You are on page 1of 14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur semata penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., Sang
Pencipta alam beserta isinya dengan penuh ketelitian sehingga penulis dapat
menyusun makalah dengan judul Leishmania donovani Penyebab Penyakit
Kala-azar. Senandung shalawat beserta salam semoga tercurah limpahkan
kepada nabi Muhammad SAW., beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya,
termasuk kita semua yang mudah-mudahan senantiasa taat menjalankan risalah
yang diembannya.
Makalah ini penulis susun dalam rangka perkuliahan Illmu Dasar
Keperawatan I dan sebagai bahan informasi mengenai objek yang penulis teliti.
Pengumpulan data dalam penyusunan makalah ini menggunakan metode
pengambilan data dari sumber informasi internet.
Manado, 15 Agustus 2016

Penulis

Wahyuni Abdul

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI. ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang....

B. Maksud dan Tujuan..

BAB II PEMBAHASAN.. 2
A. Definisi ............... 2
B. Epidemiolog... 2
C. Etiologi...

D. Patogenesis...............

E. Manifestasi Klinis .... 6


F. Penegakan Diagnosis ... 8
G. Tatalaksana 9
BAB III

PENUTUP.. 11
A. Kesimpulan..

DAFTAR PUSTAKA

11

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leishmaniasis adalah vektor penyakit yang disebabkan oleh
protozoa intraseluler obligat yang termasuk dalam genus Leishmania dan
disebarkan oleh gigitan dari beberapa spesies lalat pasir. Ada sekitar 21
dari 30 spesies yang menginfeksi manusia. Ada banyak jenis leishmaniasis
tetapi dua jenis yang paling umum adalah Leishmaniasis kulit yang
menghasilkan luka kulit, dan leishmaniasis visceral yang berdampak pada
beberapa bagian internal tubuh seperti penyakit marrow, limpa, hati &
tulang juga disebut sebagai penyakit agas, leichmaniosis, kala azar, demam
hitam, demam dum dum atau espundia. Penyakit ini dimulai dengan
tumbuhnya papula (bintil) yang membesar & pada akhirnya menjadi ulkus
puru atau luka bernanah tidak terasa sakit (nyeri). Lesi dapat sembuh
dengan sendirinya dalam beberapa minggu/beberapa bulan dan terkadang
dapat bertahan setahun atau lebih. Infeksi Leishmania dapat menghasilkan
penyakit kulit yang dikenal sebagai leishmaniasis kulit. Hal ini dapat
berdampak pada selaput lendir dengan berbagai banyak kejadian, sebagian
besar itu menyebabkan bisul. Ini mungkin menghasilkan luka pada kulit
yang muncul seperti penyakit lain seperti penyakit Hansen, TBC kulit,
sifilis, kanker kulit dan infeksi jamur.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
menambah pengetahuan mahasiswa dan pembaca tentang penyakit yang
disebabkan oleh protozoa dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Dasar Keperawatan I.

BAB II
PEMBAHASAN
1

A. DEFINISI
Leishmaniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa yang
termasuk dalam genus Leishmania dan ditularkan lewat gigitan sejenis lalat
genus Lutzomyia dan Phlebotomus.
B. EPIDEMIOLOGI
Leishmaniasis endemik di 90 negara di Asia, Eropa Selatan, dan Afrika.
Lebih dari 90% kasus leishmaniasis viseral terjadi di 3 daerah, yaitu Asia
Selatan (India, Bangladesh dan Nepal), Afrika Timur (Sudan), Amerika Selatan
(Brazil).
Leishmania donovani

tersebar di

India, Afrika, Eropa (sekitar laut

tengah), Amerika tengah dan selatan. Leishmania tropica endemis di sekitar


laut Tengah, Laut Hitam, Afrika, Amerika tengah dan selatan, Arab, India,
Pakistan, dan Ceylon. Leishmania brasiliensis ditemukan di Amerika Tengah
dan Selatan ( mulai dari Guetemala) sampai ke Argentina Utara dan Paraguay.
Di Indonesia penyakit ini belum pernah ditemukan.
C. ETIOLOGI
Etiologi dari Leishmaniasis adalah genus Leishmania. Ada tiga spesies
yang penting bagi manusia, yaitu : 1) Leishmania donovani yang menyebabkan
Leishmaniasis viseral atau kala azar 2) Leishmania tropica yang menyebabkan
leismaniasis

cutaneus

atau oriental

sore

3)

Leishmania braziliensis

menyebabkan leismaniasis mukokutis atau Espundia.


Phlebotomus longipalpis adalah vektor dari tiga spesies Leishmaniasis
tersebut. Adalah lalat yang berukuran kecil, berwarna kuning/ kelabu dan
seluruh badan berbulu serta mengalami metamorfosis sempurna dengan mulut
tusuk isap, baik lalat jantan maupun lalat betina keduanya mengisap darah.
Habitat lalat ini terutama pada lubang yang terdapat dionggokan tanah.
Genus Leishmania mempunyai dua stadium, yaitu: a) stadium amastigot
atau stadium leishmania yang terdapat pada manusia dan hospes reservoar dan
b) stadium promastigot atau stadium leptomonas yang terdapat pada vektor.
Pada waktu lalat Phlebotomous mengisap darah penderita leishmaniasis,
2

stadium amastigot terhisap dan dalam lambung berubah menjadi stadium


promastigot, berkembang biak dengan cepat dan menjadi banyak dalam waktu
3-5 hari. Kemudian stadium promastigot bermigrasii ke saluran yang ada di
probosis. Stadium promastigot adalah stadium inefektif dan dapat ditularkan
kepadda manusia atau hospes reservoar, bila lalat tersebut mengisap darahnya.
Kemudian di dalam badan manusia stadium promastigot masuk ke dalam sel
makrofag dan berubah menjadi stadium amastigot. Stadium amastigot
berkembang biak secara belah pasang longitudinal dan hidup di intraselular.
Transmisis secara langsung dapat terjadi melalui luka gigitan lalat.

D. PATOGENESIS
Patogenesis Leishmaniasis dimulai saat parasit masuk melalui gigitan lalat
betina ke dalam tubuh host dan melalui mekanisme fagositosis masuk kedalam

makrofag atau sel dendritik pada kulit. Hal ini kemudian mengaktifkan respon
imun yang ditandai dengan perekrutan makrofag dan sel T ke tempat terjadinya
infeksi. Respon patologis dari infeksi Lesishmania sangat tergantung pada faktor
genetik dari host yang terinfeksi. Walaupun secara keseluruhan masih belum dapat
dimengerti dengan jelas, beberapa faktor akhir akhir ini telah dapat
diidentifikasi dengan pendekatan genetik misalnya kecenderungan diferensiasi sel
T helper menjadi TH2 pada individu - individu tertentu akan meningkatkan resiko
tertular penyakit ini secara signifikan. Paradigma ini telah dapat didemonstrasikan
pada hewan uji ( tikus ), dimana produksi IFN- oleh sel TH1 dan sel NK dapat
menimbulkan kekebalan. Induksi IL-12 membuat sel T naif berdiferensiasi
menjadi TH1 dan memicu produksi IFN- oleh TH1 dan sel NK yang pada
akhirnya akan meningkatkan secara signifikan efisiensi makrofag untuk
membunuh Amastigote intraselular. Berlawanan dengan ini, pada individu yang
beresiko tinggi terjadi induksi IL-4 yang memicu diferensiasi sel T naif menjadi
TH2 yang akhirnya mensekresi IL-10. IL-10 inilah yang mendeaktivasi respon
pengaktifan TH1 dan dianggap memiliki peranan penting pada progresi penyakit
Visceral Leishmaniasis.
Mekanisme imunologi yang terjadi pada tikus seperti yang telah
dijabarkan diatas tidak seluruhnya dapat diterapkan pada manusia. Walaupun
demikian prinsip utama dari patogenesis Leishmaniasis adalah penyembuhan dan
kekebalan dari infeksi ulang sangat berhubungan erat dengan respon sel T H1,
produksi IFN-, dan aktivasi makrofag secara efektif untuk membunuh
Amastigote. Untuk suatu penyakit dimana imunitas seluler memegang peranan
penting, tidak mengejutkan bahwa ekspresi Major Histocompatibily Complex
( MHC ) pasti juga terlibat. Pada tikus telah terbukti bahwa perbedaan ekspresi
MHC berhubungan erat dengan perbedaan resiko untuk Visceral Leishmaniasis.
Peranan ekspresi MHC pada Cutaneous Leishmaniasis telah terbukti juga pada
manusia dan diperkuat juga oleh percobaan pada hewan ( tikus ).

Cutaneous Leishmaniasis
Disebabkan oleh spesies L. tropica dan L. mexiccana. Patogenesis
Cutaneous Leishmaniasis adalah saat makrofag yang terinfeksi parasit
mengaktifkan reaksi imun yang menyebabkan terjadinya suatu proses
inflamasi berkepanjangan karena ketidakmampuan makrofag membasmi
parasit secara tuntas. Terjadinya kerusakan pada jaringan kulit
diperkirakan karena terjadi abnormalitas produksi Nitric Oxyde Species
( NOS ) dan Oksigen Reaktif serta produksi Tumor Necrosis Factor/TNF dan TNF-.
Mucocutaneus Leishmaniasis
Disebabkan oleh spesies L.brasiliensis. Patogenesis dari Mucosal
Leishmaniasis sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan jelas.
Hanya sedikit individu yang mengalami hal ini dan tampaknya faktor
genetik kembali berperan besar dalam proses yang terjadi. Faktor genetic
host telah diimplikasikan pada sebuah studi patogenesis pada masyarakat
Venezuela dan menemukan bahwa sebuah alel tertentu yang mengkode
TNF- berhubungan dengan meningkatnya faktor resiko penyakit ini.
Visceral Leishmaniasis
Disebabkan oleh spesies L. donovani. Proses patogenesis yang
terjadi pada Visceral Leishmaniasis disebabkan oleh masuknya makrofag
yang terinfeksi ke dalam jaringan retikulo-endothelial ( Nodus limfe,
Limpa, dan Sel sel Kupher di Hepar ) dan akhirnya menyebabkan
proses inflamasi dan kerusakan jaringan pada bagian bagian tersebut.
Masa inkubasi dari Visceral Leismaniasis biasanya berlangsung lebih
lama hingga bertahun tahun, dan malnutrisi merupakan faktor resiko
utama dalam perkembangan penyakit ini.

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Cutaneous leishmaniasis
Pembengkakan kulit muncul sekitar 2 minggu sampai beberapa bulan
setelah gigitan lalat pasir dan dapat berjumlah satu atau multipel. Dipengaruhi
oleh spesies Leishmania dan respon imun host, lesi bermula sebagai papul
kecil dan berkembang menjadi plak kering atau krusta ulserasi dengan batas
tegas. Lesi satelit seringkali nampak. Lesi ini tidak terasa sakit kecuali terjadi
infeksi sekunder. Nodus limfatik lokal seringkali membesar. Gejala sistemik
jarang terjadi, akan tetapi demam ringan dalam waktu singkat kadang
menyertai onset penyakit.

1
Gambar
1 & 2. Leishmaniasis kutaneus

2. Muco-cutaneous leishmaniasis ( espundia )


Lesi awal dapat tunggal atau multipel pada kulit yang terbuka.
Pada mulanya berbentuk papul yang dapat terasa gatal atau nyeri,
kemudian berubah menjadi nodular. Setelah itu dapat menjadi ulkus atau
papilomatosa. Penyembuhan lokal terjadi dalam beberapa bulan atau satu
tahun. Gejala yang muncul pada regio nasal dan oral dapat terjadi
bersamaan dengan lesi awal, setelah lesi awal sembuh, atau beberapa
tahun sesudahnya. Mukosa pada septum nasi anterior biasanya menjadi
bagian yang pertama kali terserang diikuti oleh destruksi ekstensif pada
jaringan lunak dan kartilago pada hidung, mulut, dan bibir. Kerusakan
dapat juga menyerang laring dan faring. Infeksi bakterial sekunder

seringkali menyertai kondisi ini. Limfangitis, Limfadenitis, demam,


penurunan berat badan, keratitis, dan anemia sering menjadi gejala
penyerta.
3. Visceral leishmaniasis ( Kala Azar )
Sebuah lesi lokal biasanya nodular dan non-ulseratik dapat mendahului
manifestasi sistemik dari penyakit ini akan tetapi seringkali tidak nampak
atau tidak dirasakan oleh penderita. Mulai terjadinya serangan biasanya 2
minggu setelah infeksi atau tiba tiba. Demam menggigil dan berkeringat
seringkali memuncak dua kali dalam sehari, dan dapat diikuti dengan batuk
batuk, diare, lemah, hingga penurunan berat badan. Limpa akan membesar
secara progresif dan mengeras diikuti oleh perbesaran hepar dan
limfadenopati generalisata.
Terjadi hiperpigmentasi kulit, terutama pada tangan, kaki, abdomen, dan
dahi yang terlihat dengan jelas terutama pada penderita yang berkulit terang.
Pada penderita kulit hitam, sering didapati erupsi ulseratik, petechiae,
perdarahan pada hidung dan gusi, jaundice, edema, dan asites. Penurunan
berat badan terus terjadi, dan kematian terjadi dalam hitungan bulan atau 1-2
tahun.

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan melihat tanda dan gejala klinis seperti yang
telah dijelaskan pada patogenesis sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk menegakkan diagnosis leishmaniasis yaitu [1,6]:
Spesimen : Aspirasi limfonodi, kerokan dan biopsi dari tepi lesi,
bukan bagian tengah, penting pada bentuk kutaneus; aspirasi
limfonod, darah, dan pungsi limpa, hati, atau sumsum tulang penting

pada kala azar. Discharge purulen tidak penting untuk diagnosis,


walaupun kerokan nasal bisa berguna. Suatu teknik Enzyme Linked
Immunoassorbent Assay (ELISA) menggunakan antigen t0-kDa telah
diteliti untuk mendeteksi leishmaniasis visceral.
Pemeriksaan mikroskopis : Olesan dan irisan yang dicat Giemsa bisa
menunjukkan amastigot, terutama dalam material dari kala azar dan
dibawah tepi luka kulit.
Biakan : Medium NNN adalah medium yang paling umum digunakan.
Serologi : Tes formol- gel (aldehid) dari Napier adalah tes nonspesifik
yang mendeteksi kadar globulin serum yang meningkat pada kala
azar.
A. Leishmania donovani
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, kemudian ditegakkan
dengan :
Menemukan parasit dalam sediaan darah langsung, biopsi
hati, limpa, kelenjar limfe dan pungsi sumsum tulang
penderita
Pembiakkan dalam medium NNN
Inokulasi bahan pada binatang percobaan
Reaksi imunologi
B. Leishmania tropica
Diagnosis ditegakkan dengan:
Menemukan parasit dalam sedian apus yang diambil dari tepi
ulkus atau dari sedian biopsi
Pembiakan dalam medium NNN
Reaksi imunologi
C. Leishmannia brasiliensis
Penegakan diagnosis leishmania brasiliensis sama dengan penegakan
diagnosis leishmania tropica.
G. TATA LAKSANA
Terapi untuk kasus kasus Leishmaniasis masih jauh dari adekuat karena
beberapa faktor, yaitu toksisitas obat, waktu terapi yang panjang, dan seringnya
dibutuhkan rawat inap. Drog of Choice untuk Leishmaniasis adalah antimonial
pentavalen, baik sodium stiboglukonate atau meglumine antimoniate. Resistensi
dan kegagalan terapi menjadi hal yang umum ditemui pada kasus Leishmaniasis.

Obat obatan second-line yang digunakan apabila terapi dengan obat obat lini
pertama tidak responsif adalah formulasi deoksikolat dari Amphotericin B,
contohnya AmBisome dan Miltefosine. Akan tetapi obat secon line ini masih
sangat mahal sehingga membatasi penggunaan secara luas.
NAMA OBAT
Sodium Stiboglukonat

DOSIS
20 mg antimony(Sb)/kgBB/hari.

EFEK SAMPING
Gejala gastrointestinal,

( Pentostam )

IM atau IV

lemah, demam, myalgia,


arthralgia, phlebitis, ruam.
Jarang : anemia hemolitik,
hepatitis,kerusakan ginjal

Amphotericin B
( AmBisome )

dan jantung, pancreatitis


3 mg/kgBB/hari pada hari ke 1-5, 14, Gejala gastrointestinal,
demam, menggigil,
dan 21 dan dapat diulang
4 mg/kgBB/hari pada hari ke 1-5, 10, dispnea, hipotensi,
17, 24, 31, dan 38 pada individu toksisitas renal dan hepar

Pentamidine Isethionate
Paromomycin

dengan gangguan respon imun


2-4 mg/kgBB/hari IM atau IV
Topikal, 2 X sehari

Toksisitas renal dan telinga

(Aminoside)
Miltefosine

2.5 mg/kgBB/hari, dosis terbagi

Muntah, diare, teratogenik

selama 3-4 minggu

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Leishmanasis merupakan sebuah sindroma klinik dimana akan ditemukan
berbagai kondisi klinis yang saling berhubungan dalam perjalanan
penyakitnya. Penyakit ini berasal dari infeksi protozoa subgenus Leishmania
atau subgenus Viannia yang ditularkan melalui perantaraan vektor spesies
tertentu lalat pasir yaitu Lutzomyia subfamili dan Phlebotominae subfamili.
Wilayah habitat vektor ini sangat berpengaruh pada persebaran penyakitnya,
selain itu peran reservoir host yaitu rodensia dan anjing juga tidak dapat
dilepaskan begitu saja.
Leishmaniasis dapat menimbulkan berbagai akibat pada penderitanya, dan
yang terparah adalah kematian khususnya pada Visceral Leishmaniasis ( Kala
Azar ). Patogenesis dari leishmaniasis sendiri saat ini masih belum dapat
dimengerti secara utuh, akan tetapi diduga berkaitan erat dengan faktor
genetika dari host yang diserang. Saat ini, kebutuhan akan obat obatan
(termasuk vaksin) maupun sarana diagnostik yang lebih mudah merupakan
tantangan bagi para praktisi medis di negara negara endemik.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar FKUI. 2008. Buku ajar parasitologi kedokteran ed. 4. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
2. Walker, Guerrant, Weller. Tropical Infectious Disease. McGraw Hill.
2004;Vol.1
3. Nancy Malla , R.C. Mahajan, Pathophysiology of visceral leishmaniasis - some
recent concepts. Indian J Med Res 123, March 2006, pp 267-274 Available
at : http://medind.nic.in/iby/t06/i3/ibyt06i3p267.pdf Accesed : April, 12
2015
5. Fauci AS. "Leishmaniasis". In Braunwald E, Isselbacher KJ, Petersdorf RG,
Wilson

JD,

Martin

JB,

Fauci AS. Harrison's

Book

of

Internal

Medicine. McGraw Hill. 2008; Ed.17


6. K. Kishore, V. Kumar, S. Kesari, D.S. Dinesh, A.J. Kumar, P. Das , S.K.
Bhattacharya, Vector control in leishmaniasis. Indian J Med Res 123, March
2006,

pp

467-472

Available

at

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16778324 Accesed : April, 12 2015


7. Mc Phee, Papadakis, Tierney, 2007, CURRENT Medical Diagnosis &
Treatment 46th ed, Mc Graw Hill Medical
8. J. Soto, J. Toledo, P. Gutierrez,R. S. Nicholls, J. Padilla, J. Engel, C. Fischer, A.
Voss, and J. Berman, Treatment of American Cutaneous Leishmaniasis
with Miltefosine, an Oral Agent. Clinical Infectious Diseases 2001; 33:e57

11

61 Available at : http://cid.oxfordjournals.org/content/33/7/e57.long Accesed


: April 14, 2015

12

You might also like