You are on page 1of 4

PATOFISIOLOGI GIZI BURUK

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini
dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),
environment (lingkungan). Faktor diet (makanan) memang memegang peranan penting dalam
patofisiologi malnutrisi tetapi faktor lain ikut menentukan.
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan
untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan
karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Jika terjadi
stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih
diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut / decompensated
malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres
katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmikkwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka
akan terjadilah marasmus (malnutrisikronik / compensated malnutrition). Dengan demikian
pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,
penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.10
Pada keadaan marasmus, dapat terjadi pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai
atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan
proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat
dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga
cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan
energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya
seperti asam amino untuk komponen homeostatic. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadangkadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup
albumin.
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolic dan perubahan sel menyebabkan
edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita
defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan
energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya.

Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum
yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam
serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian
timbul edema.
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta sehingga
transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak
dalam hepar.
Para penyelidik membuat metoda untuk membedakan tipe malnutrisi energi protein yang
sebenarnya baik terhadap pencegahan maupun terhadap pengobatan tidak begitu bermanfaat.
Mac laren menggunakan sistem scoring dengan memberi angka pada berbagai gejala, seperti
berat badan yang kurang, edema, kelainan kukit, perubahan rambut, pembesaran hati dan kadar
protein serum. Bergantung pada jumlah angka yang didapat, mereka membuat diagnosis
kwashiorkor, marasmus atau marasmik
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit
marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein dan juga
energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian, di samping menurunnya berat
badan di bawah 60% dari normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat
perubahan nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral,
dan protein, terutama protein otot.11,12
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino
essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi hipoalbuminemia dan edema.
Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis
dan gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase
akut, yang semakin memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran
jaringan akan semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet akan
meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan menyebabkan atrofi

otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya, kelainan ini merupakan proses
fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi
oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri
sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan
mengandung lebih banyak cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak
edema.11,12

Bagan 3. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor

You might also like