You are on page 1of 11

ANALISA PENERAPAN PSIKOLOGI LINGKUNGAN PADA

DESIGN TAMAN KARTINI CIMAHI


Diajukan untuk memenuhi tugas Psikologi Lingkungan
Dosen Pengampu:
M.Psi
Disusun oleh :
Niken Pramudita

7111121013

Chatleen Ivana Rotua Alviola P

7111121020

Mahgdalena

7111121029

Theresia Vania

7111121053

Hafsah Hilalliyah

7111121101

Hendraining Widi S

7111121106

Raya Salimah

7111131038

Shofa Nur Asmah

7111131024

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2016

1. PROFIL TAMAN KARTINI KOTA CIMAHI


.

Taman Kartini merupakan salah satu taman kota yang ada di Cimahi, pada jaman
kolonial Belanda taman ini diberi nama taman Wilhelmina dimana nama tersebut diambil
dari nama Ratu Kerajaan Belanda kala itu. Ditengah taman ini dulunya terdapat kolam air
berbentuk lingkaran (Pond) dan ditengahnya terdapat air mancur. Taman Kartini saat ini
mengalami sejumlah perubahan, dimana kolam air mancur yg dulu ada sekarang telah
tiada namun aliran air yg masuk ke areal taman ini masih ada. Berdiri sejak jaman
penjajahan Belanda tidak ada catatan pasti kapan Taman Kartini ini didirikan.
Pada awal tahun 2013 Taman Kota Kartini mulai dibenahi dengan penambahan
jalur trek jogging dan berbagai perbaikan fasilitas. Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Pemerintah Kota Cimahi akan menata kembali taman-taman yang sudah ada di kota
tersebut. Diperkirakan, penataan mulai dilakukan pada Juni mendatang.
Kepala Bidang Pertamanan, Pemakaman, Penerangan Jalan Umum, dan Dekorasi
Kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi, Ade Ruhiyat, menyatakan akan
melanjutkan penataan Taman Kartini, taman di bawah flyover Cimindi, dan taman-taman
kecil di sepanjang jalan Mahar Martanegara, Cimahi. Untuk penataan Taman Kartini, Ade
dan jajarannya sudah berkoordinasi dengan pihak pemiliknya, yakni TNI. Terlebih, kedua
belah

pihak

sudah

membuat

MoU

untuk

penataan

Taman

Kartini.

Diakui memang, ketentuannya memang Pemkot Cimahi tidak bisa melakukan kegiatan di
aset milik pihak lain. Namun disebutkan dalam MoU yang telah disepakati kedua belah
pihak bahwa Pemkot Cimahi dapat melakukan penataan tambahan pada tahun 2015.
Di Taman Kartini, pada tahun 2015, rencananya akan dibuat tempat-tempat
duduk, dan revitalisasi kolam retensi. Kolam retensi, berfungsi untuk menampung air di
taman tersebut. Selain itu, pihaknya juga akan membuat pedestrian, jogging trek, tempat
main anak, dan WC di Taman Kartini itu.
Penataan kembali taman Kartini ini didasari oleh tuntutan kebutuhan ruang
terbuka hijau di Kota Cimahi. Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Cimahi (5,09% dari
luas kota) belum memenuhi ketentuan (RTRW Kota Cimahi tahun 2003), yaitu 15%.
Salah satu penyebabnya adalah terjadinya peningkatan pembangunan lahan terbangun
permukiman penduduk dan meningkatnya jumlah penduduk. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan suhu udara, sementara ruang untuk sarana rekreasi kota terbatas.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 pasal 8 ayat 2, luas hutan kota
dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar.

Dengan luas Taman Kartini 0,65 ha (6.500 m2 ), maka areal Taman Kartini layak untuk
dijadikan hutan kota. Hutan kota ini selain bagian dari kawasan lindung (cagar budaya),
juga tetap berfungsi sebagai taman kota. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
memaksimalkan penanaman pohon di Taman Kartini. Upaya ini dilakukan dengan cara
menata pohon eksisting, menambah vegetasi dan menempatkan vegetasi di sekitar Taman
Kartini. Upaya untuk mengurangi genangan air pada lahan hutan kota dapat dilakukan
dengan penanaman vegetasi yang toleran terhadap genangan. Vegetasi tersebut
diantaranya adalah nangka (Artocarpus integra), albizia (Paraserianthesfalcataria),
mahoni (Swietenia spp), jati (Tectona grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro
(Leucanea glauca). Selain itu, untuk membatasi/memberikan jarak antara kolam dan
perlintasan yang dapat dilalui oleh pengunjung taman, maka perlu dibuat garis pembatas
(sempadan kolam). Sempadan kolam berjarak antara 1-2 m (dari kolam menuju daerah
taman/hutan kota).

2. Pembahasan Teori
Penerapan prinsip-prinsip psikologi lingkungan dalam aplikasinya terhadap ruang
rekreasi untuk masyarakat masih minim dilakukan. Untuk menganalisa suatu hubungan
suatu design tempat rekreasi dan pengaruhnya

terhadap perilaku manusia yang

mengunjunginya kita bisa menggunakan 2 konsep, yaitu person environment congruence


dan perceived control.
Person enviromental congruence

adalah konsep paling pokok; setting

memfasilitasi tingkah laku dan tujuan dari pembentukan setting itu sendiri. Hal ini lebih
jelas diungkapkan dalam pendekatan Barkers ecological setting yang berfokus pada
pendekatan dimana bahwa lingkungan dipengaruhi oleh perilaku begitupula sebaliknya
bahwa perilaku dipengaruhi lingkungan.
Berbeda dengan pendekatan lain atau teori-teori besar lain sebelum Barker yang
lebih berfokus pada apa pengaruh yang diberikan lingkungan pada perilaku manusia,
namun kemudian sedikit mengenyampingkan peranan perilaku dalam mempengaruhi
lingkungan. Barker memulai studi ini sejak tahun 1960-an, fokus utama model teori yang
Barker rancang adalah pengaruh dari behavior setting terhadap perilaku yang ditampilkan
orang-orang yang ada dan terlibat kegiatan dalam setting tersebut.

Lalu perceived control adalah bahwa sebuah setting memiliki andil besar tentang
bagaimana seseorang berpersepsi mengenai kontrol dirinya. Perilaku kita dalam sebuah
setting adalah bagian dari fungsi derajat perceived control kita yang ditawarkan oleh
lingkungan. Artinya bahwa perilaku kita adalah hasil dari seberapa besar kontrol persepsi
kita yang kita dapatkan ketika kita berada di suatu setting lingkungan.

3. Analisa Taman Kartini Cimahi


a. Analisa berdasarkan kepadatan
Sebagaimana

Bandung,

Cimahi

sebagai

kota

pendukung

dan

daerah

administratifnya juga mengalami peningkatan kepadatan penduduk . maka kebutuhan


ruang terbuka hijau dibutuhkan untuk memastikan kesehatan baik fisik maupun mental
penduduk di kota tersebut terpenuhi. Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Cimahi (5,09%
dari luas kota) belum memenuhi ketentuan (RT/RW Kota Cimahi tahun 2003), yaitu 15%.
Salah satu penyebabnya adalah terjadinya peningkatan pembangunan lahan terbangun
permukiman penduduk dan meningkatnya jumlah penduduk. Hal ini menyebabkan
terjadinya peningkatan suhu udara, sementara ruang untuk sarana rekreasi kota terbatas.
Dengan luas Taman Kartini 0,65 ha (6.500 m2 ), maka areal Taman Kartini layak untuk
dijadikan hutan kota. Ruang terbuka ini dibutuhkan untuk memberikan kesempatan untuk
warga saling berinteraksi satu sama lain.
b. Analisa berdasarkan tata letak
Terdapat di sekitar Taman Kartini. Bangunan yang dianalisis meliputi Markas
Pusen Art, Rumah Dinas Perwira TNI, sarana pendidikan, dan fasilitas umum
(perdagangan dan jasa). Di dekat Taman Kartini juga terdapat Gereja yang cukup besar di
Cimahi. Juga rumah sakit utama daerah Cimahi yaitu Dustira. Lokasi yang strategis ini
memungkinkan ruang terbuka hijau ini mudah untuk dijangkau bagi warga cimahi untuk
rehat sejenak dari aktivitas sehari-hari dan juga dekat untuk sarana rekreasi pada waktu
luang.
Taman Kartini cukup mudah dijangkau melalui berbagai jalur angkutan kota.
Warga di sekitar cimahi dapat dengan mudah mengaksesnya dari berbagai sudut kota
Cimahi. Cimahi sebagai kota yang tumbuh cukup pesat mulai diancam masalah seperti
noise dan polusi yang dapat dengan mudah menyebabkan stres bagi masyarakat cimahi.

Penempatan taman kartini di dekat pusat berbagai aktivitas masyarakat dapat menjadi
alternatif untuk menghilangkan stres sejenak.
c. Analisa Fasilitas
Analisis kebutuhan eksterior bertujuan untuk menganalisis fasilitas rekreasi di
Taman Kartini. Fasilitas rekreasi di Taman Kartini diantaranya adalah pagar taman, plasa
dan tugu R.A Kartini, sirkulasi, bangku taman, tempat parkir, penerangan, tempat
penampungan sampah dan WC umum/toilet. Saat ini yang telah terpenuhi adalah tugu R.
A Kartini sebagai pusat dari taman itu sendiri. Peletakan tugu ini menjadi penanda dan
identitas dari taman kartini ini. Tugu tersebut juga menjadi icon landmarks

yang

membantu kita membuat cognitive maps Taman Kartini ini. Tugu Kartini menjadi fitur
utama yang bisa digunakan orang-orang untuk menjelaskan keberadaan Taman Kartini.
Pagar taman dibutuhkan untuk melindungi vegertasi yang telah ada di Taman
Kartini. Seperti disebutkan di atas bahwa keberadaan Taman Kartini bukan hanya untuk
alternatif tempat rekreasi warga Cimahi namun juga untuk kebutuhan Hutan Kota di Kota
Cimahi. Hutan kota ini selain bagian dari kawasan lindung (cagar budaya), juga tetap
berfungsi sebagai taman kota. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
memaksimalkan penanaman pohon di Taman Kartini. Upaya ini dilakukan dengan cara
menata pohon eksisting, menambah vegetasi dan menempatkan vegetasi di sekitar Taman
Kartini. Upaya untuk mengurangi genangan air pada lahan hutan kota dapat dilakukan
dengan penanaman vegetasi yang toleran terhadap genangan. Vegetasi tersebut
diantaranya adalah nangka (Artocarpus integra), albizia (Paraserianthesfalcataria),
mahoni (Swietenia spp), jati (Tectona grandis), kihujan (Samanea saman) dan lamtoro
(Leucanea glauca). Selain itu, untuk membatasi/memberikan jarak antara kolam dan
perlintasan yang dapat dilalui oleh pengunjung taman, maka perlu dibuat garis pembatas
(sempadan kolam). Sempadan kolam berjarak antara 1-2 m (dari kolam menuju daerah
taman/hutan kota). Dalam upaya menciptakan iklim mikro, penataan hutan kota berguna
dalam menurunkan suhu udara, menjaga kestabilan kelembaban udara, dan mengarahkan
angin. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu udara adalah dengan
penanaman vegetasi peneduh (berbentuk memayung). Agar kelembaban nyaman untuk
kegiatan manusia, maka perlu pemilihan jenis vegetasi dengan tajuk yang tidak terlalu
rapat dan bertekstur halus. Selain itu penanaman vegetasi dalam berbagai strata (pohon,
perdu dan semak) sebagai pengarah angin.

Jalur pejalan kaki, dalam salah satu studinya Preiser menyebutkan bahwa ada suatu
model fenomena mengenai pejalan kaki yang ia sebut dengan friction conformity model.
Friction

disini diartikan sebagai alur pejalan kaki dan tekanan konformitas dari

kumpulan pejalan kaki. Para pejalan kaki dengan sendirinya memiliki katentuanketentuan bersama seperti telah saling menyepakati untuk berjalan pada suatu ritme
tertentu atau berhenti pada lokasi tertentu. Hal ini tidak dipungkiri terdapat pada
pendesainan Taman Kartini dengan jalur-jalur pejalan kaki tertentu yang saling terhubung
dan berputar, memungkinkan para pejalan kaki untuk berkeliling menikmati suasana
vegetasi hijau taman kartini. Biasanya beberapa lokasi yang hampir pasti menjadi titik
para pejalan kaki berhenti adalah tugu R.A Kartini dan bekas air mancur juga beberapa
kursi taman.
Kursi taman, pada studi lainnya Preiser (1972) mengobservasi terdapat fenomena
dimana orang-orang senang untuk duduk dan memandangi para pejalan kaki lain. Maka
penempatan kursi taman di dekat

jalur-jalur pejalan kaki di Taman Kartini telah

membantu fenomena ini muncul juga dalam pemandangan yang bisa dilihat di Taman
Kartini Cimahi.
Fasilitas bermain anak, juga menjadi salah satu fasilitas yang dipenuhi oleh
Taman Kartini. Fasilitas bermain anak ini sengaja disimpan berdampingan dengan
beberapa kursi taman dimana para orangtua bisa saling berinteraksi sambil mengawasi
anak-anak mereka bermain.

Lampiran Gambar Taman Kartini

10

DAFTAR WEBSITE

http://www.cimahikota.go.id/news/detail/1834
http://kota-cimahi.blogspot.co.id/2012/10/taman-kartini_11.html
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/03/17/nlcfne-tamankartini-cimahi-bakal-ditata

11

You might also like