You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.

Latar Belakang
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
berupa cacing. Sedangkan berdasarkan WHO (2011), kecacingan adalah
sebagai infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari
golongan nematoda usus. Penyakit kecacingan ini kerap kali kurang
mendapat

perhatian.

Hal

tersebut

dikarenakan

kecacingan

tidak

menyebabkan penyakit berat, tidak menimbulkan wabah dan kematian.


(Palgunadi 2011). Namun, jika diperhatikan lebih jauh, kecacingan tetap
berdampak bagi kesehatan masyarakat. Infestasi cacing di dalam tubuh
pendertia akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan mulai dari
yang tingan sampai berat seperti kurang nafsu makan, rasa tidak enak di
perut, gatal-gatal, anemia dan lain sebagainya (Faust Ec 1976)
Infeksi oleh cacing terutama nematoda biasanya berkaitan dengan
buruknya hygiene atau kebersihan. Buruknya hygiene tersebut mulai dari
cara pengolahan makanan yang buruk atau sanitasi yang buruk. Akibat
dari hygiene yang buruk tersebut masyarakat pun mengalami infeksi
kecacingan (Greenwood 2007). Seperti yang telah diketahui, kecacingan
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal tersebut
ditunjukan

dengan

tingginya

prevalensi

kecacingan.

Berdasarkan

departemen kesehatan prevalensi kecacingan dari tahun 2002-2006 adalah


33,3%, 33%,46%, 28,4 %, dan 32,6 % (Kesehatan 2006).
Cacing sebagai parasit umumnya tidak dapat bertahan hidup tanpa inang
atau hospes. Hospes atau induk semang adalah hewan tempat cacing harus
tinggal atau kontak sementara demi kelangsungan hidupnya. Berdasarkan
aktivitas parasit, hospes dibagi menjadi 3, yakni :
1. Hospes definitif yaitu hospes tempat cacing hidup berkembang,
reproduksi seksual dan muncul fase disperse dari cacing
2. Hospes intermedier yatu hospes tempat parasit hidup dan
berkembang termasuk reproduksi aseksual sampai menjadi stadium
infektif
1

3. Hospes paratenik yaitu hospes tambahan yang biasanya merupakan


bagian dari rantai pakan hospes definitif cacing (Anonim 2016a)
Ada berbagai macam hospes bagi pertumbuhan dan perkembangan cacing
seperti sapi, manusia, babi, keong, ikan dan sebagainya. Salah satu hospes
bagi cacing tersebut adalah ikan, baik ikan laut maupun ikan tawar. Ikan yang
terinfeksi oleh cacing dapat bersifat zoonosis. Infeksi cacing pada ikan
mengakibatkan gangguan metabolisme lemak dalam tubuh ikan sehingga
mempengaruhi kualitas dan cita rasa ikan (Tamba et al. 2012). Umumnya
cacing yang menginfeksi ikan berada dalam stadium larva (Yman 2003).
Kebanyak larva cacing tersebut berdiam dan ditemukan pada rongga tubuh
ikan (Rokhmani 2001)
Pada ikan yang terinfeksi cacing dan bersifat zoonosis, penularan kepada
manusia terjadi melalui berbagai cara. Sebagian besar penularan tersebut
terjadi karena perilaku konsumsi ikan pada masyarat yang kurang
memperhatikan kesehatan dan hygiene, misalnya konsumsi ikan mentah atau
kurang masak (Susanti 2008). Pada saat seseorang mengonsumsi ikan yang
tidak matang, maka larva cacing akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui
mukusoa lambung dan usus halus (Yman 2003).
II.
III.

Tujuan
1. Mengidentifikasi keberadaan parasit di dalam ikan sarden
2. Mengidentifikasi jenis parasit yang menginfeksi ikan sarden
Manfaat
A Bagi Mahasiswa
1. Meningkatkan pengetahuan mengenai cara menidentifikasi
adanya parasit.
2. Meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan pengujian
dan identifikasi parasitologi
B Bagi Masyarakat
1. Membuka jendela pengetahuan masyarakat mengenai parasit yang
dapat menginfeksi ikan
2. Meningkatkan kewaspadaan dalam mengolah ikan sehingga ikan
aman dikonsumsi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Parasit adalah organisme yang keberadaannya bergantung kepada organisme lain
yang dikenal sebagai induk semang (Anonim 2016). Terdapat banyak sekali jenis
parasit. Kesmua parasit tersebut dapat menginfeksi manusia, tumbuhan dan
binatang. Beberapa hubungan organisme yang hidup bersama :
-

Komenaslisme: Hubungan antara dua organisme dimana yang satu

diuntungkan sedang yang lain tidak dirugikan.


Mutualsime : Hubungan antara dua organisme dimana kedua-duanya

saling menguntungkan
Simbiosis
: Hubungan antara dua organisme tersebut
Parasitisme : Hubungan antara dua organisme dimana salah satunya
diuntungkan dan pihak lainnya dirugikan (Irawati n.d.).

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, terdapat berbagai jenis parasit.


Penggolongan parasit tersebut yaitu :
1. Zooparasit
a. Protozoa
b. Metazoa
2. Fitoparasit
a. Bakteri
b. Fungus (Jamur)
3. Spirochaeta dan Virus
Beberapa parasit bahkan bersifat zoonosis. Zoonosis adalah infeksi yang secara
alamiah dapat berpindah dari hewan ke manusia.
Parasit dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan karakternya. Berdasarkan
sifatnya parasit dibedakan menjadi :
a. Parasit fakultatif yaitu organisme yang dapat hidup bebas, namun karena
suatu hal hidup sebagai parasit.
b. Parasit obligat yaitu semua organisme yang memerlukan hospes untuk
kelangsungan hidupnya.
c. Parasit insidentil yaitu parasit yang berada pada hospes yang tidak
sewajarnya.

d. Parasit eratika yaitu parasit yang berada pada hospes yang wajar, namun
posisi parasit tidak wajar.
e. Parasit spuriosa
Sedangkan berdasarkan waktu atau derajat keparasitannya, parasit dibagi
menjadi :
a. Parasit temporer yaitu organisme yang sebagian besar hidupnya
dihabiskan sebagai parasit dan sisanya sebagai organisme bebas
b. Parasit stasioner yaitu parasit yang selama satu stadium perkembangannya
selalu kontak dengan hospes
Berdasarkan jumlah hospesnya, parasit dibagi menjadi :
a. Parasit holoksenosa yaitu parasit yang dalam siklus hidupnya butuh satu
orgnisme lain sebagai hospes
b. Parasit heteroksenosa yaitu parasit yang siklus hidupnya membutuhkan
lebih dari satu organisme lain sebagai hospesnya.
Berdasarkan lokasinya, parasit dibagi menjadi :
a. Ektoparasit yaitu parasit yang hidup pada permukaan tubuh hospes atau di
dalam liang-liang pada kulit yang masih mempunyai hubungan berbas
dengan dunia luar.
b. Endoparasit yaitu parasit yang berlokasi di dalam jaringan tubuh hispes.
Sedangkan berdasarkan pengaruhnya terhadap hospes, parasit dibagi menjadi :
a. Parasit patogen yaitu parasit yang berefek patogen terhadap hospesnya
b. Parasit kurang patogen
c. Parasit tidak patogen
Pada klasifikasi hewan, parasit dibagi menjadi :
a. Uniseluler parasit yaitu hewan bersel satu yang sebagian besar hidupnya
dihabiskan sebagai penyakit.
b. Multiseluler parasit yaitu hewan yang hidup sebagai parasit pada hewanhewan invetebrata (Anonim 2016a)

Di dunia ini banyak terdapat banyak sekali parasit, baik yang dapat
membahayakan kehidupan manusia maupun yang tidak membahayakan. Dari
sekian banyak parasit tersebut, salah satu jenis parasit yang sering dibahas adalah
cacing. Cacing merupakan hewan invetebrata yang beberapa spesiesnya adalah
hewan parasit. Cacing dapat menjadi parasit pada hewan maupun manusia.
Beberapa cacing bahkan bersifat patogen. Namun umumnya cacing tidak
menyebabkan penyakit berat.
Ada banyak jenis cacing yang hidup baik di dalam manusia maupun hewan.
Hewan yang umumnya sering menjadi hospes bagi cacing yaitu sapi, ikan, babi,
anjing dan lain sebagainya. Manusia juga merupakan salah satu hospes dari
cacing. Cacing yang menjadikan hewan sebagai hospesnya diantaranya adalah
Dipylidium canium

pada anjing, Ascaris lumbricoides pada babi, Fasicola

hepatica pada sapi, dan Anisakiasis sp pada ikan (Anonim 2016a)(Arifudin &
Abdulgami 2014)
Cacing dapat menular ke manusia melalui berbagai cara. Umumnya manusia
tertular cacing dari makanan yang dimakan dan karena kurangnya kebersihan
masyrakat itu sendiri. Manusia dapat tertular cacing melalui makanan terutama
yang berbahan daging atau ikan dikarenakan ikan atau daging yang diolah tidak
matang, atau setengah matang. Dalam kondisi seperti itu, maka larva cacing tidak
mati, dan akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia (Susanti 2008)
Untuk mengetahui adanya cacing di dalam tubuh ikan, dapat dilakukan
pemeriksaan otot daging. Caranya yaitu dengan mengambil sayatan tipis otot
daging kemudian diteruh di atas gelas objek. Setelah itu taruhlah gelas objek lain
diatasnya dan tekan secara perlahan. Untuk mengetahui adanya larva cacing dan
kisa periksa gelas objek di bawah mikroskop (Kusnandar 1990).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
I.

Waktu dan Tempat

A Tempat: Praktikum ini bertempat di Laboratorium Terpadu


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

II.

Semarang
B Waktu
: Praktikum ini berlangsung pada hari Jumat, 16
September 2016 pada pukul 08.30-12.00 WIB
Populasi dan Sampling
A Populasi
Populasi yang digunakan dalam praktikum identifikasi parasit
adalah semua jenis ikan, daging, dan hewan.
B Sampel
Sampel pada praktikum ini adalah ikan sarden kaleng. Ikan sarden

III.

tersebut didapatkan sebagai hadiah dari sebuah supermarket.


Metode
A Alat
1. Mikroskop
2. Objek glass/ Preparat
3. Penusuk dari kayu
4. Pipet
B Bahan
1. Cairan Eosin
2. Cairan Lugol
3. Ikan Sarden kaleng
C Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Membuka bungkus ikan sarden
3. Mengambil sedikit bagian dari ikan sarden dengan penusuk
4. Letakan bagian ikan yang telah diambil tersebut ke atas
objek glass
5. Menekan bagian ikan setipis mungkin
6. Menetesi objek glass dengan cairan lugol atau eosin
sebanyak 1 tetes
7. Menutup sampel dengan kaca tipis dengan perlahan
8. Mendiamkan sampel agar cat mengering
9. Mengamati hasil pengecatan di bawah mikroskopis
10. Mengidentifikasi ada atau tidaknya parasit di dalam tubuh
pasien.

BAB IV
HASIL

I.

Pengamatan Berbagai Jenis Parasit


Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Parasit
N

Gambar

o
1

Nama Parasit

Asal

Strongyloide

Daging

Stercoralis

Babi

dewasa

Gambar 4.1 Strongyloide Stercoralis


dewasa
2

Larva

Kucing

filariform

Gambar 4.2
Larva filariform
3

Telur

Feses

oxyurisveram

Manusi

i cularis

N.Americanu

Daging

ambar 4.3 Telur oxyurisverami cularis


4

Sapi

Gambar 4.4 N.Americanus

Mikrofilaria

Darah

Gambar 4.5 Mikrofilaria


6

Plasmodium

Darah

vivax
tropozoit

Gambar 4.6 Plasmodium vivax tropozoit


7

Ascaris

Daging

Lumbricoides

Sapi

Gambar 4.7 Ascaris Lumbricoides


II.

Identifikasi Keberadaan Cacing di dalam Ikan

Gambar 4.8 Penampakan Daging Ikan Sarden di Bawah Mikroskop

Gambar 4.9 Penampakan Daging Ikan Sarden di Bawah Mikroskop

10

Berdasarkan hasil pengecatan dan pemeriksaan di bawah mikroskop ditemukan


larva cacing dan cacing dewasa. Namun, identifikasi jenis cacing belum dapat
dilakukan. Hal tersebut disebabkan oleh terlalu tebalnya serat ikan, sehingga sulit
mengidentifikasi spesies cacing yang menginfeksi ikan.

BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan uji yang dilakukan menggunakan pewarnaan eosin diketahui bahwa


ikan sarden yang dijadikan sampel mengandung cacing dan larva cacing. Namun,
spesies cacing yang menginfeksi ikan sarden tersebut masih belum dapat
diidentifikasi. Tetapi, pada umumnya cacing yang sering menginfeksi ikan sarden
adalah Anisakis sp.
Anisakis sp merupakan cacing nematoda dan merupakan parasit biota laut yang
juga menjadi ancaman bagi manusia karena bersifat zoonosis. Anisakis spp
berpredileksi pada saluran pencernaan (Tamba et al. 2012). Nematoda sendiri

11

merupakan parasit yang paling banyak menginfeksi ikan baik ikan laut atau ikan
air tawar (Rokhmani 2001). Anisakis sp memiliki siklus hidup yang melibatkan
ikan dan mamalia laut. Larva parasit infektif bagi manusia dan menyebabkan
Anisakiasis, dan ikan yang telah terinfeksi dengan Anisakis sp., dapat
menghasilkan anafilaksis reaksi pada orang yang telah menjadi peka terhadap
Immunoglobulin E (IgE). Anisakis sp dapat menular ke manusia apabila larva
stadium III yang terdapa di dalam tubuh ikan laut yang tidak dimasak dengan
matang termakan oleh manusia.
Manusia sendiri bukanlah hospes definitif bagi Anisakis sp namun menjadi hospes
incidental jika mengonsumsi ikan mentah atau kurang marang, diasap, dibekukan,
diasinkan atau diasamkan.
Anisakiasis adalah penyakit parasitik yang disebabkan oleh larva Anisakis yang
termakan melalui makanan olahan seafood mentah, khususnya mentah atau
setengah matang. Penyakit ini diketahui menyebabkan penyakit gastrointertinal
pada manusia. Spesie Anisakis yang diketahui menginfeksi manusia yaitu
Anisakis simplex. Efek apabila manusia mengonsumsi ikan yang mengandung
larva Anisakis yaitu inflamasi, perdarahan dan pembengkakan pada usus. Infeksi
Anisakis pada manusia juga dapat mengakibatkan penyakit asma.
Pada ikan sarden yang diuji, adanya cacing Anisakis dan larva mungkin
disebabkan oleh proses pemasakan yang tidak sempurna. Proses pemasakan ikan
yang tidak sempurna menyebabkan larva cacing tetap hidup sehingga dapat
menularkan kepada manusia. Seperti yang diketahui proses pemasakan ikan
adalah hal yang sangat penting. Hal tersebut selain untuk menambah cita rasa
dimaksudkan untuk membunuh bakteri-bakteri dan parasit penyebab penyakit.
Apabila ikan tidak dimasak dengan benar, maka kemungkinan besar parasit masih
hidup di dalam tubuh ikan. Dan ketika ikan dimakan oleh manusia, secara tidak
langsung manusia juga ikut memakan parasit tersebut. Selanjutnya parasit/ cacing
akan masuk ke dalam saluran pencernaan manusia dan menyebabkan berbagai
gangguan kesehatan.

12

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2016a. Hospes dan Jenis-Jenis Hospes, Yogyakarta. Available at:


http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/40889/0a861a430687f66c60d7c
3731c8c9fd2.
Anonim, 2016b. Parasit dan Jenis-jenis Parasit, Yogyakarta.
Arifudin, S. & Abdulgami, N., 2014. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis sp
pada Saluran Pencernaan Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus sexfasciatus) di
TPI Brondong Lamongan. , pp.3437.
Faust Ec, et al, 1976. Craig adn Faust Clinical Parasytology, Philadelphia Lea.
Greenwood, 2007. Medical Microbiology 17th ed., Livingstone.
Irawati, N., Parasitologi. Available at:
http://repository.unand.ac.id/23133/2/PARASITOLOGI.pdf [Accessed
September 20, 2016].
Kesehatan, D., 2006. Profil Kesehatan Indonesia.
Kusnandar, 1990. Teknologi Tepat Guna Bidang Perikanan: Parasit Pada Ikan.
Palgunadi, B.U., 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kecacingan
yang Disebabkan Oleh Soil-Transmitted Helminth di Indonesia.
Rokhmani, 2001. Ikan, Penyakit Anisakiasis, Zoonosis Penaggulangannya,
Permasalahan, Purwokerto.
Susanti, 2008. Identifikasi Cacing Parasitik Pada Saluran Pencernaan Ikan
Kembung, Bogor.
Tamba, M.F. et al., 2012. Prevalensi dan Distribusi Cacing Pada Berbagai Organ
Ikan Selar Bentong. Indonesia Medicus Veterinus, 1(4), pp.555566.
Yman, 2003. Spesifik IgE in the Diagnosis of Parasite-Induced Allergy. Allergy,
59.
13

14

You might also like