You are on page 1of 14

Nama : Pirdawati D

NPM : 240210130063
V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Proses termal adalah proses-proses komersial di mana penggunaan panas


terkontrol

baik,

antara

pengalengan/sterilisasi.

lain

blansing,

Keuntungan

pasteurisasi,

penggunaan

panas

pada

dan

proses

pengawetan

makanan adalah ekonomis, aman, dan memproduksi bahan kimia bebas pada
makanan,

produk

lebih

lunak

dan

enak,

menonaktifkan

enzim-enzim,

mikroorganisme sebagian besar dapat mati, serta bila dikemas dengan


menggunakan kemasan steril dapat mempunyai ketahanan simpan lama (Tjahjadi,
2011).
5.1

Blansing
Praktikum proses termal

yang pertama telah dilakukan adalah proses

blansing. Sampel yang digunakan untuk blansing terdiri dari wortel, tomat, kubis,
buncis dan cabai. Blansing dilakukan dengan dua cara, yaitu kukus dan rebus.
Pengamatan yang dilakukan meliputi warna, aroma, tektur serta berat pada
sampel. Hasil pengamatan sampel sebelum dilakukan blansing dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sebelum Blansing pada Kubis, Buncis, Wortel,
Tomat dan Cabai
Pengamatan
Berat
Berat
No. Sampel
Warna
Aroma
Tekstur
untuk
untuk
Kukus
Rebus
1.
Kubis
Putih,
Khas
Halus,
22g
23g
kehijauan
Kubis+
rapuh
2.
Buncis
Hijau ada
Khas
Halus
24g
24g
putih
Buncis
3.
Wortel
Oranye
Khas
Keras
49g
49g
Wortel
4.
Tomat
Merah
Khas
Lunak
82g
Kukus
kekuningan Tomat +
5.
Tomat
Merah
Khas
Lunak
87g
Rebus
kekuningan Tomat
6.
Cabai
Merah
Khas
Licin,
24g
24g
Cabai
keras,

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
mulus
(Sumber : 1B, 2014)
Tabel 2. Gambar Hasil Pengamatan Sebelum Blansing pada Kubis, Buncis,
Wortel, Tomat dan Cabai
No.

Sampel

1.

Kubis

2.

Buncis

3.

Wortel

4.

Tomat Kukus

5.

Tomat Rebus

1.

Cabai

Gambar

Pemotongan dilakukan pada beberapa sampel seperti kubis yang dipotong


secara acak tidak tentu, pada dasarnya kubis dipotong untuk pengecilan ukuran
agar mempermudah proses blansing. Wortel dipotong menjadi dadu sedangkan
buncis dipotong dengan panjang 2cm. Cabai dan tomat dibiarkan utuh. Sampel
yang telah dipotong kemudian di timbang, tujuannya agar susut bobot diketahui

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
setelah proses blansing dilakukan. Hasil pengamatan sampel setelah di kukus
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Hasil Pengamatan Setelah
Wortel, Tomat dan Cabai
Susut
No. Sampel
Warna
Bobot
1. Kubis
0%
Putih
kehijauan+

Blansing (Kukus) pada Kubis, Buncis,


Pengamatan
Aroma
Tekstur
Khas
Kesat
Kubis++
lembek+

Gambar

2.

Buncis

0%

Hijau tua

Khas
Buncis++

Lunak+

3.

Wortel

12,2%

Oranye +

Manis

Lunak+

4.

Tomat

0%

Merah

Khas
Tomat -

Lembek

5.

Cabai

6,67

Merah
terang

Khas Cabai
++

Licin, agak
keriput,
kempes

(Sumber : 1B, 2014)


Menurut Tjahjadi (2011) blansing merupakan suatu cara pemanasan
pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada
suhu kurang dari 100C selama beberapa menit dengan menggunakan air panas
atau uap air panas.

Tujuan utama blansing ialah mengnonaktifkan enzim

diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba


yang ada dalam bahan juga turut mati. Fungsi lain dari blansing adalah
mengurangi

udara

dari

jaringan,

mengurangi

populasi

mikroorganisme,

melunakkan makanan, memperbaiki warna klorofil, dan menghilangkan cita rasa

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
khas (langu) mentah. Hal tersebut dapat dilihat pada sampel yang mempunyai
warna lebih terang setelah dilakukannya blansing, seperti warna yang lebih hijau
pada buncis, warna lebih oranye pada wortel serta warna merah yang lebih terang
pada cabai. Hal lain adalah aroma yang semakin kuat tercium setelah blansing
dilakukan, semua sampel mengalami peningkatan aroma khas yang menjadi lebih
kuat. Tekstur dari sampel juga berubah menjadi lebih lembek/lunak pada semua
sampel.
Hal lain yang terjadi pada beberapa sampel adalah susu bobot. Sampel
yang mengalami susut bobot setelah proses blansing dengan cara dikukus adalah
wortel dan cabai. Wortel mengalami susut bobot sebanyak 12,2 % sedangkan
cabai sebanyak 6,67%. Menurut Nafaziz (2007) Susut bobot adalah kehilangan
sebagian air pada sayuran . Susut bobot tersebut dihitung dengan cara sebagai

berikut :

berat awalberat akhir


100
berat awal

Contohnya pada wortel dengan berat awal 49g dan berat akhir 43g maka

perhitungan susut bobotnya adalah : :

4943
100 =12,2
. Tjahjadi (2011)
43

berpendapat bahwa, di samping keuntungan yang kita dapatkan dari proses


blansing, kita juga mendapatkan kerugian jika proses blansing berlangsung terlalu
lama. Salah satu kerugiannya adalah meningkatkan kehilangan padatan terlarut
seperti yang dialami pada wortel dan cabai.
Ukran dan lama blansing juga bebeda-beda, untuk blansing dengan waktu
yang paling lama dilakukan pada wortel yaitu selama 4 menit sedangkan untuk
blansing dengan waktu yang paling pendek dilakukan pada kubis yaitu selama
1,5 menit. Menurut Tjahjadi (2011) lamanya proses blansing dipengaruhi oleh
beberapa factor, antara lain bahan, ukuran dan bentuk bahan suhu rasio air dalam
bahan, ketebalan tumpukan bahan serta medium blansing. Medium uap (kukus)
ini sulit tercapai suhu yang seragam apabila bahan berjumlah banyak atau
berukuran besar.
Blansing yang selanjutnya, yaitu blansing dengan menggunakan
mediumair. Sampel yang digunakan tetap sama, yaitu wortel, kubis, buncis, tomat

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
dan cabai. Perlakuan yang berbeda hanya terdapat pada lama blansing yang
dilakukan. Pengamatan yang dilakukan pun sama meliputi warna, aroma, tektur
serta berat pada sampel. Hasil pengamatan blansing dengan medium air (rebus)
dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Hasil Pengamatan Sesudah Blansing (Rebus) pada Kubis, Buncis,


Wortel, Tomat dan Cabai
Susut
Pengamatan
Gambar
No. Sampel
Warna
Aroma
Tekstur
Bobot
1.
Kubis
18,7% Putih,
Khas
Kesat
kehijauan Kubis+
lembek+
++

2.

Buncis

4,167% Hijau ada


putih

Khas
Buncis+

Lunak++

3.

Wortel

17,16% Oranye +

Manis+

Lunak++

4.

Tomat

13,79% Merah +

Khas
Tomat +

Lembek +

5.

Cabai

12,5%

Khas
Licin, agak
Cabai+++ rapuh,
keriput,
kempes

Merah
oranye

(Sumber : 1B, 2014)


Menurut Tjahjadi (2011) blansing dengan menggunakan medium air lebih
mudah

untuk

mendapatkan

suhu

yang

seragam

namun

meningkatkan

kemungkinan kehilangan komponen larut air bahan lebih besar jika dibandingkan

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
dengan medium uap. Begitu pula dengan pendapat Winarno (1991) yang
menyatakan bahwa cara blansing dengan menggunakan air mendidih lebih baik
daripada cara blansing yang menggunakan uap air, hal ini terjadi karena adanya
perambatan panas melalui air mendidih lebih cepat meresap merata ke dalam
jaringan wortel sehingga semakin banyak melarutkan vitamin C dan -karoten
yang terkandung pada bahan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan semua bahan
mengalami susut bobot kecuali pada cabai. Bobot cabai meningkat sebesar 12,5%
setelah dilakukan blansing (rebus). Faktor penyebab perbedaan ini salah satunya
dapat disebabkan oleh tekstur cabai yang berbeda dari sayuran lain yang dijadikan
bahan percobaan karena cabai mengandung kadar air paling sedikit (dapat dilihat
dari bagian dalam cabai), sedangkan bahan lain mengandung kadar air yang lebih
tinggi. Susut bobot yang dialami kubis sebesar 18,7%, buncis sebesar 4,176%,
wortel sebesar 17,16% dan tomat sebesar 13,79%. Secara keseluruhan tekstur
bahan menjadi lebih lunak, warna yang semakin terang dan aroma khas masingmasing sayuran pun lebih tercium setelah proses blansing dengan medium air
(rebus) dibanding blansing dengan medium uap air (kukus).
5.2

Pasteurisasi
Praktikum proses termal yang kedua adalah proses pasteurisasi. Sampel

yang digunakan untuk pasteurisasi, yaitu susu segar. Pasteurisasi dilakukan


dengan cara memanaskan susu pada suhu 65C selama 30 menit. Selama proses
berlangsung susu harus diaduk secara kontinyu untuk mencegah terjadinya buih
yang timbul. Susu yang diamati ada dua jenis pada dua suhu yang berbeda pula.
Susu yang diamati yaitu susu yang diberi perlakuan pasteurisasi (disimpan pada
suhu ruang dan lemari es) dan susu kontrol (disimpan pada suhu ruang dan lemari
es). Pengamatan yang dilakukan meliputi warna, aroma, kekentalan serta lapisan
krim pada susu. Hasil pengamatan sampel sebelum dilakukan blansing dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Hasil Pengamatan Susu Kontrol (Suhu Ruang dan Lemari Es) dan
Susu Pasteurisasi (Suhu Ruang dan Lemari Es)
Tebal
No
Kekentala
Sampel
Warna
Aroma
Lapisa
.
n
n Krim
1.
Kontrol :
Skim : Putih
Asam
Kental+++ 1 cm

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063

No
.
2.
3.

4.
5.

Sampel

Warna

Suhu ruang
Kontrol :
Lemari es
Pasteurisasi :
Lemari es ( kel.
1B)
Pasteurisasi :
Lemari es (Kel. 3B)
Pasteurisasi :
Lemari es (Kel. 5B)

Krim : Kuning+
Skim : Putih
Krim : Kuning
Skim : Putih+
Krim : -

6.

Pasteurisasi :
Ruang (Kel. 2B)
7.
Pasteurisasi :
Ruang (Kel. 4B)
(Sumber : 1B, 2014)

Skim : Putih+
Krim : Kuning
Skim : Putih+
Krim : Kuning
Skim : Putih
Krim : Kuning+
Skim : Putih
Krim : Kuning+

Aroma

Kekentala
n

Tebal
Lapisa
n Krim

Asam

Kental++

1 cm

Khas
susu

Kental+

Tidak
ada

Kental+
Creame

Kental+

0,5 cm

Asam

Kental++

1,5 cm

Asam

Kental++

1,5 cm

Tabel 6. Gambar Hasil Pengamatan Susu Kontrol (Suhu Ruang dan Lemari
Es) dan Susu Pasteurisasi (Suhu Ruang dan Lemari Es)
No
Gambar
Sampel
Sebelum
Sesudah
.
Kontrol :
Suhu ruang
8.

Kontrol :
Lemari es
9.

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
No
.

Sampel
Pasteurisasi :
Lemari es ( kel. 1B)

10.

Pasteurisasi :
Lemari es (Kel. 3B)

11.

Pasteurisasi :
Lemari es (Kel. 5B)
12.

Pasteurisasi :
Ruang (Kel. 2B)
13.

Pasteurisasi :
Ruang (Kel. 4B)
14.

(Sumber : 1B, 2014)

Gambar
Sebelum

Sesudah

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
Berdasarkan hasil pengamatan setelah susu kontrol dan pasteurisasi yang
telah disimpan selama 3 hari pada suhu ruang, susu pasteurisasi lebih cepat rusak
dibandingkan dengan susu nonpasteurisasi. Hal Tersebut disebabkan adanya
pertumbuhan mikroorganisme pada susu pasteurisasi yang disimpan pada suhu
ruang lebih cepat karena susu pasteurisasi telah mendapatkan proses termal maka
kandungan gizi khususnya protein pada susu tersebut sudah mengalami
kerusakan. Kerusakan tersebut dapat dilihat dari bau yang sudah asam, tingkat
penggumpalan (kekentalan), gelembung dan tebal lapisan krim.
Tebal lapisan krim pada susu yang mendapat perlakuan pasteurisasi lebih
tebal, selisih ketebalannya adalah 0,5cm. Buckle (1987) menyatakan bahwa krim
adalah bagian dari susu yang kaya akan lemak, yang timbul ke bagian atas dari
susu pada waktu didiamkan atau dipisahkan dengan alat pemisah sentrifuga,
sedangkan skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu
kecuali lemak dan vitamin - vitamin yang larut dalam lemak.
Bau asamnya pun lebih menyengat pada susu yang mendapat perlakuan
pasteurisasi. Menurut Saleh (2004), kerusakan pada susu disebabkan oleh
terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa oleh bakteri E. coli.
Fermentasi oleh bakteri ini akan menyebabkan aroma susu menjadi berubah dan
tidak disukai oleh konsumen. Begitu pula dengan gumpalan dan gelembung yang
terdapat pada susu dipasteurisasi lebih banyak. Penggumpalan susu timbul karena
bakteri Bacillus cereus yang menghasilkan enzim yang mencerna lapisan tipis
fosfolipid disekitar butir-butir lemak dan dengan itu kemungkinan butir-butir
lemak tersebut menyatu membentuk suatu gumpalan yang timbul ke atas
permukaan susu.
Menurut IKAPI (2008) susu pasteurisasi simpan hanya 14 hari. Susu
pasteurisasi tidak menggunakan zat pengawet, namun hasilnya susu aman untuk
diminum dan memperlama daya simpannya. Selain itu, susu pasteurisai harus
disimpan pada lemari pendingin maka kualitasnya bisa bertahan sampai
seminggu. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan percobaan yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil pengamatan susu yang telah mengalami pasteurisasi walaupun
suadah disimpan selama satu minggu (dalam lemari es) masih baik untuk
dikonsumsi. Wirwan (2010) yang menyatakan bahwa proses pasteurisasi hanya

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
membunuh bakteri patogen, sedangkan bakteri lain yang lebih tahan panas bisa
saja masih hidup dalam bahan pangan yang dipasteurisasi. Dengan demikian,
meskipun bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tetapi jika tumbuh di dalam
produk pangan dapat menyebabkan kerusakan / kebusukan, misalnya aroma
tengik. Oleh karena itu, produk-produk yang sudah dipasteurisasi harus disimpan
di lemari es sebelum digunakan dan tidak boleh berada pada suhu kamar karena
sebagian mikroba yang masih hidup dapat melangsungkan pertumbuhannya.
susu segar setelah dipasteurisasi memiliki warna yang lebih putih daripada
warna susu segar yang tidak dipasteurisasi. Sebelum proses penyimpanan
dilakukan, susu yang telah mengalami proses pasteurisasi berwarna lebih putih
daripada susu segar yang tidak mengalami proses pasteurisasi. Hal ini disebabkan
adanya protein dalam susu yang terdenaturasi selama proses pemanasan
dilakukan. Menurut Wahyudi (2010), protein susu terdiri dari dua protein utama,
yaitu protein kasein dan protein whey. Protein kasein sangat stabil pada
pemanasan, sedangkan protein whey tidak stabil dengan pemanasan. Oleh karena
itu, protein whey terdenaturasi ketika susu dipanaskan selama pasteurisasi,
peristiwa ini menyebabkan perubahan indeks bias sehingga mengakibatkan warna
susu menjadi lebih putih setelah proses pemanasan. Aroma dan kekentalan tidak
banyak berubah dari sebelumnya tebal krim pun nyaris tidak ada. Berbeda halnya
dengan susu non pasterisasi yang disimpan pada suhu lemari es tetap mengalami
kerusakan. Kerusakan yang dialami adalah bau asam yang menyengat, adanya
lapisan krim di permukaan yang berwarna kuning serta adanya gelembunggelembung pada susu.

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
VI. KESIMPULAN

Perbedaan pada proses blansing rebus dan blansing kukus terdapat pada
medium yang digunakan. Blansing kukus menggunakan medium uap air
dan blansing rebus menggunakan air, akan tetapi secara umum hasilnya
sama.

Umumnya blansing rebus memberikan hasil yang lebih baik untuk tekstur,
aroma, dan warna tetapi bahan mengalami susut bobot yang lebih banyak
dibandingkan dengan blansing kukus.

Waktu yang diperlukan untuk proses blansing beragam, tergantung dari


ketebalan bahan atau banyaknya jumlah bahan yang akan diblansing.

Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya


mematikan mikroorganisme yang bersifat patogen dan yang tidak

membentuk spora.
Pasteurisasi harus diikuti dengan teknik pengawetan lain misalnya

pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi.


Suhu dan waktu pasteurisasi adalah faktor penting yang harus diukur
dengan akurat, untuk menentukan kualitas produk dan kondisi umur

simpannya.
Susu yang dipasteurisasi tidak akan menimbulkan penyakit, tetapi
memiliki masa simpan yang terbatas karena pada susu pasteurisasi masih
hidup mikroba-mikroba pembusuk dan mikroba non patogen yang

berkembang biak.
Pengasaman susu terjadi karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat

yang mengakibatkan penurunan pH.


Penggumpalan susu timbul karena bakteri Bacillus cereus yang
menghasilkan enzim yang mencerna lapisan tipis fosfolipid disekitar butir-

butir lemak.
Kerusakan yang dapat terjadi pada lemak susu disebabkan oleh enzim
lipase.

DAFTAR PUSTAKA

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah : H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.
IKAPI. 2008. Healt Secret Of Kefir. PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia. Jakarta
Nafaziz. 2007. Pengaruh Penyimpanan Terhadap Susut Bobot.
Terdapat pada : www.pustaka.ut.ac.id. (diakses : tanggal 13
April 2014 pukul 03.20 WIB).

Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Terdapat
pada : http://repository.usu.ac.id/ (diakses pada tanggal 13 Maret 2014
pukul 05.46 WIB).
Tjahjadi, C. dan H. Marta. 2011. Pengantar Teknologi Pangan : Volume 1. Jurusan
Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjajaran. Bandung

Wahyudi. 2010. Bagaimana Protein Terdenaturasi dalam Susu Pasteurisasi yang


Dipanaskan?. Terdapat pada : http://www.chem-is-try.org /. (diakses pada
tanggal 19 Maret 2011 pukul 20.31 WIB).
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
LATIHAN

Blansing :
1. Apa sebabnya menonaktifkan enzim penting dalam proses pengolahan
sayuran dan buah-buahan?
Jawab :
Karena dapat mengoksidasi dan menurunkan jumlah mikroorganisme yang
hidup pada bahan pangan.
2. Factor apa saja yang kiranya dapat mempengaruhi lama blansing?
Jawab :
Lama blansing dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran bahan,
suhu, ketebalan tumpukan bahan, dan medium blansing.
3. Apa keuntungan dan kerugian dari blansing menggunakan medium cair
dan uap air?
Jawab :

keuntungan blansing menggunakan medium air yaitu, waktu yang


digunakan dalam proses blansing lebih cepat daripada menggunakan
menggunakan medium uap air, warna bahan pangan juga menjadi lebih
cerah dibandingkan blansing menggunakan medium uap air sedangkan
kerugian blansing menggunakan medium air adalah penggunaan uap air
kadang-kadang lebih sulit mencapai suhu yang seragam jika blansing
dilakukan terhadap bahan dalam jumlah banyak atau berukuran besar.
Blansing menggunakan medium air juga memungkinkan kehilangan
komponen terlarut bahan lebih besar jika dibandingkan dengan

menggunakan uap air.


Keuntungan blansing menggunakan uap air yaitu dapat menjaga
komponen terlarut bahan sedangkan kerugian blansing menggunakan
medium uap air adalah suhu yang tidak merata serta waktu yang
dibutuhkan lebih lama daripada blansing dengan menggunakan medium
air.

Pasteurisasi:

Nama : Pirdawati D
NPM : 240210130063
1. Mengapa selama proses pemasakan harus dilakukan pengadukan ?
Jawab :
Selama proses pemasakan harus dilakukan pengadukan untuk meratakan
pemanasan pada semua titik pada susu sehingga tidak terbentuk
penggumpalan, buih yang berlebihan, dan susu tidak pecah, apabila susu
tersebut pecah maka akan terjadi kerusakan-kerusakan yang dapat
mengurangi cita rasa susu, berkurangnya kekentalan susu, denaturasi
protein dan perubahan warna.
2. Apa yang terjadi bila digunakan suhu lebih tinggi dan waktu yang sama ?
Jawab :
Bila digunakan suhu lebih tinggi pada waktu yang sama maka akan
menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan kemungkinan rusaknya
lapisan tipis disekitar butiran lemak sehingga mengurangi kecenderungan
susu membentuk lapisan krim dan merusak nilai gizi susu. Kandungan gizi
serta citarasa dari susu tersebut juga mengalami kerusakan. Seharusnya
jika suhu yang digunakan rendah maka waktu yang diperlukan semakin
lama, begitu pula sebaliknya jika suhu yang digunakan tinggi maka waktu
yang diperlukan semakin sedikit.

You might also like