Professional Documents
Culture Documents
PENULIS MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 2014 tepatnya 9 April 2014 adalah tahun politik dimana seluruh rakyat
Indonesia melaksanakan pesta demokrasi dalam rangka pemilihan umum (pemilu)
untuk memilih calon anggota legislatif (parlemen) untuk masa jabatan 2014-2019.
Sebelum dilaksanakannya pesta demokrasi pemilu legislatif tersebut tentunya ada
masa-mas dimana para calon anggota legislatif untuk mengenalkan diri,
menyampaikan visi dan misi untuk membawa Indonesia semakin lebih baik.
Perkenalan para calon anggota legislatif ini dinamakan kampanye politik..
Kampanye politik adalah satu hal lumrah yang seringkali ditemukan dalam
proses pertarungan politik dalam suatu negara. Tidak bisa disangkal lagi bahwa
melalui kampanye tersebut, aktor politik bisa dengan leluasa untuk mencari
seluruh segmen pemilih untuk mendapatkan dukungan nantinya. Menurut Roger
dan Storey kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana
dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang
dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Sedangkan Pfau dan Parrot memiliki definisi yang berbeda tentang kampanye,
yakni suatu proses yang dirancang secara sadar, bertahap, dan berkelanjutan yang
dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak
sasaran yang ditetapkan. Kampanye bisa dikatakan sebagai tindakan komunikasi
yang terorganisir yang diarahkan pada khalayak tertentu, pada periode tertentu
guna mencapai tujuan tertentu.1
Dalam politik setiap kandidat berhak melakukan kampanye sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan tentunya. Dan kampanye dilakukan dengan prinsip
pembelajaran bersama dan tanggung jawab. Charles U Larson (1992) membagi 3
jenis model kampanye, diantaranya adalah:
1 Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik Sebuah Pengantar, Bogor: penerbit Ghalia
Indonesia, 2013
(1987)
mendefinisikan
kampanye
sebagai
serangkaian
tindakan
komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada
sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu
tertentu. Beberapa ahli komunikasi mengakui bahwa definisi yang diberikan
Rogers dan Storey adalah yang paling popular dan dapat diterima dikalangan
ilmuwan komunikasi.
Hal ini didasarkan kepada dua alasan. Pertama, definisi tersebut secara tegas
menyatakan bahwa kampanye merupakan wujud tindakan komunikasi, dan alasan
kedua adalah bahwa definisi tersebut dapat mencakup keseluruhan proses dan
fenomena praktik kampanye yang terjadi dilapangan. Pada dasarnya metode
kampanye diantaranya adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pertemuan Terbatas
Tatap muka dan dialog
Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik
Penyiaran melalui radio dan atau televise
Penyebaran bahan kampanye kepada umum
Pemasangan alat peraga di tempat umum
Rapat umum
Debat publik / debat terbuka antar calon
Kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan
Selain itu, sifat kampanye pada dasarnya terbagi menjadi dua, yakni kampanye
negatif dan kampanye hitam (black campaign). Kampanye negatif adalah
2 Kansil C.S.T, Inti Pengetahuan Pemilihan Umum, Jakarta:Pradnya Paramita, 1974
kampanye yang sifatnya menyerang pihak lain melalui sejumlah data atau fakta
yang bisa diverifikasi dan diperdebatkan. Kampanye hitam (Black campaign)
adalah kampanye yang bersumber pada rumor, gosip, bahkan menjurus ke
implementasi sejumlah teknik propaganda. Jenis ini biasanya sulit untuk
diverifikasi apalagi diperdebatkan.
Jadi pada dasarnya kampanye merupakan hal lumrah yang sering ditemukan.
Bahkan dalam beberapa waktu sering kali ditemukan implementasi dari proses
kampanye yang tidak sejalan dengan regulasi yang telah disepakati bersama.
B. Regulasi Kampanye Pemilihan Umum 2014
Pada era reformasi inilah terlihat peranan rakyat yang begitu penting di dalam
mekanisme pemilihan anggota parlemen DPR serta presiden, berbeda dengan era
orde baru dimana intervensi pemerintah Soeharto begitu kuat dalam mekanisme
pemilu di Indonesia. Dalam masa reformasi ini pula perbaikan terhadap undang
undang pemilu lebih di perhatikan terutama perihal permasalahan yang terkait
dengan masalah kampanye yang akan kita bahas.
Kampanye pada perkembangannya mengalami semacam perubahan nilai dan
perubahan gaya dalam menyampaikan visi dan misi kepada khalayak, macammacam model komunikasi era Soekarno berbeda pula dengan gaya komunikasi di
era pemilu 2004 dan 2009 bahkan mungkin akan lebih berbeda pula untuk di
tahun 2014 dimana peranan media elektronik menjadi begitu dominan di banding
komunikasi yang bersifat orasi. Atau bisa kita simpulkan bahwa bentuk
komunikasi ini mengalami perubahan.
Katakanlah angkatan bung Karno untuk berkomunikasi atau bahkan
berkampanye, aktor politik cenderung melakukan apa yang disebut dengan
retorika politik, aktor politik pada era itu tentu harus memiliki kemampuan orasi
yang baik sehingga dapat menarik massa yang banyak, tipe-tipe orang yang
mampu memberikan sebuah orasi/retorika politik secara baik dapat diartikan juga
sebagai solidarity maker, tipe solidarity maker tentunya lebih bisa mempengaruhi
massa dalam jumlah yang besar, kemudian isu yang diangkat juga belum terlalu
kompleks melainkan hanya terbatas pada sebuah tatanan ideologis bangsa.
5 April 2009). Hal lain yang berbeda adalah waktu pelaksanaan metode
kampanye.4
Untuk Pemilu 2014, tak hanya metode rapat umum, iklan di media cetak dan
elektronik baru bisa digunakan 21 hari sebelum masa tenang. Dalam praktik
demokrasi elektoral di Indonesia, fase kampanye kerap menjadi satu titik krusial
yang memengaruhi kualitas penyelenggaraan pemilu, terutama hubungannya
dengan pendidikan politik warga masyarakat. Hal kunci yang sering menjadi
persoalan dalam fase kampanye adalah komitmen untuk menghormati dan
menjalankan kesepakatan aturan main.
Batasan waktu kampanye seharusnya dihormati semua kontestan. Terlebih
untuk media penyiaran, spektrum frekuensi itu jelas-jelas sumber daya alam
terbatas sebagaimana diatur dalam pertimbangan UU No 32/2002. Jadi, kekeliruan
besar jika frekuensi yang terbatas semena-mena dimanfaatkan segelintir
pengusaha-politisi untuk kepentingan partai mereka.
Hal
tersebut
menjadi
upaya
besar
dalam
upaya
mengurangi
zona yang ditentukan oleh KPUD. Bila ada yang melanggar, maka aka nada
sanksi yang dijatuhkan, yakni berupa teguran dan sanksi administratif.
Ada dua hal yang kita batasi dalam alat peraga yakni, pertama adalah alat
peraga berbentuk baliho itu hanya diperuntukan hanya untuk partai politik peserta
Pemilu, satu partai satu pemilu di setiap desa, kedua adalah tentang spanduk untuk
satu caleg satu spanduk untuk setiap zona. Zona itu nantinya ditentukan oleh KPU
dan Pemerintah Daerah.
Sebagian kalangan menilai pembatasan bagi caleg untuk memasang alat
peraga seperti billboard, baliho, dan spanduk akan menyulitkan para caleg untuk
memperkenalkan diri ke publik. Namun tidak sedikit juga yang setuju dengan
KPU karena pembatasan tersebut justru menghemat biaya politik.
Selain itu untuk saat ini, berdasarkan keputusan dari KPU, kampanye pemilu
menggunakan media sosial termasuk dalam kampanye media massa. Karena itu,
penggunaan media sosial sebagai sarana kampanye belum diperbolehkan. Dikutip
dari Harian kompas, 09/10/2013 "(Media sosial) termasuk dalam media massa
online. Undang-Undang (Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif) dan
PKPU (Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tahapan, Program, dan
Jadwal Pemilu Legislatitf) sudah mengatur, kampanye dalam bentuk rapat umum
dan kampanye melalui media masa cetak, online, dan elktronik. Hanya bisa
dilakukan 21 hari sebelum dimulainya masa tenang," tegas Komisioner KPU Arif
Budiman saat ditemui di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (8/10/2013).
Pemberian sanksi bagi peserta pemilu yang sudah menggunakan media
tersebut tergantung pada penilaian dan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu). Jika Bawaslu merekomendasikan ada pelanggaran administrasi dalam
penggunaan media sosial untuk kampanye, maka KPU yang akan menindak.
Namun atas beberapa pandangan dan pengamatan penulis, beberapa parpol dan
caleg sudah mulai mencuri start melakukan kampanye melalui media sosial. Di
halaman Twitter dan Facebook ditemukan beberapa akun milik parpol dan caleg
yang membubuhkan nama parpol pengusung, nomor urut ,dan daerah pemilihan
(dapil) pencalonan
10
11
maupun Surya Paloh sang pemilik Media Group (Metro TV dan Media Indonesia)
yang kini juga sebagai Ketua Umum Partai Nasdem.
Munculnya kekhawatiran itu bukanlah tanpa alasan. Dalam sistem demokrasi,
media massa dapat menjadi kekuatan sosial yang menjalankan fungsi pengawasan
sosial jika dikelola dengan prinsip-prinsip jurnalisme yang ketat. Namun, besar
pula kemungkinan media massa menjadi kekuatan yang mengabdi kepada
kepentingan ideologi politik modal yang menggerakannya sekaligus tunduk pada
mekanisme pasar guna menggapai keuntungan yang maksimum. Dalam konteks
itu, konglomerasi media massa di Indonesia memperlihatkan bagaimana media
massa didominasi oleh kepentingan politik pemiliknya sekaligus menjadi
instrumen bisnis meraup keuntungan melalui komodifikasi informasi dalam pasar
yang oligopolistik.
Potensi konflik kepentingan dalam konglomerasi media massa ini secara
faktual dapat dilihat dari munculnya sikap media massa yang cenderung partisan
dan tidak netral dalam pemberitaan. Lihat saja keberadaan Aburizal Bakrie
sebagai pemilik TV One dan ANTV sekaligus ketua umum Golkar yang sedikit
banyak memberi insentif politik tersendiri baik bagi kepentingan politik Aburizal
Bakrie maupun Golkar. Meski tahapan kampanye pemilu 2014 belum dimulai,
mereka sudah dapat memanfaatkan media massa yang dikuasai guna sosialisasi,
pencitraan, meng-counter opini sekaligus propaganda politik dengan menseleksi
informasi yang akan diberitakan pada publik melalui media mereka. Begitu pula
dengan MNC Group yang kini gencar menopang pencitraan politik Hanura
maupun Wiranto dan Hary Tanoesudibyo yang telah mendeklarasikan diri sebagai
pasangan Capres dan Cawapres dalam Pilpres 2014. Hal serupa terjadi dengan
media massa di bawah kendali Media Group yang sulit untuk menghindari
tudingan sebagai mesin kampanye dan pencitraan Surya Paloh maupun partai
Nasdem.
Meski secara formal media massa di Indonesia seperti MNC Group, Bakrie
Group maupun Media Group tidak pernah menyatakan bahwa mereka memiliki
hubungan afiliatif maupun partisan terhadap kekuatan politik. Namun relasi antara
pemilik modal yang merangkap politisi membuat para pengelola media massa
12
tidak bisa netral dari kepentingan politik pemilik modalnya. Sehingga konflik
kepentingan antara media massa yang harus tunduk pada kaidah-kaidah jurnalistik
dalam menyajikan informasi kepada publik dengan kepentingan politik dari
pemilik media tersebut menjadi tidak terhindarkan. Apabila hal tersebut terjadi
secara intensif dan mengabaikan kode etik jurnalistik maka dikhawatirkan
konglomerasi media massa akan mampu merusak kualitas demokrasi.
Oleh karena itu untuk menghindari kekhawatiran tersebut, KPI, KPU,
Bawaslu dan Dewan Pers sedang berusaha menyusun draft buku panduan untuk
dijadikan pedoman partai politik menghadapi kampanye menuju pemilu 2014.
Pada saat kami datangi dikantornya sedang terjadi rapat tertutup membahas
persoalan tersebut.
F. Pengawasan Penyiaran
Guna memperbaiki kualitas kampanye di media penyiaran, ada beberapa
faktor yang harus menjadi perhatian bersama. Pertama, faktor struktural, harus
adanya koordinasi yang lebih intensif, fungsional, dan komplementer antar
penyelenggara pemilu; dalam hal ini KPU dan Bawaslu dengan Komisi Penyiaran
Indonesia dan Dewan Pers. KPU telah menetapkan peraturan No 1/2013 tentang
Pedoman
Pelaksanaan
Kampanye
Legislatif.
(telah
mengalami
13
14
H. Kampanye Terbatas
Dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2012, pelaksanaan kampanye yang diperbolehkan
hanyalah kampanye melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka,
penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga.
Sedangkan kampanye melalui rapat terbuka dan rapat umum, serta menggunakan
media massa cetak dan elektronik baru diperbolehkan selama 21 hari menjelang
15
pemungutan suara, yaitu pada 16 Maret 2014 sampai 5 April 2014. Tata tertib
kampanye oleh parpol sejatinya benar-benar dipatuhi guna menghadirkan modus
informasi politik yang elegan dan penuh pencerahan.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan guna melaksanakan pemilu secara
berkualitas adalah dengan memperbanyak kampanye yang bersifat dialogis yakni
melaksanakan pendekatan sesuai kapasitas anggota masyarakat yang dituju- sebab
tidak semua masyarakat memiliki pemahaman yang seragam tentang arti agenda
kampanye.
Sementara kampanye yang berbentuk konvoi yang lebih banyak mengerahkan
massa tanpa menyampaikan program harus mulai dibatasi dan dikurangi, selain
wasting time, program arak-arakan itu memboroskan dana, menimbulkan
kegaduhan serta dapat memicu konflik horizontal. Model kampanye yang kreatif
inovatif tentu dapat saja beragam tergantung kecerdasan tim kampanye masingmasing parpol yang mengusungnya. Rakyat tentu semakin kritis dan cerdas dalam
menilai kinerja parpol yang akan mereka pilih kelak.
Proses pembelajarannya sudah berlangsung baik selama ini, terutama sejak era
reformasi dimulai. Esensi kampanye jelas erat kaitannya dengan gelanggang
politik. Arnold Steinberg dalam bukunya, Political campaign management: a
systems approach. Lexington Books mengatakan, pengertian kampanye politik
adalah cara yang digunakan para warga negara dalam demokrasi untuk
menentukan siapa yang akan memerintah mereka. Dan kalau ditarik dalam
konteks Indonesia, model kampanye yang dianggap merakyat adalah kampanye
terbuka atau sering kali disebut kampanye monologis, walau sebenarnya masih
banyak model lain-salah satunya adalah model dialogis yang efektif dan efisien.
Selama ini, hanya kampanye terbuka saja yang kita kenal di mana kampanye
itu menekankan adanya komunikasi tatap muka di depan khalayak massa. Dalam
konteks ini pemilu tujuannya adalah untuk mengantongi legitimasi dari
masyarakat Indonesia dalam menuju kursi kekuasaan- ini senada dengan apa yang
dikemukakan Jurgen Habermas dalam teori tindakan komunikatif.
Pemilu sebagai jalan untuk memulai sebuah kekuasaan karena dari sanalah
pilihan rakyat banyak ditentukan. Intinya, pemilu merupakan upaya untuk
16
memenangkan hati rakyat. Dalam konteks memenangkan hati rakyat, banyak cara
yang dapat dilakukan, diantaranya melakukan pendekatan dialogis, bertatap muka
dengan
agenda
pendidikan
politik
yang
mencerahkan.
Dalam
artian
menghindarkan diri dari gejala konflik horizontal yang mungkin timbul, tidak
menyerang lawan politik dengan kampanye-kampanye negatif yang mengadu
domba serta menyesatkan. Kreatifitas dalam menentukan bentuk-bentuk
kampanye dialogis tentunya terpulang kepada parpol masing-masing.
Urgensi atas kampanye dialogis tidak dapat diragukan lagi, mendidik,
transparan atas program-program partai kedepan, sekaligus mencerahkan bagi
masyarakat konstituen- kampanye simpatik yang digelar niscaya juga akan
mampu meningkatkan elektabiltas terhadap partai politik sekaligus kader partai
yang bersangkutan, ini juga sesuai dengan Sesuai arahan Ketua KPU Pusat Husni
Kamil Malik, bahwa kampanye pemilu 2014 diharapkan dapat mengedepankan
prinsip efisien, ramah lingkungan, akuntabel, nondiskriminasi, dan tanpa
kekerasan.
I. Contoh-Contoh Pemberitaan Politik di Media
Contoh 1 :
Untuk mendapatkan pemilu yang berkualitas dan bersih dari personal calon
anggota legislatif (caleg), Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus berani buat
terobosan pelaporan dana caleg. Terutama terobosan yang menjadi perhatian
publik adalah soal pelaporan rekening untuk masing-masing caleg. KPU diminta
berani keluar dari aturan formal yang membatasi harapan pemilu bersih.
"Ini soal asas kepatutan. Bukan lagi bicara diwajibkan atau tidak diwajibkan
oleh Undang-Undang (UU). Banyak kok peraturan KPU yang tidak diwajibkan
oleh UU tapi mereka atur," kata Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi
Indonesia (SIGMA) Said Salahuddin, saat dihubungi, Rabu (11/12/2013).
Imbauan tersebut disampaikan Said menanggapi permintaan dari Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada KPU RI, untuk memfasilitasi
17
para Caleg dan bendahara partai untuk menyerahkan nomor rekeningnya masingmasing.
Permintaan itu disampaikan langsung oleh Kepala PPATK Muhammad Yusuf,
dengan tujuan agar PPATK bisa menelusuri transaksi keuangan dari rekeningrekening tersebut, sehingga dapat mencegah adanya praktik politik uang
menjelang Pemilu 2014. Akan tetapi, pihak KPU menegaskan bahwa di dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD, dan
DPRD, para Caleg tidak diwajibkan untuk melaporkan rekening mereka masingmasing ke KPU. Begitu pula dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 17 Tahun
2013 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu Anggota DPR,
DPD dan DPRD. Yang diwajibkan hanyalah partai politik (Parpol) sebagai peserta
Pemilu.
Dilanjutkan Said, berkaca pada saat KPU menerapkan aturan bagi Caleg yang
diminta menyertakan curriculum vitae (CV) atau biodata yang ditampilkan dalam
daftar Caleg sementara (DCS) beberapa waktu lalu, kata dia, UU pun tak
mengatur hal itu. "Itu kan tidak diwajibkan oleh UU. Tapi KPU membuat
terobosan. CV Caleg itu sekalipun hanya diisi ala kadarnya oleh para Caleg,
tetapi cukup membantu bagi pemilih untuk lebih mengenali orang yang akan
mereka pilih," ujarnya. Lagipula, tegas Said, semestinya seorang pejabat publik
itu level pernyataannya sudah berbicara pada tingkatan asas, bukan lagi mengenai
aturan. Sebab menurutnya, aturan itu sebenarnya hanya untuk level masyarakat,
bukan pejabat publik. "Asas itu soal nilai-nilai yang harus menjadi prinsip
bertingkah laku para pejabat. Di dalamnya ada ukuran-ukuran kepantasan dan
kepatutan. Itulah standar hukum bagi para pejabat, karena mereka akan menjadi
panutan.
Kalau
aturan
normatif
itu
levelnya
masyarakat,"
paparnya.
Oleh karena itu, Said mendorong bahkan mendesak pihak KPU RI untuk segera
membuat terobosan baru terkait pelaporan rekening caleg ini, guna mencegah halhal yang tidak diinginkan, antara lain seperti timbulnya kecurigaan masyarakat
terhadap Caleg. "Yang dibutuhkan adalah itikad baik dari KPU. Apa sih ruginya
KPU terhadap data itu? Para Caleg itu kan calon pejabat publik. Sebelum
18
menjadi pemimpin dan wakil rakyat, mereka harus membuktikan bahwa mereka
transparan," imbuhnya.
Contoh 2 :
Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo Notodiprojo memprotes pencopotan
baliho bergambar dirinya yang terpasang di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Calon legislator nomor urut 1 untuk daerah pemilihan DIY dari Partai Demokrat
itu mengatakan pencopotan balihonya bisa masuk kategori pelanggaran hukum.
"Saya masih tunggu sampai akhir pemilu. Aparat sudah catat nama-nama
oknumnya dan orang-orang itu akan kena sanksi hukum," kata Roy setelah
menghadiri seminar Bela Negara, Jauhi Narkoba di Auditorium Universitas
Negeri Yogyakarta (UNY), Kamis, 27 Maret 2014.
Sebelumnya, baliho
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Buhanuddin Muhtadi. 2013. Perang Bintang 2014. Jakarta: Jakarta Noura Book
Gun Gun Heryanto. 2013. Komunikasi Politik Sebuah Pengantar. Bogor: penerbit
Ghalia Indonesia
Hafamira. 2014. Undang-Undang Pemilu. Klaten
Kansil C.S.T. 1974. Inti Pengetahuan Pemilihan Umum. Jakarta : Pradnya
Paramita.
Mashudi. 1993. Pengertian-Pengertian Mendasar
23