You are on page 1of 29

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR TEORI

DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA PASIEN DENGAN STROKE

OLEH :
KADEK YULIANDA DEWI
P07120213026
TINGKAT 3 SEMESTER V

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
D IV REGULER
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN
STROKE

I. KONSEP DASAR TEORI


A. PENGERTIAN
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit
neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam
sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca,
2008)
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemorargi
sirkulasi saraf otak. (Sudoyo Aru, dkk.2009)
B. TANDA DAN GEJALA
1. Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik (kelemahan atau
kelumpuhan separuh anggota badan)
2. Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi disertai mulut
mencong atau tidak simetris
3. Gangguan persepsi
4. Gangguan daya ingat dan pengelihatan
5. Disfungsi 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot,
kandung kemih
C. ETIOLOGI/PENYEBAB
1. Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami


oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat

menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya


terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala
neurologis

seringkali

thrombosis.Beberapa

memburuk

pada

48

keadaan dibawah

ini

dapat

jam

setelah

menyebabkan

thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis

adalah

mengerasnya

pembuluh

darah

serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.


Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
1)

Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya


aliran darah.

2)

Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.

3)

Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan


thrombus (embolus).

4)

Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian


robek dan terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia


Darah

bertambah

kental,

peningkatan

viskositas/hematokrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.


c. Arteritis ( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :

a. Katup-katup jantung yang

rusak akibat Rheumatik

Heart

Disease(RHD)
b. Miokard infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktuwaktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus
kecil.
d. Endokarditis

oleh

bakteri

dan non bakteri,

menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.


3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan,sehingga otak
akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,
oedema, dan mungkin herniasi otak.Penyebab perdarahan otak yang
paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi

arteriovenous,

terjadi

hubungan

persambungan

pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.


e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia


5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. PATOFISIOLOGI
Faktor risiko
Gangguan aliran darah
(oklusi) pada middle
cerebral artery, khususnya
medullary perforating
arteries
Cerebral
ischemic
Respon seluler
Kegagalan
glikolisis
anaerobik,
Kegagalan ATP
pump
Gangguan
keseimbangan elektrolit
intrasel (Na, Ca, air
masuk ke sel) dan pH
Cytotoxic
edema/edem

Riwayat hipertensi tak


terkontrol
Arterosklerosis +
HHD
Penurunan aliran
darah
Cerebral blood flow falls
to less than 25 mL/100
g/min (Smeltzer & Bare,
2008)
CBF 15-20ml/100g/mnt
gangguan elektrik
pada EEG (isoelektrik)
1997)
CBF(Hickey,
6-10ml/100g/mnt
gangguan membran
sel (ionic pump : K, Na
CBF <6ml/100g/mnt

dan Ca)
8-12 jam neuron
mengecil, sitoplasma,
nukleus rusak & sel
mati (Dutka, 1991dlm
Hickey, 1997)

Multipel infark
lakunar di
periventrikel lateral
dan lobus
Hemisfer
kiri,
kanan
Hemipare
se kanan,
kiri

Defisit
neurologis
Area broca (44,
45)
Afasia
motorik

Gangguan
Defisit
mobilitas
self care
E. KLASIFIKASI
fisikHemoragik
a. Stroke

Risiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
N C. VII, IX,serebral
X,
dan XII
Gangguan
mengunyah,
menelan

Gangguan
komunikas
i verbal

Ganggua
n
menelan

Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan


disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi
dua, yaitu ;
1) Perdarahan Intra Cerebri
Pecahnya

pembuluh

darah

terutama

karena

hipertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk


massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
2) Perdarahan Sub Araknoid
Gejala

PIS

PSA

Timbulnya

Dalam 1 jam

1-2 menit

Nyeri Kepala

Hebat

Sangat hebat

Kesadaran

Menurun

Menurun sementara

Kejang

Umum

Sering fokal

Tanda rangsangan meningeal

+/-

+++

Hemiparese

++

+/-

Gangguan saraf otak

+++

Tabel 2.4 Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan


Subarakhnoid
b. Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur,
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder
serta kesadaran umumnya baik.
1) Perjalanan penyakit/stadium.
a) TIA
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa
menit sampai dengan beberapa jam dan gejala yang timbul
akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b) Stroke Involusi
Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan
neurologis semakin berat/buruk dan berlangsung selama 24
jam/beberapa hari.
c) Stroke Komplet
Gangguan neurologis yang timbul sedah menetap, dapat
diawali oleh serangan TIA berulang.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
2. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan

biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark dari


hemoragik.

3.

Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi vaskuler.

4.

USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).

5.

EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

6.

Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarakhnoid.

7.

Fungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau
perdarahan

pada

intrakranial.

Peningkatan

jumlah

protein

menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang


merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis


sebagai berikut :
Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai
kateter.
5. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan

secepat mungkin pasien harus diubah posisi tiap 2 jam dan


dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
a. Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk
menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
b. Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

H. KOMPLIKASI
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral
4. Pneumonia aspirasi
5. ISK, Inkontinensia
6. Kontraktur
7. Tromboplebitis
8. Abrasi kornea
9. Dekubitus
10. Encephalitis
11. CHF
12. Disritmia, hidrosepalus, vasospasme
II. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS,
nomor rekam medik, dan diagnosa medis.
b. Initial Survey
Pada Initial survey (pengkajian kesadaran) yang dilakukan adalah
AVPU, yaitu :
a. Alertness : Kaji apakah pasien sadar atau tidak.
b. Verbal : Kaji apakah pasien sadar atau tidak jika dipanggil
Bapak/Ibu.
c. Pain : Kaji apakan pasien sadar atau tidak jika diberi rangsangan
nyeri (mencubit, menggosok sternum dengan kepalan tangan,
mencubit putting susu)
d. Unrespons : apabila pasien tidak ada respon sama sekali baik
dengan rangsangan verbal maupun non verbal.
c. Pengkajian primer

a. Airway: pengkajian mengenai kepatenan jalan napas. Kaji adanya


obstruksi pada jalan napas karena dahak, lendir pada hidung, atau
benda asing lain dan kontrol kestabilan tulang leher.
b. Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak
teratur, kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru,
pengembangan dada.
c. Circulation: meliputi pengkajian volume darah dan cardiac output
serta perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna
kulit, CRT, nadi, dan adanya perdarahan.
d. Disability: pemeriksaan neurologis, yang dinilai adalah tingkat
kesadaran, refleks fisiologis, refleks patologis, kekuatan otot serta
ukuran dan reaksi pupil.Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif
mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.
e. Exposure/kontrol lingkungan: pemeriksaan pada seluruh tubuh
pasien untuk dapat melihat dengan jelas adanya jejas atau tanda
kegawatdaruratan yang mungkin tidak terlihat agar tidak terjadi
hipotermi.
Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to

d.

toe) termasuk re-evaluasi pemeriksaan TTV. Setiap pemeriksaan yang


lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat perlukaan.
Riwayat AMPLE sangat perlu untuk diingat, yaitu Alergi, Medikasi
(obat-obatan), past illness (penyakit yang sebelumnya diderita,
misalnya hipertensi), last meal (terakhir makan jam berapa), events
(hal yang bersangkutan dengan sebab cedera).
1. Data riwayat kesehatan

a.

Riwayat kesehatan dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti koagulan, aspirin,

vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.


b. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang

melakukan

aktivitas

ataupun

sedang

beristirahat.

Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang


sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
c.
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
2. Riwayat dan Mekanisme Trauma
Kaji apakah ada riwayat penyakit yang sama sebelumnya dan
bagaimana proses terjadinya keadaan sakit yang dirasakan pasien.
3. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a. Kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Seringkali penderita tampak
mengalami cedera ringan dan ternyata terdapat darah yang
berasal dari belakang kepala. Lakukan inspeksi dan palpasi
seluruh kepala dan wajah untuk melihat adanya laserasi,
kontusio, fraktur dan luka termal.
b. Wajah
Apabila cedera terjadi di sekitar mata jangan lalai dalam
memeriksa mata karena apabila terlambat akan terjadi
pembengkakan pada mata sehingga pemeriksaaan sulit
dilanjutkan. Lakukan re-evaluasi kesadaran dengan skor GCS.
1. Mata: periksa kornea mata ada cedera atau tidak, pupil :
reflek terhadap cahaya, pembesaran pupil, visus
2. Hidung: apabila terdapat pembengkakan lakukan palpasi
akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3. Telinga: periksa dengan senter mengenai keutuhan
membran timpani atau adanya hemotimpanum.
4. Rahang atas: periksa stabilitas rahang atas.
5. Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur.

b. Vertebra Servikalis dan Leher


Pada saat memeriksa leher, kolar terpaksa dilepas. Jangan lupa
untuk melakukan fiksasi pada leher dengan bantuan petugas lain.
Periksa adanya cedera tumpul atau tajam. Deviasi trakea dan
simetri pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal.
Jaga airway, pernafasan dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah
kerusakan otak sekunder.
c. Thoraks/Jantung
Pemeriksaan dilakukan dengan look, listen, feel.
Inspeksi : dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk
adanya trauma tumpul/ tajam, pemakaian otot pernafasan tambahan
dan ekspansi torak bilateral.
Auskultasi: lakukan auskultasi pada bagian depan untuk bising
nafas (bilateral) dan bising jantung.
Palpasi: lakukan palpasi pada seluruh dinding dada untuk adanya
trauma tajam/ tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan
krepitasi.
Perkusi: lakukan perkusi untuk mengetahui adanya hipersonor dan
keredupan.
d. Abdomen
Cedera intra abdomen biasanya sulit terdiagnosa, berbeda dengan
keadaan cedera kepala yang ditandai dengan penurunan kesadaran,
fraktur vertebrae dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan
keluhan nyeri perutnya dan defans otot/nyeri tekan).
Inspeksi: inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk
melihat adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan
internal.
Auskultasi: auskultasi bising usus untuk mengetahui adanya
penurunan bising usus.
Palpasi: palpasi abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan,
defans muskuler, nyeri lepas yang jelas.
Perkusi:lakukan perkusi mengetahui adanya nyeri ketok, bunyi
timpani akibat dilatasi lambung akut atau redup bila ada
hemoperitoneum.
Apabila ragu-ragu mengenai perdarahan intra abdomen dapat
dilakukan pemeriksaan DPL ataupun USG.
e. Pelvis

Cedera pelvis yang berat akan tampak pada pemeriksaan fisik


(pelvis menjadi tidak stabil). Pada cedera berat ini, kemungkinan
penderita akan masuk dalam keadaan syok yang harus segera
diatasi. Bila ada indikasi lakukan pemasangan PASG/gurita untuk
kontrol perdarahan dari fraktur pelvis.
f. Perineum dan Rektum
Kaji adanya tanda-tanda kelainan pada perineum dan rectum.
g. Genitalia
Kaji adanya tanda-tanda kelainan pada genitalia.
h. Punggung
Periksa punggung dengan long roll (memiringkan penderita dengan
tetap menjaga kesegarisan tubuh).
i. Ekstremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi,
jangan lupa untuk memeriksa adanya luka dekat daerah fraktur
terbuka, pada saat palpasi jangan lupa untuk memeriksa denyut
nadi distal dari fraktur dan jangan dipaksakan untuk bergerak
apabila sudah jelas mengalami fraktur. Sindroma kompartemen
(tekanan intra kompartemen dalam ekstrimitas meninggi sehingga
membahayakan aliran darah) mungkin akan luput dari diagnosis
pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot
3. Defisit perawatan diri; mandi, berpakaian, makan, eliminasi
berhubungan dengan kelemahan
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sistem
saraf pusat
5. Gangguan menelan berhubungan dengan keterlibatan saraf kranial

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

No
1

Diagnosa
Keperawatan
Risiko

NOC
NOC :

Status Sirkulasi
jaringan Perfusi Jaringan
Serebral
Status Neurologis

NIC
NIC :

ketidakefektifan

Promosi Perfusi

perfusi

Serebral

serebral

Konsultasi

Setelah dilakukan

dengan dokter

tindakan keperawatan

untuk

selama 1 x 2 jam,

menentukan

diharapkan suplai aliran

parameter

darah ke otak lancar

hemodinamik,

dengan kriteria hasil:

dan

1. Mendemonstrasikan

mempertahankan

status sirkulasi yang

hemodinamik

ditandai dengan :
- Tekanan systole

dalam rentang

dan diastole dalam


rentang yang
diharapkan
- Tidak ada
ortostatik
hipertensi
- Tidak ada tanda
tanda peningkatan

yang diharapkan
-

Induksi
hipertensi dengan
ekspansi volume
atau inotropik
atau agen
vasokonstriksi
sesuai instruksi

tekanan

untuk

intrakranial (tidak

mempertahankan

lebih dari 15

parameter

mmHg)
2. Mendemonstrasikan

hemodinamik dan
mempertahankan

kemampuan kognitif

cerebral

yang ditandai dengan:


- Berkomunikasi

perfusion
pressure (CPP)

dengan jelas dan


sesuai dengan
-

kemampuan
Menunjukkan

agents yang
memperbesar

perhatian,

volume

konsentrasi dan

intravaskuler

orientasi
- Memproses

misalnya (koloid,
produk darah,

informasi
- Membuat

atau kristaloid)

keputusan dengan
benar
3. Menunjukkan fungsi

Berikan

Monitor
protrombine time

sensori motori kranial

(PT) dan partial

yang utuh : tingkat

thromboplastine

kesadaran membaik,

time (PTT)

tidak ada gerakan


gerakan involunter

Berikan
agent rheologic
(manitol dosis
rendah, lowmolecularweight-dextrans

Pertahankan
level hematokrit
sekitar 33%

untuk pemberian
terapi hemodilusi
hipervolemia
-

Pertahankan
kadar glukosa
serum dalam
batas normal

Konsultasi
dengan dokter
untuk
mengoptimalkan
posisi kepala (1530 derajat) dan
monitor respon
pasien terhadap
pengaturan posisi
kepala

Hindari
menekuk leher
atau menekuk
pinggul atau lutut
yang ekstrem

Berikan
calcium channel
blocker,
vasopressin, anti
nyeri, anti
coagulant, anti
platelet, anti
trombolitik

Berikan dan

monitor efek
osmotic dan loopactive diuretic
dan
kortikosteroid
-

Monitor efek
samping terapi
anti koagulan

Monitor
tanda-tanda
perdarahan (pada
feses, residu
lambung yang
berupa darah)

Monitor
tekanan intra
cranial dan
respons pasien
terhadap aktivitas
perawatan

Monitor
status pernafasan
(frekuensi, irama,
dan kedalaman
respirasi, pO2,
pCO2, pH, dan
kadar
bicarbonate)

Auskultasi

suara nafas untuk


mengetahui
adanya crackles
atau suara nafas
tambahan lainnya
-

Monitor
tanda kelebihan
cairan (misalnya
ronchi, distensi
vena jugularis,
edema,
peningkatan
sekresi paru)

Monitor nilai
PaCO2, SaO2
dan Hb dan
cardiac out put
untuk
menentukan
status pengiriman
oksigen ke
jaringan

Monitor Tekanan
Intrakranial
-

Monitor
suhu dan kadar
leukosit

Bantu
pemasangan
insersi alat untuk

memonitor TIK
-

Cek pasien
untuk tanda
nuchal rigidity
(kaku kuduk)

Berikan
antibiotik

Monitor status
neurologis
-

Monitor
ukuran, bentuk,
kesimetrisan dan
reaktifitas pupil

Monitor
level kesadaran,
level orientasi
dan GCS

Monitor
memori jangka
pendek,
perhatian,
memori masa
lalu, mood,
perasaan, dan
perilaku

Monitor
reflek kornea dan
reflek batuk

Monitor

tonus otot,
pergerakan
motorik, tremor,
kesimetrisan
wajah
-

Catat
keluhan sakit

Gangguan

NOC :

fisik Ambulasi: berjalan


Ambulasi: kursi
berhubungan
roda
dengan penurunan
Gerakan Bersama:
kekuatan otot
Active
Tingkat mobilitas
mobilitas

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan

kepala
NIC :
Exercise therapy :
ambulation
- Monitor
keterampilan
mobilitas
duduk,
-

gangguan
mobilitas klien.
-

Tentukan
apakah penyebab

dengan kriteria hasil:

fisik atau

1. Meningkatkan
aktivitas fisik
2. Memenuhi tujuan

Amati
penyebab

diharapkan klien
aktivitas mobilisasi

berdiri,

berjalan)

selama 1 x 2 jam,
meminta bantuan untuk

(tidur,

psikologis.
-

Pantau

yang ditetapkan

kemampuan klien

saling peningkatan

untuk beraktivitas

mobilitas
3. Menyatakan

dengan
ekstremitas, catat

peningkatan kekuatan

denyut nadi,

dan kemampuan

tekanan darah,

untuk bergerak

dyspnea, dan

4. Menunjukkan

warna kulit

penggunaan peralatan

sebelum dan

adaptif (misalnya,

setelah aktivitas.

kursi roda, pejalan

Amati

kaki) untuk

kondisi klien

meningkatkan

sebelum

mobilitas

beraktivitas.
-

Konsultasika
n dengan ahli
terapi fisik untuk
evaluasi lebih
lanjut, latihan
kekuatan,
pelatihan kiprah,
dan
pengembangan
rencana mobilitas.

Sediakan
alat bantu yang
dibutuhkan untuk
kegiatan, seperti
berjalan ikat
pinggang, pejalan
kaki, tongkat,
kruk, atau kursi
roda, sebelum
kegiatan dimulai.

Jika klien
bergerak,
konsultasikan
dengan dokter
untuk evaluasi

keselamatan
sebelum memulai
program latihan;
jika program
disetujui, mulai
dengan latihan
berikut (misalnya,
meregangkan dan
memperluas pada
pergelangan kaki,
lutut, pinggul).
-

Bantu klien
mobilitas dan
mulai berjalan
secepat mungkin
jika tidak
kontraindikasi.

Tingkatkan
kemandirian
dalam ADL dan
mencegah
ketidakberdayaan

Defisit perawatan NOC :


mandi, Self care : Activity

diri;

klien
NIC :
Self Care

berpakaian,

of Daily Living

assistance : ADLs

makan,

(ADLs)

- Monitor

eliminasi

berhubungan

Setelah dilakukan

kemampuan klien

dengan kelemahan

tindakan keperawatan

untuk perawatan

selama 1 x 2 jam,
diharapkan kebutuhan
mandiri klien terpenuhi,

diri yang mandiri


- Monitor
kebutuhan
untuk

klien

alat-alat

dengan kriteria hasil:

bantu

untuk

- Klien terbebas dari

kebersihan

bau badan
- Menyatakan

berpakaian,

kenyamanan
terhadap kemampuan
untuk melakukan
ADLs
- Dapat melakukan
ADLs dengan
bantuan

diri,

berhias,
eliminasi,

dan

makan.
- Sediakan bantuan
sampai

klien

mampu

secara

utuh

untuk

melakukan

self-

care.
- Dorong

klien

untuk melakukan
aktivitas

sehari-

hari yang normal


sesuai
kemampuan yang
dimiliki.
- Dorong

untuk

melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan

ketika

klien

tidak

mampu
melakukannya.
- Ajarkan
klien/
keluarga

untuk

mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan

hanya

jika pasien tidak

mampu

untuk

melakukannya.
- Berikan aktivitas
rutin

sehari-hari

sesuai
kemampuan.
- Pertimbangkan
usia

klien

jika

mendorong
pelaksanaan
aktivitas
4

Gangguan

NOC :

hari.
NIC :

komunikasi verbal Komunikasi :

Peningkatan

berhubungan

Komunikasi

Ekspresif, Reseptif

Pengolahan
dengan gangguan
Informasi
sistem saraf pusat

- Kaji

tipe/derajat

disfungsi, seperti

Setelah dilakukan

pasien

tindakan perawatan

tampak

selama 1 x 2 jam,

memahami

diharapkan komunikasi

atau

klien tidak terhambat

kesulitan

dengan kriteria hasil :

berbicara

- Menerima,
menginterpretasikan,
dan
mengekspresikan
pesan lisan, tulisan,
dan nonverbal
- Mengekspresikan

sehari-

tidak
kata

mengalami
atau

membuat
pengertian sendiri
- Bedakan antara
afasia

atau

disartria
- Perhatikan
kesalahan dalam

pesan verbal atau

komunikasi

nonverbal yang

berikan

bermakna
- Mampu

balik
- Minta

dan

umpan
pasien

memperoleh,

mengikuti

mengatur, dan

perintah

menggunakan

sederhana seperti

informasi
- Menunjukkan

buka mata, tunjuk

komunikasi dengan
bahasa tertulis,
nonverbal, lisan
maupun bahasa
isyarat

pintu dan lainlain

dengan

mengulangi kata
ataupun

kalimat

sederhana
tersebut
- Tanyakan hal-hal
yang bisa dijawab
oleh
misalnya

Gangguan menelan NOC :

pasien,
nama

pasien
NIC :

berhubungan

Status Menelan

Terapi Menelan

dengan

Setelah dilakukan

- Kaji kemampuan

keterlibatan
kranial

saraf tindakan perawatan


selama 1 x 2 jam,
diharapkan pasien
mampu menelan dengan
kriteria hasil :

menelan pasien
- Berikan
posisi
tegak saat pasien
makan
- Pantau

gerakan

lidah klien saat

- Menunjukkan

makan
adanya
menelan efektif tanpa - Pantau
penutupan bibir
tersedak atau batuk
- Mampu
saat
makan,
mengosongkan

minum

maupun

rongga mulut
menelan
- Meningkatkan upaya - Ajarkan pasien
menelan
untuk menggapai
partikel makanan
di bibir atau di

pipi
menggunakan
lidah
- Potong makanan
kecil-kecil
- Berikan
perawatan mulut
bila perlu
- Anjurkan minum
menggunakan
sedotan

D. PELAKSANAAN
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh perawat
sesuai dengan intervensi/perencanaan yang telah disusun.
E. EVALUASI
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil, yaitu :
1. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
2. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
3. Meningkatkan aktivitas fisik
4. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan
ADLs
5. Menunjukkan komunikasi dengan bahasa tertulis, nonverbal, lisan
maupun bahasa isyarat

F. REFERENSI
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3.Jakarta: EGC, 2000.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Misbach, Jusuf. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi,
Manajemen. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Nanda.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC-NOC, Jilid 2.Jakarta : MediAction.

Mangupura, 5 Desember 2015


Pembimbing Praktik,

Mahasiswa,

Kadek Yulianda Dewi


NIP.

NIM. P07120213026

Mengetahui
Pembimbing Akademik,

NIP.

You might also like