You are on page 1of 34

1

POTENSI EKSTRAK KULIT DAN DAGING BUAH


SALAK SEBAGAI ANTIDIABETES

FAHRIZAN MANDA SAHPUTRA

PROGRAM STUDI BIOKIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRAK
FAHRIZAN MANDA SAHPUTRA. Potensi Ekstrak Kulit dan Daging Buah
Salak
sebagai
Antidiabetes.
Dibimbing
oleh
EDY
DJAUHARI
PURWAKUSUMAH dan SULISTIYANI.
Masyarakat mempercayai khasiat kulit buah salak sebagai antidiabetes.
Akan tetapi belum dilakukan penelitian ilmiah pada buah salak sebagai
antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan khasiat antidiabetes
pada daging dan kulit buah salak varietas Pondoh dengan tempat tanam yang
berbeda. Daging dan kulit buah salak diekstraksi dengan pelarut etanol 70%
menggunakan metode refluks. Ekstrak daging dan kulit buah salak diuji dengan
metode analisis fitokimia dan daya hambatnya terhadap enzim -glukosidase
dengan metode spektrofotometer pada panjang gelombang 400nm.
Penentuan kadar air basah sampel pada kulit muda, kulit tua, daging
muda dan daging tua masing-masing diperoleh sebesar 87.59% (Yogyakarta),
97.08% (Balikpapan), 75.24% (Yogyakarta), 94.52% (Balikpapan), 93.58%
(Yogyakarta), 98.50% (Balikpapan), 94.68%
(Yogyakarta), 98.27%
(Balikpapan). Rendemen ekstrak yang diperoleh dari sampel pada kulit muda,
kulit tua, daging muda dan daging tua masing-masing diperoleh sebesar 7.90%
(Yogyakarta), 7.27% (Balikpapan), 7.84% (Yogyakarta), 7.38% (Balikpapan),
51.54% (Yogyakarta), 62.61% (Balikpapan), 67.16% (Yogyakarta), 50.85%
(Balikpapan). Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daging dan kulit
buah salak mengandung flavanoid, tanin, alkaloid dan hidrokuinon. Pada uji
penghambatan enzim, sampel ekstrak buah salak Pondoh dari Yogyakarta tidak
menunjukkan adanya penghambatan. Ekstrak salak Pondoh dari Balikpapan
mampu menghambat enzim -glukosidase
diatas 0%. Sebagai pembanding
digunakan larutan Glukobay 1% yang menunjukkan penghambatan terhadap
enzim sebesar 75.67%.

Kata kunci: salak, inhibitor -glukosidase, uji fitokimia.

ABSTRACT
FAHRIZAN MANDA SAHPUTRA. The Potency of Salak Skin and Flesh
Extract as Antidiabetic. Under the direction of EDY DJAUHARI
PURWAKUSUMAH and SULISTIYANI.
Local people in Indonesia believe that Salak fruit have peculiar property
for antidiabetic. Study activity of Salak fruit as antidiabetic have not been
determined yet. The research objective is to analyze inhibitory effect of skin and
flesh from Salak fruit variety Pondoh extract from different on -glucosidase
enzyme activity. Flesh and skin from Salak Pondoh were extracted with ethanol
solution of 70% using reflux method. Extract from the flesh and the skin were
used for phytochemical assay and used for -glucosidase inhibit test with
spectrophotometer method at 400nm.
The yield percentages of water mass from Yogyakarta and Balikpapan on
immature skin, mature skin, immature flesh and immature flesh were 87.59%
(Yogyakarta), 97.08% (Balikpapan), 75.24% (Yogyakarta), 94.52%
(Balikpapan), 93.58% (Yogyakarta), 98.50% (Balikpapan), 94.68%
(Yogyakarta), 98.27% (Balikpapan) respectively. The yield percentages of the
crude extracts were 7.90% (Yogyakarta), 7.27% (Balikpapan), 7.84%
(Yogyakarta), 7.38% (Balikpapan), 51.54% (Yogyakarta), 62.61% (Balikpapan),
67.16% (Yogyakarta), 50.85% (Balikpapan) respectively. The result of the
phytochemical analysis indicates that the extracts contained flavonoids, tannin,
alkaloid and hydroquinon. Salak Pondoh crude extract from Yogyakarta have no
inhibitory activity after evaluated on inhibition test against -glucosidase enzyme.
Salak Pondoh crude exrtact from Balikpapan was potent inhibitors for glucosidase enzyme although with just up to 0% and lower than 50%. As
comparison solution were used Glucobay solution of 1% which had inhibition
against -glucosidase enzyme over 75.67%.

Keywords: snake fruits, -glucosidase inhibitors, phytochemical analysis.

POTENSI EKSTRAK KULIT DAN DAGING BUAH


SALAK SEBAGAI ANTIDIABETES

FAHRIZAN MANDA SAHPUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul
Nama
NRP

: Potensi Ekstrak Kulit dan Daging Buah Salak Sebagai


Antidiabetes
: Fahrizan Manda Sahputra
: G44102031

Disetujui

Drs. Edy Djauhari, M.Si.


Ketua

drh. Sulistiyani, M.S.c. Ph. D


Anggota

Diketahui

Drh. Hasim DEA, Ph.D


Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul Potensi Ekstrak Kulit dan Daging Buah Salak Sebagai
Antidiabetes. Karya ilmiah ini dilaksanakan di Pusat Studi Biofarmaka Institut
Pertanian Bogor (PSB-IPB) sejak bulan Juli hingga Desember 2007
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kapada semua pihak
yang telah membantu. Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing Drs.
Edy Djauhari Purwakusumah, M.Si dan drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D atas
bimbingan dan dorongannya selama penelitian serta penulisan skripsi ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Abdul Basith dan Ibu Illah Sailah
yang memberikan ide atas karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada para staf PSB-IPB, Ibu Nunuk, Mbak Salina atas
bimbingannya, juga teman-teman seangkatan di Biokimia, Febri, Liga dan Fauzi,
anak-anak sancang dalam, Ryan, Made, Eko, Ogi dan Galih atas kebersamaan dan
dukungan selama penelitian, teman-teman asrama Aceh Leuser, Ryan, Arifka,
Nauval, Iqbal, Hakim, Oji serta Kak Waras yang telah memberikan banyak
informasi dan bimbingan mengenai -glukosidase. Ungkapan terima kasih tak
terhingga disampaikan kepada orangtua, Dwi, Kiki, dan Una atas doa dan kasih
sayangnya. Penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
Hilyatuzzahrah yang telah banyak memberikan bantuan serta motivasi yang tiada
duanya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2008

Fahrizan Manda Sahputra

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 14 Februari 1984 dari
ayah Krisman dan Ibu Farida Hanum. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMU YAPENA Kabupaten Aceh Utara dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biokimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama kuliah penulis aktif di bebrapa kelembagaan seperti Ikatan
Mahasiswa Kimia (IMASIKA) periode 2002/2003 dan 2003/2004, Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Besama periode 2002/2003 dan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) periode 2003/2004,
Ikatan Keluarga Mahasiswa Kimia Indonesia (IKA HIMKI). Penulis juga pernah
menjadi operator Laboratorium Komputer Kimia Chem-net pada tahun 2003.
Pada bulan Juli sampai Agustus 2006 penulis melakukan Praktik Lapangan di Di
Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi Lembaga ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor dengan judul Analisis Proksimat
dan Energi Total Rayap dan Kroto sebagai Pakan.
.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

vi

PENDAHULUAN............................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Salak (Salacca Edulis Reinw) ...............................................
Diabetes Melitus ..................................................................................
Inhibitor Enzim -Glukosidase .............................................................

2
3
3

BAHAN DAN METODE


Bahan dan Alat ..................................................................................
Metode ..............................................................................................

4
4

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Ekstraksi...................................................................................
Uji Fitokimia .....................................................................................
Daya Hambat Enzim -glukosidase ...................................................

6
7
8

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

LAMPIRAN ....................................................................................................

12

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Hasil analisis kadar air kulit dan daging buah salak varietas Pondoh
Yogyakarta dan Balikpapan .......................................................................

2 Rendemen daging dan kulit salak hasil pemekatan dengan rotavapor ..........

3 Data agroklimat Yogyakarta dan Balikpapan tahun 2003 (BPS 2004)..........

4 Absorbansi ekstrak kulit dan daging salak pondoh ......................................

5 persen inhibisi -glukosidase ekstrak kulit dan daging buah salak ..............

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Buah Salak .................................................................................................

2 Struktur Acarbose......................................................................................

3 Struktur Miglitol .........................................................................................

4 Reaksi Degradasi Glikogen ........................................................................

5 Grafik Absorbansi ekstrak kulit dan daging salak pondoh ...........................

6 Grafik persen inhibisi -glukosidase ekstrak kulit dan daging buah salak ...

10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Tahap penelitian ........................................................................................

13

2 Diagram alir uji aktivitas penghambatan -glikosidase ..............................

14

3 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 8 ml` ............

15

4 Data statistik persen rendemen ekstrak kulit dan daging buah salak
varietas pondoh daerah asal tanam Yogyakarta dan Balikpapan ..................

16

5 Tabel hasil uji ANOVA dan Duncan rendemen ekstrak kulit dan daging
buah salak ..................................................................................................

17

6 Data statistik persen inhibisi -glukosidase dan absorbansi ekstrak kulit


dan daging buah salak dan larutan standar glukobay 1% .............................

18

7 Tabel uji ANOVA dan Duncan persen inhibisi -glukosidase ekstrak.........

19

8 Tabel uji ANOVA dan Duncan absorbansi ekstrak kulit dan daging buah
salak dan larutan standar glukobay 1% .......................................................

20

9 Tabel persen kadar air dan bobot kering kulit dan daging buah salak .........

21

10 Hasil uji fitokimia ekstrak daging dan kulit buah salak .............................

22

11 Gambar hasil analisis fitokimia ................................................................

23

11

PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman dan
teknologi, banyak terjadi perubahan yang
signifikan pada kehidupan manusia, termasuk
di Indonesia, terutama dalam memilih gaya
hidup dan salah satunya adalah makanan. Saat
ini makanan banyak menjadi penyebab
penyakit-penyakit yang tergolong sangat sulit
untuk disembuhkan, salah satunya adalah
diabetes melitus. Diabetes menyebar lebih
cepat di Asia. Tahun 2003 dieprkirakan 89
juta jiwa penduduk asia menderita diabetes.
India dengan 32.7 juta penderita, RRC dengan
22.6 juta penderita, Pakistan dengan 8.8 juta
penderita dan Jepang dengan 7.1 juta
penderita. Tahun 2025 penderita diabetes
diperkirakan akan mencapai 170 juta jiwa.
100 juta penderita berasal dari India dan RRC
(Sustrani et al 2006). Pada tahun 1995
Indonesia berada pada peringkat tujuh dengan
jumlah penderita diabetes. Tahun 2025
Indonesia diperkirakan naik ke peringkat lima
terbanyak dan jika diperparah dengan tingkat
kemiskinan yang tinggi maka bukan tidak
mungkin Indonesia menjadi peringkat pertama
(Tandra 2007). Hal ini menunjukkan bahwa
diabetes melitus merupakan penyakit beresiko
tinggi.
Diabetes menurut WHO (1999) adalah
gangguan metabolik yang terkarakterisasi
bertingkat seperti hiperglikemia kronis dengan
kekacauan metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein, yang disebabkan kerusakan pada
sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya.
Diabetes melitus kronis hampir tidak dapat
disembuhkan. Penyakit ini juga dapat
berdampak pada berbagai komplikasi penyakit
lainnya, seperti kebutaan, kehilangan berat
badan secara drastis kelumpuhan bahkan
sampai kepada kematian (Neal 2002).
Penyebab diabetes dapat disebabkan sedikit
atau tidak dihasilkannya hormon insulin yang
membawa glukosa ke dalam sel. Penyebab
lain dapat juga dikarenakan ketidakmampuan
reseptor sel dalam merespon insulin untuk
membawa glukosa ke dalam sel.
Diabetes dalam dunia kedokteran dapat
diatasi dengan menggunakan obat, baik secara
oral atau dengan injeksi ke dalam pembuluh
darah.
Inhibitor
enzim
-glukosidase
(selanjutnya disebut IAG) merupakan salah
satu obat bagi penderita diabetes melitus yang
diberikan secara oral. Obat ini membantu
tubuh mengabsorpsi gula lebih lambat dengan
menghambat kerja enzim -glukosidase pada
sel
untuk menjaga agar gula darah tetap
rendah. Obat ini harus dimakan setiap kali

penderita mengkonsumsi makanan. Ada dua


tipe IAG yang memiliki prinsip kerja sama,
yaitu acarbose (merek dagang Precose) dan
miglitol (merek dagang Glyset). Penggunaan
obat sintetis memiliki kelemahan yaitu adanya
efek samping pada lambung (Neal 2002).
Untuk itu dicari alternatif lain yang mampu
mengatasi masalah tersebut dan tentunya
secara alami.
Indonesia memiliki sumber daya alam
yang sangat melimpah, terutama dari segi
jumlah tanaman obat yang sebagian besar
belum dapat dibuktikan secara ilmiah.
Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw)
merupakan salah satunya. Buah ini merupakan
buah khas dari Indonesia yang dapat
ditemukan hampir di setiap daerah.
Sebagai buah yang tergolong digemari
oleh masyarakat, ternyata salak tidak hanya
diambil untuk dimakan daging buahnya saja,
tetapi juga bagian lain dari buah tersebut
seperti kulit dan bijinya (Nazaruddin &
Kristiawati 1992). Sebagian masyarakat
percaya dan pernah mencoba meminum air
seduhan kulit salak untuk mengurangi
penyakit diabetes. Akan tetapi penelitian
ilmiah yang membuktikan akan potensi serta
senyawa aktif yang ada pada kulit salak belum
dilakukan. Senyawa aktif tersebut salah
satunya IAG. Hal ini dapat menjadi topik yang
menarik untuk diteliti.
Penelitian sebelumnya tentang salak lebih
terfokus pada dagingnya, seperti kandungan
senyawa kimia yang menyebabkan aroma
manis pada daging buah dan cara mengatasi
agar salak tidak cepat busuk. Daging buah
salak mengandung kadar kalsium yang cukup
tinggi. Jika memang kulit salak dapat
dibuktikan mempunyai potensi antidiabetes
secara ilmiah, diduga karena terdapat IAG,
maka salak di masa yang akan datang akan
menjadi buah yang dapat dimanfaatkan secara
optimal, yaitu sebagai makanan dari daging
buahnya dan sebagai obat pada kulitnya. Hal
ini akan menambah jumlah jenis tanaman obat
di Indonesia.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
membuktikan adanya khasiat antidiabetes
pada ekstrak daging dan kulit salak (Salacca
Edulis Reinw) dengan mengukur persen
inhibisi enzim -glukosidase menggunakan
metode spektrofotometri.
Hipotesis dari penelitian ini adalah
terjadinya penghambatan terhadap sistem
reaksi in vitro enzim -glukosidase oleh
ekstrak kulit dan daging buah salak.
Hasil penelitian ini pada akhirnya
diharapkan dapat memberikan informasi

12

ilmiah
mengenai
khasiat
antidiabetes
Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw) secara
in vitro sehingga dapat dijadikan dasar
pengembangan Tanaman salak (Salacca
Edulis Reinw) menjadi fitofarmaka.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Salak (Salacca Edulis Reinw)
Konon, tanaman salak berasal dari pulau
Jawa. Kemudian pada masa penjajahan, bijibiji salak dibawa para saudagar dari satu pulau
ke pulau lain hingga menyebar ke seluruh
Indonesia, bahkan sampai ke Filipina, Brunei
dan Muangthai (Nazaruddin & Kristiawati
1992).
Tanaman salak (Salacca Edulis Reinw)
adalah tanaman yang termasuk dalam suku
Palmae (Arecaceae) yang tumbuh berumpun.
Menurut
Wikipedia
Indonesia
(2007)
klasifikasi salak (Salacca Edulis) yaitu
Kerajaan
Plantae,
Kelas
Magnoliophyta, Ordo Liliopsida, Famili
Arecales, Genus Salacca dan Spesies Salacca
Zalacca. Tanaman ini banyak digemari karena
rasa daging buahnya yang bermacam-macam
tergantung dari mana asal buah tersebut.
Daging buahnya dapat berasa manis, manis
agak asam, manis agak sepat, atau manis
bercampur asam dan sepat. Rasa buahnya
yang unik ini agak mirip dengan kombinasi
rasa dari apel, nanas dan pisang. Ciri khas dari
buah salak adalah kulitnya yang bersisik
seperti ular dengan warna coklat kehitaman,
sehingga buah ini dikenal oleh orang barat
dengan nama snake fruit. Pada umumnya buah
salak berbentuk bulat atau bulat telur terbalik
dengan bagian ujung runcing dan terangkai
rapat dalam tandan buah yang muncul dari
ketiak pelepah daun. Biji buah salak bewarna
coklat berbentuk persegi dan berkeping satu.
Dalam satu buah salak mengandung 1-3 biji.
Lembaganya tidak tahan dalam lingkungan
yang kering sehingga biji salak yang akan
dikecambahkan harus langsung dibungkus
plastik (Nazaruddin & Kristiawati 1992).
Tanaman salak memiliki tinggi umumnya
tidak lebih dari 4,5 meter, dengan batang yang
pendek dan hampir tidak kelihatan karena
ruas-ruasnya yang padat juga pelepah daun
yang tersusun rapat. Tanaman ini hidup
dengan baik di daerah dengan curah hujan
rata-rata 200-400 mm/bulan. Daun tanaman
salak tersusun dengan pelepah bersirip
terputus-putus dan panjangnya sekitar 2,5-7
meter. Kebutuhan suhu rata-rata harian
berkisar 20-30o C. Tanah yang netral, tidak
asam dan tidak basa, bagus untuk tanaman

salak. Umumnya pH tanah yang optimal


sekitar 6,0-7,0. Ketinggian tanah yang sesuai
untuk tanaman salak adalah 0-700 meter dari
permukaan laut. Yang terbaik adalah berkisar
antara 1-400 meter di atas permukaan laut.
Tanah yang berada di kemiringan,, lereng
bukit, atau lembah masih memungkinkan
untuk ditanami salak (Nazaruddin &
Kristiawati 1992).
Salak
memiliki
bermacam-macam
varietas. Diantaranya adalah salak Pondoh.
Menurut jenisnya salak Pondoh terdiri atas
lima macam, yaitu salak Pondoh hitam, salak
Pondoh merah, salak Pondoh merah-hitam,
salak Pondoh merah-kuning dan salak Pondoh
kuning (Nazaruddin & Kristiawati 1992).
Salak pondoh merupakan varietas yang
populer di indonesia sebagai buah komersial.
Ditemukan dan ditanam pada tahun 1980-an
di Provinsi Yogyakarta. Diberi nama Pondoh
karena dagingnya berwarna putih dan manis
seperti pondoh atau pucuk kelapa yang masih
terbungkus
pelepah
(Nazaruddin
&
Kristiawati 1992). Pada tahun 1999 di
Yogyakarta, produksi salak ini meningkat
100% selama 5 tahun mencapai 28.666 ton
(Supriadi et al 2002 dan Wijaya et al 2005).
Menurut Wijaya et al (2005) keunggulan dari
salak pondoh ini adalah intensitas aromanya
yang sangat kuat dan rasanya yang manis.
Diduga komponen kimia penyebab aroma
tersebut adalah asam karboksilat dan metil
esternya.
Salak ditanam untuk diperoleh buahnya,
yang dapat langsung dikonsumsi setelah
ranum. Di Indonesia, buahnya yang sudah
matang dapat dijadikan manisan dan asinan.
Buah yang belum matang dapat digunakan
dalam rujak, yaitu semacam salad pedas
terdiri dari campuran buah-buahan yang
belum matang. Biji salak pondoh yang masih
muda dapat dimakan. Batang pohon salak
dapat disusun dan ditanam dalam jarak yang
rapat sehingga membentuk pagar pelindung
yang tidak tergoyahkan. Daunnya yang tajam
dan runcing juga dapat digunakan dalam
pembuatan pagar. Daunnya yang masih muda
dapat digunakan sebagai atap. Bagian dari
tangkai daunnya yang berkulit daun dapat
digunakan untuk membuat tikar (Schuiling &
Mogea 1992).

Gambar 1 Buah salak

13

Diabetes Melitus
Menurut WHO (1999) diabetes melitus
(DM) adalah gangguan metabolik yang
terkarakterisasi
bertingkat
seperti
hiperglikemia kronis dengan kekacauan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
yang disebabkan kerusakan pada sekresi
insulin, aksi insulin atau keduanya. Menurut
National Center for Complementary and
Alternative Medicine (2005) diabetes melitus
merupakan suatu kondisi kronis ketika tubuh
tidak mampu mengubah makanan menjadi
energi sebagaimana mestinya. Tubuh tidak
dapat menghasilkan insulin atau tidak dapat
merespon insulin seperti pada keadaan
normal. Hal ini mengakibatkan terjadinya
penumpukan glukosa di dalam darah.
Setelah makan, pankreas manusia normal
akan memproduksi sejumlah insulin untuk
memindahkan glukosa dalam aliran darah
menuju sel. Sel akan menggunakan glukosa
untuk energi dan pertumbuhan. Pada manusia
yang terkena diabetes melitus, pankreas hanya
menghasilkan sedikit insulin atau bahkan
tidak sama sekali (NDIC 2006).
Penderita diabetes melitus dapat diketahui
gejala-gejalanya sebagai berikut, yaitu
memiliki sejarah penyakit diabetes dalam
keluarga, mengantuk, gatal-gatal, pandangan
buram, berat badan yang berlebih, mati rasa
atau rasa sakit pada anggota tubuh bagian
bawah, mudah lelah, infeksi kulit khususnya
pada kaki, kencing terus menerus, haus yang
tidak seperti biasanya, rasa lapar yang tinggi,
turunnya berat badan secara cepat, mudah
marah dan mual-mual serta mudah muntah.
Seseorang tidak perlu merasakan semua
tanda-tanda di atas, tetapi satu atau dua gejala
sudah dapat dijadikan indikator (Powel 2000).
Menurut Pranadji et al (1999) tanda-tanda
diabetes melitus yaitu poliuria, polidipsia,
lemas, berat badan turun, ketouria dan
kenaikan gula darah puasa 140 mg/dl.
Gangguan metabolisme karbohidrat pada sel
menyebabkan glukosa dibuang percuma
melalui urin (glukosuria). Glukosa menarik
cairan ke dalam air kemih sehingga volume
air kemih berlebihan dan penderita akan
sering terasa ingin kencing (poliuria). Kondisi
ini selanjutnya akan menyebabkan penderita
akan merasa haus sehingga banyak minum
(polidipsia). Untuk kebutuhan energi pada
penderita diabetes melitus, sel menggunakan
lemak sebagai bahannya. Produk akhir dari
metabolisme lemak adalah badan keton dan
senyawa ini dibuang melalui air seni sehingga
air seni beraroma badan keton dan disebut
dengan ketouria.

Inhibitor Enzim -Glukosidase


Enzim -glukosidase membantu dalam
pemecahan rantai polisakarida pada ikatan
(1-6) pada setiap titik percabangan yang
tidak dapat dipecahkan oleh enzim fosforilase.
Produk dari aktivitas enzim ini adalah polimer
(1-4) tak bercabang dan satu glukosa
Gambar 4). Reaksi ini terjadi setelah aktivitas
glikogen fosforilase dan glikogen transferase
terjadi (Nelson & Cox 2004).
Perkembangan yang terus meningkat pada
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia
biokimia dan kedokteran, memberikan
dampak pada penemuan senyawa baru yang
dapat menghambat -glikosidase secara tepat
guna dan cepat. Senyawa ini disebut dengan
inihbitor
-glukosidase
(IAG),
yang
mempunyai aplikasi yang sangat luas, seperti
informasi
mekanisme kerja enzim glikosidase. Hal ini dapat terjadi karena
bentuk dan fungsi senyawa IAG yang mirip
terhadap enzim -glukosidase. Senyawa IAG
juga berperan dalam pencarian bahan aktif
terapi kimia (chemotherapeutic agents) pada
dunia kedokteran untuk mengatasi berbagai
penyakit yang disebabkan oleh karbohidrat,
seperti diabetes melitus, kanker, HIV,
hepatitis, dan beberapa jenis hiperlipoprotein
serta kegemukan (Liu et al 2006). Dalam dua
dekade ini telah banyak dilakukan penelitian
untuk mencari dan mengembangkan inhibitor
-glukosidase. Saat ini telah dilaporkan
banyak inhibitor -glukosidase yang baru dan
efektif, seperti acarbose (Gambar 2) dan
voglibose pada mikroorganisme serta 1deoxynojirimycin dari tanaman Liu et al
2006).
Acarbose (merek dagang Precose) dan
miglitol (merek dagang Glyset) adalah
inhibitor -glukosidase. Pada prinsipnya
mekanisme kerja kedua inhibitor hampir sama
yaitu memperlambat pemecahan disakarida,
polisakarida dan karbohidrat kompleks
lainnya menjadi monosakarida. Pembuatan
glukosa secara enzimatis dan absorpsi glukosa
selanjutnya ditunda, dan nilai glukosa darah
setelah makan, yang tinggi pada pasien
diabetes tipe II, dapat dikurangi dengan IAG.
Perbedaan antara keduanya adalah bahwa
pada miglitol (Gambar 3) absorpsi terjadi
secara sistematis dan tidak dimetabolisme di
dalam tubuh, akan tetapi diekskresikan oleh
ginjal. IAG tidak mencegah absorpsi
karbohidrat dan gula kompleks, tetapi mereka
menunda absorpsinya. Kelemahan dari agen
inhibitor ini adalah harus dimakan bersama
makanan dan mempunyai efek samping pada
pembentukan gas di perut (Neal 2002).

14

Menurut Chiasson et al (2002), Suatu


percobaan menunjukkan, konsumsi 100 mg
acarbose sebanyak tiga kali sehari, mampu
mengurangi 26 % progresi pasien diabetes
pada masa Impaired Glucose Tolerance, yaitu
kondisi metabolisme antara keadaan glukosa
darah normal dan diabetes.

Gambar 4 Reaksi degradasi glikogen

BAHAN DAN METODE

Gambar 2 Struktur Acarbose

Gambar 3 Struktur miglitol

Bahan dan Alat


Buah salak varietas Pondoh diperoleh dari
perkebunan salak desa Turi, Kabupaten
Sleman, Yogyakarta dan dari perkebunan
salak desa Sungai Waheng, kota Balikpapan,
Balikpapan Timur. Bahan-bahan yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah
akuades, etanol 70% (v/v),
kloroform,
amoniak, H2SO4 pekat, pereaksi Dragendorf,
pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, metanol
30%, NaOH 10% (b/v), eter, pereaksi
Lieberman Burchard, etanol 75%, enzim glukosidase, p-nitrofenil--D-glukopiranosa,
buffer fosfat (pH 7.0), larutan Na2CO3.
Alat-alat
yang
digunakan
adalah
kondensor dan labu untuk refluks, rotary
vapour evaporator, oven, spektrofotometer
UV, penangas air, Spektrofotometer, alat
timbang serta alat-alat kaca.
Metode
Analisis Pendahuluan (Kadar Air)(Sahputra
2006)
Cawan porselin dikeringkan dalam oven
bersuhu 105oC selama 3 jam dan didinginkan
dalm desikator selama 1 jam, kemudian
ditimbang sehingga diperoleh bobot kering
cawan, kemudian ditambahkan sampel
sebanyak 2,5 gram. Setelah itu cawan berisi
sampel dikeringkan di oven listrik dengan
suhu 105oC selama 3 jam, kemudian diangkat

15

dan disimpan dalam desikator selama 1 jam,


dan ditimbang bobot cawan setelah
pengeringan. Pengeringan berulang dilakukan
sampai diperoleh bobot yang konstan, ketika
bobot pada saat pengeringan (sampel dalam
cawan) tidak mengalami kenaikan bobot
setelah pengeringan pertama . Bobot kering
diperoleh dengan persamaan :
BK (%) = (BC + SOK) BC x 100%
BSS
Dengan BK= bobot kering, BC= bobot
cawan, SOK= sampel oven konstan dan BSS=
bobot sampel segar.
Adapun kadar air diperoleh dengan
persamaan :
Kadar air (%) = 100% - Bobot Kering (%)
Ekstraksi Kulit Salak
Buah salak varietas Pondoh dibersihkan
serta dikupas kulitnya dari daging buahnya.
Daging buah dipotong kecil dan tipis. Kulit
dan daging buah salak dimasukkan ke dalam
oven. Hasil pengeringan berupa simplisia
kering dihaluskan dan diekstraksi dengan
metode refluks. Simplisia kering sebanyak
20 gram diekstraksi dengan 200 mL pelarut
etanol 70% selama 2 jam pada suhu 70 C
menggunakan refluks. Ekstrak yang diperoleh
kemudian disaring dengan kertas saring.
Ekstrak yang telah disaring diuapkan dengan
rotary vapour evaporator pada suhu 50 C dan
dioven pada suhu 40 C maka diperoleh
ekstrak kasar.
Uji Inhibisi -glukosidase (Sutedja 2003)
Larutan enzim dibuat dengan melarutkan
1.0 mg -glukosidase dalam buffer fosfat (pH
7.0) yang mengandung bovin serum albumin.
Sebelum digunakan, sebanyak 1 mL larutan
enzim tersebut diencerkan 25 kali dengan
buffer fosfat (pH 7.0). Campuran reaksi terdiri
dari 250 L p-nitrofenil -D-glukopiranosa
sebagai substrat, 490 L buffer fosfat (pH 7.0)
dan 10 L larutan sampel dalam DMSO.
Setelah campuran reaksi diinkubasi selama 5
menit, 250 L larutan enzim ditambahkan dan
selanjutnya diinkubasi selama 15 menit.
Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan
1000 L natrium karbonat dan p-nitrofenol
yang dihasilkan dibaca absorbansinya pada
400 nm.
Sampel yang di uji dilarutkan dalam
pelarut DMSO dengan konsentrasi 1%.
Larutan stndar yang dibuat dengan
konsentrasi yang sama dengan larutan sampel,
dengan
melarutkan
tablet
Acarbose
(Glucobay) dalam akuades dan HCl 2N

kemudian disentrifus, selanjutnya supernatan


digunakan untuk membuat larutan stndar.
Persen inhibisi dapat dihitung dari
persamaan: [(C S)/ C] x 100%. Dengan S=
absorbansi sampel (S1-S0 dengan S1=
absorbansi sampel dengan penambahan enzim
dan S0= absorbansi sampel tanpa penambahan
enzim) dan C= absorbansi kontrol (DMSO),
tanpa sampel (kontrol-blanko).
Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia yang dilakukan dalam
penelitian ini hanya dilakukan secara
kualitatif, analisis ini dilakukan untuk
mengetahui senyawa-senyawa aktif yang
terkandung dalam ekstrak kulit salak. Analisis
fitokimia dilakukan berdasarkan metode
Harborne (1987). Senyawa yang diidentifikasi
adalah alkaloid, flavonoid, saponin, steroid
dan triterpenoid, fenolik hidrokuinon, serta
tanin.
Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik
Hidrokuinon. Sebanyak 0.1 gram ekstrak
sampel ditambahkan 5 mL metanol 30% lalu
dipanaskan
selama
5
menit.
Filtrat
ditambahkan dengan 5 tetes NaOH 10% atau
H2SO4 pekat. Terbentuknya warna merah
karena penambahan NaOH menunjukkan
adanya
senyawa
fenolik
hidrokuinon
sedangkan warna merah yang terbentuk
pekat
karena
penambahan
H2SO4
menunjukkan adanya flavonoid. Sebagai
pembanding digunakan bauh pinang.
Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak
sampel ditambah dengan 5 mL akuades
kemudian dididihkan selama 5 menit.
Selanjutnya dilakukan penyaringan dan filtrat
yang didapat ditambahkan dengan 5 tetes
FeCl3 1%. Jika terbentuk warna biru tua atau
hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
Pembanding yang digunakan adalah daun teh.
Uji Steroid dan Triterpenoid. 0.1 gram
ekstrak sampel ditambahkan 5 mL etanol 30%
lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan,
lapisan eter ditambah dengan pereaksi
Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat
anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat).
Terbentuk
warna
hijau
atau
biru
menunjukkkan adanya steroid dan warna
merah atau ungu menunjukkan adanya
senyawa triterpenoid. Pembanding yang
digunakan adalah daun som jawa.
Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak
sampel ditambah dengan 5 mL akuades lalu
dipanaskan 100 0C selama 5 menit. Kemudian
dikocok selama 5 menit. Busa yang terbentuk
setinggi tidak kurang dari 1 cm dan tetap

16

stabil setelah didiamkan selama 15 menit


menunjukkan adanya saponin. Pembanding
yang digunakan adalah buah klerak.
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak
ditambahkan dengan 5 mL kloroform dan 3
tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan
dan diasamkan dengan H2SO4 2 M. Bagian
atas (asam) diambil dan ditambahkan pereaksi
Dragendrof, Mayer, dan Wagner. Adanya
alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan merah dengan penambahan pereaksi
Dragendrof, endapan putih dengan pereaksi
Mayer, dan endapan coklat dengan pereaksi
Wagner. Pembanding yang digunakan adalah
daun tapak dara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Buah salak yang digunakan adalah buah
muda dan tua dari varietas pondoh dengan
daerah tanam berbeda, yaitu Yogyakarta dan
Balikpapan. Ciri dari buah yang muda adalah
kulit luar terlihat berwarna gelap , sedangkan
buah yang tua warna kulit kecoklatan.
Umumnya buah yang masih muda lebih kecil
daripada buah yang telah tua. Bagian buah
salak yang digunakan adalah kulit luar dan
daging buah salak. Setelah kulit dan daging
dipisahkan keduanya dimasukkan segera ke
dalam oven untuk dikeringkan dan mencegah
pembusukan. Jangka waktu pengeringan pada
kedua bagian buah sangat berbeda. Kulit salak
selama 3 hari sudah kering dan dapat
dihaluskan, sedangkan daging buah salak
selama seminggu belum kering dan tidak
dapat dihaluskan. Agar tidak terjadi kerusakan
pada senyawa biomelekul di dalam daging
salak karena pemanasan yang terlalu lama,
maka daging buah salak di keluarkan dari
oven tanpa dihaluskan dan disimpan pada
suhu ruang di dalam tempat tertutup kedap
udara. Hasil analisis kadar air daging dan
kulit buah salak segar dapat dilihat pada tabel
1.
Tabel 1 Hasil analisis kadar air basah kulit
dan daging buah salak varietas
Pondoh Yogyakarta dan Balikpapan
(%)
Yogyakarta
Balikpapan
Kulit Muda

87,596

97,083

Kulit Tua

75,239

94,519

Daging Muda

93,579

98,499

Daging Tua

94,680

98,268

Hasil analisis menunjukkan bahwa salak


varietas Pondoh dari Yogyakarta dan
Balikpapan memiliki kadar air yang sangat
tinggi pada kulit muda, kulit tua, daging muda
dan daging tua dan data kedua jenis salak
tidak berbeda jauh. Akan tetapi salak varietas
Pondoh Balikpapan rata-rata seluruh bagian
buah mampu menyimpan air yang lebih
banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa
salak varietas Pondoh dari Yogyakarta dan
Balikpapan dapat mudah busuk jika disimpan
terlalu lama. Kandungan air dalam bahan
makanan menentukan kesegaran dan daya
tahan bahan
tersebut (Winarno 1997).
Semakin tinggi kadar air maka kualitas bahan
tersebut makin rendah. Kadar air harus
dipertahankan serendah mungkin agar tidak
melebihi 10% untuk mencegah pembusukan
(Sahwan 2002).
Kadar air
dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Walaupun spesies yang sama
tetapi
berbeda
tempat
penanaman
mempengaruhi kadar air. Faktor lingkungan
itu seperti pH, suhu tanah serta curah hujan.
Balikpapan memiliki tingkat kelembaban
udara rata-rata yang tinggi dan suhu udara
rata-rata yang rendah, yaitu masing-masing
sebesar
85%
dan
24.4oC
(www.balikpapan.go.id). Sedangkan tingkat
kelembaban rata-rata dan suhu udara rata-rata
Yogyakarta masing-masing sebesar 24.7%
dan 27.2oC.
Hasil Ekstraksi
Hasil ekstraksi yang disajikan pada tabel 2
dapat diketahui bahwa perbedaan tempat
tanam tidak mempengaruhi jumlah rendemen
yang dihasilkan. Masing-masing kulit dan
daging salak baik Yogyakarta dan Balikpapan
memiliki persen rendemen tidak berbeda
nyata (lampiran 5), akan tetapi perbedaan
jumlah rendemen sangat berbeda pada bagian
buah yang dipakai. Perbedaan ini sangat nyata
karena setiap bagian tanaman memiliki fungsi
fisiologis yang berbeda, sehingga meghasilkan
jumlah metabolit yang berbeda pula (Suprapto
ETS 2003). Perbedaan bobot dan kadar air
basah tidak mempengaruhi jumlah rendemen
yang dihasilkan. Pada tabel 1 dan tabel 2
memperlihatkan nilai yang sangat berbeda
terhadap kadar air dan persen rendemen kedua
varietas. Rataan persen rendemen (kulit dan
daging) salak varietas Pondoh dari
Yogyakarta lebih besar daripada rataan kadar
air basahnya. Hal ini karena jumlah rendemen
suatu sampel tergantung pada jenis pelarut
yang digunakan. Kadar air yang rendah belum
tentu memiliki rendemen yang rendah pula.

17

Tabel 3 Data agroklimat Yogyakarta dan Balikpapan tahun 2003 (BPS 2004)
Curah hujan
Tekanan udara rata-rata
Suhu udara rata-rata
Daerah
o
(mm/bln)

(mb)

( C)

Kelembaban relatif
(%)

Yogyakarta

1834.3

1009.71

29.87

67.20

Balikpapan

3310.3

1009.57

28.67

80.98

Tabel pada lampiran 9 menunjukkan kadar air


kering ekstrak daging dan kulit buah salak .
Perbedaan persen rendemen
menunjukan
perbedaan jumlah senyawa-senyawa metabolit
sekunder yang terekstrak pada sampel. Jika
rendemen tinggi maka ini menunjukkan sifat
senyawa sampel yang hampir sama dengan
pelarut (Markham 1975).
Dari hasil uji ANOVA pada lampiran 5
dapat
disimpulkan
bahwa
perlakuan
berpengaruh nyata terhadap hasil rendemen
yang diperoleh. Hal ini karena F-hitung lebih
besar
dari
pada
F-tabel. Perbedaan
agrobiofisik dan iklim tempat tanam mampu
mempengaruhi jumlah rendemen yang
dihasilkan walaupun jenis varietas buah sama
(Ekawati RA 2007). Data pada tabel 3 dapat
disimpulkan bahwa daerah Yogyakarta dan
Balikpapan tidak berada dalam iklim ideal
untuk pertumbuhan tanaman salak. Akan
tetapi suhu udara rata-rata pada keduanya
masih dalam suhu ideal untuk pertumbuhan
salak.
Ekstraksi sampel kering dilakukan dengan
metode refluks. Metode ini dipilih karena
selain mudah dilakukan, juga berdasarkan
prinsip
pemanasan.
Pada
umumnya
masyarakat mengkonsumsi tanaman obat
dengan mengeringkannya lalu merebusnya
dan meminum air rebusannya. Pelarut yang
digunakan adalah etanol 70%. Penggunaan
etanol 70% sebagai pengekstrak karena
pelarut ini memiliki dua gugus yang berbeda
kepolarannya, yaitu gugus hidroksil yang
bersifat polar dan gugus alkil yang bersifat
nonpolar. Sehingga pelarut ini sudah cukup
mampu mengekstrak senyawa bioaktif yang
bersifat polar dan semi-polar termasuk
flavanoid. Keuntungan lainnya adalah lebih
Tabel 2 Rendemen daging dan kulit salak hasil
pemekatan dengan rotavapor (%)
Yogyakarta

Balikpapan

Kulit Muda

7.904231

7.267036

Kulit Tua

7.837904

7.376254

Daging Muda

51.54189

62.61114

Daging Tua

67.16493

50.85435

aman dan memiliki titik didih rendah. Hasil


refluks setelah disaring dengan kertas saring
diperoleh ciri-ciri warna larutan coklat pekat
dan bau yang menyengat.
Uji Fitokimia
Hasil uji fitokimia pada sampel daging dan
kulit salak menunjukkan bahwa senyawa
flavanoid dan tanin lebih dominan daripada
senyawa fitokimia lainnya untuk kedua daerah
serta mengandung sedikit senyawa alkaloid.
Daging dan kulit kedua daerah tidak memiliki
senyawa saponin, steroid serta triterpenoid.
Pada lampiran 11 dapat diketahui bahwa
daging dan kulit tua buah salak varietas
Pondoh daerah Yogyakarta memiliki senyawa
flavanoid yang lebih banyak daripada daerah
Balikpapan.
Varietas
Pondoh
daerah
Yogyakarta juga memiliki kandungan
senyawa tanin yang banyak untuk setiap
bagian buahnya. Perbedaan jumlah senyawa
flavanoid dan tanin pada kedua varietas
diduga karena perbedaan lingkungan tempat
tanaman ditanam. Kandungan metabolit yang
disekresikan oleh tanaman tergantung pada
variasi genetik individual dan kondisi
geografis tempat tumbuh (Kardono 2003).
Penelitian Sugiwati (2005) menyebutkan
bahwa ekstrak buah mahkota dewa pada
berbagai pelarut menunjukkan
adanya
senyawa golongan fenol, tanin, flavanoid dan
steroid-triterpenoid dan mampu menghambat
enzim -glukosidase . Kandungan senyawa
flavanoid dan tanin pada buah salak juga
tertulis pada penelitian Muchtady (1978) yang
menyatakan bahwa karakterisasi rasa buah
salak varietas Bongkok terindikasi dengan
adanya flavanoid, alkaloid, terpenoid, kuinon,
tanin dan katekin tanin A. Akan tetapi studi
senyawa aktivitas sebagai antidiabetes di
dalam buah salak belum dilakukan. Penelitian
atas
beberapa
varietas
buah
salak
menunjukkan adanya senyawa asam askorbat,
asam sitrat, asam adipoit, asam malat,
karotenoid dan likopena (Setiawan et al. 2001;
Leong & Shui 2002; Muchtady 1978; Suter
1988)

18

Daya Hambat Enzim -glukosidase


Hasil uji daya hambat enzim -glukosidase
dan absorbansi ekstrak daging dan kulit buah
salak dan larutan standar glukobay dengan
konsentrasi 1% b/v dapat dilihat pada tabel 4
dan 5. Grafik persen penghambatan pada
gambar 6 menunjukkan tidak adanya
penghambatan enzim -glukosidase pada
ekstrak buah salak dari Yogyakarta. Hal ini
karena rataan persen (ekstrak daging dan
kulit) inhibisi pada sampel tersebut dibawah
0%. Pada ekstrak buah salak dari Balikpapan
masih terdapat penghambatan akan tetapi
lebih rendah dari larutan standar dan lebih
kecil dari 50%.
Grafik absorbansi pada
gambar 5 dapat disimpulkan adanya
peningkatan aktivitas enzim oleh sampel buah
salak dari Yogyakarta. Hal ini karena nilai
absorbansi pada sampel lebih besar dari
absorbansi kontrol yaitu reaksi enzim tanpa
penghambatan. Menurut Wikipedia (2008)
koenzim adalah senyawa organik non-protein
yang terfosforilasi yang mampu meningkatkan
aktivitas enzim. Salah satu jenis koenzim
adalah golongan vitamin yang larut air seperti
vitamin C dan B12. Penelitian sebelumnya
mennyebutkan bahwa senyawa yang terdapat
pada beberapa varietas salak salah satunya
adalah asam askorbat (vitamin C) (Setiawan et
al. 2001; Leong dan Shui 2002; Muchtady
1978; Suter 1988 dalam Priyatno et al. 2006)
Penelitian lain terhadap buah salak ekstrak
air, etanol, dan etil asetat salak varietas
Bongkok menunjukan adanya penghambatan
terhadap DPPH dari asam askorbat. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa ekstrak salak
varietas
Bongkok
memiliki
aktivitas
antioksidan (Priyatno et al 2006). Sugiwati
(2005) meneliti bahwa ektrak n-butanol,
ekstrak etil asetat, ekstrak metanol, ekstrak air
dan ekstrak air rebusan mampu menghambat
enzim -glukosidase dengan persen inhibisi
yang berbeda-beda. Ekstrak n-butanol 50 ppm
memiliki aktivitas inhibisi paling tinggi
sebesar 69,90%. Penghambatan menurun
terjadi berturut-turut pada ekstrak etil asetat
(42,27%) dan ekstrak metanol (37,09%) dan
ektrak air rebusan (33,01%) dan yang paling
rendah yaitu pada ekstrak air yaitu sebesar
0,41%. Lelono (2004) melaporkan bahwa
ekstrak metanol herba sambiloto dengan
konsentrasi 1% b/v dan 10% b/v tida
menunjukkan adanya penghambatan terhadap
enzim -glukosidase. Akan tetapi ekstrak
herba sambiloto mampu menurunkan kadar
glukosa darah pada tikus hiperglikemia
sehingga herba sambiloto dianggap memiliki
potensi antidibetik hipoglikemia.

Tabel 4 Absorbansi ekstrak kulit dan daging


salak pondoh
Yogyakarta

Balikpapan

Kulit Muda

1,512

0,829

Kulit Tua

1,405

1,097

Daging Muda

1,859

1,178

Daging Tua

1,866

1,091

Tabel 5 Persen inhibisi -glukosidase ekstrak


kulit dan daging buah salak
Yogyakarta
Balikpapan
(%)
(%)
-27.4874
30.10118
Kulit Muda
Kulit Tua

-18.4654

7.546374

Daging Muda

-56.7032

0.716695

Daging Tua

-57.2934

8.052277

Hasil analisis ANOVA dan Duncan pada


lampiran 7 dapat disimpulkan bahwa setiap
perlakuan pada sampel sangat berbeda nyata
dan perlakuan tidak berpengaruh nyata pada
ekstrak sampel. Sebagai pembanding dipakai
larutan standar glukobay 1% b/v yang
menunjukkan
penghambatan
75.67%.
Glukobay digunakan sebagai pembanding
karena merupakan inhibitor yang mudah
dipakai dan didapat.
Penelitian Tadera (2006) menyebutkan
bahwa flavanoid golongan flavonol, flavon,
flavanon, isoflavon dan sianidin mampu
menghambat aktivitas enzim -glukosidase
dan
-amilase.
Perbedaan
persen
penghambatan antara ekstrak sampel pada dua
daerah tanam yang berbeda yang sangat nyata
dapat disebabkan oleh banyak faktor. Selain
agrobiofisik dan iklim, jenis dan lama
penggunaan pupuk juga dapat memberikan
pengaruh terhadap sampel yang di uji. Rianti
(2003) melaporkan bahwa pemakaian pupuk
Nitrogen mampu menurunkan pertumbuhan
bibit tanaman pada waktu tertentu. Pemakaian
pupuk Kalium juga berpengaruh nyata
terhadap peningkatan pertumbuhan bibit
tanaman pada waktu tertentu.
Pada penelitian ini enzim -glukosidase
akan
menghidrolisis
p-nitrofenil--Dglukopiranosida menjadi p-nitrofenol dan
glukosa. Jumlah p-nitrofenol yang dihasilkan
dihitung dengan metode spektrofotometri,
karena p-nitrofenol memberikan warna
kuning. Semakin besar aktivitas inhibisi

19

tetapi dengan penelitian lebih lanjut, ekstrak


kulit dan daging buah salak akan diteliti
potensinya menurunkan kadar glukosa darah
dengan merangsang pembentukan insulin oleh
pankreas (hipoglikemia).
KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar 5 Absorbansi ekstrak kulit dan


daging salak pondoh
ekstrak daging dan kulit salak terhadap kerja
enzim -glukosidase, jumlah p-nitrofenol
yang dihasilkan akan semakin sedikit,
absorban yang dihasilkan semakin kecil.
Enzim -glukosidase merupakan enzim
yang terlibat pada proses katabolisme
polisakarida yaitu degradasi glikogen. Setelah
enzim -glukosidase bekerja, reaksi lanjutan
dari degradasi glikogen oleh enzim fosforilase
baru dapat terjadi. Jika enzim -glukosidase
dapat
dihambat
maka
katabolisme
polisakarida dapat dihambat juga. Sehingga
mengurangi tingkat kadar glukosa darah pada
penderita diabetes. Kondisi tingginya kadar
glukosa darah pada penderita diabetes dikenal
dengan
hiperglikemia.
Pada
kondisi
hiperglikemia insulin gagal mempromosikan
glukosa darah kedalam sel untuk digunakan
dalam berbagai kebutuhan sel. Hiperglikemia
dapat ditanggulangi dengan berbagai cara,
seperti merangsang sel pada lagerhans untuk
memproduksi insulin, atau dapat juga dengan
menghambat proses katabolisme polisakarida.
Senyawa yang dapat menghambat aktivitas glukosidase dengan mencegah kenaikan gula
darah
dari
pemecahan
polisakarida
menunjukan adanya potensi antidiabetes
(Lelono 2004).
Ekstrak kulit dan daging buah salak dari
Yogyakarta tidak menunjukkan potensi
sebagai antidiabetik hiperglikemia. Akan

Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukan salak varietas
Pondoh dari Yogyakarta dan Balikpapan
memiliki kadar air yang tinggi (di atas 10%).
Ekstrak kulit dan daging buah salak dari
Yogyakarta tidak menunjukan aktivitas
penghambatan enzim -glukosidase, sehingga
tidak
memiliki
potensi
antidiabetik
hiperglikemia. Ekstrak salak varietas Pondoh
dari Balikpapan mampu menghambat enzim
-glukosidase diatas 0%. Perbedaan tempat
tanam mampu menghasilkan senyawa
metabolit sekunder yang berbeda pula.
Larutan pembanding glukobay mampu
menghambat enzim -glukosidase sebesar
75.67%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
metode uji in-vivo hiperglikemia dengan
menggunakan terapi terhadap hewan coba
untuk mengetahui potensi ekstrak sebagai
antidiabetes. Selain itu juga perlu dilakukan
penelitian pada ekstrak salak dengan berbagai
varietas, terutama pada varietas salak yang
tidak memiliki nilai komersil seperti salak
varietas Bongkok. Ekstraksi salak juga salak
juga perlu dilakukan dengan metode yang
berbeda dan beragam pelarut untuk
mendapatkan hasil optimasi ekstrak pada
analisis antidiabetes
DAFTAR PUSTAKA
Chiasson J et al. 2002. Acarbose for
prevention of type 2 diabetes melitus : the
stop NIDDM Randomized. Medical
Progress 359 : 2072-2077
Clark T, Holman JR. 2006. Diabetes: How
early and agressively to Intervine.
Medical Progress 45 :1416-1420

Gambar 6 Persen inhibisi -glukosidase


ekstrak kulit dan daging buah
salak

Ekawati RA. 2006. Potensi antioksidan daun


salam (Eugenia polyantha Wight.) pada
lingkungan agrobiofisik yang berbeda
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.

20

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia:


Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan.
Ed
ke-2.
Penerjemah
Padmawinata K. Bandung: ITB.
Kardono LBS. 2003. Kajian kandungan Kimia
mahkota dewa (Phaleria marcocarpa). Di
dalam: Prosiding Pameran Produk Obat
Tradisional dan Seminar Sehari Mahkota
Dewa. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan
Farmasi
dan
Obat
Tradisional
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan. Departemen
Kesehatan.
Karen SLM. 2005. Whats new in the
treatment of type 2 diabetes. Medical
Progress vol 32 no 9.
Lelono RAA. 2004. Uji hipoglikemik dan uji
daya hambat aktivitas enzim -glukosidase
ekstrak sambiloto sebagai antidiabetes
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Leong LP, Shui G. 2002. An investigation of
antioxidant capacitiy of fruit in Singapore
markets. J. Food Chem 76: 69-75.
Liu

et
al.
2006.
Synthesis
and
pharmacological activities of xanthone
derivatives as -glucosidase inhibitors.
Biorganic and Medical Chemistry 14:
5683-5690

Markham KR. 1975. Isolation Technique for


Flavanoids. Di dalam : JB Harbone, TJ
Marby, H Marby, editor. The Flavanoid,
Part 2. New York : Academy Press

Nazaruddin dan Kristiawati. 1992. 18 Varietas


Salak. Jakarta: Penebar Swadaya.
Neal MJ. 2002. Medical Pharmacology a
Glance. New York: Blackwell Science.
Nelson D L, Cox M M. 2004. Lehnimger:
Principles of Biochemistry. New York: W
H Freeman Publisher
Pranadji DK, Martianto DH, Subandriyo VU.
1999. Perencanaan Menu untuk Penderita
Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Priyatno LHA et al. 2006. Aktifitas
antioksidan ekstrak daging buah salak
varietas
Bongkok (Salacca Edulis
Reinw.). Acta Pharmaneutica Indonesia
vol XXXI no 1
Powel DR, 2000. 365 Tips Hidup Sehat.
Jakarta: Pustaka Delapratasa.
Rianti E. 2003. Pengaruh pemupukan nitrogen
dan kalium terhadap pertumbuhan
vegetatif pepaya (Carica Papaya L) pada
umur bibit yang berbeda [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Sahputra FM. 2006. Analisis proksimat dan
energi total ryap dan kroto sebagai pakan
[laporan praktek lapangan]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Sahwan AD. 2002. Pakan Ikan dan Udang.
Jakarta: Penebar Swadaya.

Muchtady D. 1978. Perubahan Fisiko Kimia


Buah
Salak
Kalengan
Selama
Penyimpanan.
Sekolah
Pascasarjana.
Bogor: IPB.

Setiawan BAS, David WGD. 2000.


Carotenoid content of selected Indonesian
fruits. J. Food Comp and Anal. 14: 169176.

National Center for Complementary and


Alternative Medicine. 2005. Treating Type
2 Diabetes with Dietary Supplements.
http://nccam.nih.gov. [Februari 2007]

Schuiling DL dan Mogea JP. 1992. Salacca


Zalacca (Gaertner) Voss dalam PROSEA
2: Edible Fruit and Nuts. Bogor: Prosea
Foundation.

National
Diabetes
of
Information
Clearinghouse. 2006. Your Guide to
Diabetes: Type 1 and Type 2.
http://diabetes.niddk.nih.gov
[Februari
2007]

21

Sugiwati S. 2005. Aktivitas antihiperglikemik


dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa (Scheff.) Boerl.) sebagai
inhibitor alfa-glukosidse in-vitro dan invivo pada tikus putih [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Suprapto ETS. 2003. Pengaruh pemupukan
nitrogen
dan
kalium
Terhadap
Pertumbuhan Vegetatif Bibit Salak Gula
Pasir (Salacca Zalacca (Gaetner)) Voss.)
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Supriadi et al. 2002. Changes in the volatile
compounds and in the chemical and
physical properties of snake fruit (Salacca
edulis Reinw) Cv. pondoh during
maturation. Journal Agriculture and Food
Chemistry 50: 7627-7633
Sustrani L, et al. 2006. Diabetes. Jakarta:
Gramedia Utama.
Sutedja L. 2003. Bioprospecting tumbuhan
Obat
Indonesia
Sebagai
Sediaan
Fitofarmaka
Antidiabetes.
Laporan
Kemajuan Tahap II Riset Unggulan
Terpadu, Pusat Penelitian Kimia-LIPI.
Suter IK. 1988. Telaah Sifat Buah Salak Bali
Sebagai Dasar Pembinaan Mutu Hasil.
Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor
Tadera et al. 2002. Inhibiton of -glucosidase
and -amylase by flavonoids. J. Nutr Sci
Vitamiol Chem 52: 149-153.
Tandra H. 2007. Segala Sesuatu yang Harus
Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Wijaya CH et al. 2005. Identification of
potent odorants in different cultivars of
snake fruit [Salacca zalacca (Gaert.) Voss]
using gas chromatography-olfactometry.
Journal Agriculture and Food Chemistry
53:1637-1641
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

World Health Organization. 1999. Definition,


Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus
and
its
Complications.
http://whqlibdoc.who.int/hq/1999
[Februari 2007]

22

LAMPIRAN

23

Lampiran 1 Tahap penelitian

Kulit
Salak

Daging Buah
Salak

Ekstraksi dengan etanol 70%


Selama 2 jam, 70C
Saring

Filtrat

Rotavapour 50C
Oven 40C

Ekstrak kasar

Uji Aktivitas Penghambatan


-Glukosidase

Uji Fitokimia
(Harborne 1987)

24

Lampiran 2 Uji aktivitas penghambatan -glukosidase


250 l 20 mM pnitrofenil-Dglukopiranosa

10 l larutan sampel 1%
bobot/volume dalam dimetil
sulfoksida (DMSO)

490 l bufer
fosfat (pH 7,0)

prainkubasi pada 37C selama 5 menit


Hasil
prainkubasi
inkubasi pada 37C selama 15 menit

1000 l
larutan 200
mM
Na2CO3

p-nitrofenol

Spektrofotometer
= 400

250 l

1,0 mg -glukosidase dalam


bufer fosfat pH 7,0 yang
mengandung 200 mg bovine
serum albumin

25

Lampiran 3 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 8 ml
Blanko (L)

Kontrol (L)

S0 ( L)

S1 (L)

Sampel

40

40

DMSO

40

40

Buffer

1960

1960

1960

1960

Substrat

1000

1000

1000

1000

Inkubasi pada suhu 37 C, selama 5 menit


Buffer

1000

1000

Enzim

1000

1000

Inkubasi pada suhu 37oC, selama 15 menit


Na2CO3

4000

4000

4000

4000

Daging tua

Daging muda

Kulit tua

Kulit muda

Daging tua

Daging muda

Kulit tua

Sampel
Kulit muda

Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Bobot sampel (g)


20,014
20,057
20,089
20,041
20,179
20,032
20,022
20,013
20,489
20,132
20,011
20,217
20,324
20,019
20,051
20,333
20,025
20,131
20,001
20,023
20,137
20,020
20,294
20,417

Bobot ekstrak (g)


1,991
1,671
1,091
2,152
1,367
1,203
5,844
11,109
14,328
13,925
12,769
13,852
1,896
1,2266
1,2723
1,818
1,2861
1,3619
16,036
10,382
11,239
16,059
12,548
2,148

Contoh perhitungan :
Persen rendemen = Bobot ekstrak x 100% = 1,991 x 100% = 9,947
Bobot sampel
20,014

Balikpapan

Yogyakarta

Daerah tanam

Rendemen (%)
9,947
8,333
5,432
10,736
6,774
6,004
29,186
55,509
69,932
69,167
63,810
68,518
9,329
6,127
6,345
8,941
6,423
6,765
80,173
51,851
55,810
80,213
61,828
10,521
50,854

62,611

7,376

7,267

67,165

51,542

36,1187

15,337

1,366

1,789

2,924

20,66055

2,539471

2,287724

7,904

7,838

Standar Deviasi

Rata-rata rendemen (%)

Lampiran 4 Data statistik persen rendemen ekstrak kulit dan daging buah salak varietas pondoh daerah asal tanam Yogyakarta dan
Balikpapan

26

16

27

Lampiran 5 Hasil uji ANOVA dan Duncan rendemen ekstrak kulit dan daging
buah salak
ANOVA
Jumlah
kuadrat
Perlakuan 15864,224

Derajat
bebas

Kuadrat
tengah

F hitung

F tabel
(5%)

2266,318

9,102

2,66

248,992

Galat

3983,872

16

Total

19848,096

23

Duncan
Subset for alpha = .05
Ulangan

Perlakuan

Kulit muda Balikpapan

7,267000

Kulit tua Balikpapan

7,376233

Kulit tua Yogyakarta

7,837900

Kulit muda Yogyakarta

7,904233

Daging tua Balikpapan

50,854367

Daging muda Yogyakarta

51,541867

Daging muda Balikpapan

62,611133

Daging tua Yogyakarta

67,164933

Sig.

0,965

0,261

Daging tua

Daging muda

Kulit tua

Kulit muda

Daging tua

Daging muda

Kulit tua

Kulit muda

Sampel
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

ulangan

70,152

81,197

-56,830

Persen
inhibisi
(%)
-10,371
-44,604
-28,921
-8,010
-68,465
-44,941
-63,322
-51,265
59,865
0,337
17,454
-2,361
-28,246
29,680
72,934

Rata-rata
(%)

75,674

8,052

0,717

7,546

30,101

-57,293

-56,703

-18,465

-27,487

persen

inhibisi

7,810

91,757

40,960

14,011

42,092

8,526

16,634

14,786

24,206

Standar
Deviasi

Contoh Perhitungan:
Persen inhibisi = (Kontrol negatif - Absorbansi) x 100% = (1,186 1,309) x 100% = -10,371
Kontrol negatif
1,186

Kontrol Negatif

Kontrol Positif (glukobay 1%)

Balikpapan

Yogyakarta

Daerah
tanam

1,309
1,715
1,529
1,281
1,998
1,719
1,937
1,794
0,476
1,182
0,979
1,214
1,521
0,834
0,321
1,86
0,223
0,354
1,186
1,186

Absorbansi

0,093
0,000

1,186

1,088

0,486

0,166

0,499

0,101

0,197

0,175

0,287

Standar Deviasi

0,289

1,178

1,097

0,829

1,866

1,859

1,405

1,512

Rata-rata
Absorbansi

Lampiran 6 Data statistik persen inhibisi -glukosidase dan absorbansi ekstrak kulit dan daging buah salak dan larutan standar glukobay
1%

28

18

29

Lampiran 7 Uji ANOVA dan Duncan persen inhibisi -glukosidase ekstrak kulit
dan daging buah salak dan larutan standar glukobay 1%
ANOVA
Jumlah
kuadrat

Derajat
bebas

Kuadrat
tengah

F
hitung

F tabel
(5%)

Perlakuan

28380,173

3547,522

2,404

3,23

Galat

13280,076

1475,564

Total

41660,249

17

Duncan
Perlakuan

Ulangan

Subset for alpha = .05


1

Daging tua Yogyakarta

-57,293450

Daging muda Yogyakarta

-56,703200

Kulit muda Yogyakarta

-27,487350

Kulit tua Yogyakarta

-18,465400

-18,465400

Daging muda Balikpapan

0,716700

0,716700

Kulit tua Balikpapan

7,546350

7,546350

Daging tua Balikpapan

8,052250

8,052250

Kulit muda Balikpapan

30,101200

30,101200

Larutan standar (glukobay 1%)

Sig.

75,674550
0,069

0,052

30

Lampiran 8 Uji ANOVA dan Duncan absorbansi ekstrak kulit dan daging buah
salak dan larutan standar glukobay 1%
ANOVA
Jumlah
Derajat
Kuadrat
F hitung
F tabel
kuadrat
bebas
tengah
(5%)
Perlakuan
3,996
9
,444
2,377
0,097
Galat
1,868
10
,187
Total
5,864
19

Duncan
Subset for alpha = .05

Perlakuan

Ulangan

Larutan standar (glukobay 1%)

0,288500

Kulit muda Balikpapan

0,829000

Daging tua Balikpapan

1,090500 1,090500

Kulit tua Balikpapan

1,096500 1,096500

Daging muda Balikpapan

1,177500 1,177500

Kontrol

1,186000 1,186000

Kulit tua Yogyakarta

1,405000

Kulit muda Yogyakarta

1,512000

Daging muda Yogyakarta

1,858500

Daging tua Yogyakarta

1,865500

Sig.

0,088

0,82900

0,057

31

Lampiran 9 Persen kadar air dan bobot kering kulit dan daging buah salak

Balikpapan

Yogyakarta

Daerah tanam

Perlakuan

Kadar air kering (%)

Bobot kering (%)

Kulit Muda

38,232

61,768

Kulit Tua

65,705

34,295

Daging Muda

37,385

62,615

Daging Tua

43,167

56,833

Kulit Muda

4,739

95,261

Kulit Tua

4,885

95,115

Daging Muda

7,587

92,413

Daging Tua

8,646

91,354

Tanin

Alkaloid

Daging Tua

Kulit Muda

+++

Daging Tua

Daging Muda

++

Daging Muda

++

+++

Kulit Tua

Kulit Tua

++++

++

++

++

++

++

++++

++++

++++

++++

Daun Som Jawa

++++

Buah Klerak

Hidrokuinon Steroid & Triterpenoid Saponin

Buah Pinang Daun Teh Daun Tapak Dara Buah Pinang

Kulit Muda

Kontrol Positif

Yogyakarta

Balikpapan

Flavanoid

Lampiran 10 Hasil uji fitokimia ekstrak daging dan kulit buah salak

32

22

23

Lampiran 11 Hasil analisis fitokimia


Alkaloid

Mayer
Wagner
Dragendorf

Dari kiri ke kanan : KMY-DTY-DMY-DTK-DMK-KTY-KMK-KTK


Flavanoid

Dari kiri ke kanan : DMK-DTK-DTY-DMY-KTY-KMK-KMY-KTK


Hidrokuinon

DMY

KTY

KMY

DTK

DMK

KMK

KTK

DTY

34

Lampiran 12 Hasil analisis fitokimia (lanjutan)


Saponin

KTK

DTY

DTK

DMY

KMY

KTY

KMK

KMY

Steroid

Dari kiri ke kanan : KTY-KMY-DTY-DMK-KMK-DMY-DTK-KTK


Tanin

Dari kiri ke kanan : DMK-DTY-DMY-DTK-KMY-KTK-KTY-KMK


Keterangan :
DMY : Daging muda Yogyakarta
DTY : Daging tua Yogyakarta
KMY : Kulit muda Yogyakarta
KTY : Kulit tua Yogyakar

DMK
DTK
KMK
KTK

: Daging muda Balikpapan


: Daging tua Balikpapan
: Kulit muda Balikpapan
: Kulit tua Balikpapan

You might also like