Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman
micobakterium tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch
pada tahun 1882.
Penyakit tuberculosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia
sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberculosis. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya lesi tuberculosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di
Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran
pada dinding candi Borobudur.
Diseluruh dunia tahun 1990, WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus
baru TB dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 1991
tercatat peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan
Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat
TB diseluruh dunia.
Annual Risk Infection ditahun 1980 - 1985 dinegara-negara Asia Tenggara
diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per
100.000 penduduk. Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000
penduduk, dengan rata-rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. Brunei
Darussalam dengan angka kematian 8,5 kasus per 100.000 penduduk dengan
insiden BTA (+) 84 kasus per 226.000 penduduk. Sedangkan Filipina di tahun
1981 1983 memperkirakan prevalensi BTA (+), 0,95%. Berdasarkan data dari
SEAMIC Health Statistictahun 1990, penyakit tuberculosis penyebab kematian
no.10 di Thailand tahun 1989 dan menduduki urutan ke-4 di Filipina pada tahun
1987. Menurut global TB-WHO, 1998 saat ini pusat dari epidemic TB berada di
Asia dengan terdapat 4,5 juta dari 8 juta kasus yang diperkirakan terdapat di
dunia atau 50% kasusnya di 6 negara yaitu India, Cina, Bangladesh, Pakistan,
Indonesia dan Filipina. Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang
kasus terbesar di dunia setelah India dan Cina.
Berdasarkan hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke-3 penyebab kematian. Pada
tahun 1980, TB menempati urutan ke-4, dan menurut
SKRT tahun
1992
menempati urutan ke-2 setelah penyakit sistem sirkulasi. Hasil SKRT tahun 1995,
TB merupakan penyebab kematian ke-3 dari seluruh kelompok usia dan urutan
pertama antara penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia.
Epidemiologi berdasarkan kasus di pkm
Pembuatan diagnosis tuberculosis paru kadang-kadang sulit, sebab
penyakit tuberculosis paru yang sudah berat dan
menimbulkan gejala yang dapat dilihat. Antara gejala dengan luasnya penyakit
maupun lamanya sakit, sering tidak mempunyai korelasi yang baik. Hal ini
disebabkan oleh karena penyakit tuberculosis paru merupakan penyakit paru yang
besar (great imitator), yang mempunyai diagnosis banding hampir pada semua
penyakit dada dan penyakit lain yang mempunyai gejala umum berupa kelelahan
dan panas.
Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkan
belum lama ditemukan, dan pengobatan tuberculosis paru saat ini lebih dikenal
dengan sistem pengobatan jangka pendek dalam waktu 6-9 bulan. Prinsip
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini
merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma
pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel
(cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi
kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang
efektif.
B. Epidemiologi
Tuberkulosis
adalah
disebabkan
oleh
infeksi
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbul gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional).Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum).
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus).
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar
sehingga
menimbulkan
obstruksi
pada
saluran
napas
hematogen
dan
limfogen. Penyebaran
ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang
yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup
gawat
seperti
tuberkulosis, typhobacillosis
tuberkulosis
milier,
Landouzy.Penyebaran
ini
meningitis
juga
dapat
E. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka
gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
a. Gejala Respiratorik :
- Batuk 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
b. Gejala Sistemik :
Demam
Gejala sistemik lain, seperti: malaise, keringat malam, anoreksia, dan
berat badan menurun.
c. Gejala Tuberkulosis Ekstra Paru :
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung
pemeriksaan/
spesimen
yang
berbentuk
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus
kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi
dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas
objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke
laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai
dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
c. Cara Pemeriksaan dahak dan barang lain
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain
(cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk
BJH).
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
-
F. Perjalanan Penyakit
Cara Penularan:
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk partikel dahak (droplet). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu
jumlah percikan,
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta
(oportunistic), seperti tuberculosis, maka yang bersangkutan akan menjadi
sakit parah bahkan biasa mengakibatkan kematian. Bila
jumlah orang
G. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan teridir dari
obat utama dan tambahan.
1. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai :
a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan :
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamid
- Streptomisin
- Etambutol
b. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
Kemasan :
- Obat Tunggal :
BAB III
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS RAPPOKALLING
A.
Keadaan Geografi
Puskesmas Rappokalling terletak di Kecamatan Tallo Kota Makassar dengan
luas wilayah kerja kurang lebih 3,03 km2. Dari empat kelurahan yang masuk
dalam wilayah kerja Puskesmas Rappokalling terdapat 22 ORW dan 119 ORT.
Kecamatan Tallo merupakan daerah perkotaan yang sebagian wilayahnya berada
pada daerah aliran Sungai Tallo. Sarana transportasi cukup memadai hanya saja
jarak tempuh yang agak jauh dan kondisi jalan yang kurang baik sehingga
membutuhkan waktu dan biaya yang lebih untuk mencapai lokasi Puskesmas
Rappokalling maupun Puskesmas Pembantu.
Pemanfaatan potensi lahan dan alih fungsi lahan yang terjadi sedemikian
rupa, akan membawa pengaruh terhadap kondisi dan perkembangan sosial
ekonomi serta keamanan masyarakat. Lahan yang terletak di tepi laut di beberapa
bagian berubah fungsi menjadi pemukiman penduduk. Hal demikian akan
membawa pengaruh pada urbanisasi, status gizi, pola dan jenis penyakit serta
kondisi lingkungan pemukiman yang sebagian daerahnya dilanda banjir pada
waktu musim hujan.
Luas wilayah kerja Puskesmas Rappokalling dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 1
Luas Wilayah, Jumlah ORW/ORT Menurut Kelurahan di WilayahKerja
Puskesmas RappokallingTahun 2016
No.
Kelurahan
Luas (Ha)
ORW
ORT
1.
Tammua
92
27
2.
Rappokalling
89,23
39
3.
Buloa
61
27
4.
Tallo
61
26
303,23
22
119
Jumlah
Sumber : Badan statistik , 2016
Keadaan Penduduk
Kependudukan merupakan permasalahan yang dihadapi dewasa ini
menyangkut jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk
dan arus urbanisasi dengan segala dampak sosial ekonomi dan keamanan, dan
menjadi keharusan untuk mengendalikan angka kelahiran dan kematian.
Pembahasan mengenai kependudukan mencakup masalah pertumbuhan
penduduk, kepadatan penduduk dan struktur penduduk menurut kelompok umur.
Upaya menahan laju pertumbuhan penduduk dilaksanakan melalui
pengendalian tingkat kelahiran dan penurunan angka kematian (bayi, anak balita
dan ibu). Adapun jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Rappokalling
pada tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas
Rappokalling Tahun 2016
No.
Kelurahan
1.
Jumlah
Rappokalling
Laki-laki
7379
Perempuan
7433
2.
Tammua
4.998
4.796
9.794
3.
Buloa
4.089
3.908
7.997
4.
Tallo
4.083
4.108
8.191
20.549
20.245
40.794
Jumlah
14.812
1.
Kepadatan Penduduk
Keadaan penduduk sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan
rakyat khususnya kesejahteraan anak dan masalah sosial ekonomi. Hal ini
terjadi karena faktor gizi yang berhubungan dengan lingkungan, perumahan,
sanitasi serta munculnya berbagai wabah penyakit. Di samping itu
bertambahnya kepadatan penduduk sebagai tanda perkembangan suatu daerah.
Berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2015, kepadatan penduduk Kota
Makassar tidak merata di tiap kecamatan yaitu 69.137 jiwa/KM2. Berikut ini
terdapat tabel perbandingan Jumlah Rumah dan Jumlah Kepala Keluarga
sebagai gambaran kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Rappokalling.
Tabel 3
Tabel Perbandingan Jumlah Kepala Keluarga dan Jumlah Rumah di
Wilayah Kerja Puskesmas Rappokalling tahun 2016
No
Nama Kelurahan
Jumlah Kepala
Jumlah
Keluarga
Rumah
1.
Rappokalling
3.394
2.835
2.
Tammua
2.187
1.202
3.
Buloa
1.787
1.449
4.
Tallo
1.772
1.518
9.137
7.004
Jumlah
Sumber : Badan Statistik, 2016
2.
laju pertumbuhan
akan
mempengaruhi
struktur
Tabel 4
Tabel Distribusi Penduduk Menurut Umur
0 -12
1-4
5 -14
bln
thn
thn
2474
1699
1454
1278
6905
No.
1.
2.
3.
4.
C.
Kelurahan
15-
25-
35-
45-
24
34
44
54
thn
3357
2023
1700
1633
8713
thn
2684
1836
1532
1560
7612
thn
1855
1344
1009
1166
5374
thn
1384
894
657
805
3740
> 55
thn
412
289
214
298
1213
Jumlah
13851
9232
7600
7613
38296
sebagai indikator partisipasi sekolah dan tingkat pendidikan yang ditamatkan yang
ternyata masih rendah, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5
Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Rappokalling Tahun 2016
No.
1.
2.
3.
4.
D.
TINGKAT PENDIDIKAN
SD
SMP SMU D1,D2,D3
S1
Rappokalling
4638 2694
1492
296
230
Tammua
437
288
341
57
114
Buloa
795
526
463
2
28
Tallo
939
499
547
91
75
Jumlah
6845 4007
2843
446
447
Sumber : Kelurahan masing-masing, 2016
KELURAHAN
S2
9
6
1
10
26
S3
5
1
6
Tabel 6
Distribusi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas
Rappokalling Tahun 2016
Tkg
No.
1.
2.
3.
4.
Kelurahan
PNS
TNI/
POLRI
Swasta Nelayan
Rappokalling 182
30
485
Tammua
284
10
342
Buloa
30
30
99
Tallo
68
68
141
Jumlah
564
138
1067
Sumber : Kelurahan masing-masing, 2016
E.
3
0
100
3
106
Batu
&
Becak
613
70
165
458
1306
Sopir
127
76
46
247
PedaGang
575
540
375
361
1851
Jumlah
2015
1322
845
1099
5281
Data Kesakitan
Berdasarkan Profil Puskesmas Rappokalling tahun 2016 penyakit CC
menempati urutan pertama yaitu sebesar 4951 penderita atau sebesar 37,92 % dari
jumlah total 13.085 penderita.
Pola kesakitan di Puskesmas Rappokalling berdasarkan 10 penyakit utama
tahun 2011, menempatkan CC sebagai penyakit yang paling banyak diderita oleh
Tabel 7
10 Penyakit Utama Puskesmas Rappokalling Tahun 2016
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
F.
Jenis Penyakit
CC
Dispepsia
Hipertensi
Batuk
Faringitis
Dermatitis
Artritis
Cepalgia
Diabetes Mellitus
Mialgia
Jumlah
Sumber : Puskesmas Rappokalling, 2016
Jumlah
4951
2093
1751
1183
970
752
558
300
271
229
13.853
Persentase
37,92
16,03
13,41
9,06
7,43
5,76
4,27
2,30
2,07
1,75
100
: 3 orang
: 2 orang
: 1 orang
PLAN OF ACTION
NO
ALTERNATIF
KERJA
TUJUAN
SASARAN
METODE
WAKTU
INDIKATOR KEBERHASILAN
1.
Penyuluhan tentang
TB (pentingnya
control, pencegahan
penularan, etika batuk
dan berobat rutin)
Untuk memberi
informasi kepada
pasien tentang TB,
cara penularan dan
pengobatan rutin.
Pasien
Kunjungan ke rumah
pasien
Agustus 2016
2.
Edukasi kepada
keluarga mengenai
TB, pencegahan
penularan dan support
keluarga
Keluarga
Kunjungan ke rumah
pasien
Agustus 2016
3.
Pemberian masker
pada pasien TB
Untuk memberi
informasi kepada
keluarga tentang TB,
cara penularan dan
pentingnya support
kepada pasien
Pasien lebih
memperhatikan
tentang pencegahan
penularan TB
Keluarga dan
pasien
Kunjungan ke rumah
pasien
Agustus 2016
4.
Edukasi dan
penyuluhan tentang
makanan sehat dan
bergizi
Untuk memberikan
informasi kepada
pasien tentang
makanan sehat dan
bergizi
Pasien
Kunjungan ke rumah
pasien
Agustus 2016