Professional Documents
Culture Documents
arahan
kepada
penulis
mulai
dari
Sulawesi
Tenggara
atas
Makassar,
Maret 2016
Penulis
Jabar aljufri
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN INIVERSITAS HASANUDDIN
MARET 2016
Hubungan Antara Intensitas Kebisingan Dengan Kejadian Gangguan
Pendengaran Akibat Bising Pada Karyawan Pabrik PT.Aneka
Tambang UBPN Pomalaa Sulawesi Tenggara.
Jabar Aljufri, Sri Ramadhani
ABSTRAK
Latar Belakang : Gangguan pendengaran akibat bising atau noise
induced heraing loss (NIHL) adalah gangguan pendengaran akibat
pengaruh bising dalam waktu lama/kronik. Dilingkungan industri, NIHL
menduduki peringkat pertama dalam golongan penyakit akibat kerja.
Kebisingan bisa merusak sel rambut yang berada didalam organ Corti jika
intensitas kebisingan berada diatas nilai ambang batas dan dalam
jangkawaktu yang cukup lama. Pada area pabrik khususnya area Energy
Management ini memiliki tingkat intensitas diatas nilai ambang batas
(>100dB). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatahui apakah ada
hubungan antara intensitas kebisingan dengan kejadian NIHL pada
karyawan pabrik PT.Aneka Tambang tbk UBPN Pomalaa berdasarakan
lama masa kerja, usia da tingkat pendidikan formal.
Metode Penelitian : penelitian ini adalah penelitian analitik dengan
pendekatan Cross sectional study pada karyawan pabrik PT. Aneka
Tambang tbk UBPN Pomalaa yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Sampel pada penelitian ini terdiri 224 sampel dengan metode
pengambilan Proporsional sampling.
Hasil Penelitian
: menunjukkan bahwa lama masa kerja dengan
intensitas kebisingan yang tinggi diatas nilai ambang batas (NAB) dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan
pendengaran akibat bising (p
value=0.000) dimana dari 224 sampel terdapat 46 orang (20,5%) yang
mengalami gangguan pendengaran dan 178 orang (79,5%) tidak
mengalami gangguan pendengaran. Jika dilihat dari faktor usia dari hasil
analisis statistik juga terdapat hubungan untuk terjadinya gangguan
pendengaran akibat bising (p value=0.001) dengan prevalensi 40 tahun
sebanyak 10 (10,5%) dan > 40 tahun 36 (27,9%) tetapi hubungan antara
keduanya sangat lemah. Dan proporsi untuk tingkat kebisingan tidak
memiliki hubungan dengan kejadian gangguam pendengaran akibat bising
(p value=0.970)
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara lama masa kerja (>10 tahun) dan
usia karyawan (>40 tahun) dengan kejadian gangguan pendengaran
akibat bising pada karyawan pabrik PT.Aneka Tambang tbk. Dan tidak
terdapat hubungan antara tingka intensitas kebisingan (>85dB) dengan
kejadian gangguan pendengaran akibat bising.
Kata Kunci: intensitas kebisingan, karyawan pabrik, lama masa kerja,
usia,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................
ii
iv
ABSTRAK ............................................................................................
viii
ix
xi
xii
1
4
4
5
6
8
9
11
12
13
15
16
19
20
22
25
26
27
27
29
30
30
31
31
31
33
34
35
37
45
52
57
57
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
20
22
DAFTAR TABEL
46
49
Tabel 6.3 Hubungan antara lama masa kerja dengan kejadian Gangguan
pendengaran akibat bising/NIHL pada karyawan pabrik PT.
Aneka Tambang Tbk UBPN Pomalaa .................................
50
51
BAB I
PENDAHULUAN
Tbk
Pomalaa,
khususnya
pada
lingkungan
kerja
pabrik.
Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1960, yang bergerak disektor
pertambangan biji nikel, dimana proses pengelolaannya secara garis
besar melalui tiga tahap yaitu : tahap praolahan, tahap peleburan dan
tahap pemurnian. Pada setiap tahap pengolahan biji nikel tersebut,
menimbulkan
kebisingan
yang
bersifat
kontinue
dan
jika
tidak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
: membran timpani
b. batas depan
: tuba eustachius
c. batas bawah
f. batas dalam
Ujung
atau
puncak
koklea
disebut
helikotrema,
6,8
frekuensi.
Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya.
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik/Hertz (Hz). Intensitas
atau arus energi persatuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dB)
dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm 2
yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat di dengar
oleh telinga manusia. Telinga manusia mampu mendengar frekuensifrekuensi diantara 16-20.000 Hz.
Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat
mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga
dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat corti untuk reseptor
bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan
yang terberat kerusakan alat corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi
4000 Hz .6
Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing
Loss) ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh
bising cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya
diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli
sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Ketulian
berarti menurunnya ketajaman pendengaran seseorang di banding orang
normal. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan ketulian disamakan
dengan ditulis dalam buku-buku sebagai Deafness atau Hearing loss
yaitu kurang pendengaran atau gangguan pendengaran, yang masih
dapat dipakai berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan alat. 6
2.4 ETIOLOGI
Faktor-faktor
risiko
yang
berpengaruh
untuk
mempermudah
seperti
streptomisin,
kanamisin,
garamisin
(golongan
kebisingan
dilakukan
untuk
memperoleh
data
2, 6
Waktu paparan
90
85
92,5
86,5
95
88
100
91
105
94
110
97
115
100
atau kurang
Jam
Menit
Detik
Intensitas dalam dB
80
16
82
85
88
91
1
30
94
97
15
100
7,50
103
3,75
106
1,88
109
0,94
28,12
112
115
14,06
118
7,03
121
3,52
124
1,76
127
0,88
130
0,44
133
0,22
136
0,11
139
dari
pengaruh
buruk
kebisingan,
Organisasi
Pekerja
singkat
(explosif)
atau
berlangsung
lama
yang
terjadi
setelah
seseorang
cukup
lama
terpapar
kebisingan, terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling
banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan.
Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5
sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah
10-15 tahun setelah terjadi pemaparan.
Penderita mungkin tidak menyadari bahwa pendengarannya telah
berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan audiogram.
Pengaruh bising pada pekerja secara umum dibedakan dua macam
yaitu :
Non-patologis
Bersifat sementara
Patologis
Menetap
PTS terjadi karena paparan yang lama dan terus menerus. Ketulian ini
disebut tuli perseptif atau tuli sensorineural. Penurunan daya dengar
perlahan dan bertahap sebagai berikut :
2.9 PATOLOGI 6
Telah
diketahui
secara
umum
bahwa
bising
menimbulkan
tingkatan kerusakan sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel
penyangga, pembuluh darah dan serat aferen.
Stimulasi
bising
dengan
intensitas
sedang
mengakibatkan
2.10 DIAGNOSIS
2.10.1 Anamnesis
(recruitment) yang khas untuk tuli saraf koklea. Rekrutmen adalah suatu
fenomena pada tuli sensorineural koklea, dimana telinga yang tuli menjadi
lebih sensitif terhadap kenaikan intensitas bunyi yang kecil pada frekuensi
tertentu setelah terlampau ambang dengarnya.
Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu
oleh bising latar belakang (Backgroungd noise), sehingga bila orang
tersebut berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan
mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini disebut sebagai
coctail party deafness. 6
Apabila seorang yang tuli mengatakan lebih mudah berkomunikasi
di tempat yang sunyi atau tenang, maka orang
2.11 PENATALAKSANAAN
menghitung
reduksi
kebisingan
dan
sekaligus
suara
yang
menimbulkan
bisingnya;
menggunakan
mungkin
dikurangi
atau
dihilangkan.
Pemerintah
telah
dengan
dipindahkan kerjanya
penyebab
ketulian,
penderita
sebaiknya
psikoterapi
pendengaran
(auditory
agar
dapat
training)
menerima
agar
dapat
keadaannya.
Latihan
menggunakan
sisa
ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan, serta
bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Disamping itu, oleh karena
pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga
diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama
percakapan.
Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat
dipertimbangkan untuk pemasangan implen
2.12 PROGNOSIS
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli
sensorineural koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati
dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh
karena itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian. 6
BAB III
KERANGKA KERJA PENELITIAN
Pemeriksaan Audiologi
Intensitas Kebisingan
Tes Audiometri
Frekuensi bising
Penggunaan APD
Tes Swabach (Memendek)
Umur
Kepekaan Individu
Kelainan Telinga Tengah
Penggunaan obat ototoksik
Tingkat Pendidikan Formal
*Ket:
Usia
jika
responden
mengeluh
mengalami
gangguan
BAB IV
METODE PENELITIAN
Tbk,
Pomalaa
yang
terpapar
bising
yang
datang
untuk
4.3.2 Sampel
4.3.2.1 Jumlah sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 244 karyawan yang
terkena paparan bising dan merupakan karyawan PT.Aneka Tambang tbk.
4.3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel
Cara penentuan jumlah sampel, untuk populasi kecil atau lebih
kecil dari 10.000, dapat menggunakan formula yang sederhana, seperti
berikut (Notoatmodjo,2005) :
n =
N
1 + N (d2)
Keterangan :
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan = 0,05
Berdasarkan rumus tersebut, maka :
n=
507
1 + 507 (0,052)
=
507
1 + 507 (0,0025)
=
507
1 + 1,2675
=
507
2,2675
penelitian
yang
populasinya
berbeda-beda
di
setiap
unit,
dapat
pengumpulan
data
dan
instrumen
penelitian
yang
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
tahun
1960
sesuai
dengan
PPn39/1960
dan
UU
Tambang
(Persero) Tbk.
Pada
tanggal
9 Agustus
1999
1980 mm, dengan rata-rata hari hujan 129 hari. Daerah penambangan
dibagi 3 wilayah yaitu wilayah utara, tangah dan selatan.
sebagai alat dorong, doser shovel sebagai alat gali dan muat, dump
truck sebagai alat angkut.
4. Pengangkutan
Alat angkut yang digunakan adalah dump truck yang berkapasitas
antara 1530 ton.
5. Penumpukan atau Penyimpanan Biji
Biji nikel baik untuk umpan pabrik maupun umpan ekspor sebelum
di tumpuk di stockyard. Batuan besar atau boulder > 20 cm, disaring
disaringan tetap/stationery Grizzly, boulder
Secara garis besar pengolahan biji nikel PT. Antam UBPN Pomalaa
dibagi dalam 3 tahap yaitu :
1. Tahap Praolahan
Biji basah yang berasal dari wilayah penambangan utara,
tengah dan selatan serta biji dari pulau Gebe dicampur (blending).
Untuk mendapatkan kondisi yang sesuai. Campuran biji (blender ore)
ini di keringkan dalam satu Rotary Dryer, selanjutnya biji kering
mengalami
kalsinasi
dalam
Rotary
Kiln
untuk
menghilangkan
dalam
unit
shaking
Converter
(De-ciliconization
dan
De-
5.4 PENGAPALAN
Pengapalan dalam rangka ekspor ke Negara tujuan dilakukannya
dengan cara :
1. Pemuatan tidak langsung dalam menggunakan tongkang yang ditarik
oleh kapal tunda (Tung boat) kekapal untuk pemuatan biji nikel dan
veronikel.
2. Pemuatan langsung kekapal dermaga Pomalaa untuk veronikel, biji
nikel yang masih merupakan bahan baku diekspor ke Jepang sebagai
konsumen utama, sedangkan veronikel di ekspor ke berbagai negara.
5.5 REKLAMASI
5.6 FASILITAS
Untuk mendukung kegiatan produksi dan kehidupan UBPN
Pomalaa membangun berbagai sarana sebagai berikut :
1. Bengkel perawatan alat-alat berat dan kendaraan ringan.
2. Bengkel konstruksi dan bengkel listrik.
3. Perumahan karyawan dengan fasilitas air dan listrik.
4. Rumah sakit untuk karyawan dan masyarakat sekitarnya.
5. Sekolah yang dikelola melalui Yayasan Pendidikan Pomalaa (YPP),
yaitu TK, SD, SMP/Tsanawiyah dan SMU (sejak tahun 1984 menjadi
SMU Negeri Pomalaa) uang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Nurul
Iman (YAPNI) yaitu Madrasah Tsanawiyah.
6. Perpustakaan umum
7. Tempat ibadah : Mesjid, Gereja (Katolik dan Protestan) dan Pura
8. Fasilitas
olahraga,
untuk
meningkatkan
produktifitas
serta
BAB VI
VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
No.
Karakteristik Sampel
Jumlah n =224
1 Paparan
Intensitas
Kebisingan
1. 85 dB
24
10,7
- 71,9
12
5,4
- 85
12
5,4
2. > 85 dB
200
89,3
- 86,25
58
25,9
- 88,35
67
29,9
- 96,15
49
21,9
- 108,1
26
11,6
1.) 40
95
42,4
2.) > 40
129
57,6
1.) 10
98
43,8
2.) >10
126
56,3
1.) NIHL
46
20,5
178
79,5
2 Umur (Tahun)
4 Hasil Audiometri
5 Unit Kerja
1.) Smelting
49
22
2.) Refinery
67
30
58
26
12
12
26
12
NIHL
OR
95% CI
Total
s
Bising
Ya
Tidak
n (%)
n (%)
85 dB
5 (20,8)
19 (79,2)
>85 dB
41(20,5
159(`79,5
46
178(79,5)
Total
Low
Up
P n (%)
24(100)
1,021 0,360 2,897
0.970 200(100)
224(100)
(20,5)
NIHL
OR
Masa
Ya
Tidak
Kerja
n (%)
n (%)
10 tahun
9 (9,2)
89 (90,8)
> 10 tahun
31(29,4)
89 (70,6)
95% CI
Low
Total
Up
P n (%)
98 (100)
0,243 0,111
0,534
Total
46
178(79,5)
224 (100)
(20,5)
mengalami
gangguan
pendengaran.
Dari
analisis
data
Umur
NIHL
OR
Ya
Tidak
n (%)
n (%)
40 tahun
10 (10,5)
85 (89,5)
> 40 tahun
36 (27,9)
93 (`72,1)
Total
46 (20,5)
178 (79,5)
95% CI
Low
Up
Total
P n (%)
95 (100)
0,304 0,142 0,650
Dari tabel 6.4, terdapat 129 orang yang bekerja di pabrik dengan
umur > 40 tahun terdiri atas 36 orang yang mengalami gangguan
6.2 Pembahasan
Setelah
dilakukan
penelitian
mengenai
hubungan
intensitas
intensitas kebisingan, umur, dan lama masa kerja dan diperoleh data
sebagai berikut:
1. Intensitas Kebisingan
Menurut kepustakaan lingkungan kerja dengan intensitas bising
>85 dBA dapat menimbulkan NIHL. Faktor-faktor lain yang dapat
menambah pajanan bising telah disingkirkan dengan kriteria inklusi dan
ekslusi. berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut diatas maka NIHL
yang
terjadi
kemungkinan
berhubungan
dengan
pekerjaan. Pada
Tbk,
kepatuhan
karyawan
dalam
menggunakan
setiap
pelindung diri, serta pengaturan rotasi yang sangat baik yang telah
dilakukan oleh perusahaan.
Pada penelitian ini yaitu jumlah yang menderita NIHL sesuai
dengan lama masa kerja para pekerja dipengaruhi oleh faktor yang paling
penting yaitu intensitas kebisingan di lingkungan pabrik dengan rata-rata
kebisingan diatas NAB yaitu sekitar 86,5 dB dengan lama kerja per hari
adalah 8 jam. Menurut May intensitas bising sangat tinggi (>100 dB)
memberikan impuls kebisingan secara mekanik untuk merusak organ
pendengaran
akibat
bising,
dan
pada
tabel
ini
juga
gangguan
pendengaran
akibat
bising.
Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa hasil penelitian di area Pabrik PT. Aneka Tambang tbk
bahwa distribusi kasus gangguan pendengaran akibat bising lebih banyak
terjadi pada karyawan yang telah bekerja > 10 tahun.
Bising dengan intensitas yang tinggi dan dalam waktu yang lama
yaitu antara 10-15 tahun akan mengakibatkan robeknya organ corti.
Intensitas bunyi yang sangat tinggi dan dalam waktu yang cukup lama
mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler yang dapat
menyebabkan kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut di
dalam organ corti. Organ corti yang rusak mengakibatkan kehilangan
pendengaran
yang
permanen.
Pada
audiometri
diagnosis
NIHL
3. Umur Karyawan
Hasil yang didapat adalah karyawan yang menderita NIHL >40
tahun sebesar 10 orang dan yang tidak menderita NIHL 85 orang.
Penderita NIHL paling banyak diderita oleh rentang usia >40 tahun. Dari
analisis didapatkan pValue 0,001 hal ini berarti terdapat hubungan antara
penambahan usia/usia >40 tahun dengan kejadian NIHL. Hal ini Sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Lusianawaty Tana pada pekerja
perusahaan baja di Pulau Jawa menunjukkan kejadian NIHL yang terjadi
pada pekerja > 40 tahun. NIHL yang terjadi pada umur >40 tahun selain
berhubungan dengan faktor bising, kemungkinan pula berhubungan
dengan penurunan ambang pendengaran karena faktor usia/perbiacusis.
Olishifski melaporkan walaupun pengaruh
usia
terhadap
terhadap
pajanan bising masih dalam perdebatan, pada usia diatas 40 tahun terjadi
penurunan ambang pendengaran 0,5 dBA setiap tahun, 20% dari populasi
umum dengan usia 50-59 tahun mengalami kehilangan pendengaran
tanpa mendapat pajanan bising industri.
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
1990 yang dikatakan tersebut diatas bahwa umur lebih dari 40 tahun lebih
rentan dengan penurunan ambang dengar sehingga berpeluang lebih
besar dalam mengalami ketulian ringan, sedang dan berat maupun sangat
berat, akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini maka kemungkinan
itupun dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti penggunaan alat
pelindung diri, masa kerja dan lingkungan kerja.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Intensitas kebisingan melebihi NAB (>85dB) didapatkan pada 4 unit
kerja utama, antara 86,25 sampai 108,1 dB, dengan sifat bising yang terus
menerus. Gangguan pendengaran akibat bising (NIHL) pada tenaga kerja
PT. Antam
Tbk
besarnya
20,5%
dan
NIHL
meningkat
dengan
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian diatas, maka adapun
saran yang dapat diberikan antara lain :
1. Administratif control dengan pengaturan waktu kerja
2. Disiplin memakai Alat Pelindung Telinga (APT) di lokasi rawan bising
sesuai dengan aturan perusahaan yang berlaku :
a. 85 dB A 94dB A : Ear Plug
b. 94 dB A 99 dB A : Ear Muff
c. 99 dB A : Ear plug + Ear Muff (Kombinasi)
3. Perlu dilakukan penyuluhan secara teratur dengan materi berbedabeda mengenai bising dan pencegahannya serta kegunaan APT bagi
tenaga kerja dan para pengambil keputusan di perusahaan, agar dapat
meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap bising dan praktek
pemakaian APT.
4. Pemeriksaan audiometri secara rutin setiap tahun dilakukan terhadap
tenaga kerja yang bekerja di tempat bising dan memberitahukan
hasilnya, agar tenaga kerja dapat mengetahui kondisi pendengarnya
dan bila terjadi kemunduran pendengaran dapat segera disadari.
DAFTAR PUSTAKA
1. DEPKES RI. Indonesia termasuk 4 negara di Asia Tenggara dengan
Prevalensi
Ketulian
4,6%.
http://www.depkes.go.id/index.phpoption=article=viewaticle&artid= 6 1&
Itemid =3 [diakses 19 september 2013]
[Diakses september
2013]
3. Tana Lusianawaty, Fx. Halim Suharyanto, Ghani L dan Delima.
Gangguan Pendengaran Akibat Bising Pada Pekerja Perusahaan Baja
di Pulau Jawa.Jurnal Kedokteran. Jakarta; Pusat Penelitian dan
pengembangan penyakit. 2002.
4. Menteri Kesehatan RI. Rencana Strategi Nasional Penanggulangan
Gangguan Pendengaran dan Ketulian untuk Mencapai Sound Hearing
2030. Jakarta; Menkes. 2006
5. Permaningtyas LD, Darmawan AB,dan Krisnansari D. Hubungan Lama
Masa Kerja dengan Kejadian Noise-Induced Hearing Loss. Mandala of
Health Vol.5, Nomor 3. 2011.
6. Bashiruddin
J, Soetirto
Indro.
Gangguan
Pendengaran Akibat
9. Reksoprodjo
H.
Rencana
Pemeliharaan
Pendengaran
Nama Lengkap
: Jabar Aljufri
Stambuk
: C 111 10 327
dalam
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku
: Bugis
Alamat
Nama Ayah
Nama Ibu
: Hj. Ramlah
Riwayat Pendidikan