200
-
MTOW
= 36.784 lbs
= 200 Pci
Dengan menggunakan gambar Kurva perkerasan rigid untuk tipe roda Dual wheel gear
didapat tebal perkerasan rigid untuk pesawat ATR 42-200 = 7 inch .
MTOW
= 150.002 lbs
= 200 Pci
Dengan menggunakan gambar Kurva perkerasan rigid untuk tipe roda Dual Wheel gear
didapat tebal perkerasan rigid untuk pesawat DC 10 30 = 13 inch .
11.8
Gambar kurva perkerasan rigid untuk tipe roda Dual tandem gear pesawat rencana DC 8 63
Gambar kurva perkerasan rigid untuk tipe roda Single Wheel gear pesawat rencana ATR 42200
13
Gambar kurva perkerasan rigid untuk tipe roda Dual wheel gear pesawat rencana B737-400
C. Perhitungan Penulangan (Pembesian)
Dari hasil perhitungan tebal rigid perkerasan berdasarkan parameter-parameter diatas di
dapat tebal perkerasan yang paling kritis yaitu 13 = 33.02 cm (Pesawat B.737-400)
Dengan demikian untuk perkerasan Rigid pada apron memiliki ketebalan rencan yaitu sebesar 13
Jumlah besi yang diperlukan untuk penulangan pada perkerasan rigid ditentukan dengan
rumus :
3,7 L
LxH
fs
As =
0.64 L
LXH
fs
As =
Dimana :
(imperial unit)
(metric unit)
Dari data :
- mutu baja
: U 32
kg
cm 2
- fs
: 3200
-H
: 13 = 33.02 cm
= 12.85 cm2
o Tulangan melintang
: As =
o Tulangan minimum
Banyaknya tulangan : n =
Jarak tulangan : R =
12.85
1.131
500
12 1
= 45.454 cm 45 cm
Jadi dengan tulangan baja 12 D 12 mm dan tebal perkerasan rigid yang ada, mampu
menahan beban yang didapat dari perhitungan sebelumnya.
Joint (sambungan)
Joint / sambungan dibuat pada perkerasan kaku, agar beton bisa mengembang dan menyusut
tanpa halangan, sehingga mengurangi tegangan bengkok (flexural stress ) akibat gesekan,
perubahan temperatur, perubahan kelembaban serta untuk melengkapi konstruksi.
Joint dikategorikan menurut fungsinya, yaitu joint yang berfungsi kembang, disebut Expantion
Joint, untuk susut disebut Constraction Joint serta untuk penghentian waktu cor disebut
Construction Joint.
1. Expantion Joint
Expantion Joint
terhindarlah adanya tegangan tekan yang tinggi, yang bisa menyebabkan slab beton
menjadi melengking. biasanya expantion Joint dibuat pada slab beton yang berpotongan
menyudut satu sama lain.
Dalam perencanaan tugas ini, karena menurut pengalaman, Expantion Joint merupakan
sumber kesulitan, maka tidak dibuat Expantion joint, karena slab beton yang ada sudah
cukup tebal (slab beton yang didapat = 33.02 cm).
3/4
2. Construction Joint
a. Construction joint memanjang
Joint model ini terdapat pada tepi setiap jalur pengecoran dan dibuat dengan diberi
tulangan Dowel sebagai pemindah beban pada bagian itu dan dapat berbentuk tepi
dengan kunci. (gambar type C)
T
2
0.2 T
0.1 T
Slope 1:4
Tipe C - Kunci
pemberhentian ini harus dibuat Construction Joint melintang. Apabila pemberhentian ini
sudah dekat dengan Construction Joint melintang rencana, disarankan membuet joint
dengan Dowel. (gambar type D)
0.5 T
0.5 T
T
Dowel diberi gemuk satu sisi
TipeD - Dowel
T
TipeH - Dummy
T
Dowel diberi gemuk satu sisi
Tipe F - Dowel
5. Joint Sealent
Dipakai untuk mencegah merembesnya air dan benda-benda asing ke dalam joint. Sealant
dapat berbentuk bahan panas atau dingin. bahan panas atau dingin dituang atau ditekan
masuk dalam joint untuk mengisinya, idealnya Sealant masuk ke dalam sambungan dengan
permukaan 3 mm di bawah permukaan slab beton. Untuk daerah yang peka terhadap
bensin, dipakai Sealant yang tahan minyak.
Dalam perencanaan ini dipakai joint Sealant tinggal pasang yang sudah diproduksi oleh
pabrik. Ukuran Joint Sealant ini diambil berdasarkan daftar dari PCA seperti tercantum
dalam tabel 6 - 16 dan tabel 6 - 17, Merancang, Merencana Lapangan Terbang, oleh Ir.
herru Basuki, hal 395.
6. Dowel
Besi ini dipasang pada joint, berfungsi sebagai pemindah beban melintang sambungan, juga
berfungsi mengatasi penurunan vertikal relatif pada slab beton ujung.
Ukuran Dowel harus proporsional dengan beban yang harus dilayani dan direncanakan
berdasarkan fungsi tebal perkerasan.
FAA memberi daftar ukuran Dowel dan jarak Dowel untuk berbagai tebal slab beton seperti
tercantum pada tabel 6 - 15, Merancang, Merencana Lapangan Terbang, oleh Ir. herru
Basuki, hal 392.
Perkerasan struktur (structural pavement) berfungsi untuk mendukung beban yang bekerja
pada landasan pacu yaitu kendali, stabilitas, dan kriteria dimensi operasi lainnya sehingga mampu
melayani lalulintas pesawat.
Bahu landasan (shoulder), yang terletak berdekatan dengan tepi perkerasan yang berfungsi
untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan
saat kondisi darurat.
Bantalan hembusan (blast pad) adalah suatu area yang dirancang khusus untuk mencegah
erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat hembusan mesin jet yang tserus-menerus
atau berulang-ulang. Biasanya area ini ditanami dengan rumput. FAA menetapkan panjang bantal
hembusan harus 100 kaki untuk penggunaan pesawat kelas I, 150 kaki untuk penggunaan pesawat
kelas II, 200 kaki untuk penggunaan pesawat kelas III dan IV dan 400 kaki untuk kelompok
rancangan V dan VI. (Horonjeff, 1994).
Daerah aman untuk landasan pacu (runway safety area) adalah daerah yang bersih tanpa
benda-benda yang mengganggu, dimana terdapat saluran drainase, memiliki permukaan yang rata,
dan mencakup bagian perkerasan, bahu landasan, bantalan hembusan, dan daerah perhentian,
apabila diperlukan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan saat
keadaan darurat juga harus mampu menjadi tempat aman bagi pesawat seandainya pesawat keluar
dari jalur landasan pacu. FAA menetapkan bahwa daerah aman landsan pacu harus memiliki
panjang 240 kaki dari ujung landasan pacu untuk pesawat kecil dan 1000 kaki untuk seluruh
rancangan kelas pesawat rencana. (Horonjeff, 1994).
Perluasan area aman (safety area extended), dibuat apabila dianggap perlu, yang bertujuan untuk
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan. Panjang area ini normalnya
adalah 800 kaki, tetapi itu bukan suatu ukuran baku karena bergantung pada kebutuhan lokal dan
luas area yang tersedia.
Runway
Panjang dan lebar runway di setiap bandara berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan,keadaa
n obstacle sekitar bandara, dll. Kekuatan runway juga berbeda-beda, dalam bahasa
penerbangan kekuatan runway/bangunan lainnya di bandara lebih dikenal dengan sebutan
PCN (Pavement Classification Number). PCN juga ditentukan sesuai dengan kebutuhan
suatu bandara, dilihat dari pesawat apa yang akan menggunakan runway bandara tersebut,
semuanya ada hitung-hitungannya.
Angka
28
pada
gambar
di
atas,
adalah
merupakan Runway
Designator / pengenal runway. Dalam penentuan runway designator di suatu bandara,
diadakan observasi angin dalam kurun waktu 5 tahun setiap 3 jam sekali, hal ini dilakukan
untuk mengetahui mayoritas pergerakan angin di suatu wilayah di mana bandara akan
didirikan.
Misalkan hasil suatu observasi di suatu wilayah menunjukkan bahwa rata-rata pergerakan
angin sebesar 283 derajat. Dari angka tersebut diambil dua angka didepan, dan terjadi
pembulatan. Jika angka ketiga sebesar 1-4 maka pembulatan kebawah, 6-9 pembulatan
keatas. Karena rata-rata pergerakan angin sebesar 283 derajat maka runway designatornya
adalah 28 dan 10. Runway 28 berarti runway menuju ke arah angin 280 derajat, dan
runway 10 berarti runway menuju ke arah angin 100 derajat.
BELTSAZAR ELOANSEN KARANGAN [13021101008]
Pada bagian pertama tentang Alat Bantu Pendaratan Pesawat di bandar udara, telah dibahas
mengenai Alat Bantu Pendaratan secara Instrument berupa Instrument Landing System
(ILS) walaupun Runway Visual Range (RVR). Dengan adanya Instrument Landing
SYstem (ILS) maka walaupun cuaca kurang baik maka pesawat terbang dapat mendarat
dengan selamat.
Untuk bagian ke 2 ini akan kita bahas Alat Bantu Pendaratan secara Visual. Artinya kondisi
cuaca di bandar udara cerah dan pilot secara visual dapat melihat langsung landasan. Alat
Bantu Pendaratan secara Visual terdiri dari :
2. Airfield Lighting System (AFL)
adalah alat bantu pendaratan visual yang berfungsi membantu dan melayani pesawat
terbang selama tinggal landas, mendarat dan melakukan taxi agar dapat bergerak secara
efisien dan aman.
Threshold Light,
yaitu rambu penerangan yang berfungsi sebagai penunjuk ambang batas
landasan, dipasang pada batas ambang landasan pacu dengan jarak tertentu
memancarkan cahaya Pemasangan lampu sepanjang tepi landasan sejauh 3
m dari tepi perkerasan. Jarak memanjang dari lampu ke lampu tidak boleh
lebih dari 60m. Apabila threshold landasan digeser, tetapi daerah yang
digeser tadi masih dipakai untuk lepas landas dan taxi, lampu tepi landasan
pada displaced area yang menghadap pilot berwarna merah. Sedangkan
berwana putih, lampu yang mneghadap arah kedatangan pesawat, dan
berwarna kuning untuk mengingatkan pilot bahwa landasan hampir habis
tinggal 600m. hijau jika dilihat oleh penerbang pada arah pendaratan.
Taxiway Light
yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampu-lampu memancarkan
cahaya biru yang dipasang pada tepi kiri dan kanan taxiway pada jarakjarak tertentu dan berfungsi memandu penerbang untuk mengemudikan
pesawat terbangnya dari landasan Kriteria perencanaannya sebagai berikut :
Taxiway dirancang sehingga mudah dikenali dan tidak
terkacau dengan landasan
Tanda keluar dari landasan masuk taxiway harus betul-betul
dikenali terutama pada rapid taxiway.
Harus merupakan pedoman sepanjang taxiway.
Perpotongan taxiway dengan landasan harus jelas ditandai
Rute dari landasan ke apron atau sebaliknya harus gampang
dikenal.
Lampu taxiway berwarna biru, lampu sumbu taaxiway
berwarna hijau.
pacu ke dan atau dari tempat parkir pesawat.
5
Flood Light,
Yaitu rambu penerangan untuk menerangi tempat parkir pesawat terbang
diwaktu siang hari pada cuaca buruk atau malam hari pada saat ada pesawat
terbang yang menginap atau parkir. Pada awal mula pendaratan malam
dilakukan, seluruh area landasan disinari seluruhnya (Flood Light). Lama
kelamaan dirasakan tidak perlu seluruh lapangan pendaratan disinari, cukup
bagian-bagian utama saja, kemudian dipakai lampu khusus untuk
pendaratan. Perlampuan menyinari seluruh permukaan landasan akhirnya
diganti dengan lampu yang menunjukkan arah sumbu landasan serta
ditambahkan lampu tepi landasan dipasang sepanjang tepi landasan. Pada
visibility jelek lapangan terbang dilengkapi dengan lampu touch down zone.
Approach light,
yaitu rambu penerangan untuk pendekatan yang dipasang pada
BELTSAZAR ELOANSEN KARANGAN [13021101008]
Rotating Beacon,
yaitu rambu penerangan petunjuk lokasi bandar udara, terdiri dari 2 (dua)
sumber cahaya bertolak belakang yang dipasang pada as yang dapat
berputar, sehingga dapat memancarkan cahaya berputar dengan warna hijau
dan putih pada umumnya Rotating Beacon dipasang diatas tower.
10 Apron Light,
yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampu-lampu yang memancarkan
cahaya merah yang dipasang di tepi Apron untuk memberi tanda batas
pinggir Apron.
11 Sequence Flashing Light (SQFL),
yaitu lampu penerangan berkedip berurutan pada arah pendekatan. SQFL
dipasang pada Bar 1 s/d Bar 21 Approach Light System.
12 Traffic Light,
yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda untuk pengaturan
kendaraan umum yang dikhawatrikan akan dapat menyebabkan gangguan
terhadap pesawat terbang yang sedang mendarat.
13 Obstruction Light,
yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda untuk menunjukan
ketinggian suatu bangunan yang dapat menyebabkan gangguan/rintangan
pada penerbangan.
14 Wind Cone,
yaitu rambu penerangan menunjukan arah angin bagi pendaratan atau lepas
landas suatu pesawat terbang.
15 Threshold lighting
Ketika melakukan approach final untuk melakukan pendaratan, pilot harus
membuat keputusan untuk melakukan pendaratan atau membatalkannya
karena miss approach. Tanda Threshold yang segera dikenal oleh pilot
merupakan pedoman bagi pilot apakah dia bisa mendarat atau atau tidak.
Pada lapangan besar Threshold bisa dikenali sebagai garis perlampuan
menerus berwarna hijau, melintang landasan dari tepi ke tepi. Lampu
threshold dipandang dari pesawat yang akan mendarat berwarna hijau,
tetapi sebaliknya berwarna merah sebagai pertanda akhir ujung landasan
MARKING TAXIWAY
Tanda-tanda di Taxiway
Enhanced Centreline. Garis tengah yang diperpanjang ini terdiri dari garis parallel
berwarna di kedua sisi garis tengah landasan. Garis tengah landasan bisa
diperpanjang hingga 150 kaki (45,7 m) sebelum sampai pada tanda posisi siappacu.
Taxi Shoulder Markings. Taxiway, holding bays, dan apron terkadang diberikan
bahu perkerasan untuk mencegah tabrakan dan erosi air. Bahu perkerasan ini tidak
dimaksudkan untuk digunakan oleh pesawat terbang, dan mungkin tidak dapat
memikul beban pesawat. Bahu landasan ditandai dengan garis kuning yang tegak
lurus terhadap tepi landasan, dari ujung landasan ke tepi perkerasan, sekitar 10
meter.
Surface Painted Taxiway Direction Signs. Latar belakang kuning dengan tulisan
hitam, dan diberikan bila tidak mungkin untuk memberikan tanda arah landasan
pacu di persimpangan, atau bila diperlukan untuk melengkapi tanda-tanda seperti
itu. Tanda-tanda ini terletak di kedua sisi tengah landasan.
Surface Painted Location Signs. Latar belakang hitam dengan tulisan kuning. Bila
diperlukan, tanda-tanda ini melengkapi tanda lokasi yang berada di sepanjang
landasan pacu dan membantu pilot dalam menunjukan jalan menuju tempat
pesawat akan ditempatkan. Tanda-tanda ini terletak di sisi kanan garis tengah.
Contoh pemasangan lampu pada runway sumber buku Horronjjef. 5th edition
Lampu taxiway
Untuk operasi malam, taxiway di banyak bandara dilengkapi dengan lampu, meskipun
beberapa bandara kecil yang tidak dilengkapi dengan peralatan ini.
Taxiway Edge Lights. Digunakan untuk garis tepi taxiway selama periode
kegelapan atau kondisi visibilitas terbatas. Perlengkapan ini akan meningkat dan
memancarkan cahaya biru.
Taxiway centerline Lights. Peralatan ini tetap menyala dan memancarkan cahaya
hijau yang terletak di sepanjang landasan tengah
Clearance Bar Lights. Tiga lampu berwarna kuning di posisi siap pacu di taxiway
Sumber:
http://bachaddiah.blogspot.co.id/2011/07/pengertian-runwaydan-cara-menentukan.html
http://dokumen.tips/documents/marking-danperlampuan.html
BELTSAZAR ELOANSEN KARANGAN [13021101008]
www.ilmuterbang.com
Buku horronjeff Planning and Design of Airports 5 th Edition.
CHAPTER 8 Airport Lighting,Marking, and Signage