You are on page 1of 9

Nama

: Budi Ramanda

Nim

: I31112035

Mata kuliah

: Sistem Imun dan Hematologi (kasus 2)

A. Definisi kata sulit


1. Candidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang disebabakan oleh jamur
kandida. Kandida adalah suatu spesies yang paling umum ditemukan di rongga mulut dan
merupakan flora normal. (Silverman. S Jr at al, 2001, Essential of Oral Med, BC. Decker Inc,
Hamilton, London, h. 170 177)
2. Antifungal topical: Antifungal ialah jenis obat yang digunakan untuk melawan infeksi oleh
jamur/fungi. Ada 3 mekanisme aksi dari antifungal: merusak membran sel, menghambat
pembelahan sel, dan menghambat pembentukan dinding sel. Sementara, topikal ialah jenis
obat yang diberikan dengan dioles, dapat berupa salep ataupun krim (Myers, 2006).
3. VCT (Voluntary Counseling Test), Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang
menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah
penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan
antiretroviral (ARV) dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS
yang bertujuan untuk perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman
(Pedoman Pelayanan VCT, 2006).
4. Western blotting, juga dikenal sebagai imunoblotting atau blotting protein, ialah teknik inti
dalam biologi sel dan molekul. Dalam istilah dasar, iadi gunakan untuk mendeteksi kehadiran
protein spesifik dalam campuran kompleks yang diekstrak dari sel (AbDSerotec. Introduction
to Western Blotting).
5. ELISA ialah singkatan dari enzym-linked immunosorbent assay, prinsip dasar dari ELISA
ialah menggunakan enzim untuk mendeteksi ikatan antara antigen (Ag) dengan antibodi (Ab)
(Yang dan Ma, 2009).
6. CD4 adalah jenis sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian yang penting dari
sistem kekebalan tubuh kita. Sel CD4 kadang kala disebut sebagai sel-T. Ada dua macam selT. Sel T-4, yang juga disebut CD4 dan kadang kala sel CD4+, adalah sel pembantu. Sel T- 8
(CD8) adalah sel penekan, yang mengakhiri tanggapan kekebalan. Sel CD8 juga disebut
sebagai sel pembunuh, karena sel tersebut membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi
virus. Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8 berdasarkan protein tertentu yang ada di
permukaan sel. Sel CD4 adalah sel-T yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya.
Protein itu bekerja sebagai reseptor untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor CD4 itu seperti
kunci dengan gembok (Yayasan Spiritia, 8 Mei 2014).
7. Indeterminate: Indeterminate ialah jika spesimen menunjukkan reaktivitas western blot namun
tidak memenuhi kriteria positif.
8. HIV(Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel

darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang
memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit.
Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel
darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke
tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara
1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada
orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
9. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan
gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV.
Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti
kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini,
sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim dalam jurnal USU,
2006).
10. Replikasi Retrovirus
Agar suatu virus dapat memperbanyak diri, virus tersebut harus menginfeksi sel hidup. Sel
yang dapat diinfeksi oleh suatu virus terbatas hanya pada hewan tertentu dan tipe sel tertentu,
yang memungkinkan virus tersebut berkembang biak. Virus harus membuat protein dengan 3
set fungsi.- memastikan proses replikasi genomnya terjadi mengemas genom ke dalam
partikel virus mengubah metabolisme sel yang terinfeksi sehingga sel tersebut memproduksi
virus.
(http://www.food-info.net/id/virus/biochem.htm)

Langkah-langkah utamanya berlaku umum untuk semua virus walaupun detail persisnya
dapat bervariasi untuk virus yang berbeda.
Fase inisiasi:

Virus menempel pada membran sel (attachment)

Virus masuk ke dalam sel (penetration)

Selubung virus terbuka (uncoating)

Materi genetik virus dimasukkan ke dalam sel, seringkali disertai dengan kofaktor esensial
protein virus.
Fase replikasi:

Sintesis DNA

Sintesis RNA

Sintesis protein

Ukuran genom, komposisi dan susunan virus sangat bervariasi (lihat klasifikasi Baltimore di
atas). Untuk beberapa virus, enzim-enzim sel inang yang mereplikasi genom virus, dibantu
oleh protein virus, misalnya pada parvovirus. Pada kebanyakan virus, berlaku sebaliknya,
protein viruslah yang melakukan replikasi genom walaupun untuk aktivitas ini mereka
menggunakan protein sel inangnya.
Fase pelepasan (release):

Perakitan virus (assembly)

Pendewasaan virus (maturation)

Keluarnya virus dari sel (exit from cell)

B. Patofisiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1

Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.

Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi
neurologist.

Cara penularan HIV:


1

Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom
adalah satusatunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.

Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut
belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.

Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang
telah terinfeksi.

Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau
persalinan dan juga melalui menyusui.

Penularan secara perinatal


1

Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya.

Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi
kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular
pada bayi.

Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau juga
melalui ASI

Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

Kelompok resiko tinggi:


1

Lelaki homoseksual atau biseks.

Orang yang ketagian obat intravena

Partner seks dari penderita AIDS

Penerima darah atau produk darah (transfusi).

Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel Thelper dengan melekatkan dirinya pada
protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita)
turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic
acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi
bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya,

benda tersebut mulai menghasilkan virusvirus HI.


Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virusvirus yang baru.
Virusvirus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan
berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit
dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah

diserang oleh infeksi dan penyakitpenyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan

virus tersebut dari orang ke orang.


Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan selsel yang
terinfeksi dan mengantikan selsel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus

untuk menghasilkan kembali dirinya.


Jumlah normal dari selsel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 8001200 sel/ml
kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang selsel CD4+ Tnya terhitung dibawah

200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksiinfeksi oportunistik.


Infeksiinfeksi oportunistik adalah infeksiinfeksi yang timbul ketika sistem kekebalan
tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksiinfeksi tersebut tidak
biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat
menjadi fatal.

C. Klasifikasi
CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 tahun dan dewasa) berdasarkan dua
sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium
klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4+. Sistem ini terdiri dari
tiga kategori yaitu :
1. Kategori Klinis A : CD4+ > 500 sel/ml
Meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik), Limfadenopati generalisata yang
menetap, infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi
HIV akut.
2. Kategori Klinis B : CD4+ 200-499 sel/ml
Terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) pada remaja atau orang dewasa yang
terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut yaitu keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan
kekebalan dengan perantara sel (cell mediated immunity), atau kondisi yang dianggap oleh
dokter telah memerlukan penanganan klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat
komplikasi infeksi HIV. Termasuk kedalam kategori ini yaitu Angiomatosis basilari,
Kandidiasis orofaringeal, Kandidiasis vulvovaginal, Dysplasia leher rahim, Herpes zoster,
Neuropati perifer, penyakit radang panggul.
3. Kategori Klinis C : CD4+ < 200 sel/ml
Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS dan pada tahap ini orang yang terinfeksi
HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan keganasan yang mengancam kehidupannya,
meliputi : Sarkoma Kaposi, Kandidiasis bronki/trakea/paru, Kandidiasis esophagus, Kanker
leher rahim invasif, Coccidiodomycosis, Herpes simpleks, Cryptosporidiosis, Retinitis virus
sitomegalo, Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV, Bronkitis/Esofagitis atau
Pneumonia, Limfoma Burkitt, Limfoma imunoblastik dan Limfoma primer di otak,
Pneumonia Pneumocystis carinii.

D. Pemeriksaan Diagnostik
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes
dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)

Serologis
-

Tes antibody serum


Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi
bukan merupakan diagnosa

Tes blot western


Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Sel T limfosit
Penurunan jumlah total

Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>

T8 ( sel supresor sitopatik )


Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.

P24 ( Protein pembungkus HIV)


Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi

Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal

Reaksi rantai polimerase


Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.

Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

Neurologis
-

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

Tes Lainnya

Sinar X dada

Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain

Tes Fungsi Pulmonal

Deteksi awal pneumonia interstisial

Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.

Biopsis

Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP


ataupun dugaan kerusakan paru-paru

Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system
imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 12 bulan. Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes
positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA)
memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua
pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
-

Tes Enzym Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)


Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi
hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody
Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.

Western Blot Assay


Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan
seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.

Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )


Mendeteksi protein dari pada antibody.

E. Penatalaksanaan dan pencegahan HIV/AIDS


Menurut Djoerban dan Djauzi (2007) secara umum, penatalaksanaan terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:
1. Pengobatan untuk menekan replikasi HIV dengan obat antiretroviral(ARV).
2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi
HIV/AIDS seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks.
3. Pengobatan Suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi lebih baik dan pengobatan
pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang cukup
dan menjaga kebersihan
Pencegahan HIV :

Melakukan abstinensi seks atau hubungan monogami bersama dengan pasangan yang tidak

terinfeksi.
Diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya virus paling sedikit 6 bulan setelah berhubungan
kelamin terakhir yang tidak terlindungi karena pembentukan antibodi mungkin memerlukan
waktu paling sedikit 6 bulan setelah pajanan ke virus untuk membentuk antibodi. Seks oral

juga dapat menularkan virus.


Menggunakan kondom lateks apabila terjadi hubungan kelamin dengan orang yang status

HIV nya tidak diketahui.


Tidak melakukan tukar menukar jarum dengan siapapun untuk alasan apapun.
Mencegah infeksi ke janin atau bayi baru lahir. Seseorang wanita harus mengetahui status
HIV-nya dan pasangannya sebelum hamil. Apabila wanita hamil positif HIV, obat-obat atau
antibodi anti HIV dapat diberikan selama kehamilan dan kepada bayinya setelah lahir.
Terapi in utero (di dalam rahim) juga efektif dalam mencegah penularan virus ke bayi atau
bayi baru lahir. Ibu yang terinfeksi jangan menyusui bayinya. Pompa payudara jangan

ditukar pakaikan.
Pengobatan profilaksis pasca pajanan dengan penghambat reverse transcriptase setelah
pajanan ke jarum suntik yang tidak disengaja atau berhubungan kelamin menurunkan
keganjilan infeksi HIV primer yang didapat.

F. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Nyeri b.d. gangguan integritas kulit perianal akibat diare
Tujuan: pasien tidak mengalami nyeri
Intervensi:
Lakukan pengkajian secara komprehensif
Tingkatkan istirahat
Ajarkan teknik napas dalam, relaksasi, dan distraksi
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan sekresi bronkus dan eksudat
Tujuan: Pasien menunjukkan keefektifan jalan napas
Intervensi:
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Monitor respirasi dan status O2
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Ketidakefektifan pola napas b.d. jalan napas terganggu
Tujuan: pasien menunjukkan keefektifan pola napas
Intervensi:
Monitor respirasi dan status O2
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Berikan terapi oksigen
d. Kekurangan volume cairan b.d. peningkatan peristaltik usus, penurunan absorbsi air
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi:
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Berikan carian oral
Kolaborasi pemberian cairan IV
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan asupan oral
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi:
Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
Berikan porsi kecil namun sering
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
f.

dibutuhkan pasien
Resiko infeksi b.d. imunodefisiensi
Tujuan: pasien tidak mengalami infeksi
Intervensi:
Pertahankan teknik aseptif
Cuci tangan setiap sebelu dan sesudah tindakan keperawatan
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

You might also like