You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diare adalah suatu kondisi dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi
normal dengan konsistensi feses cair atau seperti bubur yang terjadi secara berulang
lebih dari 3 kali sehari. Diare dapat bersifat akut disebabkan oleh bakteri atau virus
dan kronis yang berkaitan dengan gangguan gastrointestinal. Berdasarkan
mekanisme penyebabnya diare dibedakan menjadi:
a) karena kurangnya absorbsi zat osmotik dari lumen usus(diare osmotik),
b) meningkatnya sekresi elektrolit dan air kedalam lumen usus(diare
sekretorik) disebabkan oleh bakteri atau,
c) naiknya permiabilitas mukosa usus atau terganggunya motilitas usus
karena penyakit pada usus halus atau tidak terabsorbsinya asam
empedu(Pudjiastuti, 2006).
Diare dapat disebabkan oleh bakteri yang mengkontaminasi makanan dan
minuman atau oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri tersebut yang
berhubungan erat dengan sanitasi dan higienis individu maupun masyarakat, juga
dapat disebabkan oleh kelainan psikosomatik, alergi terhadap makanan atau obatobatan tertentu, kelainan pada sistem endokrin dan metabolisme, kekurangan
vitamin. Diare yang hebat dapat menyebabkan dehidrasi karena tubuh kekurangan
cairan, kekurangan kalium, dan elektrolit dalam jumlah yang banyak. Dehidrasi
berat akan menimbulkan kelemahan, shock bahkan kematian terutama pada anakanak dan bayi . Pengobatan dalam menanggulangi diare perlu diperhatikan
terjadinya dehidrasi pada penderita, sehingga diperlukan pengganti cairan.
Pengobatan diare dapat menggunakan obat-obat kimia seperti loperamid, akan tetapi
dapat menimbulkan efek samping seperti nyeri abdominal, mual, muntah, mulut
kering, mengantuk, dan pusing(Nurhalimah,dkk, 2015). Berdasarkan studi diatas,
maka peneliti melakukan perbandingan kekuatan obat antidiare antara suspense gom
arab dan loperamid dengan penginduksi bisakodil.

1.2. Identifikasi Masalah


1. Manakah yang memiliki kekuatan antidiare terbaik antara loperamid dan
2.

suspensi gom arab?


Manakah yang memiliki efek samping paling sedikit antara loperamid dan
suspensi gom arab?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui kekuatan antidiare yang terbaik antara loperamid dan suspensi
2.

gom arab.
Untuk mengetahui efek samping akibat penggunaan obat antidiare antara
loperamid dan suspensi gom arab.

1.4. Kegunaan Penelitian


1. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan teoritis
Menjadi bukti ilmiah dan sebagai informasi mengenai kekuatan antdiare
antara loperamid dan suspensi gom arab.
b. Kegunaan aplikatif
- Memberikan manfaat kepada masyarakat, khususnya mahasiswa Farmasi
Universitas Padjadjaran untuk dapat memilih manakah obat antidiare
-

terbaik dengan efek samping seminimal mungkin.


Sebagai bahan kajian untuk peneliti selanjutnya agar dapat dikembangkan
lebih luas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diare didefinisikan sebagai feses cair yang terjadi berulang kali,
melibatkan

peningkatan

gerakan

peristaltik

saluran

pencernaan,

biasanya minimal tiga kali dalam jangka waktu 24 jam. Namun,


konsistensi tinja bukan jumlah yang paling penting. Selama diare ada
penurunan asupan air dan elektrolit (natrium, klorida, kalium, dan
bikarbonat) dalam tinja cair. Air dan elektrolit juga hilang melalui
muntah, keringat, urine dan pernapasan. Dehidrasi terjadi ketika
kerugian tersebut tidak diganti secara memadai dan defisit air dan
elektrolit berkembang. Volume cairan yang hilang melalui tinja dalam
24 jam dapat bervariasi dari 5 ml / kg (dekat normal) sampai 200 ml /
kg, atau lebih. Pada tahap awal dehidrasi, tidak ada tanda-tanda atau
gejala yang jelas. Seiring dengan peningkatan dehidrasi, tanda-tanda
dan gejala berkembang. Awalnya ini meliputi: rasa haus, gelisah atau
marah, mata cekung, dan ubun cekung (pada bayi). Dalam dehidrasi
berat, efek ini menjadi lebih jelas dan pasien dapat menunjukan bukti
syok hipovolemik, termasuk: kesadaran berkurang, kurangnya urin,
ekstremitas lembab dingin, nadi cepat dan lemah (nadi radial mungkin
tidak terdeteksi), tekanan darah rendah atau tidak terdeteksi, dan
sianosis perifer. Kematian berikut segera jika dehidrasi tidak ditangani
dengan cepat (World Health Organization, 2005).
Diare

mencakup

peningkatan

sekresi

dan

pengurangan

penyerapan cairan, sehingga kehilangan elektrolit dan air (Rang HP,


2006). Penyebab diare diantaranya ada agen infeksi, racun yang
berasal dari tanaman, gangguan pencernaan seperti radang dan
masalah

dismotilitas

dari

saluran

pencernaan

dan

zat

yang

meningkatkan sekresi GIT (Ezeigbo II, 2010). Di negara berkembang,


mayoritas orang tinggal di daerah pedesaan menggunakan obat herbal
untuk mengobati berbagai kondisi kesehatan termasuk diare, yang
merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak-anak
terutama kekurangan gizi (Havagiray, 2003).
Swiss tikus albino (25 - 35 g) digunakan untuk pengujian. Hewanhewan itu disimpan di kandang stainless steel pada suhu kamar (23C
- 27C) dan kelembaban relatif sekitar 45 - 65% dan iklan fed libitum

dengan standar pakan pellet komersial. air minum bersih yang


disediakan dan hewan diizinkan 2 minggu untuk aklimatisasi sebelum
percobaan. aturan etika membimbing penggunaan hewan laboratorium
untuk

eksperimen

menurut

Zimmerman

yang

ketat

diikuti

(Zimmermann, 1983).
Tindakan utama dari obat referensi (loperamide) adalah aktivasi
reseptor opioid presinaptik terletak di sistem saraf enterik yaitu
tindakan yang menghasilkan penghambatan pelepasan asetilkolin dan
pengurangan

gerakan

peristaltik.

Di

selain

bentuknya

tindakan

antimotility, loperamide juga memiliki aktivitas antisecretory. Ini


tindakan farmakologis membenarkan penggunaan loperamide sebagai
referensi anti-diare obat di pembelajaran (Rang HP, 2006).
Bisacodyl adalah obat pencahar yang bertindak sebagai stimulan
peristaltik usus dan bertindak secara langsung di usus besar untuk
menghasilkan gerakan usus. Hal ini biasanya diresepkan untuk
menghilangkan

sembelit

dan

untuk

pengelolaan

disfungsi

usus

neurogenik, serta untuk persiapan usus sebelum pemeriksaan medis


(Miller, 2001).
Loperamide menurun secara signifikan (P <0,05) berat, kadar air
dan

jumlah

tinja

pelet, ini juga secara signifikan mengurangi (P <0,05) asupan air pada
tikus albino (Tabel 1). Ini adalah indikasi induksi sembelit pada tikus.
Selanjutnya, tidak ada perbedaan yang signifikan (P> 0,05) di
konsumsi pakan antara kontrol normal dan hewan sembelit.

Dalam penelitian ini, penurunan jumlah, berat badan dan kadar


air

pelet

tinja

mengikuti pengobatan dengan loperamide, yang merupakan indikasi


dari sembelit pada tikus diamati. Tindakan loperamide tampaknya
terkait terutama untuk aktivasi reseptor opioid di jaringan perifer,
karena

loperamide

tidak

menyeberang

ke

pusat

sistem

saraf.

Loperamide mencegah diare dengan bertindak pada usus motilitas dan


inturn mengurangi air dan tinja masuk usus besar. Ini ditandai dengan
penurunan air yang diamati pada hewan, sembelit mungkin juga
sebagai akibat dari efek loperamide yang mungkin menyumbang
pengurangan kadar air dari pelet tinja. Selain itu, loperamide tidak
mencegah tikus dari makan teratur (Wintola OA, 2010).
Bisacodyl diklasifikasikan sebagai pencahar stimulan dan secara
luas digunakan untuk mengobati sembelit. Bisacodyl meningkatkan
produksi prostaglandin E2 (PGE2) di sel epitel usus dan menghambat
aktivitas Na + -K + ATPase, dan, sebagai hasilnya, tekanan osmotik
dalam meningkatkan saluran usus. Hal ini diyakini bahwa peningkatan
tekanan osmotik menyebabkan peningkatan sekresi elektrolit, seperti
Na + dan K +, dan air di saluran usus, yang berkontribusi pada efek
pencahar dari bisacodyl. Bisacodyl meningkatkan produksi PGE2,
aktivitas Na + -K + ATPase dalam sel epitel mukosa di usus besar
dihambat, dan konsentrasi Na + dan K + dalam peningkatan lumen.
Akibatnya, tekanan osmotik dalam lumen meningkat, dan air ditransfer
dari sisi pembuluh darah ke sisi luminal dari sel, yang akhirnya
mengarah ke efek pencahar. Namun, bahkan jika tekanan osmotik
dalam meningkatkan usus melalui administrasi bisacodyl, seperti yang
ditunjukkan dalam mekanisme yang disebutkan di atas, transfer air
dari sisi luminal sel menurun di bawah kondisi penurunan tingkat
ekspresi AQP3 di usus besar. Hal ini terjadi karena laju perpindahan air
melalui AQPs lebih tergantung pada tingkat ekspresi AQPs pada

permukaan sel dari pada perbedaan tekanan osmotik antara bagian


dalam dan luar sel (Marr N, 2002).

The laxative effect of bisacodyl is attributable to decreased


aquaporin-3 expression in the colon induced by increased PGE2
secretion from macrophages
(Nobutomo, 2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Subjek dan Bahan Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap tikus ras albino jantan (Rattus norvegicus )
dengan rentang berat badan 20 30 gram yang telah lebih dahulu dikembang biakkan
pada lingungan bersih dengan kondisi ventilasi optimum (temperatur 23 1 C dan
kelembapan 45 50%). Pada penelitian ini digunakan Loperamide sebagai zat uji,
larutan gom acacia 10%, dan bisacodyl HCl sebagai zat penginduksi (Tosen, 2014).
3.2 Metode Penelitian
Tikus dikelompokkan menjadi lima kelompok uji dimana setiap kelompok
terdiri atas 5 ekor tikus. Kelompok uji 1 merupakan kelompok uji kontrol dengan
pemberian larutan natrium klorida. Kelompok uji 2, 3 dan 4 diberikan larutan gom
arab dengan dosis 100, 200 dan 400 mg/ kg berat badan (Tosen, 2014). Sedangkan

kelompok uji 5 diberikan zat bisacodyl dengan dosis 0,75 mg/kg berat badan
(Widjanarko, 2013). Seluruh pengujian dilakukan secara oral.
3.3 Analisis Data
Data disajikan sebagai rata rata standar deviasi dari tiga ulangan dan
menjadi sasaran salah satu analisis arah varians (ANAVA). Nilai dianggap signifikan
secara statistik pada P <0,05.

REFERENSI
Ezeigbo II, Ejike CE, Ezeja MI, Eneh O. 2010. Antioxidant and
antidiarrhoeal activity of Manniophyton africanum leaf extract in
mice. Continental Journal of Animal and
Veterinary Research 2:4147.
Havagiray RC, Ramesh C, Sadhna K. 2003. Studies on anti-diarrhoeal
activity of Calotropis gigantean in experimental animals. J Pharm
Pharmaceut. Sci. 7(1):7075.
Marr N, Bichet DG, Hoefs S, Savelkoul PJ, Konings IB,
Graat MP,

De Mattia F,

Arthus MF, Lonergan M, Fujiwara TM, Knoers NV,

Landau D, Balfe WJ, Oksche A, Rosenthal W, Muller D, Van Os CH,


Deen PM. 2002. Cell-biologic and functional analyses of five new
Aquaporin-2

missense

mutations

that

cause

recessive

nephrogenic diabetes insipidus. J Am Soc Nephrol 13: 2267


2277.
Miller, S.M.; Reed, D.; Sarr, M.G.; Farrugia, G.; Szurszewski, J.H. 2001.
Haem oxygenase in enteric nervous system of human stomach
and jejunum and co-localization with nitric oxide synthase.
Neurogastroenterol. Motil. 13, 121131.
Nobutomo Ikarashi, Kohta Baba, Takashi Ushiki, Risako Kon, Ayako
Mimura, Takahiro Toda, Makoto Ishii, Wataru Ochiai, Kiyoshi
Sugiyama. 2011. Gastrointestinal and Liver Physiology. American
Journal of Physiology Vol. 301 no. 5, G887-G895.
Nurhalimah,H.,Novita, W.,Tri,D.W. 2015. EFEK ANTIDIARE EKSTRAK DAUN
BELUNTAS (Pluchea indica L.) TERHADAP MENCIT JANTAN YANG
DIINDUKSI

BAKTERI

Salmonella

Thypimurium.

Jurnal

Pangan

dan

Agroindustri Vol.3 No. 3.


Pudjiastuti, dan Nugraha,Y,A. 2006. UJI LAKSATIF DAN TOKSISITAS AKUT JUS
DAUN PACE (Morinda citrifolia L) PADA TIKUS PUTIH (Acute Toxicity and
Laxative Test of Morinda citrifolia L. Juice on Rats). Jurnal Bahan Alam
Indonesia vol.5 no.1
Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ. 2006. Rang and dale
pharmacology. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Ltd.
Widjanarko, S.B., Wijayanti, N., and Sutrisno, A. 2013. "Laxative Potential of The
Konjac Flour (Amorphophallus muelleri Blume) in Treatment of Loperamide
Induced Constipation on Sprague Dawley Rats." World Academy of Science,
Engineering and Technology, International Journal of Medical, Health,
Biomedical, Bioengineering and Pharmaceutical Engineering7.11, 729-733.
World Health Organization. 2005. The Treatment of diarrhoea : A
Manual for Physicians and Other Senior Health Workers. -- 4th
rev. Geneva : World Health Organization.
Tosan, C.A., Obidola, S.M., and Philip, F.O. 2014. Loperamide Induced Constipated
Wister Rats: Laxative Role of Aqueous Extract of Acacia Ataxacantha
Leaves. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol. 03 (12)
189 - 199, ISSN 2278 4357

Zimmermann

M.

1983.

Ethical

guidelines

for

investigations

of

experimental pain in conscious animals. Pain. 1983;16(2):109110.

You might also like