You are on page 1of 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas berkat RahmatNya makalah HUKUM OPERASI KELAMIN dapat saya selesaikan . pada makalah ini akan
membahas tentang operasi kelamin serta hukumnya menurut agama islam,serta status seseorang
yang telah menjalani operasi kelamin dalam pengambilan hukum islam ,sebab dalam agama
islam jenis kelamin itu hanya ada dua yaitu laki dan perempuan. Tak ada gading yang tak retak,
begitu pula dengan makalah ini. Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dapat memberikan motivasi bagi kami dalam
pembuatan makalah berikutnya.Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca . Terima kasih kami ucapkan .

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Bab II Isi
Pengertian Waria (Khuntsa)
Pengertian Penggantian Kelamin
Bab III Pembahasan
Kedudukan Hukum Islam Terhadap Pengertian Kelamin .
Bab IV Penutup
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya Allah SWT telah menciptakan manusia dengan sabaik-baik mahluk yaitu
laki-laki dan perempuan, yang mana keduanya memiliki peran masing-masing dan saling
melengkapi. Namun ada sebagian kelompok atau orang yang menyatakan dirinya waria. Pada
hakikatnya waria itu sendiri adalah orang yang mempunyai masalah kebingungan tentang jenis
kelamin atau yang lazim di sebut juga sebagai transseksualisme ataupun transgender yang
merupakan suatu gejala ketidakpuasan karena tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan
kelamin dengan kejiwaan.
Eksfresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan
sampai kepada operasi penggantian kelamin. Di dalam islam waria di sebut juga dengan
Khuntsa. Ibnu Manzhur di dalam kamus Lisan Al Arab menyebutkan bahwa khuntsa adalah
orang yang memiliki sekaligus apa yang di miliki oleh laki-laki dan perempuan, dan khuntsa
adalah orang yang tidak murni (sempurna) sebagai laki-laki atau perempuan. Berdasarkan
pengertian ini maka waria sama dengan khuntsa, hanya saja ada sebagian orang yang sengaja
merubah penampilan mereka untuk berbagai alasan.
Dari pemaparan di atas, maka di dalam makalah ini kami tertarik untuk membahas
tentang tinjauan hukum islam terhadap penggantian kelamin, yaitu pengertian waria (khuntsa),
pengertian penggantian kelamin, dan tinjauan hukum islam terhadap penggantian kelamin.

B. Rumusan Masalah
1.

Apa yang di maksud dengan Waria (Khuntsa) ?

2.

Apa yang di maksud dengan penggantian kelamin ?

3.

Bagaimana kedudukan hukum islam terhadap penggantian kelamin ?

C. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang boleh apa tidaknya tentang
perubahan jenis kelamin di media massa.

D. Tujuan Khusus
Mengetahui pengrtian operasi kelamin .
Mengetahui hal-hal yang diperbolehkan dalam operasi kelamin.
Mengetahui hukum-hukum dalam operasi kelamin.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Waria (Khuntsa)

Menurut istilah As-Syaid dalam kitab Fiqh As Sunnah mengatakan bahwa : khuntsa
adalah orang yang tidak dapat di ketahui secara pasti apakah ia seorang laki-laki atau seorang
perempuan, karena ia sekaligus mempunyai alat kelamin laki-laki dan perempuan.
berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa waria ataupun khuntsa adalah
manusia yang memang tidak sempurna baik secara fisik ataupun psikologis. Di dalam Al-Quran
allah telah telah menyebutkan tentang kejadian manusia, yaitu
surah Al-Hajj ayat 5 :



. . . . .

Artinya :
Hai Manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur) maka
ketahuilah bahwasanya kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudia dari setetes mani,
kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna agar
kami jelaskan kepadamu, dan kami tetapkan (sesudah itu) dalam rahim.
Sehubungan dalam penafsiran di atas, Dr. H. Ali Akbar menjelaskan penyebab adanya kelainan
kelamin itu karena tidak seimbangnya hormon-hormon yang terdapat di dalam tubuh manusia.
Walaupun laki-laki menghasilkan kelenjer laki-laki, tetapi juga di dalam tubuhnya terdapat
hormone-hormon perempuan. Begitu pula pada perempuan.
Jadi manusia yang tidak ada kelainan dalam kejadiannya sama dengan laki-laki atau
perempuan normal dan di sebut
Sedangkan yang memiliki kelainan dan tidak sama dengan laki-laki atau perempuan normal
maka ia adalah yang di sebut
Menurut Fuqaha khuntsa terbagi menjadi dua macam :

1.

Khuntsa Whafid, yaitu khuntsa yang dapat di hukumkan sebagai laki-laki atau perempuan
karena jenis kelamin, sifat-sifat dan tingkah lakunya, yaitu sebelum balig dapat di ketahui
dengan keluar kencingnya dengan alat kelamin khusus bagi perempuan. Kemudian setelah balig,
apa bila tumbuh jenggotnya maka ia di hukumkan laki-laki, dan apa bila ia berpayu dara seperti
perempuan, haid, atau hamil maka ia di hukumkan perempuan.

2.

Khuntsa Musykil, yaitu manusia dalam bentuk tubuhnya ada keg

anjilan, tidak dapat di

ketahui apakah ia laki-laki atau perempuan, karena tidak ada tanda-randa yang ditunjukkan atau
samar-samar.
Tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, khuntsa musykil dapat
diketahui kriterianya melalui ilmu dan peralatan kedokteran.
Secara umum, transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor
lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan
membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas
dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan, suami atau istri. Perlu
dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transseksual karena
keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna
mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya
normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan
berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah
sesuatu yang menyimpang dan bahkan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.
Belakangan ini banyak fenomena orang yang sengaja merubah penampilan menjadi waria
kemudianberkeliaran di jalanan untuk mengadu nasib khususnya di dunia perkotaan, bahkan ada
di antara mereka yang menodai atribut muslimah dengan ikut memakai kerudung. Selain itu
ironisnya,

di

media

pertelevisian

kita

sepertinya

justru

ikut

menyemarakkan

dan

mensosialisasikan perilaku kebancian tersebut di berbagai program acara talkshow, parodi


maupun humor. Hal itu tentunya akan turut andil memberikan legitimasi dan figur yang dapat
ditiru masyarakat untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan orientasi dan
kelainan seksual.
Dalam hukum Indonesia sendiri belum ada ketentuan yang jelas mengatur mengenai
kedudukan masalah transseksual maupun kedudukan para waria. Padahal dengan semakin
meningkatnya globalisasi di dunia, masalah-masalah seperti ini semakin sering muncul.

B. Pengertian Penggantian Kelamin


Dalam dunia kedokteran modern , dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu:
1.

Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki
kelamin normal;

2.

Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak
lahir memiliki cacat kelamin, seperti alat kelamin yang tidak berlubang atau tidak sempurna;

3.

Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak
lahir memiliki dua organ/jenis kelamin.
Secara garis besar operasi ganti kelamin adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis
kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-laki
menjadi perempuan dilakukan dengan memotong penis dan testis, kemudian membentuk
kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin
perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran kelamin
perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (penis). Operasi ini juga disertai pula
dengan terapi psikologis dan terapi hormonal.

BAB III
RUMUSAN MASALAH

Kedudukan Hukum Islam Terhadap Penggantian Kelamin


Islam memandang usaha pengobatan atau penyembuhan jasmani merupakan alasan
haram menjadi jaiz, misalnya seorang dokter laki-laki yang harus memeriksa pasien seorang
wanita yang bukan muhrimnya, yang hukum asalnya adalah haram berubah menjadi jaiz karena
kondisi tertentu yaitu karena darurat. Dalam menjawab pertanyaan apakah boleh melakukan
operasi penggantian kelamin menurut hukum Islam, bergantung pada dua hal, yaitu :
1.

Apakah operasi itu akan membantu mempertegas identitas kelamin khuntsa itu, sebagai
usaha penyembuhan tubuh atau jasmani kearah penyembuhan rohani agar dapat melakukan
fungsi sesuai dengan fitrahnya.

2.

Ataukah operasi itu justru membantu seseorang menghilangkan identitas kelaminnya


untuk bertasyabuh atau berserupa diri dengan lawan jenisnya, dengan sengaja untuk mengingkari
kedudukan hukum Islam, hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya menjadi berlawanan
dengan fitrahnya.
Kalau Seandainya jawabannya sesuai dengan kreteria yang pertama maka operasi yang di
lakukan itu akan bernilai positif atau di perbolehkan dalam Islam. Tetapi kalau alasan yang di
pergunakan masuk ke kreteria yang kedua, yang hanya mengikuti hawa nafsu atau hanya
menyerupakan diri kepada lawan jenisnya jelas sudah bisa di katakan tidak di perbolehkan atau
haram dalam pandangan Islam.
Di dalam Al-Qur`an Allah SWT Berfirman pada surah An Nisaa ayat 119 :




Artinya :
dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan
kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu
mereka benar- benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu
benar-benar mereka merubahnya. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung
selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.
Yang perlu di garis bawahi pada ayat ini adalah dan akan aku suruh mereka (mengubah
ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. Ayat ini menunjukkan upaya syaitan
mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat. Di antaranya mengubah

ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi ganti kelamin termasuk mengubah ciptaan Allah,
karena dalam operasi ini terdapat tindakan memotong penis, testis, dan payudara. Maka operasi
ganti kelamin bisa di katakana hukumnya haram.

Rasulullah juga menyatakan di dalam hadis riwayat Ibnu Abbas RA bahwa :Rasulullah
SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai
laki-laki. (HR Bukhari). Sudah sangat jelas Rasulullah menegaskan tentang larangan perbuatan
laki-laki menyerupai perempuan atau perbuatan perempuan yang menyerupai laki-laki
.
Masalah seseorang yang ingin mengubah jenis kelaminnya sedangkan ia lahir dalam
kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya dan bagi perempuan yang dilengkapi dengan
rahim dan ovarium, maka pada umumnya tidak dibolehkan atau banyak ditentang dan bahkan
diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai
dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun
1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun
diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis
kelamin semula sebelum diubah. Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi
kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Tuhan melainkan melalui
pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Operasi ganti kelamin juga merupakan dosa besar, yang berdosa bukan hanya orang yang
dioperasi, tapi juga semua pihak yang terlibat di dalam operasi itu, baik langsung atau tidak,
seperti dokter, para medis, psikiater, atau ahli hukum yang mengesahkan operasi tersebut.
Semuanya turut berdosa dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah pada Hari Kiamat
kelak, karena mereka telah bertolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah SWT
berfirman yang artinya : Dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. (QS Al-Maa`idah ayat 2).
Jika operasi kelamin yang dilakukan bersifat perbaikan atau penyempurnaan dan bukan
penggantian jenis kelamin, maka pada umumnya itu masih bisa dilakukan atau dibolehkan. Jika
kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni, maka

operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga


menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus
diobati. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: Berobatlah wahai hamba-hamba Allah,
Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya,
kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan. (HR. Ahmad).
Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, maka untuk memperjelas dan
memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan
operasi untuk mematikan dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika
seseorang memiliki alat kelamin pria dan wanita, sedangkan pada bagian dalam tubuhnya ia
memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita,
maka ia boleh menghilangkan alat kelamin prianya untuk memfungsikan alat kelamin wanitanya
dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena
keberadaan zakar yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan
merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit
ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan
sosialnya. Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin. Berdasarkan
keumuman dalil yang menganjurkan berobat pada hadis Nabi SAW : Tidaklah Allah
menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya. (HR Bukhari, no.5246).
pengubahan kelamin pada orang yang memang mempunyai kelamin ganda di perbolehkan
karena dalam keadaan darurat atau tidak sempurnanya ketika terlahir ke dunia. Hukum haram
bisa saja berubah menjadi mubah apabila dalam keadaan darurat, yaitu apabila mengenai hidup
seseorang.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan dari pembahasan yang telah kami kemukakan di atas dapat di simpulkan bahwa di
dalam Islam tidak ada larangan dalam operasi penggantian kelamin, tetapi dengan catatan
karena memang ada suatu hal yang mengharuskannya untuk melakukan operasi kelamin seperti
orang yang mempunyai kelamin ganda atau terjadi suatu hal yang berhubungan dengan
pengobatan fisik, Operasi penggantian jenis kelamin dapat dilakukan dengan catatan untuk
memberikan penegasan status kepada subjek yang bersangkutan dalam hal terjadi jenis kelamin
ganda. Namun jika hanya untuk menuruti kemauan dan hasrat seseorang, maka sebaiknya tidak
dilakukan karena pada dasarnya dengan melakukan hal itu berarti yang bersangkutan telah
menyalahi kodrat yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya.
Masalah seseorang yang ingin mengubah jenis kelaminnya sedangkan ia lahir dalam kondisi
normal dan sempurna organ kelaminnya dan bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim
dan ovarium, maka pada umumnya tidak dibolehkan atau banyak ditentang dan bahkan
diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. kasus ini sebenarnya berakar
dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Tuhan
melainkan melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Tohido

Yanggo,

Huzaimah. Masail

Fiqhiyah

Kajian

Hukum

Islam

Kontemporer.Bandung : Angkasa, 2009.


http://asrinalaily.wordpress.com/2010/06/16/kedudukan-pergantian-jenis-kelamin-dalamhukum-islam/
http://mignus.lifeme.net/t370-hukum-operasi-ganti-kelamin-dalam-islam
http://asrinalaily.wordpress.com/2010/06/16/kedudukan-pergantian-jenis-kelamin-dalam-hukumislam/
H. Huzaimah Tohido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, Bandung:
Angkasa, 2006, Hal. 201.
http://mignus.lifeme.net/t370-hukum-operasi-ganti-kelamin-dalam-islam. daiakses pada tanggal
12 September 2012.

You might also like