You are on page 1of 13

Gambar 3.

Kerusakan terumbu karang menjadi serpihan kecil (rubble) sebagai akibat dari
penggunaan alat tangkap bom ikan (photo: Misool Raja Ampat, oleh Purwanto)

3.4 Prioritas Ancam an


Seperti telah dijelaskan di atas, sumber ancaman pada keanekaragaman hayati laut bisa
dibedakan dalam dua kategori, ialah: ancaman global dan ancaman lokal ancaman global terjadi
dalam bentuk perubahan iklim dengan contoh pemanasan global (global warming) dan hujan asam
(acid rain). Ancaman lokal, pada dasarnya dibedakan dalam kategori: pembangunan wilayah pesisir,
konversi lahan, sedimentasi, pencemaran di laut, penangkapan berlebih dan penangkapan destruktif.
Pembahasan selanjutnya yang lebih penting ialah untuk menentukan sumber ancaman yang paling
penting dan menyebabkan dampak kerusakan yang paling tinggi.

3.4.1 Prioritas Ancam an Terumbu Karang di Asia Tenggara


Suatu komisi di Asia Tenggara, terdiri dari ilmuwan, praktisi, pemerintah dan masyarakat lokal
bergabung untuk menentukan prioritas ancaman pada habitat terumbu karang di Asia Tenggara.
Sumber ancaman dibedakan dalam lima kategori, ialah: pembangunan di wilayah pesisir,
sedimentasi, pencemaran di laut, penangkapan berlebih dan penangkapan destruktif.
Pada masing-masing sumber ancaman dibuat komponen atau indikator untuk menentukan
indeks besarnya ancaman. Komponen ancaman untuk sumber ancaman pembangunan di wilayah
pesisir ialah: letak kota di wilayah pesisir, jumlah dan kepadatan penduduk, kegiatan pertambangan
dan jarak dari pesisir pantai. Komponen ancaman pada pencemaran laut ialah: keberadaan dan
45

Ancaman pada sumber daya hayati laut

ukuran pelabuhan, keberadaan dan ukuran tangki minyak dan jalur pelayaran. Tingkat sedimentasi
ditentukan oleh komponen persentase pembukaan lahan (tata guna lahan) di darat, kemiringan
lahan dan keberadaan tangkapan sedimen, catchment areas, di muara sungai. Penangkapan berlebih
diukur dari komponen jumlah penduduk dalam jarak 10 km dari pantai, Pendapatan Domestik Bruto
(PDB) dan konsumsi protein hewani dari ikan. Sedangkan komponen penangkapan destruktif didapat
dari konsultasi ahli terkait keberadaan alat tangkap bom dan racun. Semua faktor komponen yang
bernilai negatif tersebut bisa dinetralkan jika terdapat usaha pengelolaan yang efektif (untuk
mengurangi ancaman dari masing-masing komponen). Besarnya ancaman dibuat dalam skor dan
disebut indeks ancaman, dengan kategori: sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah.
Besar dan wilayah sebaran ancaman dari masing-masing komponen dan sumber ancaman
dipetakan pada masing-masing wilayah pesisir dan laut di Asia Tenggara. Penangkapan berlebih dan
penangkapan destruktif ialah dua sumber ancaman yang paling penting dan menyebabkan resiko
paling tinggi terhadap kerusakan terumbu karang di Asia Tenggara. Hal yang sama juga berlaku
untuk wilayah Indonesia di bagian timur (Gambar 3.6). Strategi paling tepat untuk mengurangi
ancaman kerusakan terumbu karang di Indonesia ialah dengan menekan insiden penangkapan
berlebih dan penangkapan destruktif, tentu saja dengan tidak mengabaikan tiga faktor lainnya.
Namun perlu diketahui bahwa usaha yang lebih prioritas harus dilakukan pada kegiatan atau
rencana untuk mengurangi penangkapan berlebih dan penangkapan destruktif.

46

Ancaman pada sumber daya hayati laut

Gambar 3.7

Indeks ancaman terhadap terumbu karang di Asia Tenggara (A) dan Indonesia (B)
(Sumber: dimodifikasi kembali dari Reef at Risk in Southeast Asia, ).

3.4.2 Dam pak Operasi Alat Tangkap pada Terum bu Karang: Studi Kasus
Terumbu karang termasuk ekosistem yang paling produktif, sensitif, menyimpan
keanekaragaman sumber daya hayati sangat beragam dan mempunyai nilai guna ekonomi sangat
tinggi. Indonesia mempunyai peran sangat penting dalam perlindungan terumbu karang karena
posisinya di dalam Coral Triangle. Pada saat yang sama, terumbu karang di Indonesia mengalami
ancaman yang sangat serius, terutama dari kegiatan penangkapan berlebih dan penangkapan
destruktif. Suatu penelusuran jenis kegiatan penangkapan yang memberikan prakiraaan dampak
47

Ancaman pada sumber daya hayati laut

penting pada ekosistem terumbu karang dilakukan di wilayah Jawa Timur, sebagai contoh studi
kasus.

A. Metode Perkiraan Dampak


A.1 Kerangka Teoritis
Alat tangkap di Jawa Timur sangat beragam, seperti umumnya karakteristik perikanan di
Indonesia. Namun pada dasarnya alat tangkap bisa dibedakan ke dalam 10 kategori, yaitu: (1) bubu
dan perangkap; (2) rawai dasar; (3) gillnet atau jaring insang; (4) pukat pantai; (5) bom dan
compressor sianida; (6) pancing; (7) gillnet; (8) dogol; (9) rawai permukaan; dan (10) pukat cincin.
Masing-masing kategori alat tangkap bisa menyebabkan penangkapan berlebih (over-fishing) atau
penangkapan destruktif (penangkapan merusak) pada tingkatan yang berbeda. Penangkapan
berlebih atau penangkapan destruktif terhadap ekosistem terumbu karang terjadi melalui salah satu
atau kombinasi mekanisme berikut: (1) kerusakan kolateral; (2) hasil sampling (By-catch); (3)
perubahan rakitan spesies; dan (4) alat non-selektif.
Kerusakan kolateral didefinisikan sebagai kerusakan lingkungan habitat dan ikan yang terjadi
sebagai akibat dari cara operasi suatu alat tertentu pada ekosistem terumbu karang. Setiap alat
tangkap selalu ditujukan untuk menangkap ikan tertentu yang disebut target spesies. Dalam operasi
penangkapan, alat tangkap sering menangkap ikan-ikan lain secara insidental, selain ikan target.
Ikan-ikan non-target yang tertangkap secara insidental dari operasi alat tangkap tertentu disebut
hasil samping atau by-catch. Hasil samping atau by-catch didefinisikan sebagai operasi alat tangkap
tertentu yang mendapatkan hasil sampling (by-catch), walaupun tidak diinginkan, melebihi biomass
dari ikan target spesies. Rakitan spesies didefinisikan sebagai operasi alat tangkap yang
menyebabkan pengurangan suatu spesies tertentu secara berlebihan sehingga menyebabkan
berubahnya struktur rantai makanan pada ekosistem terumbu karang. Hal ini sering terjadi jika alat
tangkap mempunyai target spesies yang berada pada puncak rantai makanan. Alat tangkap nonselektif didefinisikan sebagai operasi satu jenis alat tangkap yang mengambil hampir semua jenis dan
semua ukuran dari ikan yang berada di dalam lingkungan terumbu karang.
Besarnya dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-masing alat tangkap pada
ekosistem terumbu karang atau spesies dalam terumbu karang ditentukan berdasarkan ukuran
scope (luasan dampak), severity (tingkat keparahan kerusakan yang ditimbulkan pada terumbu
karang) dan irreversibility (ketidak berbalikan dari ekosistem terumbu karang).
Scope cakupan atau luasan dampak, didefinisikan sebagai proporsi (spasial) kerusakan
ekosistem terumbu karang (dalam skala luasan) yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan
(melalui mekanisme kerusakan kolateral, hasil samping atau by-catch, perubahan rakitan spesies,
atau alat yang non-selektif), selama 10 tahun mendatang (diukur dari kondisi saat ini). Kategori Scope
dibedakan sebagai berikut:
Sangat Tinggi: dampak kerusakan mencapai cakupan yang sangat luas (pervasive),

memengaruhi sebagian besar atau seluruh (71-100%) ekosistem terumbu karang.


Tinggi: dampak kerusakan mencapai cakupan yang luas (widespread) memengaruhi sebagian

besar (31-70%) ekosistem terumbu karang.


Sedang: dampak kerusakan mencapai beberapa bagian (11-30%) dari ekosistem terumbu

karang
48

Ancaman pada sumber daya hayati laut

Rendah: dampak kerusakan mencapai cakupan yang terbatas, memengaruhi sebagian kecil

(1-10%) dari ekosistem terumbu karang.


Severity keparahan, didalam scope (spasial), didefinisikan sebagai besarnya (keparahan)
dampak kerusakan pada ekosistem terumbu karang yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan
(melalui mekanisme kerusakan kolateral, hasil samping atau by-catch, perubahan rakitan spesies,
atau alat yang non-selektif), jika penangkapan terus terjadi selama periode 10 tahun ke depan (dari
kondisi saat ini). Tingkat keparahan kerusakanan pada ekosistem terumbu karang, didefinisikan
sebagai tingkat kerusakan atau degradasi dari terumbu karang yang ada di dalam scope. Untuk
spesies di dalam ekosistem terumbu karang, keparahan diukur sebagai tingkat penurunan populasi
yang ada di dalam scope. Kategori Severity dibedakan sebagai berikut:
Sangat Tinggi: didalam scope, dampak bisa merusak atau menghilangkan ekosistem terumbu

karang, atau mengurangi jumlah populasi spesies sebesar 71-100% dalam jangka waktu
sepuluh tahun mendatang.
Tinggi: didalam scope, dampak bisa menurunkan/mengurangi ekosistem terumbu karang
secara nyata, atau mengurangi jumlah populasinya sebesar 31-70% dalam jangka waktu
sepuluh tahun.
Sedang: didalam scope, dampak bisa menurunkan/mengurangi ekosistem terumbu karang
dalam skala sedang, atau mengurangi jumlah populasinya sebesar 11-30% dalam jangka
waktu sepuluh tahun.
Rendah: didalam scope, dampak bisa menurunkan/mengurangi ekosistem terumbu karang
relatif rendah, atau mengurangi populasi sebesar 1-10% dalam kurun waktu sepuluh tahun.
Irreversibility: ireversibilitas, ketidak berbalikan, didefinisikan sebagai tingkat yang
menunjukkan besarnya pengaruh aktifitas penangkapan (melalui mekanisme kerusakan kolateral,
hasil samping atau by-catch, perubahan rakitan spesies, atau alat yang non-selektif) yang
menyebabkan ekosistem terumbu karang atau spesies penghuni terumbu karang tidak bisa
dipulihkan kembali. Kategori irreversibility dibedakan sebagai berikut:
Sangat Tinggi: pengaruh atau dampak kegiatan penangkapan tidak bisa dibalikkan dan

hampir tidak mungkin bagi terumbu karang untuk dipulihkan, dan/atau akan memakan
waktu lebih dari 100 tahun untuk mencapai hal ini (misalnya, seluruh area terumbu karang
dibom yang menyebabkan permukaan substrat dasar tidak stabil)
Tinggi: pengaruh atau dampak kegiatan penangkapan bisa dibalikkan secara teknis dan
ekosistem terumbu karang bisa dipulihkan, tetapi secara finansial tidak praktis untuk
dilakukan dan/atau akan memakan waktu antara 12 sampai 100 tahun untuk mencapai hal
ini (misalnya sebagian besar wilayah terumbu karang tertutup partikel sedimentasi)
Sedang: pengaruh atau dampak kegiatan penangkapan bisa dibalikkan dan ekosistem
terumbu karang bisa dipulihkan dengan adanya komitmen sumber daya secara wajar
dan/atau membutuhkan waktu antara 6 20 tahun untuk kembali (misalnya, penangkapan
berlebih terhadap ikan karang pada tingkatan terbatas)
Rendah: pengaruh atau dampak kegiatan penangkapan bisa dibalikkan dengan mudah dan
ekosistem terumbu karang bisa dengan mudah dipulihkan dengan biaya yang relatif rendah
dan/atau dalam kurun waktu 0 5 tahun (misalnya, penangkapan berlebih terhadap ikan
pelagis pada tingkatan yang terbatas contoh lain misalkan kerusakan terumbu karang
akibat yang ditimbulkan oleh penyelam pemula)

49

Ancaman pada sumber daya hayati laut

A.2 Penentuan Besarnya Dam pak (Impact Rating)


Penentuan besarnya prakiraan dampak kegiatan penangkapan oleh masing-masing alat
tangkap di Jawa Timur secara akumulatif, ditentukan dari pembobotan masing-masing mekanisme
terjadinya kerusakan terumbu karang dan besaran kerusakan yang ditimbulkan (scope, severity dan
irreversibility). Untuk memudahkan pembahasan, masing-masing komponen diberi bobot yang sama
(kenyataan di lapang tidak selalu sama).
Setiap dampak dibedakan menjadi empat kategori: Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, dan Rendah.
Masing-masing kategori diberi nilai secara numerikal sangat tinggi setara dengan nilai = 4, tinggi =
3, sedang = 2, dan rendah = 1. Rata-rata besaran dampak dari suatu mekanisme kerusakan terumbu
karang, dengan demikian akan bervariasi antara 1 4. Jika masing-masing besaran dampak (scope,
severity dan irreversibility) masuk dalam kategori sangat tinggi, maka rata-rata besaran dampak = 4,
yaitu 12/3. Impact Rating didefinisikan sebagai nilai rata-rata antara nilai besaran dalam scope,
severity dan irreversibility. Kategori impact rating juga dibedakan menjadi empat, yaitu: sangat tinggi
(> 3,25), tinggi (2,51 3,25), sedang (1,75 2,50) dan rendah (< 1,75).
Besarnya dampak suatu kegiatan penangkapan terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang
ditentukan secara bersama melalui mekanisme kerusakan yang ditimbulkan, yaitu: kerusakan
kolateral, hasil sampling (by-catch), perubahan rakitan spesies dan alat tangkap non-selektif. Besaran
ini disebut Dampak Akumulatif (DA) suatu kegiatan penangkapan terhadap ekosistem terumbu
karang. Nilai DA didefinisikan sebagai rata-rata antara mekanisme kerusakan kolateral, hasil
sampling (by-catch), perubahan rakitan spesies dan alat non-destruktif. Dampak Akumulatif juga
dibedakan ke dalam empat kategori, ialah: sangat tinggi (> 3,25), tinggi (2,51 3,25), sedang (1,75
2,50) dan rendah (< 1,75).
Semua informasi di atas bisa dibuat dalam satu tabel pendugaan perkiraan dampak
kerusakan terumbu karang oleh kegiatan penangkapan ikan seperti disajikan pada Tabel 3.1.
Walaupun semua ketentuan besaran sudah didefinisikan secara tangible (terukur), pengisian nilai
dalam tabel hanya bisa dilakukan oleh ahli (expert judgment) atau praktisi yang bekerja dalam
bidang pengelolaan perikanan atau sumber daya alam.

50

Ancaman pada sumber daya hayati laut

Format isian untuk mengukur perkiraan dampak kerusakan ekosistem terumbu karang
dari kegiatan penangkapan ikan di Jawa Timur (kategori alat tangkap disintesis dari DJP,
1975 dan Yamamoto, 1980)

Tabel 3.1

No.

Alat Tangkap

Bubu dan Pe rangkap

Rawai dasar

Gillnet dasar

Pukat pantai

Bom & komp. sianida

Pancing (hook & line)

Gillnet pertengahan

Dogol

51

Mekanisme Kerusakan
Karang
Scope

Besaran Dampak:
Severity
Irreversibility

Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat bubu & pe rangkap terha dap te rumbu karang
Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat Rawai dasar te rhadap terum bu karang
Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat Gillnet dasar te rhadap terum bu karang
Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat pukat pantai terhadap terumbu karang
Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat bom & sianida terhadap te rumbu karang
Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat Pancing (hook & line) te rhadap terum bu karang
Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat Gillnet pertengahan te rhadap terum bu karang
Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat Dogol te rhadap te rumbu karang =

Ancaman pada sumber daya hayati laut

Impact
Rating

No.

Alat Tangkap

Rawai perm ukaan

10

Pukat cincin

Mekanisme Kerusakan
Karang
Scope

Besaran Dampak:
Severity
Irreversibility

Impact
Rating

Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat Rawai Permukaan te rhadap terum bu karang =
Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif
Perkiraan DA alat Pukat Cincin te rhadap terum bu karang =

B. Pendugaan Kerusakan Terumbu Karang: Kasus Di Jaw a Tim ur


Untuk menguji kesesuaian metode prakiraan dampak kerusakan terumbu karang yang
dikembangkan seperti tersebut di atas, form isian pada Tabel 3.1 dicobakan di Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.

B.1 Responden
Pengisian form isian pada Tabel 3.1 memerlukan penjelasan yang cukup mendalam terhadap
masing-masing istilah yang digunakan dalam tabel. Hal ini memerlukan diskusi yang cukup lama
dengan responden. Untuk menghindari keragu-raguan dalam memilih nilai yang tepat, pengujian
melibatkan responden yang terbatas. Staf pengajar Program Studi Pemanfaatan Sumber Daya
Perikanan, bersama mahasiswa senior pada program studi yang sama telah dipilih secara selektif
untuk mengisi Tabel 3.1. Seleksi dilakukan berdasarkan kriteria: kemauan dan ketertarikan
responden untuk meluangkan waktu dan terlibat dalam diskusi, semua responden mempunyai
pengalaman yang cukup untuk mengetahui proses operasi masing-masing alat tangkap yang
terdapat pada Tabel 3.1, responden memahami semua definisi istilah yang digunakan dalam
penentuan ukuran perkiraan dampak, dan masing-masing responden mempunyai kedudukan yang
sama dalam berbagi informasi maupun dalam memutuskan masing-masing nilai skor. Dari total
responden, hanya satu orang yang berjenis kelamin wanita, dari mahasiswa. Staf Pengajar yang
mempunyai kekhususan alat tangkap (fishing gear) semuanya berjenis kelamin pria, sehingga
proporsi sex responden tidak seimbang.

B.2 Pengisian Skor pada Tabel


Responden mendapat penjelasan kriteria seleksi sehingga mereka terpilih sebagai responden.
Semua responden diberi form isian seperti pada Tabel 3.1. Diskusi tahap pertama dilakukan untuk
mendapatkan pemahaman yang sama (diantara responden) tentang 10 kategori alat tangkap yang
terdapat pada Tabel. Selanjutnya, peneliti memberikan penjelasan terhadap masing-masing definisi
istilah yang digunakan pada Tabel (kerusakan kolateral, hasil sampling atau by-cath, perubahan
rakitan spesies, alat tangkap non-destruktif, scope, severity dan irreversibility). Peneliti juga

52

Ancaman pada sumber daya hayati laut

menjelaskan kisaran nilai pada Impact Rating dan Dampak Akumulatif (DA) dari masing-masing alat
tangkap.
Pada tahap selanjutnya, masing-masing responden diminta untuk mengisi Tabel sesuai dengan
infromasi terbaik yang mereka miliki saat ini (best information available). Pengisian Tabel 3.1
dilakukan oleh masing-masing responden berdasarkan persepsi kepakaran mereka (expert
judgment). Data isian oleh mahasiswa mendapat perlakukan yang sama (tidak dibedakan) dengan
tabel isian yang dilakukan oleh staf pengajar (dosen).
Semua form yang sudah diisikan dikumpulkan oleh enumerator. Selanjutnya, semua
responden diminta untuk menyatukan persepsi untuk mengisi Tabel 3.1 secara bersama. Melalui
diskusi dan argumentasi, masing-masing responden harus bisa menerima pilihan suatu nilai
berdasarkan pilihan suara terbanyak dari responden, walaupun pilihan nilai tersebut berbeda
dengan yang diisi oleh responden sebelumnya.

C. Hasil Penilaian Persepsi


Tabulasi hasil pengisian Tabel 3.1 oleh responden menunjukkan kecenderungan penilaian yang
sama data mengumpul pada suatu tempat. Namun masih ada beberapa perbedaan dalam menilai
beberapa alat. Perbandingan tersebut berkisar antara 1:5 dan 2:4. Hal ini diduga karena masih
adanya perbedaan persepsi diantara responden karena perbedaan latar belakang pengetahuan
mereka. Perbedaan penilaian terjadi pada alat tangkap bubu/perangkap dan pukat cincin.
Setelah dilakukan diskusi lebih lanjut, semua responden sepakat untuk memberikan satu
penilaian terhadap masing-masing alat, mekanisme kerusakan dan besaran dampak yang
ditimbulkan terhadap ekosistem terumbu karang (scope, severity dan irreversibility). Tabulasi hasil
kesepakatan responden disajikan pada Tabel 3.2.
Hasil perhitungan Impact Rating (IR) dan Dampak Akumulatif (DA) mendapatkan bahwa alat
tangkap pukat pantai dan bom & kompresor sianida menyebabkan dampak kerusakan sangat tinggi
terhadap ekosistem terumbu karang. Nilai DA pada pukat pantai mencapai 3,33, sedangkan alat
tangkap bom & kompresor sianida mencapai 4,00. Semua responden sepakat bahwa bom dan
kompresor sianida menyebabkan dampak kerusakan paling tinggi terhadap ekosistem terumbu
karang. Penangkapan destruktif dengan menggunakan bom dan racun sianida merupakan masalah
yang sangat kronis bagi perikanan tangkap di Indonesia. Walaupun sudah dilarang dan dinyatakan
sebagai alat tangkap ilegal yang melanggar hukum, praktek penangkapan dengan menggunakan alat
tangkap jenis ini masih banyak dilakukan nelayan.

53

Ancaman pada sumber daya hayati laut

Tabel 3.2 Tabulasi penilaian prakiraan dampak (kerusakan) dari 10 jenis alat tangkap yang umum di
Jawa Timur terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang
No. ALAT TANGKAP
1 Bubu dan Pe rangkap

2 Rawai dasar

3 Gillnet dasar

4 Pukat pantai

5 Bom & comp. sianida

6 Pancing (hook & line)

7 Gillnet pertengahan

MEKANISME
KERUSAKAN ALAT

SCOPE

BESARAN DAMPAK
IMPACT
SEVERITY IRREVERSIBILITY RATING

Kerusakan Kolateral

By-catch/hasil sampling 2
1
1
Rakitan spesies
1
2
1
Alat non-selektif
1
2
1
Perkiraan DA alat bubu & pe rangkap terha dap te rumbu karang

1,33
1,33
1,33
1,58

Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies

1.67
1.33
1.33

2
2
2

2
1
1

1
1
1

Alat non-selektif
2
2
2
Perkiraan DA alat Rawai dasar te rhadap terum bu karang
Kerusakan Kolateral
1
3
2
By-catch/hasil sampling 2
2
2

2.00
1.58
2.00
2.00

Rakitan spesies
2
2
2
Alat non-selektif
1
2
1
Perkiraan DA alat Gillnet dasar te rhadap terum bu karang
Kerusakan Kolateral
4
4
4

2.00
1.33
1.83
4.00

By-catch/hasil sampling 3
4
3
Rakitan spesies
3
3
3
Alat non-selektif
4
3
3
Perkiraan DA alat pukat pantai terhadap terumbu karang

3.33
3.00
3.33
3.42

Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies

4.00
4.00
4.00

4
4
4

4
4
4

4
4
4

Alat non-selektif
4
4
4
Perkiraan DA alat bom & sianida terhadap te rumbu karang
Kerusakan Kolateral
1
1
1
By-catch/hasil sampling 1
2
1

4.00
4.00
1.00
1.33

Rakitan spesies
1
1
2
Alat non-selektif
1
1
1
Perkiraan DA alat Pancing (hook & line) te rhadap terum bu karang
Kerusakan Kolate ral
1
1
1

1.33
1.00
1.17
1.00

By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies
Alat non-selektif

1.67
1.00
1.00

2
1
1

1
1
1

2
1
1

Perkiraan DA alat Gillnet pertengahan te rhadap terum bu karang

54

2,00

Ancaman pada sumber daya hayati laut

1.17

No. ALAT TANGKAP


8 Dogol

9 Rawai perm ukaan

10 Pukat cincin

MEKANISME
KERUSAKAN ALAT

SCOPE

BESARAN DAMPAK
IMPACT
SEVERITY IRREVERSIBILITY RATING

Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling

3
2

4
3

Rakitan spesies
2
3
Alat non-selektif
3
3
Perkiraan DA alat Dogol te rhadap te rumbu karang =
Kerusakan Kolateral
1
1

3
3

3.33
2.67

3
3
2.92
1

2.67
3.00
1.00

By-catch/hasil sampling 2
1
1
Rakitan spesies
1
1
1
Alat non-selektif
1
1
1
Perkiraan DA alat Rawai Permukaan te rhadap terum bu karang = 1.08

1.33
1.00
1.00

Kerusakan Kolateral
By-catch/hasil sampling
Rakitan spesies

2.00
3.33
2.67

1
3
2

2
3
3

3
4
3

Alat non-selektif
3
4
4
Perkiraan DA alat Pukat Cincin te rhadap terum bu karang = 2.92

3.67

Tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh alat tangkap terhadap ekosistem terumbu karang
secara berurutan ialah sebagai berikut:
No.

ALAT TANGKAP

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bom & kompresor sianida


Pukat pantai
Dogol
Pukat cincin
Gillnet dasar
Bubu dan perangkap
Rawai dasar
Pancing (hook & line)
Gillnet pertengahan
Rawai permukaan

NILAI DAMPAK
AKUMULATIF (DA)
4,00
3,33
2,92
2,92
1,83
1,58
1,58
1,17
1,17
1,08

BESARAN
DAMPAK
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah

Semua responden menyatakan bahwa metode perkiraan dampak (kerusakan) ini merupakan
pendekatan baru bagi mereka untuk menilai dampak kegiatan perikanan tangkap terhadap
lingkungan. Hal ini sesuai dengan perubahan paradigma pengelolaan perikanan, dari berbasis spesies
menuju pada basis ekosistem. Undang Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan juga
menyatakan pergeseran kebijakan pengelolaan perikanan ke arah basis ekosistem melalui Kawasan
Konservasi Perairan (KKP).
Semua responden menyatakan bahwa semua variabel sudah didefinisikan dengan jelas,
termasuk: kerusakan kolateral, hasil sampling, perubahan rakitan spesies, alat non-selektif, scope,
severity dan irreversibility. Namun responden masih mengalami kesulitan untuk menentukan nilai
terhadap masing-masing alat tangkap (expert judgment). Hal ini disebabkan karena pengetahuan
responden tentang alat tangkap dan kerusakan yang ditimbulkan akibat operasi alat masih beragam.
55

Ancaman pada sumber daya hayati laut

Untuk mengurangi bias, mereka menyarankan untuk menambah jumlah responden (sample),
walaupun hal ini akan berdampak pada kesulitan dalam penyamaan persepsi, setelah pengisian form
isian (Tabel 3.1).

Sum ber Bacaan Utam a:


Adhuri, D. S., 1998. Who can Challenge Them? Lessons Learned from Attempting to Curb Cyanide
Fishing in Maluku, Indonesia. Live Reef Fish Information Bulletin 4: 12-17.
Burke, L., E. Selig, & M. Spalding, 2002. Reefs at Risk in Southeast Asia. Washington D.C., USA, World
Resource Institute.
IPCC, 2007. Climate Change 2007 The Physical Science Basis. New York, USA, Cambridge University
Press.
Kura, Y., C. Revenga, E. Hoshino, & G. Mock, 2004. Fishing for Answers: Making Sense of the Global
Fish Crisis. Washongton, DC, World Resource Institute.
Lowe, C., 2002. Who is to blame? Logics of responsibility in the live reef food fish trade in Sulawesi,
Indonesia. SPC Live Reef Fish Information Bulletin 10: 7-16.
Mous, P. J., L. Pet-Soede, M. Erdmann, H.S.J. Cesar, Y. Sadovy & J.S. Pet, 2000. "Cyanide fishing on
Indonesian coral reefs for the live food fish market - what is the problem." SPC Live Reef
Fish Information Bulletin 7: 20-27.
UNEP-WCMC, 2006. In the front line: shoreline protection and other ecosystem services from
mangroves and coral reefs. Cambridge, UK, UNEP-WCMC: 33.
Wilson, S. K., R. Fisher, M.S. Pratchett, N.A.J. Graham, N.K. Dulfy, R.A. Turner, A. Caka Caka, N.V.C.
Polunin, & S.P. Rusthon, 2008. Exploitation and habitat degradation as agents of change
within coral reef fish communities. Global Change Biology 14: 27962809.

Ringkasan:
1. Perubahan iklim global melalui global warming berdampak negatif pada struktur populasi
penyu. Bagaimana proses yang menjelaskan hal ini?
2. Peneliti meramalkan bahwa terumbu karang ialah ekosistem di laut yang paling pertama akan
terkenan dampak dari global warming, melalui bleaching. Jelaskan mekanisme terjadinya proses
bleaching masal yang terkait dengan kemampuan terumbu karang untuk pulih (resilience) dari
ancaman
3. Apa karakteristik yang membedakan antara ancaman global dan ancaman lokal pada sumber
daya hayati laut?
4. Sumber daya hayati laut mengalami berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh manusia
(ancaman lokal). Jika anda ialah seorang pengelola perikanan atau praktisi konservasi, jenis
ancaman mana yang menjadi prioritas utama untuk diatasi pertama kali? Apa alasan anda untuk
memilih ancaman prioritas tersebut?

56

Ancaman pada sumber daya hayati laut

5. Jelaskan proses terjadinya seagrass burning dan pengaruhnya pada populasi ikan beronang,
Siganus spp.
6. Susunlah prioritas kerusakan yang ditimbulkan oleh beberapa aktifitas berikut pada habitat di
pesisir pantai: pembangunan pemukiman di wilayah pesisir, pelabuhan pelayaran dan perikanan,
pembukaan lahan hutan untuk pertanian dan pemukiman, penangkapan destruktif dan
penangkapan berlebih.
7. Sebutkan salah satu contoh penangkapan berlebih yang menimbulkan dampak ecological overfishing;
8. Buat deskripsi tentang proses terjadinya recruitment over-fishing;
9. Alat tangkap om ikan dan pukat pantai ialah dua jenis alat tangkap yang menimbulkan dampak
kerusakan besar pada terumbu karang. Jelaskan bagaimana proses ini bisa terjadi
10. Jelaskan yang dimaksud dengan double-blow effect pada alat tangkap destruktif

57

Ancaman pada sumber daya hayati laut

You might also like