Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena penulis telah dapat
menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Dengan Katarak
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak terutama kepada yang
terhormat dosen pembimbing Ns Irhan S.Kep dan rekan-rekan di kelas Keperawatan yang
telah banyak membantu dan memberi dorongan dalam penyelesaian makalah ini.
Hasil makalah ini tentunya belum sempurna, namun bagi penulis hasil ini sangatlah
berarti terutama dapat memberikan dorongan dan sekaligus tantangan untuk terus berkarya
sebagai pengisi kegiatan dan aktifitas yang dituntut untuk terus berkarya dan berkreasi
mengisi masa depan yang penuh tantangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mohon saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.
Bengkulu,
Oktober 2013
Penulis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Teori
2.1.1. Anatomi Fisiologi
Anatomi Mata
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior
merupakan
bentuk
aktarak
yang
paling
bermakna
seperti
kristal
salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di
luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian
trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang
normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin anti oksidan yang kurang dalam
jangka waktu yang lama.
2.1.2. Pengertian Katarak
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di
dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses
penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan radiasi,
pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan mata lain seperti
uveitis anterior. (Brunner & suddart, 2001)
2.1.3. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak
dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab
katarak lainnya meliputi:
a.Faktor keturunan.
b.Cacat bawaan sejak lahir.
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
f. Gangguan pertumbuhan,
g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h.Rokok dan Alkohol
i.Operasi mata sebelumnya.
j.Trauma (kecelakaan) pada mata.
k. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui
2.1.4. Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nucleus, korteks dan kapsul. Nukleus
mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya usia. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita
katarak.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi. Perubahan pada
serabut halus multipel (zunula) yang memanjangdari badan silier sekitar daerah di luar lensa,
misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan kogulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
denga bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekadeke tujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
2.1.4. Manifestasi Klinis
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun
jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata
seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak
benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-). Bila Katarak
dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi
berupa glaukoma dan uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
2. Peka terhadap sinar atau cahaya
3. Dapat melihat dobel pada satu mata
Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun lanjutan katarak kongenital yang makin
nyata,
Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu
mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang
mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan akibat trauma
tumpul.
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor
katarak presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40 tahun
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit
lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat.
Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda.
Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan.
Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur.
Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena
proses penuaan
katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
Stadium insipien,
o di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
o Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.
o Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya.
o Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga
akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai
dengan kekeruhan ringan pada lensa.
o Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
Stadium imatur,
o Lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi
cembung.
o Terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. P
o Terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung pasien menyatakan tidak perlu
kacamata sewaktu membaca dekat.
o Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata
akan sempit atau tertutup.
o Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
o Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji
bayangan iris positif
Stadium matur
o
o Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina,
dan glaukoma.
o Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata
atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata
Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Keratometri
2. Pemeriksaan lampu slit
3. Oftalmoskopis
4. A-scan ultrasound (echography)
5. Hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan
akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm 3, pasien ini merupakan
kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.
2.1.8. Penatalaksanaan
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik
di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi
perkembangan
berbagai
penyakit
retina
atau
sarf
optikus,
seperti
diabetesdanglaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai
98 % pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama
pembedahan.
2.1.9. Pengobatan
Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat
dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca
mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi
glaukoma dan uveitis. Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular,
dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior
sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun
dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak
intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karenaseluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan,
dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan
pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn.
Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi
nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana
komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
2.1.10. Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa visus tdk akan mencapai 5/5. Komplikasi yang
terjadi yaitu nistagmus dan strabismus.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Klien
Nama
: Ny. W
Umur
: 50 th
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: islam
Status Perkawinan : kawin
Suku Bangsa
: Indonesia
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: swasta
Tgl masuk RS
: 01 Januari 2012
No. Register
: 15665
Penanggung Jawab
Nama
: Tn. F
Umur
: 56 th
Pekerjaan
: swasta
Alamat
: Hibrida 10
gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi sehingga
kejernihan lensa berkurang.klien disarankan oleh dokter untuk dilakukan tindakan
pembedahan atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana
pasien melakukan aktivitas sehari-hari.klien jg mengalami hiperglikemia karena panyakit
diabetis yang dideritanya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus /gejala-gejala yang sama
seperti yang diderita oleh pasien saat ini.
3.1.4. Pemeriksaan Fisik
a. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Keuarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap agar bisa cepat sembuh
Penggunaan tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berheti) : tidak
2)
3)
4)
5)
menggunakan tembakau
Alkohol : tidak mengkonsmsi alkohol
Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan
Pola nutrisi dan metabolisme
Diet/suplemen khusus : tidak ada
Nafsu makan : menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia
Gigi : Lengkap
Frekuensi makan : 1-2x sehari
Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi : ikan
Pola eliminasi
BAB :
Frekuensi : lebih dari 3x sehari
Warna : kuning
Waktu : tidak teratur
Konsistensi : cair
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia
BAK :
Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
Kesulitan : inkotinensia
Pola aktivitas dan latihan
Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak
Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas
Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : 4-6 jam sehari
Waktu : malam
6) Pola kognitif dan persepsi
Status mental : penurunan kesadaran
Bicara : aphasia ekspresif
Kemampuan memahami : tidak
Tingkt ansietas : berat
Penglihatan : pandangan kabur
Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu dan minder
8) Pola peran hubungan
Pekerjaan : swasta
Sistem pendukung : keluarga
9) Pola koping dan toleransi aktivitas
Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat atau keluarga
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang
10) Keyakinan dan kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam kehidupannya diserahkan pada
agamanya
1. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung
Penampilan umum : bersih dan rapi
Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit
Kesadaran :
BB : 50 kg
TB : 155 cm
2) Tanda-tanda vital
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S : 36,5 derajat celcius
3) Kulit
Warna kulit : tidak sianosis
Kelembapan : kering
Turgor kulit : elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema : ada oedema
4) Kepala :
Inspeksi : rambut bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan
5) Mata
Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada inspeksi visual katarak
Nampak abu-abu atau putih susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak timbul refeksi
merah.
Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan
Ukuran pupil : pupil dilatasi
Konjungtiva : anemis
Sklera : putih
6) Telinga
Fungsi pendengaran :tidak ada gangguan pendengaran
Kebersihan : bersih
Sekret : tidak ada
7) Hidung dan sinus
Fungsi penciuman : baik
Pembegkakan : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
Kebersihan : bersih
sekret : tidak ada
8) Mulut dan tenggokan
Membran mukosa : kering
kebesihan mulut : bersih
Keadaan gigi : lengkap
Tanda radang : Lidah
Trismus :tidak ada
Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada
9) Leher
Trakea : simetris
Kelenjar limfe : ada
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
10) Thorak/paru
Inspeksi : dada simetris dan tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Perkusi :tidak ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus
Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)
11) Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat
12) Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13) Ekstremitas
Ekstremitas atas : pergerakan normal
Ekstremitas bawah : pergerakan normal
ROM :
Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot
14) Neurologis
Kesadaran (GCS) :
Status mental : penurunan kesadaran
Motorik : kejang
Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan
gangguanpendengaran
Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus
Data
DS:
Etiologi
perdarahan intra
Masalah
Resio tinggi terhadap
okuler(dikoreksi
cidera
dilihat
DS:
bedah pengangkatan
-Hiperglikemia
DS:
sensori/status
penglihatan kabur.
indra penglihatan
organ persepsi(penglihatan)
Diagnosa
Resio tinggi
Tujuan
Setelah
Kriteria hasil
Intervensi
Menunjukkan Mandiri :
cidera
dilakukan
perubahan
berhubunga
intervesi
perilaku, pola
megurangi rasa
n dengan
selama
hidup untuk
pasca dikoreksi
takut an
perdarahan
3x24 jam
menurunka
tentang nyeri,
meningkatkan kerja
intra okuler
diharapkan
faktor resiko
pembatasan
sama dalam
perdrahan
dan untuk
aktivitas,
pembatasan yang
intra okuler
melidungi
penampilan dan
diperlukan
cedera.
1. Diskusikan apa
balutan mata
2. Batasi aktivitas
Rasional
1. Membantu
2. Menurunkan stres
seperti megerakkan
pada area
pengikisan/menuru
kepala tiba-tiba,
nkan TIO
menggaruk mata,
membongkok
3. Dorong napas
dalam batuk untuk
bershan nafas
3. Batuk
berihan paru
4. Pertahankan
meningkatkan TIO
perlindungan mata
sesuai indikasi
4. Digunaknuntuk
5. Minta pasien untuk
membedakan
antara
melindungi dari
cedera dan
menurunkan
ketidakyamanan
dan nyeri mata
gerakan mata
5. Ketidak amanan
mungkin karena
tajam tiba-tiba,
prosedur
selidiki
kegelisaan,disorien
pembedahan, nyeri
akut menunjukkan
tasi, gangguan
balutan
perdarahan yang
terjadi karena
regangan dan atau
tak diketahui
Kolaborasi:
1. berikan obat sesuai
penyebabnya.
indikasi
antiemetik contoh
proklorprazin
mual, muntah
dapat
meningkatkan TIO,
memerlukan
asetazolamid(diom
tindakan segera
ox)
untuk mencega
cedera okuler
diberikan untuk
menurun TIO bila
terjadi peningkatan,
membatasi kerja
enzim pada
produksi akueus
analgesik contoh
empirin dengam
kodein,
asetaminofen(tynol
humor
digunakan untuk
ketidak nyamanan
ringan, mencega
- Meningkat
Resiko
Setelah
tinggi
dilakukan
kan
terhadap
intervesi
penyembuha
pentingnya
infeksi
selama
n luka tepat
mencuci tangan
tangan, mencega
berhubunga
3x24 jam
sebelum menyentu
kontaminasi area
n dengan
diharapkan
bedah
factor
pengangkat
resiko
an katarak
infeksi
dapat
diatasi
waktu
- bebas
Mandiri
1. Diskusikan
atau mengobati
drainase
mata
purulen dan 2. Gunakan atau
eritema
1. Menurunkan
operasi
2. Tehnik aseptic
menurunkan resiko
tunjukan tehnik
penyebaran bakteri
dan kontaminasi
membersihkan
silang
3. Mencegah
kontaminasi dan
kerusakan sisi
operasi
atau menggarut
mata yang di
operasi
4. Infeksi mata terjadi
4. Obserpasi tanda
2-3 hari setelah
terjadinya infeksi
prosedur dan
contah kemerahan,
memerlukan upaya
kelopak mata
intervensi yang
bengkak, drainase
tepat
purulen.
Kolaborasi:
1. Berikan obat
sesuai indikasi
antibiotik(topical,
perenteral, atau
subkunjungival)
sediakan topical
yang digunakan
sevara profilaksis,
dimana terapi lebih
akresif diperlukan
bila terjadi infeksi.
Catatan steroid
mungkin
ditambahkan pada
antibiotic topical
bila pasien
mengalami
steroid
implantasi.
Digunakan untuk
menurunkan
implamasi
- Dapat
Gangguan
Setelah
sensori
dilakukan
meningkatka 1. Tentukann
persepsi(pe
intervesi
n ketajaman
ketajaman
dan pilihan
nglihatan)
selama
penglihatan
penglihatan, catat
intervensi
berhubunga
3x24 jam
batas situasi
apakah 1 atau 2
bervariasi sebab
n dengan
diharapkan
gangguan
gangguan
penerimaan
sensori
sensori/stat
persepsi
us organ
dapat
indra
diatasi
penglihatan
Mandiri
mata terlibat
individu
- Memperbaiki
potensi
bahaya dalam
lingkunga
1. kebutuhan individu
kehilangan
penglihatan terjadi
lambat dan
progresif. Bila
bilateral tiap mata
dapat berlangjut
pada laju yang
berbeda tetapi biasa
nya hanya 1 mata
diperbaiki
perprosedur.
2. memberikan
peningkatan
2. Orientasikan
kenyamanan dan
pasien terhadap
kekeluargaan,
lingkungan,stap,
menurunkan cemas
dab disorientasi
pasca operasi
3. terbangun dan
lingkungan tak
dikenal dan
mengalami
3. Observasi tanda-
tetbatasan
penglihatan dapat
gejala disorientasi,
mengakibatkan
pertahankan pagar
tempat tidur
tua. Menurunkan
sampai benar-benar
senbuh dari
anastesia
4. Pendekatan dari
sisi yang tak
menurunkan
bingung
dioperasi , bicara,
dan menyentuh
sering, dorong
orang terdekat
tinggal dengan
pasien
5. Gangguan
penglihatan atau
iritasi dapat
berakhir 1-2 jam
5. Perhatikan tentang
suram atau
setelah diberikan
penglihatan kabur
pengobatan tetapi
secara bertahap
menurunkan
dengan
penggunaan.
Catatan :
Iritasi local harus
dilaporkan ke
dokter tetapi jangan
hentikan
penggunaan obat
sementara
6. Ingatkan pasien
6. perubahan
menggunakan
ketajaman dan
kacamata
kedalaman persepsi
katarakyang
dapat
tujuannya
menyebabkan
memperbesar
bingung
penglihatan atau
penglihatan perifer
meningkatkan
resiko cedera
sampai pasien
belajar untuk
mengkompensasi.
Diagnose Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
berhubungan dengan
Mandiri :
pasca dikoreksi,tetapi
balutan mata
2. Membatasi aktivitas seperti
membongkok
3. Mendorong napas dalam
A: Masalah teratasi
sebagian,aktivitas klien
berihan paru
4. Mempertahankan
dibatasi,seperti terlalu
dikoreksi
P: Intervensi dilanjutkan
1. Batasi aktivitas klien seperti
membedakan antara
membongkok
2. Mempertahankan
gangguan balutan
Kolaborasi:
1. Memberikan obat sesuai
indikasi
antiemetik contoh
proklorprazin
asetazolamid(diomox)
membedakan antara
ketidakyamanan dan nyeri
mata tajam tiba-tiba, selidiki
kegelisaan,disorientasi,
gangguan balutan
2.
Jam 12.00wib
infeksi berhubungan
Mandiri
dengan bedah
pengangkatan katarak
1. Mendiskusikan pentingnya
operasi pengangkatan
mata
2. Menggunakan atau
tunjukan tehnik yang tepat
katarak
O: klien dapat beristirahat
tanda-tanda terjadinya
sebagian,tidak terjadi
infeksi pada mata klien
P: Intervensi dilanjutkan
1. Tekankan pentingnya untuk
tidak menyentuh atau
operasi
pasca operasi.
perenteral, atau
3.
Gangguan sensori
subkunjungival)
Steroid
Jam 08.00 wib
persepsi(penglihatan)
Mandiri
Menentukann ketajaman
gangguan penerimaan
berhubungan dengan
1.
terhadap lingkungan,stap,
3.
4.
anastesia
Pendekatan dari sisi yang
dengan pasien
Memperhatikan tentang
suram atau penglihatan
6.