You are on page 1of 63

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA MENGENAI

DIIT HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA DESA AIR


MELES BAWAH KECAMATAN CURUP TIMUR KABUPATEN
REJANG LEBONG
TAHUN 2016

OLEH:
dr.Dwita Maya Puspitasari
dr.Khairunnisa Hendra Putri

PEMBIMBING:
dr. Berliana Siregar

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA PUSAT


PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM
KESEHATAN BADAN PPSDM KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN RI
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta
dengan usia rata rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2
miliar orang yang akan terus bertambah hingga 2 miliar orang di tahun 2050. Data
WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada tahun 2025 berada di
negara berkembang. (Bandiyah, 2009)
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk 5
besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia. Pada tahun 2010
jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,1 juta orang (Kompas,2015). Sementara itu
Data Susenas BPS 2012 menunjukkan lansia di Indonesia sebesar 7,56% dari total
penduduk Indonesia. Menurut data tersebut sebagian besar lansia di Indonesia berjenis
kelamin perempuan. Sedangkan persentase penduduk usia lanjut di Bengkulu sebesar
5,86% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Berdasarkan data WHO diperkirakan penderita hipertensi di seluruh dunia
berjumlah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun (Mukhtar, 2007). Menurut

American Heart Association (AHA) di Amerika, tekanan darah tinggi ditemukan pada
satu dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 28% atau 59 juta orang mengidap
prehipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu pertiganya yang
mengetahui keadaannya dan 61% telah mendapat pengobatan. Penderita yang
mendapat pengobatan hanya satu pertiga mencapai target darah yang optimal
(Rudianto, 2013).
Di Indonesia, sampai saat ini memang belum ada data yang bersifat nasional,
multisenter, yang dapat menggambarkan prevalensi lengkap mengenai hipertensi.
Namun dari hasil penelitian Oktora (dalam Anggraini, 2009) terhadap penderita
hipertensi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2005 menunjukkan bahwa
jumlah penderita hipertensi meningkat pada kelompok umur 45-54 tahun, yaitu
sebesar 24,07%. Peningkatan jumlah penderita hipertensi mencapai puncaknya pada
kelompok umur sama dengan atau lebih dari 65 tahun, yaitu sebesar 31,48%. Survei
faktor resiko penyakit kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta,
2

menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masingmasing pada pria adalah 13,6% (1988), 16,5% (1993), dan 12,1% (2000). Pada
wanita, angka prevalensi mencapai 16% (1988), 17% (1993), dan 12,2% (2000).
Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%20% (Depkes, 2010).
Berbagai faktor yang berperan dalam hipertensi salah satunya adalah gaya
hidup modern. Pemilihan makanan yang berlemak, kebiasaan aktifitas yang tidak
sehat, merokok, minum kopi serta gaya hidup sedetarian adalah beberapa hal yang
disinyalir sebagai faktor yang berperan terhadap hipertensi ini.
Pada Posyandu Lansia Puskesmas Perumnas, Curup, Rejang Lebong tahun
2015 tercatat kasus penyakit penderita hipertensi merupakan kasus terbanyak pada
lansia yaitu 80 orang (13%) dari 572 orang, diikuti rematik 32 orang (5,6%), diabetes
9 orang (1,6%) dan penyakit lainnya 4 orang (0,7%)
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi di Posyandu Lansia Desa
Air Meles Bawah, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dikemukakan rumusan masalah penelitian sebagai berikut.
Bagaimana tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi di Posyandu Lansia
Desa Air Meles Bawah, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong tahun
2016 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi di
Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah tahun 2016.

1.3.2

Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin,
pekerjaan, dan pendidikan.
b. Mengetahui tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi berdasarkan
tingkat usia, pendidikan, dan pekerjaan.
3

c. Mengetahui tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi khususnya


lansia penderita hipertensi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian
tentang gambaran tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi di
Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah tahun 2016.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi
pendidikan untuk menambah pengetahuan tentang penyakit yang masih sering
terjadi di masyarakat khususnya tentang hipertensi dikalangan lansia.
c. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menjadi sumbangan sumber bacaan ilmiah untuk penelitian
berikutnya yang sejenis.
2. Manfaat Praktisi
a. Bagi Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan landasan bagi praktisi kesehatan dalam
memahami munculnya penyakit degeneratif khususnya hipertensi serta dapat
memberikan penyuluhan kesehatan mengenai diit hipertensi pada lansia.
b. Bagi Lansia
1) Menambah pengetahuan lansia tentang diit hipertensi
2) Menambah pengetahuan lansia tentang diit yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan bagi penderita hipertensi

c. Bagi Profesi

Bagi ilmu kedokteran hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
acuhan untuk mengadakan penelitian tentang kesehatan. Pada khususnya
mengenai tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1

Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta-fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui
pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan adalah hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali
kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi
setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu
(Mubarok et al, 2007)

2.1.2

Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
1) Tahu(Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Temasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan pengetahuan tingkat yang
paling rendah kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
2) Memahami(Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
6

benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
tehadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2007).
3) Aplikasi(Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari atau kondisi real (nyata/ sebenarnya). Dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, dan sebagainya dalam
konteks dan situasi lain (Notoatmodjo, 2007).
4) Analisis (Analysis)
Analisisa dalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan
masih ada ikatannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya (Notoatmodjo,
2007).
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis

adalah

menunjukkan

kemampuan

untuk

menjabarkan

atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan menyusun


formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2007).
6) Evaluasi(Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jastifikation atau
penilaian tehadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian terhadap suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri
seseorang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :
a) Awareness (kesadaran) diamana orang tersebut menyadari dalam

arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi objek.


b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulasi atau objek tersebut. Disini sikap
subjek sudah mulai timbul.
c)

Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau buruknya stimulasi


tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.3

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Wawan (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah
sebagai berikut :

1) Faktor Internal
a) Umur
Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan berkembang sesuai
dengan pengetahuan yang didapat.
b) Pendidikan
Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan. Seseorang yang
mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas
dibandingkan dengan tingkatan pendidikan yang lebih rendah.
c) Pekerjaan
Dengan

adanya

pekerjaan

seseorang

memerlukan

banyak

waktu

untuk

menyelesaikan pekerjaan yang dianggap penting. Masyarakat yang sibuk akan


memiliki waktu yang sedikit untuk memperoleh informasi, sehingga tingkat
pengetahuan yang mereka miliki jadi berkurang.
2) Faktor Eksternal
a) Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya
dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b) Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang
memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dalam hubungannya dengan
orang lain dan mengalami proses belajar memperoleh sesuatu pengetahuan.

2.1.4

Cara Memperoleh Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2010) cara memperoleh kebenaran pengetahuan
dikelompokan menjadi dua, yakni:

1) Cara kuno memperoleh pengetahuan


a) Cara coba salah (trial and error)
Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba
kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
b) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-pimpinan masyarakat baik
formal atau informal, ahli agama, pemegang perintah, dan berbagai prinsip orang
lain yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji
terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris
maupun penalaran.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahun
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
d) Cara akal sehat
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau
kebenaran. Cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori
atau kebenaran, bahwa hukuman adalah merupakan metode (meskipun bukan
yang paling baik) bagi pendidikan anak. Pemberian hadiah dan hukuman (reward
and punishment) merupakan cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk
mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan.
e) Melalui jalan pikiran
Dengan adanya perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia
pun ikut berkembang. Manusia mampu menggunakan penalaran dalam
memperoleh pengetahuan.

2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan


Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih popular disebut
metodologi penelitian (research methodology).Cara ini mula-mula dikembangkan
oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van
Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita
kenal dengan penelitian ilmiah.
3) Cara Mengukur Pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur melalui wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi suatu objek yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden (Sugiyono, 2013).
1) Wawancara
Wawancara merupakan metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data.
Peneliti mendapat keterangan secara lisan maupun Face to face dengan responden.
2) Angket
Angket merupakan pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu
masalah yang berhubungan dengan kepentingan umum.
4) Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) dalam Dewi dan Wawan (2010:18) bahwa pengukuran
pengetahuan

dapat

dilakukan

dengan

wawancara

atau

angket

yang

menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkattingkat tersebut diatas. Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
1) Baik, hasil presentase 76% -100%.
2) Cukup, hasil persentase 56%-75%
3) Kurang, hasil persentase < 56%

10

2.2 Hipertensi
2.2.1

Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang
persisten. Peningkatan tekanan darah sistolik pada umumnya >140 mmHg atau
tekanan darah diastolik >90 mmHg (Depkes RI, 2006) kecuali bila tekanan darah
sistolik 210 mmHg atau tekanan darah diastolik 120 mmHg (Setiawati danBustani,
1995).
Klasifikasi tekanan darah oleh Chobanian dkk. (2004) untuk pasien dewasa (usia
18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua
atau lebih kunjungan klinis dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi (Chobanian dkk., 2004)
Klasifikasi tekanan
darah
Normal
Prehipertensi
Hipertensi tingkat 1
Hipertensi tingkat 2

Tekanan darah

Tekanan darah

sistolik

diastolik

(mmHg)
<120
120-139
140-159
160

(mmHg)
dan <80
atau 80-89
atau 90-99
atau 100

Pasien yang menderita hipertensi, kemungkinan besar juga dapat mengalami


krisis hipertensi. Krisis hipertensi merupakan suatu kelainan klinis ditandai dengan
tekanan darah yang sangat tinggi yaitu tekanan sistolik >180 mmHg atau tekanan
distolik >120 mmHg yang kemungkinan dapat menimbulkan atau tanda telah terjadi
kerusakan organ. Krisis hipertensi meliputi hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi. Hipertensi emergensi yaitu tekanan darah meningkat ekstrim disertai
kerusakan organ akut yang progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera
(dalam hitungan menit-jam) untuk mencegah kerusakan organ lebih lanjut. Hipertensi
urgensi yaitu tingginya tekanan darah tanpa adanya kerusakan organ yang progresif
sehingga tekanan darah diturunkan dalam waktu beberapa jam hingga hari pada nilai
tekanan darah tingkat I (Depkes RI, 2006).

2.2.2

Etiologi Hipertensi

11

Hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer


atau esensial dan hipertensi sekunder.
1) Hipertensi primer
Sekitar 95% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi esensial (primer).
Penyebab hipertensi esensial ini masih belum diketahui, tetapi faktor genetik dan
lingkungan diyakini memegang peranan dalam menyebabkan hipertensi esensial
(Weber dkk., 2014). Faktor genetik dapat menyebabkan kenaikan aktivitas dari
sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatik serta sensitivitas
garam terhadap tekanan darah. Selain faktor genetik, faktor lingkungan yang
mempengaruhi antara lain yaitu konsumsi garam, obesitas dan gaya hidup yang
tidak sehat (Weber dkk., 2014) serta konsumsi alkohol dan merokok (Mansjoer
dkk., 1999).
Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal merupakan
peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium dapat
menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi
perifer sehingga tekanan darah meningkat. Faktor lingkungan dapat memodifikasi
ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas
fisik yang kurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar dianggap sebagai
faktor eksogen dalam hipertensi (Robbins dkk., 2007).
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder diderita sekitar 5% pasien hipertensi (Weber dkk., 2014).
Hipertensi sekunder disebabkan oleh adanya penyakit komorbid atau penggunaan
obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Obat-obat tertentu,
baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi. Penghentian penggunaan obat tersebut atau mengobati
kondisi komorbid yang menyertainya merupakan tahap pertama dalam
penanganan hipertensi sekunder (Depkes RI, 2006).
Beberapa penyebab hipertensi sekunder dapat dilihat pada tabel II.
Tabel 2.2. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi (Depkes RI, 2006)
Penyakit
Penyakit ginjal kronis

Obat
Kortikosteroid, ACTH

Hiperaldosteronisme primer

Estrogen (biasanya pil KB dengan kadar

Penyakit renovaskular

estrogen tinggi)

Sindroma cushing

NSAID, cox-2 inhibitor

12

Phaeochromocytoma

Fenilpropanolamin dan analog

Koarktasi aorta

Siklosforin dan takromilus

Penyakit tiroid atau paratiroid

Eritropoietin
Sibutramin
Antidepresan (terutama venlafaxine)

2.2.3

Gejala Klinis Hipertensi


Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada
kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita hipertensi
selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya justru sebagian besar penderita
hipertensi

tidak

merasakan

adanya

gejala

penyakit.

Hipertensi

terkadang

menimbulkan gejala seperti sakit kepala, nafas pendek, pusing, nyeri dada, palpitasi,
dan epistaksis. Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan
merupakan tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi (WHO, 2013).
2.2.4

Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh interaksi
berbagai faktor seperti faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi dua
variabel hemodinamik yaitu curah jantung dan resistensi perifer total (Robbins dkk.,
2007). Curah jantung merupakan faktor yang menentukan nilai tekanan darah sistolik
dan resistensi perifer total menentukan nilai tekanan darah diastolik. Kenaikan
tekanan darah dapat terjadi akibat kenaikan curah jantung dan/atau kenaikan
resistensi perifer total (Saseen dan Maclaughlin, 2008).
Ginjal memiliki peranan dalam mengendalikan tekanan darah melalui sistem
renin-angiotensin-aldosteron. Mekanisme pengaturan tekanan darah oleh ginjal dapat
dilihat pada gambar 1.

13

Gambar 1. Mekanisme pengaturan tekanan darah oleh ginjal


(Saseen dan Maclaughlin, 2008)

Renin

yang

dihasilkan

oleh

sel

justaglomerulus

ginjal

mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensin-1, kemudian angiotensin-1 diubah menjadi


angiotensin-2 oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin-2 dapat
berikatan dengan reseptor angiotensin-2 tipe 1 (AT1) atau reseptor angiotensin-2 tipe
2 (AT2). Stimulasi reseptor AT1 dapat meningkatkan tekanan darah melalui efek
pressor dan volume darah (Saseen dan Maclaughlin, 2008).
Efek pressor angiotensin-2 meliputi vasokonstriksi, stimulasi pelepasan
katekolamin dari medula adrenal, dan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik
(Saseen dan Maclaughlin, 2008). Selain itu, angiotensin-2 menstimulasi sintetis
aldosteron dari korteks adrenal yang menyebabkan retensi natrium dan air. Retensi
natrium dan air ini mengakibatkan kenaikan volume darah, kenaikan resistensi perifer
total, dan akhirnya kenaikan tekanan darah (Saseen dan Maclaughlin, 2008; Saseen,
2009).
Tekanan darah juga diregulasi oleh sistem saraf adrenergik yang dapat
menyebabkan terjadinya kontraksi dan relaksasi pembuluh darah. Stimulasi reseptor
-2 pada sistem saraf simpatik menyebabkan penurunan kerja saraf simpatik yang
dapat menurunkan tekanan darah. Stimulasi reseptor -1 pada perifer menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah. Stimulasi reseptor
-1 pada jantung menyebabkan kenaikan denyut jantung dan kontraktilitas, sedangkan

14

stimulasi reseptor -2 pada arteri dan vena menyebabkan terjadinya vasodilatasi


(Saseen dan Maclaughlin, 2008; Saseen, 2009).
2.2.5

Komplikasi Hipertensi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri
dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ
tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi
adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient
ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal,
demensia, dan atrial fibrilasi. Apabila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor
resiko penyakit kardiovaskular, maka terdapat peningkatan mortalitas dan morbiditas
akibat gangguan kardiovaskular tersebut. Pasien dengan hipertensi mempunyai
peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri
perifer, dan gagal jantung (Dosh, 2001).

2.2.6

Terapi Hipertensi
Tujuan utama terapi hipertensi adalah menurunkan mortalitas dan morbiditas
yang berhubungan dengan hipertensi serta berkaitan dengan kerusakan organ target
(seperti kardiovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Target tekanan darah
adalah <140/90 mmHg untuk hipertensi tanpa komplikasi dan <130/80 mmHg untuk
pasien diabetes melitus dan gagal ginjal kronis (Chobanian dkk., 2004).
Terapi hipertensi meliputi :
1) Terapi non farmakologis
Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya melakukan modifikasi gaya
hidup seperti menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan dengan
menjaganya pada kisar body mass index (BMI) yaitu 18,5-24,9; mengadopsi pola
makan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) yang kaya dengan
buah, sayur, dan produk susu rendah lemak; mengurangi konsumsi garam yaitu
tidak lebih dari 100 meq/L; melakukan aktivitas fisik dengan teratur seperti jalan
kaki 30 menit/hari; serta membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 kali/hari
pada pria dan 1 kali/hari pada wanita (Chobanian dkk., 2004). Selain itu, pasien
juga disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok (Weber dkk., 2014).
Modifikasi pola hidup dapat menurunkan tekanan darah, menambah efikasi obat

15

antihipertensi, dan mengurangi resiko komplikasi penyakit kardiovaskular


(Chobanian dkk.,2004).
2) Terapi farmakologis
Pemilihan obat pada penatalaksanaan hipertensi tergantung pada tingkat
tekanan darah dan keberadaan penyakit penyulit. Obat-obat antihipertensi seperti
diuretik, beta blocker (BB), angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI),
angiotensin receptor blocker (ARB), dan calcium channel blocker (CCB)
merupakan agen primer yang dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Obatobat antihipertensi seperti -1 blocker, -2 agonis central, dan vasodilator
merupakan alternatif yang digunakan penderita setelah mendapatkan obat pilihan
pertama (Chobanian dkk., 2004).
Jenis obat yang sering digunakan dalam terapi hipertensi :
a) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI)
Contoh obat golongan ACEI adalah kaptopril, enalapril, dan lisinopril
(Saseen, 2009).
b) Angiotensin receptor blocker (ARB)
Contoh ARB yaitu valsartan, kandesartan, irbesartan, dan losartan (Chobanian
dkk., 2004).
c) Diuretik
Contoh diuretik tiazid yaitu hidroklorotiazid, klortalidon, dan indapamid.
Diuretik loop yaitu bumetanid, torsemid, dan furosemid. Diuretik penahan
kalium yaitu amilorid dan triamteren. Antagonis aldosteron yaitu eplerenon
dan spironolakton (Chobanian dkk., 2004).
d) Beta blocker (penyekat beta)
Beberapa penyekat beta mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA).
Asebutolol, karteolol, penbutolol, dan pindolol adalah penyekat beta ISA
yang bekerja secara agonis pada beta reseptor parsial (Depkes RI, 2006).
e) Calcium channel blocker (CCB)
Generasi pertama CCB seperti verapamil dan dilitiazem dapat mempercepat
progresifitas congestive heart failure pada pasien dengan kelainan fungsi
jantung. Penggunaan CCB generasi pertama harus dihindari kecuali untuk
terapi pada pasien angina, hipertensi, atau aritmia (Barranger dkk., 2006;
Weber dkk., 2014).

16

Nifedipin aksi pendek harus dihindari pada pasien hipertensi atau


hipertensi emergensi karena menyebabkan tekanan darah diastolik tidak
teratur dan takikardi (Barranger dkk., 2006).
f) Penyekat alfa-1
Contoh penyekat alfa-1 yaitu prazosin, doksazosin, dan terazosin (Chobanian
dkk., 2004). Penyekat alfa-1 harus dihindari pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular karena dapat meningkatkan resiko kematian (Barranger dkk.,
2006).
g) Agonis alfa-2 sentral
Klonidin dan metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan
merangsang reseptor alfa-2 adrenergik di otak. Perangsangan ini menurunkan
aliran simpatik dari pusat vasomotor di otak, curah jantung, dan tahanan
perifer (Barranger dkk., 2006).
h) Vasodilator arteri langsung
Efek antihipertensi dari hidralazin dan minoksidil disebabkan oleh relaksasi
langsung otot polos arteriolar tetapi tidak menyebabkan vasodilasi ke
pembuluh darah vena. Kedua obat juga menyebabkan penurunan tekanan
perfusi

kuat

baroreseptor

yang

mengaktifkan

menyebabkan

refleks

meningkatnya

baroreseptor.
aliran

Pengaktifan

simpatik,

sehingga

meningkatkan denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan renin (Depkes


RI, 2006).
The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) menyatakan obat
antihipertensi pada kebanyakan pasien hipertensi sebaiknya adalah diuretik tiazid.
Rekomendasi ini terutama untuk pasien yang tanpa indikasi penyulit dengan hipertensi
tingkat I, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan pula obat antihipertensi lain
seperti beta blocker, ACEI, ARB, CCB, atau kombinasi. Pasien dengan hipertensi tingkat
II sebaiknya memulai terapi dengan kombinasi dua obat antihipertensi dari golongan yang
berbeda (Chobanian dkk., 2004).
Penyakit penyulit pada hipertensi meliputi gagal jantung, pasca infark miokard,
resiko penyakit koroner yang tinggi, diabetes, penyakit ginjal kronis, dan pencegahan
stroke. Penatalaksanaan hipertensi untuk pasien dengan indikasi penyakit penyulit
membutuhkan pertimbangan khusus. Berdasarkan JNC 7, adanya indikasi penyulit
17

membutuhkan obat-obat antihipertensi tertentu sebagai lini pertama. Kelas obat yang
direkomendasikan merupakan hasil pertimbangan dari berbagai uji klinis tentang
penggunaan kelas obat tertentu pada hipertensi dengan penyakit penyulit (Chobanian dkk.,
2004). Pemilihan terapi hipertensi dengan penyakit penyulit dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel 2.3. Pemilihan terapi hipertensi dengan penyakit penyulit (Chobanian dkk., 2004)

Penyakit Penyulit

Gagal jantung

Diuretik

BB

Rekomendasi Obat
ACEI
ARB
CCB

Pasca Infark Miokard


Resiko Penyakit Koroner Tinggi

Diabetes

Penyakit Ginjal Kronis


Pencegahan Stroke

ALDO
ANT

Ket. ACEI : angiotensin converting enzyme, ARB : angiotensin receptor blocker, CCB :
calcium channel blocker, BB : beta blocker, ALDO ANT : aldosterone antagonist

2.2.7

Faktor Pemicu terjadinya Hipertensi.

1) Faktor keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial didapatkan riwayat hipertensi di dalam
keluarga.
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan seperti stres, kegemukan (obesitas) dan kurang olahraga juga
berpengaruh memicu hipertensi esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi,
diduga terjadi melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja saat kita
beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah
secara

intermitten

(tidak

menentu).

Apabila

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.


3) Obesitas

18

stres

berkepanjangan,

dapat

Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial,
tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita
yang mempunyai berat badan normal (Rudianto, 2013).
2.2.8

Faktor Penyebab Kekambuhan Hipertensi

1) Gaya hidup
Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan makanan olahan dengan
kandungan garam yang tinggi memicu naiknya tekanan darah (Martuti, 2009).
2) Stres
Stres yang berkepanjangan akan meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu, para
penderita hipertensi dianjurkan untuk hidup rileks, terbuka dalam mengungkapkan
masalah kepada orang lain (Martuti,2009).
3) Merokok
Rokok dapat menyebabkan peningkatan kecepatan detak jantung serta memicu
penyempitan pembuluh darah. Jantung akan bekerja lebih keras untuk dapat
mengalirkan darah ke seluruh tubuh sehingga memicu naiknya tekanan darah
(Martuti, 2009).
2.2.9

Pencegahan Hipertensi
Menurut Febry, et al (2013) pencegahan terjadi hipertensi meliputi:
1) Mengurangi konsumsi garam. Kebutuhan garam per hari yaitu 5 gr (1sdt)
2) Mencegah kegemukan
3) Membatasi konsumsi lemak
4) Olahraga teratur
5) Makan buah dan sayuran segar
6) Tidak merokok dan tidak minum alkohol
7) Latihan relaksasi/meditasi
8) Berusaha membina hidup yang positif

2.3 Lansia
2.3.1

Pengertian Lansia

19

Lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun keatas. Namun di
Indonesia batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam
Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab
1 Pasal 1 Ayat 2 ( Nugroho, 2008).
Menurut Constantinides (1994) Menua (menjadi tua atauaging) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2004).
a. Batasan Umur Lansia
Umur yang dijadikan patokan sebagai lansia berbeda-beda, umumnya berkisar antara
60-65 tahun. Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli dalam (Nugroho,
2008) mengenai batasan umur.
1) Menurut organisasi kesehatan dunia WHO ada empat tahap yakni:
a) Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun)
b) Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)
c) Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun)
d) Usia sangat tua (very old) (diatas 90 tahun)
2) Menurut Sumiati guru besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran dalam
Nugroho (2008), Periodisasi biologis perkembangan manusia dibagi sebagai
berikut:
a) Usia 0-1 tahun (masa bayi)
b) Usia 1-6 tahun (masa prasekolah)
c) Usia 6-10 tahun ( masa sekolah)
d) Usia 10-20 tahun (masa pubertas)
e) Usia 40-65 tahun (masa setengah umur, pensiun)
f) Usia 65 tahun ke atas (masa lanjut usia, senium)
3) Menurut Masdani (psikolog dari Universitas Indonesia) dalam Nugroho (2008),
lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi
empat bagian:
20

a) Fase iuventus, antara usia 25-40 tahun.


b) Fase verilitas, antara usia 40-50 tahun.
c) Fase praesenium, antara usia 55-65 tahun.
d) Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia.
4) Menurut Koesoemanto dalam Nugroho (2008) lanjut usia dikelompokkan sebagi
berikut:
a) Usia dewasa muda (elderly adulthood) (usia 18/20-25 tahun).
b) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65tahun).
c) Lanjut usia (geriatrick age) (usia lebih dari 65/70 tahun), terbagi:
(1) Usia 70-75 tahun (young old)
(2) Usia 75-80 tahun (old)
(3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)
2.3.2

Kemunduran Organ Tubuh pada Lansia


Jika proses menua mulai berlangsung, didalam tubuh juga mulai terjadi
perubahan-perubahan struktural yang merupakan proses degeneratif. Misalnya sel-sel
mengecil atau komposisi sel pembentukan jaringan ikat baru menggantikan sel-sel
yang menghilang dengan akibat timbulnya kemunduran fungsi organ-organ tubuh
(Bandiyah, 2009).
Beberapa kemunduran organ tubuh seperti yang disebutkan oleh Kartati
(1990) dalam Bandiyah (2009) diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Kulit : kulit berubah menjadi tipis, kering, keriput, dan tidak elastis lagi. Dengan
demikian fungsi kulit sebagai penyekat suhu lingkungan dan perisai terhadap
masuknya kuman terganggu.
2) Rambut : rontok, warna menjadi putih, kering dan tidak mengkilat. Ini berkaitan
dengan perubahan degeneratif kulit.
3) Otot : jumlah sel otot berkurang, ukurannya antrofi, sementara jumlah jaringan
ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsinya menurun
dan kekuatannya berkurang.
4) Jantung dan pembuluh darah : pada manusia usia lanjut kekuatan mesin pompa
jantung berkurang. Berbagai pembuluh darah penting khusus yang di jantung dan
otak mengalami kekakuan. Lapisan intim menjadi kasar akibat merokok,

21

hipertensi, diabetes melitus, kadar kolesterol tinggi dan lain-lain yang


memudahkan timbulnya pengumpulan darah dan trombosis.
5) Tulang : pada proses menua kadar kapur (kalsium) dan tulang menurun, akibatnya
tulang menjadi kropos (osteoporosis) dan mudah patah.
6) Seks : produksi hormon seks pada pria dan wanita menurun dengan bertambahnya
umur.
2.3.3

Penyakit Umum pada Lanjut Usia


Ada empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua Stieglizt
(1954)dalam Nugroho (2008) yakni :
1) Gangguan sirkulasi darah, misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan
pembuluh darah di otak (koroner), ginjal, dan lain-lain.
2) Gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes melitus, klimakterium, dan
ketidakseimbangan tiroid.
3) Gangguan pada persendian, misalnya osteoartritis, gout artritis, ataupun penyakit
kolagen lainnya.
4) Berbagai macam neoplasma.
Menurut The National Old Peoples Welfare Council di Inggris dalam Nugroho
(2008), penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam yakni :
1) Depresi mental.
2) Gangguan pendengaran.
3) Bronkitis kronis.
4) Gangguan pada tungkai/ sikap berjalan.
5) Gangguan pada koksa/ sendi panggul.
6) Anemia.
7) Demensia.
8) Gangguan penglihatan.
9) Ansietas/ kecemasan.
10) Dekompensasi kordis.
11) Diabetes melitus.
12) Gangguan defekasi.
Menurut Nugroho (2008) Penyakit lanjut usia di Indonesia meliputi :
1) Penyakit sistem pernafasan.
22

2) Penyakit kardio vaskuler dan pembuluh darah.


3) Penyakit pencernaan makanan.
4) Penyakit sistem urogenital.
5) Penyakit gangguan metabolik/endokrin.
6) Penyakit persendian dan tulang.
7) Penyakit yang disebabkan oleh proses keganasan.
2.4 Diit Hipertensi
2.4.1

Penatalaksanaan Diet Penderita Hipertensi


Diet adalah salah satu cara untuk mengatasi hipertensi tanpa efek samping yang
serius, karena metode pengendaliannya yang lebih alami, jika dibandingkan dengan
obat penurun tekanan darah yang dapat membuat pasiennya menjadi tergantung
seterusnya pada obat tersebut (Sustrani, et al., 2005).

a. Diet Rendah Garam


Diet rendah garam bertujuan untuk membantu menghilangkan retensi garam atau air
dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi
(Almatsier, 2005).
WHO menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari
(ekuivalen dengan 2400 mg natrium). Diet rendah garam dapat mempengaruhi
tekanan darah pada penderita hipertensi. Garam dapur mengandung natrium yang
dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi tubuh. Natrium berfungsi mengatur
volume darah, tekanan darah, kadar air, dan fungsi sel. Tetapi konsumsi garam
sebaiknya tidak berlebihan, asupan garam yang berlebihan terus menerus akan
memicu tekanan darah tinggi.
Ginjal akan menahan natrium saat tubuh kekurangan natrium. Sebaliknya saat
kadarn natrium di dalam tubuh tinggi, ginjal akan mengeluarkan kelebihan tersebut
melalui urin. Apabila fungsi ginjal tidak optimal, kelebihan natrium tidak bisa dibuang
dan menumpuk di dalam darah. Volume cairan tubuh akan meningkat dan membuat
jantung dan pembuluh darah bekerja lebih keras untuk memompa darah dan
mengalirkannya ke seluruh tubuh. Tekanan darah pun akan meningkat, inilah yang
terjadi pada hipertensi. Selama konsumsi garam tidak berlebihan dan sesuai
kebutuhan, kondisi pembuluh darah akan baik, ginjal pun akan berfungsi baik, serta
proses kimiawi dan faal tubuh tetap berjalan normal tidak ada gangguan (Sutomo,
2009) .
Macam Diet Garam Rendah yaitu :
23

1) Diet Garam Rendah I (200-400 mg)


Diet ini diberikan pada pasien dengan odema, asitesis, dan hipertensi berat. Pada
pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur, hindari makanan tinggi
natrium.
2) Diet Garam Rendah II (600-800 mg)
Diet ini berlaku kepada pasien odema, asitesis, dan hipertensi tidak terlalu berat.
Dalam pengolahan makanannya boleh menggunakan sendok teh garam dapur (2
gr).
3) Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na)
Diet ini diberikan pada pasien dengan odema atau hipertensi ringan. Dalam
pengolahan makananya boleh menggunakan garam 1 sendok teh (6 gr) garam
dapur (Almatsier, 2005)
Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamat (MSG), kecap,
dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Di antara makanan yang belum
diolah, sayuran, dan buah mengandung paling sedikit natrium. Makanan sehari-hari
biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan tubuh, seperti yang
tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 2.4 Kandungan Natrium Beberapa Bahan Makanan (mg/100)
Bahan makanan

Kandungan

Bahan Makanan

Kandungan

Daging sapi

Natrium (mg)
93

Bihun goreng instan

Natrium (mg)
928

Hati sapi

110

Mentega

780

Ginjal sapi

200

Margarin

950

Telur bebek

191

Roti cokelat

500

Telur ayam

158

Roti putih

530

Ikan ekor kuning

59

Jambu monyet, biji

26

Sardin

131

Pisang

18

Udang segar

185

Mangga manalagi

70

Teri kering

885

Teh

50

Susu sapi

36

Ragi

610

Cakalang, perut
230
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2009

b. Diet Tinggi Serat


Diet tinggi serat bertujuan untuk memberi makanan sesuai kebutuhan gizi
yang tinggi serat sehingga dapat merangsang peristaltik usus agar defaksi berjalan

24

normal. Makanan tinggi serat alami lebih aman dan mengandung zat gizi tinggi serta
lebih murah. WHO menganjurkan asupan serat 25 30 g/hari. Diet serat tinggi
menimbulkan rasa kenyang dan menunda rasa lapar. Saat ini dipasaran terdapat
produk serat dalam bentuk minuman, tetapi penggunaannya tidak dianjurkan.
Serat larut air yaitu pektin, gum, dan mukilase dapat mengikat asam empedu
sehingga dapat menutunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah, yang nentinya dapat
menurunkan resiko terjadinya penyakit hipertensi dan jantung koroner. Serat
merupakan bagian karbohidrat yang tidak dapat dicerna tubuh. Kelompok ini banyak
terdapat pada buah, sayuran dan padi-padian. Sumber serat antara lain: buah-buahan
(apel, jambu biji, belimbing, dan lain-lain), sayur-sayuran (buncis, kangkung, pare,
dan lain-lain), serta padi-padian (Depkes RI, 2003).
Tabel 2.5 Nilai Serat Berbagai Bahan Makanan (g/ 100 gram)
Bahan makanan

Kandungan

Bahan makanan

Kandungan

Beras hitam

Serat (g)
20.1

Sagu

Serat (g)
4,7

Beras jagung

10.0

Biji nangka

Keripik ubi

14.3

Oncom ampas kacang hijau

12.3

Biji mente

0.9

Kacang hijau

7.5

Kecipir

10.7

Kacang kedelai goreng

7.6

Kacang ercis

28.6

Kacang koro

7.5

Kacang merah

26.3

Keripik tempe abadi besar

3.5

Lamtoro dengan kulit

15.4

Mangga manalagi

11.8

Rebung

9.7

Mangga kwini

6.5

Daun singkong
2.4
Abon sapi
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2009

7.5

Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk pengontrolan tekanan darah,
antara lain; tomat, wortel, seledri (sedikitnya 4 batang per hari dalam sup atau
masakan lain), bawang putih (sedikitnya satu siung per hari. Bisa juga digunakan
bawang merah dan bawang bombai), kunyit, lada hitam, adas, kemangi, dan rempah
lainnya.
Prediktor kuat lain penyakit hipertensi adalah kandungan kolesterol , LDL, dan
atau tingkat HDL yang abnormal. Tampak bahwa serat yang larut dapat mengurangi
penyerapan kolesterol dalam pencernaan dengan cara mengikatnya dengan empedu
(yang mengandung kolesterol) dan kolesterol diet sehingga dapat dikeluarkan oleh
25

tubuh. Intervensi uji coba suplementasi serat dengan menggunakan kulit buah oat dan
kacang dimana serat dikombinasikan dengan diet rendah lemak menghasilkan
penurunan tingkat kolesterol total berkisar antara 8-26%. Penelitian lain menunjukkan
bahwa 5-10 gram serat yang larut setiap hari dapat menurunkan kolesterol LDL
sekitar 5%. Semua manfaat ini akan terjadi tanpa perubahan diet lemak. Penelitian
eksperimen dengan menggunakan kelompok rendah lemak dan rendah lemak dengan
tinggi serat, menghasilkan kelompok mengkonsumsi tinggi serat menunjukkan
penurunan rata-rata konsentrasi kolesterol total lebih besar (13%) daripada rendah
lemak (9%) dan diet biasa (7%).
c. Diet Rendah Energi dan Lemak
Diet rendah energi dan lemak adalah diet yang kandungan energi dan
lemaknya dibawah kebutuhan normal, cukup vitamin dan mineral, serta banyak
mengandung serat yang bermanfaat untuk menurunkan berat badan. Diet ini ditujukan
untuk menurunkan berat badan yang pengurangaanya dilakukan secara bertahap
dengan mempertimbangkan kebiasaan makanan dari segi kualitas maupun kuantitas.
Lemak sedang (20-25%) yang berasal dari makanan yang mengandung lemak tidak
jeniu ganda yang kadarnya tinggi. Karbohidrat rendah (55-65% dari kebutuhan energi
total) yang berasal dari makanan sumber karboidrat kompleks untuk memberikan rasa
kenyang dan mencegah konstipasi. Sebagai alternatif, bisa digunakan gula buatan
sebagai pengganti gula sederhana (Almatsier, 2003).
Nilai energi dalam makanan diukur dalam unit kalori. Kandungan kalori dalam
makanan bergantung kepada kandungan karbohidrat, protein dan lemak. Lemak
menghasilkan kalori terbanyak mengikut berat 9 kalori bagi setiap gram. Nutrien lain
tidak memberi pengaruh pada kandungan energi dalam makanan. Oleh karena itu,
makanan yang mengandung banyak lemak adalah tinggi kalorinya. Sebaliknya,
makanan tinggi kandungan airnya seperti sayur-sayuran dan buah-buahan rendah
kalorinya. Rendah lemak 35% dari total energi , protein : 1-1,5 g/kg berat badan ,
energi : 35-50 kkl/kg berat badan , asupan kalsium per hari menurut RDA : 800 mg/
hari untuk laki-laki dan 1000 mg/ hari untuk wanita dan konsumsi kalsium sesuai
kebutuhan
Tabel 2.6 Nilai Energi Berbagai Bahan Makanan (kkal/100 gram)
Bahan makanan
Nasi

kkal
180

26

Bahan makanan
Tempe

Kkal
201

Gaplek

338

Ayam

298

Jagung kuning, pipil

366

Daging sapi

201

Ketela poho (singkong)

154

Telur ayam

154

Mie kering

337

Ikan segar

113

Roti putih

248

Udang segar

91

Ubi jalar merah

151

Pepaya

46

Kacang hijau

323

Susu kental manis

343

Kacang kedelai

381

Gula kelapa

386

Kacang merah
350
selai/jam
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2009.

239

Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu
tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan
kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Akumulasi dari endapan kolesterol apabila
bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah.
Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung
memperparah (Almatsier, 2003).
Tabel 2.7 Bahan Makanan Sehari
No

Bahan Makanan

Berat (g)

Ukuran Rumah Tangga

(URT)
1
Beras
300
5 gelas nasi
2
Daging
100
2 potong sedang
3
Telor ayam
50
1 butir
4
Tempe
100
4 potong sedang
5
Kacang Hijau
25
2,5 sendok makan
6
Sayuran
200
2 gelas
7
Buah
200
2 potong sedang pepaya
8
Minyak
25
2,5 sendok makan
9
Gula Pasir
25
2,5 sendok makan
Sumber: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
STIK Jendreal Ahmad Yani,2012.

Tabel 2.8 Modifikasi Pola Hidup dan Gizi Seimbang


No

Pengurangan

Modifikasi

Rekomendasi

Penurunan Berat

Menjaga berat badan normal (IMT 18,5-14,9

Tekanan Sistolik
5-10 mmHg/10 kg

Badan
Perencanaan

kg/m2)
Diet tinggi serat (sayur dan buah) dan rendah

8-14 mmHg

Makanan
Mengurangi

lemak (terutama lemak jenuh dan lemak total)


<100mmol/hari atau 2,4 gram Natrium atau 6

2-8 mmHg

Makanan

gram Natrium klorida

Mengandunng

27

Natrium
Olahraga

Aktivitas fisik harian (contoh jalan cepat) minimal

4-9 mmHg

Membatasi

30 menit perhari
Lebih baik tidak mengkonsumsi alhol sama sekali

4-9 mmHg

Konsumsi
Alkohol
Sumber: Joint National Commitee VII on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure, 2004

2.4.2

Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)


Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) adalah studi tentang
pengaruh pola diit yang berbeda untuk mengurangi tekanan darah tinggi. Para peneliti
menemukan bahwa relawan yang mengikuti diit DASH, tekanan darah dalam
tubuhnya turun secara signifikan setelah hanya beberapa minggu menjalaninya.
Diet DASH adalah progam pengurangan sodium dan natrium dalam asupan
harian bagi penderita hipertensi. Dalam diet DASH, penderita hipertensi harus
mengurangi natrium sampai 1.500 miligram per hari (sekitar 2/3 sendok teh garam
meja) untuk menurunkan tekanan darah. Departemen Kesehatan dan Departemen
Pertanian merekomendasikan bahwa orang dewasa sebaiknya tidak mengonsumsi
lebih dari 2.300 mg sodium perhari. Sementara bagi penderita hipertensi, orang lanjut
usia, dan keturunan ras Afrika-Amerika direkomendasikan tidak mengonsumsi lebih
dari 1.500 mg sodium per hari.
Penelitian telah menunjukkan bahwa risiko penyakit arteri koroner dan stroke
hampir nihil pada wanita yang mengikuti diit DASH selama beberapa tahun. Rencana
makan diet DASH adalah menambah buah-buahan, sayuran, biji-bijian, ikan, unggas,
kacang-kacangan, dan susu rendah lemak dalam asupan nutrisi harian. Makananmakanan ini mengandung nutrisi tinggi penting, seperti kalium, magnesium, kalsium,
serat, dan protein.
Tabel 2.9 Diit berdasarkan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)

Kelompok

Porsi Per hari

Banyak Porsi

Contoh

Berdasarkan DASH

1 iris roti

Roti,pasta,kue,ser

Sumber utama energi

1 ons sereal kering

eal, gandum, nasi

dan serat

1 mangkok nasi,

merah

Makanan

Padi

1.600

2,000

2,600

kalori
6

kalori
6-8

kalori
10-11

pasta, atau sereal


Sayuran

3-4

4-5

5-6

1cangkir

sayuran

28

Brokoli,

wortel,

Kaya

sumber

hijau

Buah

4-5

5-6

mentah,

1/2

atau dimasak
1 buah sedang, 1/2

bayam, kangkung
Apel,
pisang,

Sumber

cangkir

potasium, magnesium

segar

atau

anggur,

jeruk,

beku,

1/4

mangga,

melon,

persik,

nanas,

Susu rendah

tomat,

potasium, magnesium

kentang,

cangkir buah kering,


2-3

buncis,

cangkir sayur matang

buah

2-3

labu,

1 cangkir yogurt

dan serat
penting

dan serat

strauberi,
Keju,
mentega,

Sumber

yogurt

kalsium dan protein

Pilih daging yang

Kaya

magnesium

utama

lemak atau
1,5 ons keju

bebas
lemak
3

6/<

Daging

1 ons daging, unggas,

mengandung

tanpa

atau ikan yang di

sedikit

lemak,

masak

buang kulit pada

daging

dan

lemak,

unggas

1 telor

unggas, dan

protein

ikan

3
Kacangkacangan

per
minggu

4-5

per

1/3 cangkir kacang-

mingg

kacangan/ 1 ons

Almon, hazelnuts,

kacang

kacang, kuwaci.

Kaya

energi,

magnesium,

protein

dan serat

2 sendok selai kacang

2-3

27 % dari lemak

Lemak dan

1 sendok teh minyak

. margarin lembut,

minyak

sayur atau margarin

minyak sayur.

lembut,
1 sendok makan
mayones rendah
lemak,
2 sendok makan saus

29

salad ringan
0
Pemanis
dan Gula

5/<

Pemanis

per

1 sendok makan gula

gula, permen, jely,

mingg

atau jelly / jam

sirup.

harus

direndahkan

Sumber : National Heart Lung and Blood Institute


Tabel 2.10 Kebutuhan Kalori Berdasarkan Umur
(National Heart Lung and Blood Institue, 2015)
Jenis

Umur

Kelamin

(Tahun)

Perempun
Laki-laki

Kalori yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas


Diam (duduk)

Sedang

Aktif

atau sedikit
2,000
1,800
1,600
2,400
2,200
2,000

2,000-2,200
2000
1,800
2,600-2,800
2,400-2,600
2,200-2,400

2,400
2,200
2,000-2,200
3,000
2,800-3,000
2,400-2,800

19-30
31-50
51
19-30
31-50
51

Takaran makanan diatas bertujuan untuk mengurangi sodium hingga menjadi


2.300 miligram sodium per hari (sekitar 1 sendok teh garam meja). Setelah tubuh
Anda menyesuaikan dengan diet rendah sodium, Anda dapat menurunkan asupan
garam Anda lebih jauh sampai 1.500 miligram per hari (sekitar 2/3 sendok teh).
2.5 Tujuan Diit Hipertensi
Menurut Sustrani et al, (2004) tujuan diit hipertensi antara lain :
1) Mengurangi asupan garam
Mengurangi garam sering juga diimbangi dengan asupan lebih banyak kalsium,
magnesium, dan kalium (bila diperlukan untuk kasus tertentu). Puasa garam untuk
kasus tertentu dapat menurunkan tekanan darah secara nyata.
Tujuan dari diet rendah garam adalah membantu menghilangkan retensi
garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Syarat diet rendah garam adalah cukup energi, protein, mineral dan
vitamin, bentuk makanan sesuai denga keadaan penyakit, jumlah natrium
disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air atau hipertensi
(Almatsier, 2006).
30

Diet garam rendah yang dianjurkan adalah 2,4 g Natrium/hari atau 6 gram
garam atau satu sendok teh garam per hari.
2) Memperbanyak serat
Mengkonsumsi lebih banyak sayur atau makanan rumahan yang mengandung
banyak serat akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian asupan
natrium. Sebaiknya penderita hipertensi menghindari makanan kalengan dan
makanan siap saji dari restoran, yang dikuatirkan mengandung banyak pengawet
dan kurang serat. Dari penelitian lain ditemukan bahwa dengan mengkonsumsi 7
gram serat per hari dapat membantu menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak
5 poin. Konsumsi serat juga dapat memperlancar buang air, menyebabkan makan
lebih sedikit dan mengurangi asupan natrium.
3) Menghentikan kebiasaan buruk
Menghentikan rokok, kopi, dan alkoholdapat mengurangi beban jantung, sehingga
jantung dapat bekerja dengan baik. Rokok dapat meningkatkan resiko kerusakan
pembuluh darah yang mengendap kolestrol pada pembuluh darah koroner,
sehingga jantung bekerja lebih keras.
4) Memperbanyak asupan kalium
Diketahui bahwa dengan mengkonsumsi 3.500 miligram kalium/hari dapat
membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah yang
ideal dapat dicapai kembali tekanan yang normal. Kalium bekerja mengusir
natrium dari senyawanya, sehingga lebih mudah dikeluarkan. Makanan yang kaya
kalium adalah pisang, sari jeruk, jagung, kubis, daun pepaya, bunci, belimbing
dan brokoli.
5) Memenuhi kebutuhan magnesium
Kebutuhan magnesium menurut kecukupan gizi yang dianjurkan atau RDA
(Recommended Dietary Allowance) adalah sekitar 350 miligram/hari. Kekurangan
asupan magnesium terjadi dengan semakin banyaknya makanan olahan yang
dikonsumsi.
Sumber makanan yang kaya magnesium antara lain susu, kacang tanah,
bayam, kacang polong, dan makanan laut. Tetapi berhati-hatilah agar jangan
mengkonsumsi terlalu banyak suplemen magnesium karena dapat menyebabkan
diare.
6) Melengkapi kebutuhan kalsium

31

Walaupun masih menjadi perdebatan mengenai ada atau tidaknya pengaruh


kalsium dengan penurunan tekanan darah, tetapi untuk menjaga dari resiko lain,
800 miligram kalsium per hari (setara dengan tiga gelas susu) sudah lebih dari
cukup. Sumber lain yang kaya kalsium adalah keju rendah lemak dan ikan, seperti
salmon.
7) Mengetahui sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk tekanan darah.
Sayuran dan bumbu dapur yang bermanfaat untuk pengontrolan tekanan
darah adalah tomat, wortel, seledri, sedikitnya 4 batang per hari dalam
sup/masakan lain, bawang putih, sedikitnya satu siung per hari. Bisa juga
digunakan bawang merah dan bawang bomba, kunyit, bumbu lain adalah lada
hitam, adas, kemangi, dan rempah lainnya.
Tabel 2.11 Bahan Makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
Sumber
Karbohidrat

Bahan makanan yang dianjurkan

Bahan makanan yang tidak


dianjurkan

Beras, kentang, singkong, terigu,

Roti, biskuit, dan kue-kue

tapioka, hunkwee, gula, makanan yang

yang dimasak dengan garam

diolah bahan makanan tersebut diatas

dapur / baking pouder dan

tanpa garam dapur dan soda seperti :

soda

makaroni, mi, bihun, roti, biskuit, kue


Protein hewani

kering, dsb
Daging dan ikan maksimal 100 g sehari,

Otak, ginjal, lidah, sardin,

telur maksimal 1 btr sehari

daging, ikan, susu,dan telur


yang diawet dengan garam
dapur seperti daging asap,
ham, bacon, dendeng, abon,
keju, ikan asin, ikan kaleng,
kornet, ebi, udang kering, telur

Protein nabati

Sayuran

Semua kacang kacangan dan hasilnya

asin, dan telur pindang


Keju, kacang tanah, dan semua

yang diolah dan dimasak tanpa garam

kacang-kacangan dan hasilnya

dapur

yang dimasak dengan garam

Semua sayuran segar, sayuran yang

dapur dan lain ikatan natrium


Sayuran yang dimasak dan

diawet tanpa garam dapur dan natrium

diawet dengan garam dapur

benzoat

dan lain ikatan natrium, seperti


sayuran dalam kaleng, sawi
asin, asinan, dan acar

32

Buah-buahan

Semua buah-buahan segar, buah yang

Buah-buahan yang diawet

diawet tanpa garam dapur dan natrium

dengan garam dapur dan lain

benzoat

ikatan natrium, seperti buah

Lemak

Minyak goreng, margarin, dan mentega

dalam kaleng
Margarin dan mentega biasa

Minuman
Bumbu

tanpa garam
Teh
Semua bumbu-bumbu kering yang tidak

Minuman ringan, Kopi


Garam dapur untuk Diet

mengandung garam dapur dan lain

Garam Rendah I( 200-400mg

ikatan natrium. Garam dapur sesui

Natrium), baking pouder, soda

ketentuan untuk Diet rendag garam II

kue, vetsin, dan bumbu-

(600-800mg Natrium) dan III (1000-

bumbu yang mangandung

1200 mg Natrium)

garam dapur seperti : kecap,


terasi, maggi, tomato ketcup,
petis, dan tauco

Sumber : Penuntun Diet ( Aimatsier, 2004).

Tabel 2.12 Pembagian Bahan Makanan Sehari


Waktu
Pagi

Pukul 10.00

Bahan Makanan
Beras
Telur
Sayuran
Minyak
Gula Pasir
Kacang hijau

Gula Pasir
Beras
Daging
Tempe
Sayuran
Buah
Minyak
Sumber : Penuntun Diet ( Aimatsier, 2004)
Siang dan Sore

Berat (g)
70
50
50
5
10
25

Ukuran Rumah Tangga (URT)


1 gelas nasi
1 butir
0,5 gelas
0,5 sendok makan
1 sendok makan
2,5 sendok makan

15
140
50
50
75
100
10

1,5 sendok makan


2 gelas nasi
1 sendok sedang
2 potong sedang
0,8 gelas
1 potong sedang pepaya
1 sendok makan

33

2.6 Kerangka Teori

Sumber : Buku Ajar Kardiologi. 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. 2001, Kiat
Keluarga Sehat Mencapai
Hidup Prima dan Bugar Jilid I. 2003.

34

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang menitikberatkan tentang profil tingkat pengetahuan
lansia mengenai diit hipertensi di Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah, Kecamatan
Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong tahun 2016.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Posyandu Desa Air Meles Bawah,
Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini diadakan dari bulan Desember 2015 hingga bulan Januari 2016 yang
dimulai dari pengumpulan data sekunder, identifikasi masalah, penelusuran pustaka,
penentuan judul, bimbingan hingga penyusunan hasil penelitian.
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu hasil yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2013).
Metode pendekatan yang akan menggunakan rancangan deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk mendiskripsikan atau
menggambarkan suatu fenomena/objek yang terjadi di dalam masyarakat (Notoatmodjo,
2010). Dalam penelitian ini dimaksudkan mendapatkan gambaran untuk mengetahui
sejauh mana tingkat pengetahuan lansia mengenai diit hipertensi.

35

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah peserta Posyandu yang sudah lanjut
usia yang terdaftar dalam Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah periode Januari Desember 2015 sebanyak 572 orang.
3.4.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti yang memenuhi
kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
3.4.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Lansia di Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah yang datang periksa pada
bulan Januari 2016.
b) Bisa membaca, menulis dan mengisi kuesioner atau lansia yang tidak bisa
membaca tulisan tetapi dapat mendengar dengan jelas.
c) Usia 45 tahun
3.4.2.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Tidak bersedia menjadi responden
b) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik
3.4.2.3 Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara Non Random (Non
Probability) Sampling dengan teknik Purposive Sampling yaitu suatu teknik
pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat
oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat- sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya.

36

3.5

Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas


Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2006).Variabel bebas yang diteliti
adalah usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
3.5.2

Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena
adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006).Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
pengetahuan lansia mengenai diit hipertensi di Posyandu Lansia Sehat Desa Air Meles
Bawah tahun 2016.

3.6 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau
konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikan kegiatan, ataupun memberikan
suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut
(Nazir, 2003).
Tabel 3.1. Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi Operasional

Klasifikasi

Alat Ukur

Skala
Data

Variabel Terikat
1
Tingkat

Kemampuan lansia

Dibagi menjadi 3

Kuesioner

pengetahuan

untuk mengetahui

kategori yaitu : a.

Benar : 1

lansia tentang

tentang pengertian

Baik, jika jumlah

Salah : 0

diit hipertensi

hipertensi, diit

jawaban yang benar

hipertensi, makanan diit

15-20 (76%-100%)

hipertensi dalam

b. Cukup, jika

pencegahan terjadinya

jumlah jawaban

hipertensi

yang benar11-14
( 56%-75%)
c. Kurang,jika
jumlah jawaban
yang benar 10
( < 56% )

Variabel Bebas
37

Ordinal

Umur

Lama waktu hidup

a. Usia Tengah

lansia saat
dilakukan wawancara,

Jenis Kelamin

Pendidikan

ulang tahun terakhir.


Ciri fisik dan biologis

Ordinal

Kuesioner

Nominal

Kuesioner

Ordinal

Kuesioner

Ordinal

(45-59 tahun)
b.Usia Lanjut

terhi-tung
2

Kuesioner

(60-69 tahun)
c. 70 tahun
Jenis kelamin

responden

dikategorikan

untuk membedakan

menjadi 2, yaitu:

gender pada

a. Pria

penderita hipertensi
Sekolah formal yang

b. Wanita
Pendidikan

telah diikuti dan telah

dikategorikan

memiliki tanda bukti

menjadi:

lulus dari instansi resmi a. Tidak Sekolah


yang terkait

b. SD
c. SMP

Pekerjaan

d. SMA
Pekerjaan

Pekerjaan responden

dikatagorikan
menjadi:
a.Pedagang
b.Petani
c.Ibu Rumah
Tangga
d. Buruh
e. Tidak bekerja

3.7 Pengumpulan Data


Pengumpulan data primer dilakukan dengan memberikan kuisioner mengenai
pengetahuan tentang diit hipertensi, sedangkan pengumpulan data sekunder adalah
melalui catatan rekam medis pasien (Kartu Pengobatan Lansia) yang terdaftar di
Puskesmas Perumnas pada tahun 2015. Data sekunder juga diperoleh dari berbagai
sumber literatur yang berhubungan dengan penelitian ini seperti buku buku, internet,
jurnal dan hasil penelitian terdahulu (Saryono, 2011).
3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data
3.8.1

Pengelolaan Data
38

a) Editing (Penyuntingan Data)


Hasil wawancara atau kuesioner yang diperoleh dan dikumpulkan melalui
kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu.Apabila ternyata masih ada data
atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara
ulang, maka kuesioner tersebut diulang (drop out).
b) Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)
Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa kolom kolom untuk
merekam data secara manual.Lembaran atau kartu kode berisi nomer responden
dan nomor nomor pertanyaan.
c) Memasukkan Data (Data Entry)
Mengisi kolom - kolom atau kotak - kotak lembar kode atau kartu kode sesuai
dengan jawaban masing - masing pertanyaan.
3.8.2

Analisa Data
Analisis data penelitian merupakan media untuk menarik kesimpulan dari seperangkat
data hasil pengumpulan (Setiawan dan Saryono, 2010).
Analisa univariat adalah untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian. Analisa univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data
sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang
berguna. Bentuk penyajian data berupa tabel.
Distribusi frekuensi merupakan penyusunan data ke dalam kelaskelas tertentu
dimana setiap individu hanya termasuk kedalam salah satu kelas tertentu saja
(Pengelompokan data berdasar kemiripan ciri). Distribusi frekuensi disusun bila
jumlah data yang akan disajikan cukup banyak, sehingga jika disajikan dalam tabel
biasa menjadi tidak efisien dan kurang komunikatif. Hal ini dapat dirumuskan:
P = f/N x 100%
Keterangan :
P : Persentase
f : Frekuensi data
N: Jumlah sampel yang diolah

39

3.9 Kerangka Operasional

Variabel Terikat
Variabel Bebas
-

Usia
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan

Profil tingkat pengetahuan lansia mengenai


diit hipertensi di Posyandu Lansia Desa Air
Meles Bawah tahun 2016
Pengumpulan data dari kuesioner dan
rekam medik
Pengolahan & Analisis data

Penyajian hasil penelitian dalam bentuk


tabel

40

BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Profil Puskesmas
4.1.1

Demografi
Puskesmas Perumnas Curup berada di wilayah Kecamatan Curup Tengah Kabupaten
Rejang Lebong. Merupakan wilayah kerja meliputi 2 desa dan 7 kelurahan dari 9
desa/kelurahan yang ada.
Satu desa merupakan desa kriteria desa terpencil, yaitu desa Air Merah luas
wilayah kerja Puskesmas Perumnas 48,2 KM 2 dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Kampung
Delima
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Curup
3. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Samberejo
4. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Curup
Wilayah kerja Puskesmas Perumnas merupakan daerah dataran tinggi, yang
sebagian besar merupakan lahan pertanian penduduk seperti kopi dan palawija, dan
lain-lain.

4.1.2

Kependudukan
Untuk mengetahui secara pasti jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Perumnas adalah sangat sulit. Hal ini disebabkan lamanya sistem pencatatan di desa
dan juga dikarenakan mobilisasi penduduk antara yang datang dan pergi (pindah) juga
tinggi.
1. Angka kepadatan penduduk pada wilayah kerja Puskesmas Perumnas
sebesar 27916 jiwa.
2. Kelurahan terpadat adalah Kelurahan Air bang (6903 jiwa) dan terjarang
adalah Desa Air Merah (936 jiwa)
3. Luas wilayah kerja 48,2KM2 dan merupakan daerah dataran tinggi dengan
udara yang sejuk dan curah hujan yang cukup tinggi. Data-data
kependudukan adalah sebagai berikut:
a. Jumlah Penduduk

: 30620 jiwa
41

b. Laki-laki

: 15548 jiwa

c. Perempuan

: 15072 jiwa

d. Jumlah KK

: 6816 jiwa

e. Rata-rata jiwa/KK

: 46 jiwa

f. Kepadatan

: 3890 jiwa

g. Sex ratio laki-laki:perempuan

: 1.0 jiwa

h. Dependenty ratio

: 1.6 jiwa

i. Distribusi penduduk berdasarkan umur:

j.

4.1.3

0-1 tahun

: 662 jiwa

1-5 tahun

: 2053 jiwa

6-14 tahun

: 6646 jiwa

15-44 tahun

: 12437 jiwa

45-65 tahun

: 5294 jiwa

>65 tahun

: 830 jiwa

Jumlah jiwa gakin

: 5739 jiwa

k. Terbanyak jiwa miskin di desa Air Bang

: 951 jiwa

l. Terkecil jiwa miskin Kel. Batu Galing

: 357 jiwa

Sosial Ekonomi
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Perumnas sebagian besar terdiri dari suku
Rejang (penduduk asli daerah ini) , etnis lainnya yaitu: Minang dan Palembang dan
lain sebagainya.
Jumlah fasilitas pendidikan yang ada sebagai berikut:
-

TK

: 10

SD

: 15

SLTP

:2

SMU

:3

Perguruan Tinggi : 0

Tingkat pendidikan masyarakat secara umum adalah 75% pernah atau tamat
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama sampai dengan Perguruan Tinggi, 25% tamat SD
dan putus sekolah. Untuk mata pencaharian sebagian besar petani dan pedagang,
selebihnya pekerja kasar.

42

Dengan adanya perbedaan lingkungan dan budaya di wilayah kerja Puskesmas


Perumnas akan mempengaruhi peran serta masyarakat terhadap pelayanan kerja
Puskesmas.
Dari 9 Desa/Kelurahan yang ada semuanya sudah mempunyai posyandu yang
berjumlah 15 Posyandu dan jumlah dukun terlatih yang ada sebanyak 5 orang. Semua
desa dalam unit Puskesmas Perumnas sudah dapat dihubungi jalan beraspal.
4.1.4

Sumber Daya Manusia dan Sarana Kesehatan


Jumlah SDM di Puskesmas Perumnas Kecamatan Curup Tengah berjumlah 56 orang,
dimana dokter umum berjumlah 1 orang.
Sarana kesehatan yang ada di Puskesmas Perumnas Curup adalah untuk
menunjang segala jenis kegiatan atau program yang ada di Puskesmas dan secara tim
untuk bekerjasama dalam melaksanakan pelimpahan kerja dari Pemerintah Daerah
maupun Pemerintah Pusat untuk dilaksanakan di Puskesmas.
a. Fasilitas Pelayanan :
1) Puskesmas Induk
:1
2) Puskesmas Pembantu
:2
3) Posyandu
: 15
4) Poskesdes
:2
b. Alat transportasi :
1) Pusling
:1
2) Puslingkap
:3) Sepeda Motor
:6

4.1.5

Situasi Derajat Kesehatan


Urutan 10 penyakit terbanyak semua umur di Puskesmas Perumnas tahun 2015 adalah
sebagai berikut :
1. Ispa

6. Vulnus

2. Hipertensi

7. HHD

3. Gastritis

8. Tonsilitis

4. DA

9. Bronkitis

5. RA

10. Cephalgia

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1

Menurut jenis kelamin

43

Setelah dilakukan penelitian dengan pengelompokan data terhadap 22 responden


mengenai tingkat pengetahuan lansia tentang Diit Hipertensi di Posyandu Lansia Desa Air
Meles Bawah. Pengelompokan data ini disajikan dalam sebuah tabel sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin di
Posyandu Lansia Sehat Desa Air Meles Bawah Tahun 2016.
NO
1

Jenis Kelamin
Laki-laki

Jumlah
7

Presentase (%)
31.8

Perempuan

15

68.2

22

100

Total

Berdasarkan Tabel 4.1 frekuensi responden menurut jenis kelamin di posyandu


lansia desa Air Meles Bawah yang datang periksa dari 22 responden, responden
perempuan lebih banyak dibanding laki-laki yaitu sebanyak 15 (68.2%) sedangkan
laki-laki sebanyak 7 orang (31.8%).

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

32%

Laki-laki
Perempuan

68%

Gambar 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Banyaknya responden lansia yang berjenis kelamin perempuan, sesuai dengan


yang dikemukakan oleh Anna dan Woro (1999) dalam Fajriyah (2009), melihat
tingkat kesehatan dan kesejahteraan kian membaik maka angka harapan hidup
penduduk Indonesia kian meningkat pula, khususnya perempuan di mana usia
perempuan akan lebih panjang, sehingga rata-rata umur harapan hidup perempuan
44

umumnya lebih tinggi daripada laki-laki. Menurut Handono dan Isbagyo (2005),
dengan bertambahnya umur penyakit akan meningkat baik perempuan maupun lakilaki. Prevalensi perempuan lebih tinggi dari laki-laki lebih dari 75% penderita
hipertensi adalah perempuan dengan perbandingan 3:1.
4.2.2

Menurut Usia

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia di Posyandu Lansia


Desa air Meles Bawah Tahun 2016.
NO
1

Kategori Usia
Tengah (45-59 tahun )

Jumlah
17

Presentase (%)
77.2

Lanjut (60-69 tahun )

9.1

3
Total

Lansia tua (70 tahun)

3
22

13.7
100

Berdasarkan Tabel 4.2 frekuensi responden berdasarkan usia di posyandu


lansia Desa Air Meles Bawah dari 22 responden diketahui paling banyak usia 45-59
tahun (tengah) sebanyak 17 orang (77.2%), diikuti 70 tahun (lansia tua) sebanyak 3
orang (13.7%) dan 60-69 tahun (lanjut) sebanyak 2 orang (9.1%).

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

9%

Tengah (45-59
tahun)

14%

Lanjut (60-69 tahun)


77%

Lansia (70 tahun)

Gambar 4.2 Karekteristik Responden Berdasar Usia

Diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan
usia rata rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar
(Bandiyah, 2009).
4.2.3

Menurut Pekerjaan
45

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis Pekerjaan Lansia di Posyandu


Lansia Desa Air Meles Bawah Tahun 2016.
NO
1

Jenis Pekerjaan
Pedagang

Jumlah
2

Presentase (%)
9,09

Petani

27.27

Buruh

13.64

Ibu Rumah

10

45.45

1
22

4.55
100

Tangga
5
Total

Tidak Bekerja

Berdasarkan Tabel 4.3 distribusi frekuensi berdasarkan jenis pekerjaan lansia


di Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah dari 22 responden diketahui paling banyak
ibu rumah tangga yaitu 10 orang (45.45%), diikuti petani 6 orang (27.27%), buruh 3
orang (13.64%), pedagang 2 orang (9.09%), sedangkan paling sedikit tidak bekerja 1
orang (4.55%).

Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Pedagang

5% 9%

Petani
27%

45%

Buruh
Ibu Rumah Tangga

14%

Tidak Bekerja

Gambar 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Menurut Hurlock (1998) dalan Fajriyah (2009), bahwa pekerjaan merupakan
suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang
akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan.
4.2.4

Menurut Pendidikan

46

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Menurut Tingkat Pendidikan di Posyandu Lansia Desa
Air Meles Bawah Tahun 2016.
NO
1

Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah

Jumlah
1

Prosentase(%)
4.5

SD

17

77.2

SMP

18.3

SMA

22

100

Total

Berdasarkan Tabel 4.4 distribusi frekuensi menurut tingkat pendidikan di


posyandu lansia Desa Air Meles Bawah diketahui tingkat pendidikan paling banyak
Sekolah Dasar (SD) sebanyak 17 orang (77.2%), diikuti Sekolah Menengah Pertama
(SMP) yaitu 4 orang (18.3%)

sedangkan paling sedikit SMP sebanyak 4 orang

(18.3%).

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

18%

5%

Tidak Sekolah
SD
SMP

77%

SMA

Gambar 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Hendra (2008), mengatakan bahwa tingkat pendidikan turut menentukan


mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami suatu pengetahuan yang
merekamperoleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin baik
pengetahuannya dan makin mudah pula untuk menerima informasi. Seseorang dengan
pendidikan tinggi umumnya tanggap tentang keadaan sekitarnya, serta mempunyai
minat dan peduli tentang kesehatan dan tanggap dalam memecahkan masalah yang
ada pada dirinya serta adanya keinginan untuk menggali ilmu pengetahuan dari
47

sumber-sumber lain. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang dengan berpendidikan


rendah tidak berarti mutlak memiliki pengetahuan rendah. Peningkatan pengetahuan
tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada
pendidikan non formal
4.2.5

Tingkat Pengetahuan Responden


Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi di
Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah Tahun 2016.
NO
1

Tingkat Pengetahuan
Baik (15-20)

Jumlah
16

Prosentase(%)
72.73

Cukup (11-14)

22.73

3
Total

Kurang (10)

1
22

4.54
100

Berdasarkan Tabel 4.5 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan lansia tentang


diit hipertensi di posyandu lansia Desa Air Meles Bawah diketahui tingkat
pengetahuan para lansia berdasarkan pengelompokan data hasil jawaban kuisioner
yang diajukan kepada 22 lansia sejumlah 20 pernyataan sebanyak 16 lansia
mempunyai tingkat pengetahuan baik (72.73%), diikuti 5 orang (22.73%)
berpengetahuan cukup dan 1 orang (4.54%) berpengetahuan kurang.

48

Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

23%

5%

Baik
Cukup
73%

Kurang

Gambar 4.5 Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan terjadi
melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.
Hasil penelitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan baik sejumlah 16
orang. Menurut Bakhtiar (2012), bahwa pengetahuan merupakan hasil proses dari
usaha manusia untuk tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan
(knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadaran sendiri untuk mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) yang
didalam dirinya sendiri supaya mudah untuk mengetahui dan menyusun yang
diketahui pada dirinya sendiri. Menurut asumsi peneliti lansia berpengetahuan baik
karena lansia memperoleh pengetahuan baru serta mendapatkan pengalaman tentang
diit hipertensi , hal ini sesuai dengan Machfoedz (2010), bahwa ilmu pengetahuan
adalah kumpulan dari pengalaman-pengalaman seseorang sehingga lansia tersebut
memperoleh nilai baik.
Hasil penelitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan cukup sejumlah
5 orang. Menurut asumsi penelitian dikarenakan sedikitnya rasa peduli lansia tentang
diit hipertensi dan dalam menjawab pertanyaan lansia sekedar mengerti tentang diit
hipertensi, hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010), bahwa pengetahuan
49

merupakan hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what,
misalnya apa itu, apa manusia, apa alam dan sebagainya. Sehingga lansia tersebut
memperoleh pengetahuan cukup.
Hasil penelitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan kurang
berjumlah 1 orang. Menurut asumsi penelitian lansia sama sekali tidak tahu serta
tidak peduli tentang diit hipertensi, bahkan tidak ada keinginan untuk mendapat dari
berbagai sumber informasi tentang diit hipertensi. Disisi lain kemungkinan lansia ini
saat penyuluhan tidak ikut berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mubarak
(2007), bahwa pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah sesuai dengan proses
pengalaman manusia yang dialami, sumber informasi baru didapatkan merupakan
pengganti pengetahuan

yang

telah

diperoleh

sebelumnya atau

merupakan

penyempurnaan informasi sebelumnya.

4.2.6

Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi Berdasakan


Usia
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi di
Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah Berdasarkan Usia Tahun
2016.
Usia
45-59

Tingkat
Baik
Cukup
F %
F %
1 76.4 4 23.5

Pengetahuan
Kurang Jumlah
F %
F
17

tahun
60-69

3
1

7
50.0 1

3
50.0 -

100

tahun
70 tahun

0
66.6 -

0
-

33,3 3

100

Total

7
72.7 5

22.7 1

3
4.54 22

100

Total
%
100

Berdasarkan Tabel 4.6 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan lansia tentang


diit hipertensi di posyandu lansia desa Air Meles Bawah berdasarkan usia diketahui
tingkat pengetahuan lansia 45-59 tahun yang memiliki tingkat pengetahuan baik
sebanyak 13 orang (76.47%), cukup sebanyak 4 orang (23.53%). Usia 60-69 tahun
yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 1 orang (50%), cukup 1 orang
(50%). Sedangkan usia 70 tahun dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 2 orang
(66.67%) dan kurang sebanyak 1 orang (33.33%).
50

Dari penelitian ini didapatkan bahwa lansia dengan usia 45-59 tahun paling
dominan yang berpengetahuan baik. Hal ini disebabkan golongan usia ini memang
tergolong jumlah lansia yang paling banyak. Disisi lain pengetahuan yang mereka
peroleh kemungkinan didapat dari pengalaman dan juga penyuluhan sebelumnya,
meskipun tidak semua lansia dapat berpartisipasi mengikuti penyuluhan tentang
hipertensi sampai akhir. Menurut Hendra (2008), makin tua umur seseorang maka
proses-proses

perkembangan

mentalnya

membaik

serta

berpengaruh

pada

pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur menjelang lansia kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Intelegensi lanjut usia
akan menurun sehingga menyebabkan kurangnya kemampuan dalam memahami suatu
pengetahuan umum serta informasi.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar tingkat
pengetahuan lansia adalah baik, dimana lansia menganggap bahwa penyakit hipertensi
merupakan hal yang wajar, karena sudah tua dan berfikir jika kebutuhan seperti
makan dan istirahat terpenuhi maka lansia pasti sudah sehat tanpa harus peduli dengan
pola makan dan gaya hidup.
Lansia sudah tidak perlu lagi mengikuti perkembangan pengetahuan dimana
minat terhadap informasi dan pengetahuan mengenai kesehatan ditahap lansia ini
sudah berkurang, karena lanjut usia lebih mementingkan dalam pemenuhan fisiologis
(makan, istirahat) dibandingkan menghabiskan dana untuk mencari sumber informasi
tentang pengetahuan (Zainudin, 2009).

51

90
80

76.47
66.66

70
60
50

50

50

40

33.33

30

23.53

20
10
0

45-59 tahun0

60-69 tahun0
Baik

Cukup

70 tahun
0

Kurang

Gambar 4.6 Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi


Berdasarkan Usia
4.2.7

Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi Berdasarkan


Pekerjaan
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi
Berdasarkan Pekerjaan di Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah Tahun 2016.
Pekerjaan
Pedagang

Tingkat
Baik
Cukup
F %
F %
1 50.0 1 50.0

Petani

0
66.6 1

0
16.6 1

16.6 6

100

Ibu Rumah 8

7
80.0 2

7
20.0 -

7
-

10

100

Tangga
Buruh

0
66.6 1

0
33.3 -

100

Tidak

7
100

3
-

Bekerja
Total

72.7 5

52

Pengetahuan
Kurang Jumlah
F %
F
2

22.7 1

4.54 22

Total
%
100

100

Berdasarkan Tabel 4.7 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan lansia tentang


diit hipertensi di posyandu lansia desa Air Meles Bawah berdasarkan pekerjaan
diketahui pedagang dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 1 orang (50%), cukup
1 orang (50%). Pekerjaan petani dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 4 orang
(66.67%), cukup sebanyak 1 orang (16.67%), kurang sebanyak 1 orang (16.67%). Ibu
rumah tangga dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 8 orang (80%), cukup
sebanyak 2 orang (20%). Pekerjaan buruh dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak
2 orang (66.67%), cukup sebanyak 1 orang (33.33%). Sedangkan tidak bekerja
dengan pengetahuan baik sebanyak 1 orang (100%).
Sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa pekerjaan lansia
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam menjawab suatu
pertanyaan tentang kesehatan yang diberikan. Pada tabel 4.7 didapatkan ibu rumah
tangga merupakan golongan dengan tingkat pengetahuan baik paling banyak mungkin
berkaitan dengan jumlahnya yang lebih dominan.
Lanjut usia dengan riwayat bekerja akan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada pada lingkungan bekerja
tersebut. Interaksi timbal balik di lingkungan tempat bekerja lansia itu sendiri akan
menimbulkan sikap sosial dalam bergaul sehingga akan direspon sebagai pengetahuan
oleh lansia, dan sebaliknya bagi lansia yang tidak bekerja. Pengalaman dalam bekerja
memberikan pengetahuan dan keterampilan lansia serta pengalaman belajar selama
bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan dari masalah nyata
dalam bidang kerjanya (Hendra, 2008).

53

120
100

100
80

80
66.67
60

66.67

50 50

40

33.33

20

16.67
16.67

20

Pedagang
0

Petani
Baik

IRT 0
Cukup

Buruh 0

Tidak Bekerja
0 0

Kurang

Gambar 4.7 Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi


Berdasarkan Pekerjaan
4.2.8

Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi Berdasarkan


Tingkat Pendidikan.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi di
Posyandu Lansia Desa Air Meles Bawah Tahun 2016.
Pendidikan
Baik
%
100

Tingkat
Cukup
F %
-

Pengetahuan
Kurang Jumlah
F %
F
1

Total
%
100

Tidak

F
1

Sekolah
SD

70.5 4

23.5 1

5.88 17

100

SMP

2
3

9
75.0 1

3
25.0 -

100

SMA
Total

0
72.7 5

0
22.7 1

4.54 22

54

100

Berdasarkan Tabel 4.8 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan lansia tentang


diit hipertensi di posyandu lansia desa Air Meles Bawah berdasarkan tingkat
pendidikan diketahui tingkat pendidikan yaitu tidak sekolah dengan tingkat
pengetahuan baik sebanyak 1 orang (100%). SD dengan tingkat pengetahuan baik
sebanyak 12 orang (70.59%), cukup 4 orang (23.53%), dan kurang sebanyak 1 orang
(5.88%). SMP dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 3 orang (75%), cukup
sebanyak 1 orang (25%).

120
100

100

80

75

70.59

60
40
25

23.53
20
5.88
0

Tidak Sekolah
0
0

SD
Baik

SMP
Cukup

0 SMA
0

Kurang

Gambar 4.8 Karakteristik Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Diit Hipertensi


Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tabel 4.8 penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa tingkat
pengetahuan lansia tentang diit hipertensi rata-rata berpengetahuan baik dilihat
dari tingkat pendidikan responden paling banyak terjadi pada responden dengan
pendidikan SD sebanyak 12 orang (70.59%), dan pengetahuan kurang paling
banyak juga terjadi pada lansia dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 1 orang
(5.88%). Pengetahuan baik yang dimiliki lansia pada tingkat pendidikan ini
kemungkinan

diperoleh

dari

pengalaman

dan

penyuluhan

yang

sudah

didapatkannya tentang hipertensi di posyandu.


Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang
yang merupakan salah satu factor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk
55

lebih mudah menerima pengetahuan baru dan semakin tinggi pengetahuan


seseorang akan semakin baik.
Hasil survei yang dilaporkan oleh BPS (2004), bahwa sebagian besar lansia
(80%) memiliki status pendidikan rendah yaitu SD sampai dengan tidak sekolah.
Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan bahwa tingkat pendidikan
lansia sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang didapatnya. Lansia
dengan pendidikan yang rendah maka mempunyai tingkat pengetahuan cukup
dimana pengetahuan diperoleh dari pengalaman dan informasi yang sudah
didapatnya.

56

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 22 lansia penderita hipertensi
di Posyandu Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong
tentang diit hipertensi maka diketahui rata-rata tingkat pengetahuan lansia tergolong baik
dengan hasil :
1. Tingkat pengetahuan lansia baik sebanyak 16 lansia dengan persentase 72,73 %, tingkat
pengetahuan cukup sebanyak 5 lansia dengan persentase 22,73 %, sedangkan tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 1 lansia dengan persentase 4,54 %.
2. Tingkat pengetahuan lansia tergolong baik berdasar usia dominan pada usia 45-59 tahun
sebanyak 13 orang (59,1 %).
3. Tingkat pengetahuan lansia tergolong baik berdasar pekerjaan dominan pada lansia yang
bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 8 orang (36,36 %).
4. Tingkat pengetahuan lansia tergolong baik berdasar pendidikan dominan pada tingkat
pendidikan SD sebanyak 12 orang (54,54 %).
5.2 Saran
1. Bagi peneliti
Diharapkan peneliti dapat mengembangkan lagi penelitian-penelitian selanjutnya
khususnya gangguan kesehatan pada masyarakat pada umumnya yang terjadi pada lansia
dan dapat ikut serta dalam pemberian penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat dalam
menjaga kesehatan, selain itu peneliti juga dapat mengembangkan lagi penelitiannya
menghubungkan tingkat pengetahuan lansia tentang diit hipertensi dengan kejadian
kekambuhan hipertensi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan semoga penelitian ini bisa menjadi masukan bagi intitusi pendidikan
untuk menambah pengetahuan tentang penyakit hipertensi terutama mengenai diit
hipertensi yang terjadi pada khususnya kalangan lansia di dalam masyarakat.
3. Bagi Peneliti Lain

57

Semoga penelitian yang sudah dilakukan ini dapat menjadi wacana dan referensi
dalam pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian
ini dan semoga peneliti lain dapat mengupayakan penambahan tenaga kesehatan saat
penelitian berjalan sehingga dapat meminimalisir ketepatan waktu saat penelitian.

4. Bagi Posyandu Desa Air Meles Bawah Puskesmas Perumnas, Kecamatan Curup Tengah,
Kabupaten Rejang Lebong
Kepada posyandu lansia diharapkan semakin meningkatkan kegiatannya dalam
mengontrol kesehatan para lansia dan dapat memeberikan pengetahuan lebih tentang
penyakit yang terjadi pada lansia.
5. Bagi Responden
Disarankan pada para lansia khususnya di wilayah Desa Air Meles Bawah untuk
lebih peduli lagi terhadap kesehatannya terutama bagi penderita hipertensi, khususnya
dalam mengatur diit hipertensi untuk mengontrol terjadinya kekambuhan hipertensi dan
mencegah terjadinya komplikasi hipertensi seperti stroke

58

DAFTAR PUSTAKA
Ana M., Woro R.. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Lanjut Usia.
Jurnal Epidemiologi Indonesia.1999
Agrina, S, 2011. Kepatuhan Lansia Penderita Hipertensi dalam Pemenuhan
dietHipertensi.,http://www.sharepdf.com/2014/1/5/e6b5b47b826044f6ae
86f46fca676058/7-13-1-SM.htmdiakses tanggal 19 Desember 2013.
Almatsier, Sunita., 2004. Penuntun Diet. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, Sunita., 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Arikunto, S, 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Bakhtiar, Amsal., 2012. Filsafat Ilmu, Jakarta.PT Raja Grafindo Persada.
Bandiyah, Siti. 2009. Medical Book Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik.
Bantul. Nuha Medika.
Bustan M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka
Cipta
BPS, 2004 . Statistik Penduduk Lanjut Usia ( Survei Sosial Ekonomi Nasional)
.Jakarta:BPS http://www.pdpersi.co.id/. diakses tanggal 20 Juni 2014
BPS Sukoharjo, 2013. Kecamatan Kartasura Dalam Angka 2013. Sukoharjo:
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo
Darmojo, R.B, dan Martono, H.H.,2004. Buku Ajar Geriartri. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Dinkes Kabupaten Sukoharjo. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2013. Sukoharjo: Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo.
Dinkes Provinsi Jawa Tengah , 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah.Http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/SDK/Mibang
kes/profil2012/BAB_I-VI_2013_fix.pdf diakses tanggal 19 Desember
2013.
Fajriyah, 2009., Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang Rheumatid di
PSTW.http://www.perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/SKRIPSI.pdf
diakses tanggal 18 Juni 2014
Febry, Ayu Bulan et al, 2013. Ilmu Gizi Untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Handono dan Isbagyo, 2005. Pemilihan Terapi Rematik yang Efektif, Aman,
dan Ekonomis.Diunduh dari http://www.tempo.co.id/. Diaskes pada
tanggal 20 Juni 2014 .
Haryono, 2012. Lansia Perlu Perhatian. Http://www.menkokesra
.go.id/content/ prof-haryono-lansia-perlu-perhatian. diakses tanggal 8
Desember 2013.
Hendra A.W., 2008, Ilmu Keperawatan Dasar, Yogyakarta: Edisi Ke-2,
Penerbit Mitra Cendikia Press.
Lumbantobing, 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Machfoedz, Ircham., 2010. Metode Penelitian, Fitramaya, Yogyakarta.
Martuti. 2009. Merawat dan Menyembuhkan Hipertensi. Bantul : Kreasi
Wacana.
Mubarak. Wahid Iqbal, 2007. Promosi Kesehatan. Jogjakarta : Graha ilmu
59

Muwarni, Arita, 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta :


Gosyen Publishing
Notoatmodjo. Sokidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Sokidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :
RinekaCipta
Nugroho, Wahyudi, 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta : EGC.
Palmer, Anna dan Bryan Williams, 2007. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta :
Erlangga
Rudianto, Budi.F, 2013. Menaklukan hipertensidan diabetes. Yogyakarta :
Sakkhasukma
Saryono, Setiawan, 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Yogya : Mitra
Cendikia Press.
Saryono, Setiawan, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra
Cendikia Press.
Siti,
2010.http://www.scribd.com/doc/52073422/
Hubungan-AntaraPengetahuanTentang-Hipertensi-Dengan-Tindakan-MengontrolTekanan-Darah-Boyola
liDesaJembunganKecamatanBanyudono-.diakses tanggal 28 februari 2014.
Sudoyo, Aru W et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sugiyono, 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung Alfabeta
Sugiyono, 2013. Cetakan 18.Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta :
Bandung.
Sumadi, 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Lansia Tentang
Hipertensi dengan Upaya Mengendalikan Hipertensi di Posyandu Lansia
Puskesmas Semin 1 Gunung Kidul Yogyakarta. Dibuka 10 september
2009
dari
http://digilib.unnes.
ac.id/gsdl/collect
/skripsi/
archive/HASH0197/a25eed54.dir/doc.pdfhttp://skripsistikes.wordpress.c
om/2009/05/03/ikpiii56/ diakses tanggal 24 Februari 2014.
Sustrani, et al, 2004. Hipertensi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sustrani,2005.http://helpingpeopleideas.com/publichealth/diet-untukhypertensi/
diakses Pada Tanggal 19 Januari 2014.
Tapan, Erik. 2004. Penyakit Ginjal dan Hipertensi . Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Wahyuningsih, 2011. Lima Provinsi dengan jumlah Lansia Paling Banyak.
Http://health.detik.com/read/2011/12/06/170435/1784303/763/2/ ini-dia5-provinsi-dengan-jumlah-lansia-paling-banyak. diakses tanggal 8
desember 2013.
Wawan Dewi M. 2010,Teori dan pengukuran pengetahuan, sika, dan perilaku
manusia.Jakarta. Nuha medika
Zainuddin, Kuntjoro, 2009. Memahami Mitos & Realita Tentang Lansia. Di
unduh dari http://www.e-psikologi.com/artikel/lanjut-usia/memahamitosrealita-tentang-lansia. Diaskes pada tanggal 20 Juni 2014.

60

KUESIONER PENELITIAN
PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA MENGENAI DIIT
HIPERTENSI DI POSYANDU AIR MELES PUSKESMAS PERUMNAS
TAHUN 2015
Tanggal :
A. Karakteristik Responden
1. Nama

2. Umur

3. Jenis Kelamin

4. Pendidikan

5. Pekerjaan

6. Alamat

B. Aspek Pertanyaan Pengetahuan


Petunjuk Pengisian
Pilih salah satu jawaban yang dianggap paling benar, dengan memberi
tanda (x) pada huruf pilihan tersebut
N

Pertanyaan

Jawaban

o
Benar Salah
1.

Penyakit hipertensi adalah tekanan darah

2
3
4
5

tinggi
TD tinggi jika 140/90 mmHg
Semakin tua tekanan darah semakin tinggi
Hipertensi bukan penyakit keturunan
Penderita tekanan darah tinggi penting

kontrol ke pelayanan kesehatan.


Kelebihan berat badan dapat meningkatkan

resiko hipertensi
Hipertensi tidak menyebabkan penyakit
61

jantung, pembuluh darah dan stroke.


Olahraga secara teratur cegah tekanan

darah tinggi.
Menjauhkan diri dari stress cegah tekanan

darah tinggi
10 Merokok dan minum alkohol menyebabkan
kekambuhan tekanan darah tinggi
11 Minum obat darah tinggi teratur dan
kontrol makanan bantu cegah kekambuhan
tekanan darah tinggi
12 Jika tekanan darah normal, obat darah
tinggi tidak perlu diminum
13 Makanan cepat saji baik untuk hipertensi
14 Tidak ada hubungan makanan berlemak
dan darah tinggi
15 Konsumsi garam berlebih menyebabkan
tekanan darah tinggi
16 Semua buah yang diawetkan tidak aman
untuk penderita tekanan darah tinggi
17 Pisang, jeruk dan makanan tinggi kalium
bantu turunkan tekanan darah tinggi
18 Sayur dan serat tidak dapat turunkan darah
tinggi
19 Tidak boleh makan telur lebih dari 1 butir
sehari
20 Kopi boleh diminum penderita tekanan
darah tinggi
LAMPIRAN

62

Kegiatan Penyuluhan serta Pemberian Kuesioner Mengenai Diit Hipertensi


kepada Warga Desa Air Meles Bawah

63

You might also like