Professional Documents
Culture Documents
1. Tahap Pra-RS
Koordinasi yang baik antara dokter di RS dengan petugas lapangan akan
menguntungkan klien. Sebaiknya RS sudah diberitahukan sebelum klien
diangkat dari tempat kejadian. Yang harus diperhatikan adalah menjaga
airway, breathing, kontrol perdarahan dan syok, imobilisasi klien dan
pengiriman ke RS terdekat yang cocok, sebaiknya ke pusat trauma. Harus
diusahakan untuk mengurangi waktu tanggap (respons time)jangan
sampai terjadi bahwa semakin tinggi tingkatan paramedik semakin lama
klien berada di TKP. Saat klien dibawa ke RS harus ada data tentang
waktu kejadian, sebab kejadian, riwayat klien dari mekanisme kejadian
dapat menerangkan jenis perlukaan dan beratnya perlukaan.
2. Fase RS
Saat klien berada di RS segera dilakukan survei primer dan selanjutnya
lakukan resusitasi dengan cepat dan tepat.
D. Survei Primer pada Klien Fraktur
Airway (A)
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing,
fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trachea.
Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal
karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan.
Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan
hiperektensi leher. Cara ini menggunakan jari-jari satu tangan yang diletakkan
dibawah mandibula, kemudian mendorong dagu ke anterior.
Disability / Evaluasi Neurologis (D)
Menjelang akhir survei primer dievaluasi keadaan neurologis secara cepat,
yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. GCS (glasgow
coma scale) adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal tingkat
kesadaran klien. Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen
Airway
Jaw thrush atau chin lift dapat dilakukan atau dapat juga dipakai nasopharingeal airway pada klien yang masih sadar. Bila klien tidak sadar
atau tidak ada gag refleks dapat dipakai guedel. Kontrol jalan nafas pada
klien dengan airway terganggu karena faktor mekanik atau ada gangguan
ventilasi
akibat
gangguan
kesadaran,
dicapai
dengan
intubasi
endotracheal, baik oral maupun nasal. Surgical airway (cricothyroidotomy) dapat dilakukan bila intubasi endotracheal tidak mungkin
karena kontra indikasi atau karena masalah teknis.
3. Breathing
Adanya tension pneumotoraks menganggu ventilasi dan bila dicurigai,
harus segera dilakukan dekompresi (tusuk dengan jarum besar, disusul
WSD). Setiap klien trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi,
sebaiknya oksigen diberikan dengan face-mask.
4. Circulating
Jika ada gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 jalur IV line.
Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Syok pada klien
trauma biasanya karena hipovolemia. Pada saat klien datang di infus cepat
dengan 1,5-2 liter cairan kristaloid sebaiknya RL. Bila tidak ada respons
dengan pemberian bolus koloid, diberika transfusi darah segolongan (type
spesific), jika tidak ada diberikan darah tipe O Rhesus negatif atau O Rh
Positif titer rendah. Pemberian vasopresor, steroid/Bic.Nat tidak
diperkenankan.
F. Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Inspeksi bagian tubuh yang fraktur
a. Inspeksi adanya laserasi, bengkak dan deformitas.
b. Observasi angulasi, pemendekan dan rotasi.
c. Palpasi nadi distal untuk fraktur pulsasi semua perifer.
d. Kaji suhu dingin, pucat, penurunan sensasi atau tidak adalnya pulsasi,
hal tersebut menandakan cedera saraf atau suplai darah terganggu.
e. Tangani bagian tubuh dengan lembut dan sesedikit mungkin gerakan
yang kemungkinan dapat menyebabkan gerakan pada tulang yang
fraktur.
2. Berikan bebat atau pembalut sebelum klien dipindahkan. Bebat dapat
mengurangi nyeri, memperbaiki sirkulasi, mencegah cedera lebih lanjut
dan mencegah fraktur tertutup menjadi fraktur terbuka.
a. Imobilisasi sendi diatas dan dibawah daerah fraktur.
b. Pembebatan diberikan meluas sampai sendi dekat fraktur.
c. Periksa status vaskuler ekstremitas setelah pembebatan. Periksa
warna, suhu, nadi dan pemucatan kuku.
d. Kaji untuk adanya defisit neurologi yang disebabkan oleh fraktur
e. Berikan balutan steril pada fraktur terbuka.
3. Kaji adanya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami
cedera.
5. Pindahkan klien secara hati-hati dan lembut, untuk meminimalisir gerakan
pada patahan tulang.
6. Lakukan penanganan pada trauma spesifik.
a. Trauma Tulang Belakang
Jika terjadi trauma pada tulang belakang, imobilisasi harus selalu
dilakukan untuk mencegah paralisis seumur hidup bahkan kematian.
b. Trauma Pelvis
Trauma pelvis biasanya terjadi akibat kecelakaan lalu lintas atau
trauma seperti jatuh dari ketinggian. Selalu ada potensi perdarahan
serius pada fraktur pelvis, maka syok harus selalu dipikirkan dan
pasien harus segera dikirim dengan papan spinal.
c. Trauma Femur
Femur biasanya patah pada sepertiga tengah. Fraktur ini bisa menjadi
fraktur terbuka dan fraktur bilateral dapat menyebabkan kehilangan
sampai 50% volume darah.
d. Trauma pangkal paha dan sendi panggul
Bila adanya nyeri harus dianggap
2.
3.
4.