Professional Documents
Culture Documents
Asma merupakan salah satu penyakit kronik yang paling banyak ditemui secara
global. Penderita asma diperkirakan mencapai 300 juta di dunia. Prevalensi
mencapai 10-12% pada dewasa dan 15% pada anak-anak. (Harrison)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
(PDPI, 2006; GINA, 2016).
FAKTOR RISIKO DAN PENCETUS
Berbagai faktor turut berperan dalam munculnya gejala asma. Faktor ini meliputi
unsur genetik maupun lingkungan.
Infeksi
o Selain peranannya dalam mencetuskan serangan asma, infeksi
misalnya oleh rhinovirus dianggap pula sebagai salah satu faktor yang
o
Diit
o
asma.
Meski banyak pasien mempercayai makanan tertentu dapat
mencetuskan serangan asma pada dirinya, secara ilmiah tidak
kehidupannya.
Alergen
o Alergen yang terhirup akan mengaktivasi sel mast yang berikatan
dengan IgE. Secara langsung hal ini akan berlanjut pada pelepasan
mediator-mediator bronkokonstriktor.
Aktivitas fisik
o Kegiatan fisik dapat menyebabkan hiperventilasi yang kemudian
berdampak pada perangsangan sel mast. Exercise induced asthma
pada umumnya muncul setelah aktivitas fisik telah berakhir dan
PATOFISIOLOGI
Pada asma terjadi peningkatan reaktivitas saluran napas akibat inflamasi kronik
dinding saluran napas. Terdapat dua jalur yang dapat memediasi reaktivitas
tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf
otonom. Pada jalur yang didominasi oleh IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh
akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells), kemudian hasil olahan alergen
akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama Th2 . Sel T penolong
inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel
plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator inflamasi
seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF),
bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain. Mediator inflamasi ini kemudian
menginduksi kontraksi otot polos saluran napas sehingga terjadi peningkatan
permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang,
hipersekresi mukus, serta keluarnya plasma protein melalui mikrovaskuler bronkus
dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas.
Sistem saraf otonom juga berperan melalui jalur non alergik. Reflek saraf
memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan sel mast. Ujung saraf
eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid
sensorik senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP).
Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema bronkus,
eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.
tid
ak
DIAGNOSIS
ya
Pada
penegakkan diagnosis asma terdapat penting untuk digali mengenai adanya
Seranga
tid
riwayat
keluhan pernapasan seperti mengi, sesak napas/ napas pendek, dan rasa
n akut
ak
penuh atau sesak di dada serta batuk yang ya
bervariasi intensitasnya seiring waktu.
Pemeriksaan lebih
lanjut untuk diagnosis
alternatif
Diagnosis alternatif
dikonfirmasi?
Ulangi pemeriksaan
Diagnosis asma
dikonfirmasi?
Pertimbangkan tatalaksana
percobaan sesuai diagnosis
yang paling mendekati atau
rujuk
Tatalaksana asma
Terapi sesuai
diagnosis alternatif
tsb
ya
tid
tid
ak
ak
tid
ak
ya
Keluhan asma dapat berangsur membaik baik secara spontan ataupun sebagai
respon terhadap pengobatan. Keluhan biasanya memburuk pada malam hari.
Beberapa pasien asma melaporkan peningkatan produksi mukus yang sulit
dikeluarkan.
Pada pemeriksaan fisik asma dapat ditemukan wheezing atau mengi yang
terdengar melalui auskultasi, terutama pada ekspirasi paksa. Pada beberapa pasien
juga dapat ditemukan adanya hiperinflasi dinding dada dan penggunaan otot bantu
pernapasan. Pada pasien asma terkontrol yang tidak mengalami serangan akut,
dapat ditemukan pemeriksaan fisik yang normal.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :
test) juga dapat digunakan dalam rangka pengukuran status alergi terkait penyakit
asma. Pemeriksaan radiografi pada pasien asma umumnya normal , akan tetapi
pada pengidap asma berat dapat ditemukan adanya hiperinflasi paru.
TATALAKSANA ASMA