You are on page 1of 24

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU


2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air
terjun.
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini
merupakan proses degeneratif (kemunduran ).Perubahan yang terjadi bersamaan dengan
presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dankeruh,yang akan
mengganggu pembiasan cahaya.Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat
terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami
perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa yang di maksud dengan katarak?
2. Apa saja etiologinya?
3. Bagaimana klasifikasinya?
4. Bagaimana penatalaksanaannya?
5. Bagaimana asuhan keperawatannya?
3. TUJUAN
Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit katarak
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Katarak
2. Untuk mengetahui apa saja etiologinya.

3. Untuk mengetahui klasifikasinya.


4. Untuk mengetahui penatalaksanaanya.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena penulis telah dapat
menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Dengan Katarak
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak terutama kepada yang
terhormat dosen pembimbing Ns Irhan S.Kep dan rekan-rekan di kelas Keperawatan yang
telah banyak membantu dan memberi dorongan dalam penyelesaian makalah ini.
Hasil makalah ini tentunya belum sempurna, namun bagi penulis hasil ini sangatlah
berarti terutama dapat memberikan dorongan dan sekaligus tantangan untuk terus berkarya
sebagai pengisi kegiatan dan aktifitas yang dituntut untuk terus berkarya dan berkreasi
mengisi masa depan yang penuh tantangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mohon saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu,

Oktober 2013

Penulis

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Teori
2.1.1. Anatomi Fisiologi
Anatomi Mata
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior
merupakan

bentuk

aktarak

yang

paling

bermakna

seperti

kristal

salju.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di
luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian
trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang
normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin anti oksidan yang kurang dalam
jangka waktu yang lama.
2.1.2. Pengertian Katarak

Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di
dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa,
umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun
(Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses
penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan radiasi,
pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan mata lain seperti
uveitis anterior. (Brunner & suddart, 2001)
2.1.3. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak
dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab
katarak lainnya meliputi:
a.Faktor keturunan.
b.Cacat bawaan sejak lahir.
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
f. Gangguan pertumbuhan,
g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h.Rokok dan Alkohol
i.Operasi mata sebelumnya.
j.Trauma (kecelakaan) pada mata.
k. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui
2.1.4. Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nucleus, korteks dan kapsul. Nukleus
mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya usia. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Salah satu teori menyebutkan terputusnya
protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut

lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita
katarak.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi. Perubahan pada
serabut halus multipel (zunula) yang memanjangdari badan silier sekitar daerah di luar lensa,
misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan kogulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
denga bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan matang ketika orang memasuki dekadeke tujuh. Katarak dapat bersifat
kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
2.1.4. Manifestasi Klinis
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun
jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata
seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak
benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-). Bila Katarak
dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi
berupa glaukoma dan uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
2. Peka terhadap sinar atau cahaya
3. Dapat melihat dobel pada satu mata

4. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca


5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
2.1.6. Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
Katarak perkembangan (developmenta!) dan degeneratif.
Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
Katarak komplikata.
Katarak traumatik.
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat
gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai
seluruh lensa
Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa
Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi
Iahir sampai berusia 1 tahun
Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan
serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi
masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen
Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang disebut
sebagai leukokoria (pupil berwarna putih).
Setiap bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti
retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia
tinggi di samping katarak sendiri
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat lensa masih
muda dan berkonsistensi cair.
Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear.
Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eksanopsia.
Pasca bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi
afakia
katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun

Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun lanjutan katarak kongenital yang makin
nyata,
Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu
mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang
mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan akibat trauma
tumpul.
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor
katarak presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40 tahun
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit
lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat.
Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda.
Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan.
Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur.
Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena
proses penuaan

katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
Stadium insipien,
o di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
o Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.
o Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya.
o Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga
akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai
dengan kekeruhan ringan pada lensa.
o Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
Stadium imatur,
o Lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi
cembung.
o Terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. P

o Terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung pasien menyatakan tidak perlu
kacamata sewaktu membaca dekat.
o Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata
akan sempit atau tertutup.
o Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
o Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji
bayangan iris positif
Stadium matur
o

Merupakan proses degenerasi lanjut lensa.

Terjadi kekeruhan seluruh lensa.


o Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata
sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali.
o Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata
depan terbuka normal, uji bayangan iris negatif.
o Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif
Stadium hipermatur
o terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa
tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni).
o Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks yang
cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan.
o Pada stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang akan
mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka.
o Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini
disebut uji bayangan iris pseudopositif.
o Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis.
o Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma
fakolitik.
Katarak komplikata, terjadi sebagai akibat langsung dari penyakit intraokuler, misalnya akibat
uveitis, glaukoma, retinitis pigmentossa & ablatio retinae. Biasanya bersifat unilateral &
prognosis tidak sebaik katarak senilis.
o Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik
atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa.

o Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina,
dan glaukoma.
o Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata
atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata
Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
2.1.7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Keratometri
2. Pemeriksaan lampu slit
3. Oftalmoskopis
4. A-scan ultrasound (echography)
5. Hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan
akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm 3, pasien ini merupakan
kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.

2.1.8. Penatalaksanaan
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik
di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja
ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang
dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk
mengevaluasi

perkembangan

berbagai

penyakit

retina

atau

sarf

optikus,

seperti

diabetesdanglaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan.
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai
98 % pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama
pembedahan.
2.1.9. Pengobatan

Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat
dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca
mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi
glaukoma dan uveitis. Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular,
dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior
sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun
dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak
intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karenaseluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan,
dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan
pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn.
Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi
nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana
komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
2.1.10. Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa visus tdk akan mencapai 5/5. Komplikasi yang
terjadi yaitu nistagmus dan strabismus.

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Klien
Nama
: Ny. W
Umur
: 50 th
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: islam
Status Perkawinan : kawin
Suku Bangsa
: Indonesia
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: swasta
Tgl masuk RS
: 01 Januari 2012
No. Register
: 15665

Penanggung Jawab
Nama
: Tn. F
Umur
: 56 th
Pekerjaan
: swasta
Alamat
: Hibrida 10

3.1.2. Keluhan utama


Klien mengalami penglihatan kabur. Klien mengalami penglihatan kabur, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat.
3.1.3. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan penglihatannya kabur, penglihatan
kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas dan
seperti ada kabut serta terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya. Klien juga
mengalami kesulitan melihat pada jarak jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat
pada malam hari. Setelah dilakukan pengkajian pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil,
nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit dilihat, terdapat

gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi sehingga
kejernihan lensa berkurang.klien disarankan oleh dokter untuk dilakukan tindakan
pembedahan atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana
pasien melakukan aktivitas sehari-hari.klien jg mengalami hiperglikemia karena panyakit
diabetis yang dideritanya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus /gejala-gejala yang sama
seperti yang diderita oleh pasien saat ini.
3.1.4. Pemeriksaan Fisik
a. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Keuarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap agar bisa cepat sembuh
Penggunaan tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berheti) : tidak

2)

3)

4)

5)

menggunakan tembakau
Alkohol : tidak mengkonsmsi alkohol
Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan
Pola nutrisi dan metabolisme
Diet/suplemen khusus : tidak ada
Nafsu makan : menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia
Gigi : Lengkap
Frekuensi makan : 1-2x sehari
Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi : ikan
Pola eliminasi
BAB :
Frekuensi : lebih dari 3x sehari
Warna : kuning
Waktu : tidak teratur
Konsistensi : cair
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia
BAK :
Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
Kesulitan : inkotinensia
Pola aktivitas dan latihan
Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak
Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas
Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : 4-6 jam sehari

Waktu : malam
6) Pola kognitif dan persepsi
Status mental : penurunan kesadaran
Bicara : aphasia ekspresif
Kemampuan memahami : tidak
Tingkt ansietas : berat
Penglihatan : pandangan kabur
Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu dan minder
8) Pola peran hubungan
Pekerjaan : swasta
Sistem pendukung : keluarga
9) Pola koping dan toleransi aktivitas
Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat atau keluarga
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang
10) Keyakinan dan kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam kehidupannya diserahkan pada
agamanya
1. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung
Penampilan umum : bersih dan rapi
Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit
Kesadaran :
BB : 50 kg
TB : 155 cm
2) Tanda-tanda vital
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S : 36,5 derajat celcius
3) Kulit
Warna kulit : tidak sianosis
Kelembapan : kering
Turgor kulit : elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema : ada oedema
4) Kepala :
Inspeksi : rambut bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan
5) Mata
Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada inspeksi visual katarak
Nampak abu-abu atau putih susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak timbul refeksi
merah.
Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan
Ukuran pupil : pupil dilatasi

Konjungtiva : anemis
Sklera : putih
6) Telinga
Fungsi pendengaran :tidak ada gangguan pendengaran
Kebersihan : bersih
Sekret : tidak ada
7) Hidung dan sinus
Fungsi penciuman : baik
Pembegkakan : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
Kebersihan : bersih
sekret : tidak ada
8) Mulut dan tenggokan
Membran mukosa : kering
kebesihan mulut : bersih
Keadaan gigi : lengkap
Tanda radang : Lidah
Trismus :tidak ada
Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada
9) Leher
Trakea : simetris
Kelenjar limfe : ada
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
10) Thorak/paru
Inspeksi : dada simetris dan tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Perkusi :tidak ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus
Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)
11) Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat
12) Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13) Ekstremitas
Ekstremitas atas : pergerakan normal
Ekstremitas bawah : pergerakan normal
ROM :
Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot
14) Neurologis
Kesadaran (GCS) :
Status mental : penurunan kesadaran
Motorik : kejang
Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan
gangguanpendengaran
Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus

3.2. Analisa Data


No
1

Data
DS:

Etiologi
perdarahan intra

Masalah
Resio tinggi terhadap

-klien mengatakan pusing dan

okuler(dikoreksi

cidera

penglihatannya kabur, penglihatan

dengan dilator pupil)

kabur dirasakan sejak kurang lebih 1


tahun yang lalu.
-klien mengatakan bahwa dokter
menyarakan untuk dilakukan tindakan
yaitu dikoreksi dengan dilator pupil.
DO:
- Pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil
-nucleus pada lensa menjadi coklat
kuning, lensa menjadi opak, retina sulit
2

dilihat
DS:

bedah pengangkatan

-klien mengatakan kesulitan melihat katarak

Resiko tinggi terhadap


infeksi

pada jarak jauh atau dekat, pandangan


ganda, susah melihat pada malam hari.
-klien mengatakan bahwa dia juga
mnderita penyakit diabetis mellitus
DO:
- terdapat gangguan keseimbangan
pada susunan sel lensa oleh factor fisik
dan kimiawi sehingga kejernihan lensa
berkurang.
3

-Hiperglikemia
DS:

gangguan penerimaan Gangguan sensori

-klien mengatakan mengalami

sensori/status

penglihatan kabur.

indra penglihatan

-Klien mengatakan mengalami


penglihatan kabur, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat
DO:
- pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil, nucleus pada lensa menjadi
coklat kuning, lensa menjadi opak,

organ persepsi(penglihatan)

retina sulit dilihat

Diagnosa keperawatan yang muncul


Resio tinggi terhadap cidera b/d perdarahan intra okuler(dikoreksi dengan dilator pupil)
Resiko tinggi terhadap infeksi b/d bedah pengangkatan katarak
Gangguan sensori persepsi(penglihatan) b/d gangguan penerimaan sensori/status organ indra
penglihatan
3.3. Nursing Care Planning
No
1

Diagnosa
Resio tinggi

Tujuan
Setelah

Kriteria hasil
Intervensi
Menunjukkan Mandiri :

cidera

dilakukan

perubahan

berhubunga

intervesi

perilaku, pola

yang terjadi pada

megurangi rasa

n dengan

selama

hidup untuk

pasca dikoreksi

takut an

perdarahan

3x24 jam

menurunka

tentang nyeri,

meningkatkan kerja

intra okuler

diharapkan

faktor resiko

pembatasan

sama dalam

perdrahan

dan untuk

aktivitas,

pembatasan yang

intra okuler

melidungi

penampilan dan

diperlukan

dapat segera diri dari


diatasi

cedera.

1. Diskusikan apa

balutan mata
2. Batasi aktivitas

Rasional
1. Membantu

2. Menurunkan stres

seperti megerakkan

pada area
pengikisan/menuru

kepala tiba-tiba,

nkan TIO

menggaruk mata,
membongkok
3. Dorong napas
dalam batuk untuk
bershan nafas

3. Batuk

berihan paru
4. Pertahankan

meningkatkan TIO

perlindungan mata
sesuai indikasi
4. Digunaknuntuk
5. Minta pasien untuk
membedakan
antara

melindungi dari
cedera dan
menurunkan

ketidakyamanan
dan nyeri mata

gerakan mata
5. Ketidak amanan
mungkin karena

tajam tiba-tiba,

prosedur

selidiki
kegelisaan,disorien

pembedahan, nyeri
akut menunjukkan

tasi, gangguan

TIO dan atau

balutan

perdarahan yang
terjadi karena
regangan dan atau
tak diketahui

Kolaborasi:
1. berikan obat sesuai

penyebabnya.

indikasi
antiemetik contoh
proklorprazin

mual, muntah
dapat
meningkatkan TIO,

memerlukan
asetazolamid(diom

tindakan segera

ox)

untuk mencega

cedera okuler
diberikan untuk
menurun TIO bila
terjadi peningkatan,
membatasi kerja
enzim pada
produksi akueus

analgesik contoh
empirin dengam

kodein,
asetaminofen(tynol

humor
digunakan untuk
ketidak nyamanan
ringan, mencega

gelisah yang dapat


mempengaruhi TIO

- Meningkat

Resiko

Setelah

tinggi

dilakukan

kan

terhadap

intervesi

penyembuha

pentingnya

jumlah bakteri pada

infeksi

selama

n luka tepat

mencuci tangan

tangan, mencega

berhubunga

3x24 jam

sebelum menyentu

kontaminasi area

n dengan

diharapkan

bedah

factor

pengangkat

resiko

an katarak

infeksi
dapat
diatasi

waktu
- bebas

Mandiri
1. Diskusikan

atau mengobati

drainase

mata
purulen dan 2. Gunakan atau
eritema

1. Menurunkan

operasi
2. Tehnik aseptic
menurunkan resiko

tunjukan tehnik

penyebaran bakteri

yang tepat untuk

dan kontaminasi

membersihkan

silang

mata dari dalam


keluar dengan tisu
basah atau bola
kapas untuk tiap
usapan ganti
balutan dan
masukkan lensa
kontak bila
menggunakan
3. Tekankan
pentingnya untuk
tidak menyentuh

3. Mencegah
kontaminasi dan
kerusakan sisi
operasi

atau menggarut
mata yang di
operasi
4. Infeksi mata terjadi
4. Obserpasi tanda
2-3 hari setelah
terjadinya infeksi
prosedur dan
contah kemerahan,
memerlukan upaya
kelopak mata
intervensi yang
bengkak, drainase
tepat
purulen.
Kolaborasi:

1. Berikan obat
sesuai indikasi
antibiotik(topical,
perenteral, atau
subkunjungival)

sediakan topical
yang digunakan
sevara profilaksis,
dimana terapi lebih
akresif diperlukan
bila terjadi infeksi.
Catatan steroid
mungkin
ditambahkan pada
antibiotic topical
bila pasien
mengalami

steroid

implantasi.
Digunakan untuk
menurunkan
implamasi

- Dapat

Gangguan

Setelah

sensori

dilakukan

meningkatka 1. Tentukann

persepsi(pe

intervesi

n ketajaman

ketajaman

dan pilihan

nglihatan)

selama

penglihatan

penglihatan, catat

intervensi

berhubunga

3x24 jam

batas situasi

apakah 1 atau 2

bervariasi sebab

n dengan

diharapkan

gangguan

gangguan

penerimaan

sensori

sensori/stat

persepsi

us organ

dapat

indra

diatasi

penglihatan

Mandiri

mata terlibat
individu
- Memperbaiki
potensi
bahaya dalam
lingkunga

1. kebutuhan individu

kehilangan
penglihatan terjadi
lambat dan
progresif. Bila
bilateral tiap mata
dapat berlangjut
pada laju yang
berbeda tetapi biasa
nya hanya 1 mata
diperbaiki
perprosedur.

2. memberikan
peningkatan
2. Orientasikan

kenyamanan dan

pasien terhadap

kekeluargaan,

lingkungan,stap,

menurunkan cemas

orang lain di area


nya

dab disorientasi
pasca operasi
3. terbangun dan
lingkungan tak
dikenal dan
mengalami

3. Observasi tanda-

tetbatasan

tanda dan gejala-

penglihatan dapat

gejala disorientasi,

mengakibatkan

pertahankan pagar

bingung pada orang

tempat tidur

tua. Menurunkan

sampai benar-benar

resiko jatuh bila

senbuh dari

pasien bingung atai

anastesia

tak kenal ukuran


tempat tidur
4. Memberikan
rangsangan sensori
tepat terhadap
isolasi dan

4. Pendekatan dari
sisi yang tak

menurunkan
bingung

dioperasi , bicara,
dan menyentuh
sering, dorong
orang terdekat
tinggal dengan
pasien

5. Gangguan
penglihatan atau
iritasi dapat
berakhir 1-2 jam

5. Perhatikan tentang
suram atau

setelah diberikan

penglihatan kabur

pengobatan tetapi

dan iritasi mata

secara bertahap
menurunkan
dengan
penggunaan.
Catatan :
Iritasi local harus
dilaporkan ke
dokter tetapi jangan
hentikan
penggunaan obat
sementara

6. Ingatkan pasien

6. perubahan

menggunakan

ketajaman dan

kacamata

kedalaman persepsi

katarakyang

dapat

tujuannya

menyebabkan

memperbesar

bingung

kurang lebih 25%

penglihatan atau

penglihatan perifer

meningkatkan

hilang dan buta

resiko cedera

titik mungkin ada

sampai pasien
belajar untuk
mengkompensasi.

3.4. Catatan Perkembangan


No
1.

Diagnose Keperawatan

Implementasi

Evaluasi

Resiko tinggi cidera

Jam 08.00 wib

Jam 12.00 wib

berhubungan dengan

Mandiri :

S: klien meengatakan nyeri

perdarahan intra okuler 1. Mendiskusikan apa yang


terjadi pada pasca dikoreksi

pasca dikoreksi sudah


berkurang.

tentang nyeri, pembatasan

O: klien tampak rileks

aktivitas, penampilan dan

pasca dikoreksi,tetapi

balutan mata
2. Membatasi aktivitas seperti

aktivitas klien masih

megerakkan kepala tiba-

banyak menggerkkan kapala

tiba, menggaruk mata,

dan menggaruk mata

membongkok
3. Mendorong napas dalam

A: Masalah teratasi
sebagian,aktivitas klien

batuk untuk bershan nafas

masih dibatasi untuk

berihan paru
4. Mempertahankan

melindungi mata pasca

perlindungan mata sesuai


indikasi
5. Meminta pasien untuk

dibatasi,seperti terlalu

dikoreksi
P: Intervensi dilanjutkan
1. Batasi aktivitas klien seperti

membedakan antara

megerakkan kepala tiba-

ketidakyamanan dan nyeri

tiba, menggaruk mata,

mata tajam tiba-tiba, selidiki


kegelisaan,disorientasi,

membongkok
2. Mempertahankan

gangguan balutan
Kolaborasi:
1. Memberikan obat sesuai

perlindungan mata sesuai


indikasi
3. Meminta pasien untuk

indikasi
antiemetik contoh
proklorprazin
asetazolamid(diomox)

membedakan antara
ketidakyamanan dan nyeri
mata tajam tiba-tiba, selidiki
kegelisaan,disorientasi,
gangguan balutan

2.

Resiko tinggi terhadap

Jam 08.00 wib

Jam 12.00wib

infeksi berhubungan

Mandiri

S: Klien mengatakan dapat

dengan bedah
pengangkatan katarak

1. Mendiskusikan pentingnya

beristrahat dengan baik

mencuci tangan sebelum

tanpa terasa nyeri pasca

menyentu atau mengobati

operasi pengangkatan

mata
2. Menggunakan atau
tunjukan tehnik yang tepat

katarak
O: klien dapat beristirahat

untuk membersihkan mata

dengan tenang dan lebih

dari dalam keluar dengan

rilek serta tidak terdapat

tisu basah atau bola kapas

tanda-tanda terjadinya

untuk tiap usapan ganti

infeksi pada mata klien

balutan dan masukkan lensa

A: Masalah klien teratasi

kontak bila menggunakan


3. Menekankan pentingnya

sebagian,tidak terjadi
infeksi pada mata klien

untuk tidak menyentuh atau


menggarut mata yang di
operasi
4. Mengobserpasi tanda

P: Intervensi dilanjutkan
1. Tekankan pentingnya untuk
tidak menyentuh atau

terjadinya infeksi contah

menggarut mata yang di

kemerahan, kelopak mata

operasi

bengkak, drainase purulen.


Kolaborasi:

pasca operasi.

2. obserpasi tanda terjadinya

1. Memberikan obat sesuai


indikasi
antibiotik(topical,

infeksi contah kemerahan,


kelopak mata bengkak,
drainase purulen

perenteral, atau

3.

Gangguan sensori

subkunjungival)
Steroid
Jam 08.00 wib

persepsi(penglihatan)

Jam 12.00 wib

Mandiri

S: klien mengatakan setelah

Menentukann ketajaman

dilakukan operasi matannya

gangguan penerimaan

penglihatan, catat apakah 1

sudah dapat melihat

sensori/status organ indra


2.
penglihatan

atau 2 mata terlibat


Mengorientasikan pasien

walaupun tanpa bantuan

berhubungan dengan

1.

terhadap lingkungan,stap,
3.

orang lain di area nya


Mengobservasi tanda-tanda
dan gejala- gejala
disorientasi, pertahankan
pagar tempat tidur sampai
benar-benar sembuh dari

4.

anastesia
Pendekatan dari sisi yang

kaca mata katarak


O: klien sudah dapat
melihat benda-benda
disekitarnya
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

tak dioperasi , bicara, dan


menyentuh sering, dorong
orang terdekat tinggal
5.

dengan pasien
Memperhatikan tentang
suram atau penglihatan

6.

kabur dan iritasi mata


Mengingatkan pasien
menggunakan kacamata
katarakyang tujuannya
memperbesar kurang lebih

You might also like