You are on page 1of 21

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini pada umumnya menggunakan
sayatan. Setelah bagian yang ditangani ditampilkan dilakukan tindakan
perbaikan

yang

diakhiri

dengan

penutupan

dan

penjahitan

(Sjamsuhidayat, 2005). Bedah atau operasi merupakan tindakan


pembedahan cara dokter untuk mengobati kondisi yang sulit atau tidak
mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter and
Perry, 2006)..
Laparatomi adalah salah satu jenis operasi yang dilakukan pada daerah
abdomen. Operasi laparatomi dilakukan apabila terjadi masalah
kesehatan yang berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan yang diberikan
kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahaan perut
(Jitowiyono, 2010).

Pylorektomi merupakan operasi dilakukan dengan insisi di perut kuadran


kanan atas atau insisi secara melintang di daerah supra umbilikal. Insisi
secara vertikal di buat di permukaan mid anterior muskulus superfisial

dan serosa, 1- 2 mm dari pyloroduodenal junction sampai 0,5 cm ke


antrum bagian bawah. Serabut dibawahnya dibagi dengan diseksi
tumpul dan penjepit. Dilakukan perawatan untuk mencegah perforasi
mukosa terutama di bagian bawah insisi. Tampak protusio dari mukosa
gaster mengindikasikan tanda obstruksi. Perforasi mukosa biasanya
terjadi di duodenal end dan terindikasi dengan adanya cairan empedu.
Namun ketika hal ini terjadi, perbaikan dilakukan dengan menggunakan
sutura monofilamen absorbable jangka panjang dan ditempatkan
melintang dan ditutup dengan omentum. Selanjutnya udara dimasukkan
melalui NGT untuk evaluasi integritas mukosa duodenal (Chirdan, 2008)

2. Etiologi
Adapun penyebab di Laparatomi menurut Mansjoer (2007) :
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
b. Peritonitis
c. Perdarahan saluran pencernakan
d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
e. Kasus appendiksitis
f. Masa pada abdomen
g. Obstetry-ginekology
Kususnya pada pylorektomi yang mendasari dilakukan pembedahan
karena indikasi adanya sumbatan di daerah pylorik.
3. Pathofisiologi/Pathway
Setelah pembedahan pylorektomi muskulus pilorus menjadi ke ukuran
normal dan ketika dilihat selama operasi hanya tampak garis halus
diatas pilorus di sisi myotomy. Namun, beberapa kasus pilorus bisa
tetap menebal setelah pembedahan dan bisa sampai 5 bulan untuk

kembali ke ketebalan normal. Pada minggu pertama setelah operasi,


ketebalan muskulus bisa sama atau bahkan lebih tebal dari sebelum
operasi dan secara bertahap dapat kembali normal. Bagian anterior
muskulus cenderung untuk normal lebih dahulu, dan biasanya berkurang
3 mm selama 3 bulan. Bagian posterior merupakan bagian yang terakhir
untuk menjadi normal, biasanya terjadi setelah 5 bulan. Pylorektomi
inkomplet dapat terjadi namun sulit dinilai selama fase awal paska
operasi,biasanya sulit di interpretasi dan tidak membantu. Namun jika
terjadi

penyempitan lagi maka

diperlukan pylorektomi ulang.

Mortalitas jarang, dan jika terjadi biasanya disebabkan karena


kurangnya cairan dan elektrolit pada pasien (Dias SC, 2012)

PATHWAY

Hiperaktivitas lambung

Konginental

Spasme otot lambung


Hipertropi Muskulus

Inversi pylorus abnormal


Penyempitan lumen pylorik

Stenosis Pylorus

Sedikitnya segmen
4 dari lambung
yang masuk ke usus

Peristaltik
abnormal

Mual muntah

Obstruksi Usus

Konstipasi

Obstruksi di
proksimal

Ketidak
seimbangan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Distensi
abdomen

Makaan dan minumn


sulit masuk ke
duodenum
Tindakan
pembedahan
Perubahan status
kesehatan.

Ketidakefektifan pola nafas


Laparatomy
Pylorektomi

Risiko infeksi
pasca tindakan
invasiv

Keterbatasan
aktivitas

Nyeri post operasi

4. Manifestasi klinis dan komplikasi


a. Manifestasi klinis :
1) Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2) Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3) Kelemahan
4) Mual, muntah, anoreksia
5) Konstipasi
b. Komplikasi :
1) Syok
2) Hemorrhagi
6

3) Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis


4) Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi

5. Pengobatan
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
c. Pemantauan status pernafasan dan CV
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal
kanul jika diindikasikan
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
f. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau
diuretik (mengurangi retensi cairan dan edema)
6. Perawatan
Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Syok
1) Terapi penggantian cairan r
2) Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
3) Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman
mungkin dan dengan menggunakan narkotik secara
bijaksana
4) Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah
vasodilatasi)
5) Ruangan tenang untuk mencegah stress
6) Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
7) Pemantauan tanda vital
7

b. Hemorrhagi
1) Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
2) Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi.
3) Inspeksi luka bedah
4) Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
5) Transfusi darah atau produk darah lainnya
6) Observasi Vital Signs
c. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis
1) latihan kaki post operasi dan ambulatif dini
d. Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi
1) Penggunaan peralatan steril
2) Antibiotik dan antimikroba
3) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien
4) Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal
5) Perawatan insisi dan balutan
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan klien yang terdiri dari :
a. Pengkajian keadaan fisik
Setelah pengkajian segera setelah lahir, untuk memastikan bayi
dalam keadaan normal atau mengalami penyimpangan maka
dilakukan pengkajian keadaan fisik yang terdiri dari :
1) Data Subyektif
8

Data subyektif bayi baru lahir yang harus dikumpulkan


adalah riwayat kesehatan bayi baru lahir meliputi:
a) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
b) Sirkulasi.
Tanda : Takikardia
c) Eliminasi
Gejala
: Konstipasi pada awitan awal Diare
(kadang-kadang)
Tanda

: Distensi abdomen, nyeri tekan /

nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada


bising usus
d) Makanan/ cairan
Gejala:
Anoreksia
e) Nyeri kenyamanan
Gejala

Nyeri

epigastrium

dan

abdomen

sekitar

umbilikus, yang meningkat

berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney


(setengah jarak

antara umbilikus dan tulang

ileum

meningkat

kanan),

karena

berjalan,

bersin, batuk, atau nafas dalam (nyeri berhenti


tiba-tiba

di duga perforasi atau infark pada

appendiks) keluhan berbagai rasa nyeri atau gejala


tidak

jelas

appendiks,

(sehubungan
contoh

dengan

retrosekal

lokasi
atau sebelah

ureter)
Tanda

: Perilaku berhati-hati, berbaring


9

ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk,


meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan atau posisi
duduk tegak.
2) Data Obyektif
Data obyektif bayi baru lahir yang harus dikumpulkan
meliputi:
a) Pemeriksaan umum :
(1) Pernafasan. Pernafasan normal bayi 30-60
kali per menit, tanpa retraksi dada dan
tanpa suara merintih pada fase ekspirasi.
(2) Warna kulit. BBL aterm kelihatan lebih
pucat disbanding bayi preterm karena kulit
lebih tebal.
(3) Denyut jantung. Denyut jantung bayi
normal antara 100 - 160 kali per menit.
0
0
(4) Suhu tubuh antara 36,5 C - 37,5 C.
(5) Tonus otot / tingkat kesadaran. Rentang
normal tingkat kesadaran BBL adalah
mulai dari diam hingga sadar penuh dan
dapat ditenangkan jika rewel
(6) Berat badan, normal 2500-4000 gram.
b) Pemeriksaan Fisik (Head To Toe),meliputi
pemeriksaan pada:
(1) Kepala : ubun-ubun, sutura, moulase, caput
succedaneum, cephal hematoma
(2) Muka : tanda-tanda paralisis

10

(3) Mata : keluar nanah / tidak, bengkak


pada

kelopak

mata,

perdarahan

subkonjungtiva dan kesimetrisan.


(4) Telinga
:
Kesimetrisan
(5)
(6)
(7)
(8)

letak

dihubungkan dengan mata dan kepala.


Hidung : kebersihan, palatoskisis.
Mulut :Labiopalatoskisis, trush, sianosis.
Leher : pembengkakan dan benjolan.
Dada : Bentuk dada, putting susu, bunyi

jantung dan pernafasan.


(9) Abdomen : penonjolan sekitar tali pusat
pada saat menangis, perdarahan tali pusat
(10)
Genetalia : kelamin laki-laki :
testis

berada dalam skrotum, penis

berlubang dan berada di ujung penis.


Kelamin

perempuan

vagina,

uretra

berlubang, labia mayora dan labia minora


(11)
Tungkai dan kaki : gerakan, bentuk
dan jumah jari.
(12)
Anus : berlubang / tidak.
2. Diagnosa
a. Gangguan rasa nyaman nyeri (akut) berhubungan dengan
insisi bedah.
b. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama, perforasi/ruptur pada appendiks,
pembentukan abses, prosedur invasif insisi bedah
c. Perubahan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
berhubungan dengan penurunan intake oral mual muntah

11

tubuh

3. Perencanaan
TGL/JAM

NO DX
1.

TUJUAN
Tujuan:
Setelah

di

lakukan

INTERVENSI
1. Kaji nyeri, catat lokasi,
karakteristik,

beratnya

tindakan keperawatan di

(skala

F L A C C ),dan

harapkan nyeri berkurang

laporkan perubahan nyeri

atau hilang.

dengan tepat

Kriteria Hasil :

R:

Berguna

pengawasan

dalam
kemajuan

Nyeri klien

penyembuhan.

berkurang / hilang
klien tampak rileks

Perubahan

pada

karakteristik

nyeri

menunjukkan terjadinya
abses/peritonitis,
memerlukan
evaluasi

upaya

medik

dan

intervensi
2. Pertahankan

istirahat

dengan posisi supinasi

12

TTD

R:

Menghilangkan

tekanan abdomen yang


bertambah dengan posisi
telentang
3. Beritahukan

penyebab

nyeri
R: Membantu orang tua
klien dalam mekanisme
koping
4. pemberian

Berikan

analgesik sesuai indikasi


R: Menghilangkan nyeri
mempermudah
kerjasama
intervensi

dengan
terapi

lain

seperti ambulasi, batuk

13

1. Posisikan

klien

untuk

Tujuan :
Pola napas klien efektif
1.

setelah

dilakukan

memaksimalkan ventilasi
R: Bebasan jalan nafas
dengan posisi semi ekstensi
2. Auskultasi suara nafas, catat

tindakan keperawatan.
area penurunan dan ketidak
adanya ventilasi dan bunyi
Kriteria Hasil:
-

Jalan napas paten


RR dalam batas
normal ( 40-60 x/

menit)
- Tidak ada suara napas
-

nafas
R: Meningkatkan ventilasi
dan asupan oksigen
3. Monitoring kecepatan, irama,
SPO2 kedalaman dan upaya
nafas tiap jam.
R: pemantauan yang lebih

tambahan
Tidak ada

retraksi
intensif, memudahkan untuk

dada
- Tidak

ada

hidung

cuping

melakukan

tindakan

akan dilakukan
4. Berikan
health
kepada

keluarga

yang

edukasi
tentang

masalah kesehatan klien


R: Health edukasi kepada
keluarga dapat memberikan
rasa tenang kepada orang tua.
5. Lakukan kolaborasi dengan
tim dokter dengan pemberian
14

O2 1 LPM
R: membantu pemenuhan O2

15

2.

Tujuan:

5. Letakkan

bayi

terlentang

ketidakefektifan

diatas blanket warmer dan

termoregulasi klien

memakai selimut

teratasi setelah

R: Mengurangi kehilangan

dilakukan tindakan

panas pada suhu lingkungan

keperawatan

sehingga bayi menjadi lebih

Kriteria Hasil:

hangat

Akral hangat
Suhu tubuh 36,5

6. Ganti linen atau popok bila


basah

37,5C
R: kehilangan panas tubuh
bisa terjadi karena konduksi
dengan

suhu

yang

lebih

rendah
7. Observasi suhu tubuh bayi
setiap jam
R: Perubahan suhu tubuh
bayi

dapat

menentukan

tingkat hipotermia
8. HE kepada orang tua tentang
penatalaksanaan suhu normal
pada bayi
R: mempermudah

koping

keluarga kepada bayinya


16

3.

Tujuan: Perubahan

1. berikan pasien minum susu

nutrisi kurang dari

personde dengan drip sedikit

kebutuhan tubuh klien

tapi sering
R: meningkatkan

proses

dapat teratasi setelah


metabolisme tubuh
dilakukan tindakan
2. Menimbang BB setiap hari
keperawatan
R: Mengetahui pemenuhan
nutrisi sudah terpenuhi setiap
harinya
3. Kaji

status

nutrisi

atau

Kriteria Hasil:
observasi intake dan oautput
-

Intake nutrisi
setiap hari dan balance cairan

adekuat..
Reflek hisab baik
BB naik

R: Mengidenfikasi nutrisi
4. Jelaskan

pada

orang

tua

perlunya kabohidrat, lemak,


protein,

vitamin,

mineral,

dan cairan yang adekuat


R: Membangun
untuk proses

jaringan
metabolisme

tubuh.
5. Kolaborasi dengan ahli gisi
untuk pemberian diet pada
pasien
17

R:

Memberikan

dalam

bantuan

perencanaan

diit

dengan nutrisi yang adekuat


6. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian tpm

18

4.

Tujuan: infeksi pada

1. Cuci tangan sebelum dan

klien tidak terjadi setelah

sesudah tindakan

dilakukan tindakan

R:

keperawatan

penyebaran infeksi

Menurunkan

resiko

2. Lakukan personal hygine


Kriteria Hasil:

R: kondisi tubuh yang bersih

Meningkatnya

mengurangi

penyembuhan luka

infeksi

dengan benar.
bebas tanda

infeksi/inflamasi
bebas tanda eritema

penyebaran

3. Observasi tanda-tanda vital


R: mengetahui keadaan klien

dan demam

4. Berikan informasi yang tepat


dan

jelas

pada

keluarga

Pengetahuan

tentang

klien
R:

kemajuan situasi memberi


kandukungan
membantu

emosi,
menurunkan

ansietas
5. Evaluasi

darah

lengkap

setelah 3 hari perawatan


R: untuk melihat peningkatan
atau penurunan kadar darah

19

dalam tubuh
6. Kolaborasi
medis

dengan

dalam

tenaga

memerikan

antibiotik sesuai indikasi.


R: Mungkin diberikan secara
profilaktik atau menurunkan
jumlah

mikroorganisme

(pada infeksi yang telah ada


sebelumnya).

20

DAFTAR PUSTAKA

Chirdan LB, Ameh EA, Thomas AH. 2008. Infantile hypertrophic pyloric stenosis. J
Pediatr Surg; 43: 1227-29
Dias SC, Swinson S, Torrao H, Goncalves L, Kurochka S, Vaz CP, et al. 2012.
Hypertrophic pyloric stenosis: tip and trick for ultrasound diagnosis. Insight
imaging.; 3: 247-50
Jitowiyono,

S.dkk.2010.Asuhan

Keperawatan

Post

Operasi.Yogyakarta:

Nuha

Medika
Mansjoer Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Euculapcius UI.
Potter, P.A., Perry, A.G., 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep
Proses dan Pratik, Edisi 4, volume 2, EGC, Jakarta
Sjamsuhidayat, M. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

You might also like