You are on page 1of 16

Asuhan Keperawatan Post Operatif

A. Pengkajian
Setelah laporan PACU,perawat unit melakukan pengkajian awal dan
melanjutkan dengan segala intervensi keperawatan segera. Biasanya pertanyaan
Bagaimana perasaan anda ? memberikan informasi tentang ketidaknyamanan
pasien juga tingkat kewaspadaan mental pasien. Seringnya pemindahan fisik
menambah ketidaknyamanan temporer.
Perawat merujuk catatan pasien untuk menentukan kapan medikasi untuk
nyeri dapat diberikan,dan mengingatkan pasien bahwa medikasi akan tersedia
ketika diperlukan. Basin emesis disimpan dekat sekitar pasien,untuk berjaga-jaga
jika pasien mual akibat agens anestetik.
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas
yang berikut :

Respirasi

pernapasan,sifat dan bunyi napas.


Sirkulasi : Tanda-tanda vital termasuk tekanan darah dan kondisi kulit.
Neurologi : Tingkat respon.
Drainase : Adanya drainase,keharusan untuk menghubungkan selang ke

sistem drainase yang spesifik,adanya dan kondisi balutan.


Kenyamanan : Tipe nyeri dan lokasi,mual atau muntah;perubahan posisi

yang dibutuhkan.
Psikologi : Sifat dari pertanyaan pasien;kebutuhan akan istirahat dan

Kepatenan

jalan

napas,kedalaman,frekuensi,karakter

tidur;gangguan oleh kebisingan,penunjang;ketersediaan bel pemanggil

atau lampu pemanggil.


Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur;drainase selang tidak
tersumbat;cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat dengan

baik.
Peralatan : Diperiksa untuk fungsi yang baik

Pengkajian repsirasi.
Saat masuk ke unit perawatan klinik,pasien diamati terhadap patensi jalan
napas. Kualitas pernapasan dicatat,seperti kedalaman,frekuensi,dan bunyi napas.
Pengkajian Sirkulasi
Pertimbangan dasar dalam mengkaji fungsi kardiovaskuler adalah
memantau pasien terhadap tanda-tanda syok dan hemoragi. Penampilan
pasien,nadi,pernapasan,tekanan

darah,dan

suhu

tubuh

digunakan

untuk

menentukan fungsi kardiovaskuler. Tekanan vena sentral (TVS) dan nilai gas
darah arteri dipantau jika kondisi pasien membutuhkan pengkajian yang demikian.
Kondisi umum pasien dikaji dan dicatat,termasuk apakah warna kulit baik
atau sianotik,apakah kulit teraba dingin dan kusam atau hangat dan lembab,,atau
terdapat mukus yang berlebihan dalam tenggorokan dan dalam hidung.

B. Diagnosis
Berdasarkan pada data pengkajian,diagnosa keperawatan mayor dapat mencakup
yang berikut :

Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan efek depresan

dari medikasi dan agens anestetik.


Nyeri dan ketidaknyamanan pascaoperatif lainnya.
Resiko terhadap perubahan suhu tubuh : hipotermia.
Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan status pascaanestesia.
Perubahan nutrisi :Kurang dari kebutuhan tubuh.
Perubahan eliminasi urinarius yang berhubungan dengan penurunan

aktivitas,efek medikasi,dan penurunan masukan cairan.


Konstipasi yang berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan

usus selama periode intraoperatif.


Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan efek depresan dari
anestesia,penurunan intoleransi aktivitas,dan pembatasan aktivitas yang

diresepkan.
Ansietas tentang diagnosis pascaoperatif,kemungkinan perubahan dalam
gaya hidup,dan perubahan dalam konsep diri

Potensial Komplikasi
Berdasarkan pada data pengkajian,potensial komplikasi dapat mencakup :

Perubahan perfusi jaringan sekunder terhadap hipivolemia,pengumpulan

darah perifer,dan vasokontriksi.


Risiko terhadap kekurangan volume cairan.
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengat tempat insisi bedah

dan drainase.
Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan kerentanan terhadap
invasi bakteria.

Perencanaan dan Implementasi


Tujuan: Tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernapasan yang
optimal, reda dari nyeri dan ketidaknyamanan pasca operatif (mual dan mutah,
distensi abdomen, cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas dari cedera,
pemeliharaan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi perkemihan yang normal,
mengalami kembali pola biasanya dari eliminasi usus, pemulihan mobilitas dalam
keterbatasan pasca operatif dan rencana rehabilitatif, reduksi ansietas dan
pencapaian kesejahteraan psikologi, dan tidak adanya komplikasi. Komplikasi ini
termasuk,

tetapi

tidak

terbatas

pada,

kerusakan

perfusi

jaringan,

ketidakseimbangan cairan, kerusakan integritas kulit, dan infeksi.


Dari sumber yang lain dibahas diagnosa perawatan post operasi sebagai
berikut :
1. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kondisi
pernafasan efek sekunder anestesi
2. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan control kepatenan jalan
nafas(lidah), penurunan control batuk efektif dan muntah efek sekunder anestesi,
efek depresan dari medikasi dan agen anestesi.
3. Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme regulasi
sirkulasi

normal,

perdarahan

pascaoperatif,

penurunan

hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokontriksi.

curah

jantung,

4. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital, kerusakan


neuromuscular pascabedah.
5. Resiko terhadap cedera vascular (thrombosis vena provunda). Berhubungan
dengan cedera vascular, pembentukan thrombus pada ekstremitas, efek sekunder
kompresi posisi bedah.
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus selama
periode intraoperatif
7. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek
medikasi, dan penurunan masukan cair.
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan efek depresan dari anestesi,
penurunan intoleransi aktifitas, dan pembatasan aktivitas yang diresepkan.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tempat insisi bedah dan drainase.
10. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kerentanan terhadap invasi bakteri.
11. Kecemasan

berhubungan

dengan

diagnosis

pascaoperatif,

kemungkinan

perubahan dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri.


12. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh, kehilangan
fungsi dan struktur organ pasca bedah.

resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan control
pernafasan efek sekunder anestesi.
Tujuan ; mengefektifkan jalan nafas, mempertahankan ventilasi pulmonal, dan mencegah
hipoksemia (penurunan oksigen dalam dara) dan hiperkapnea (kelebihan karbondioksida

dalam darah)
Criteria evaluasi :
Frekuensi pernafasan dalam batas normal (12-20x/menit)
Pasien tidak menggunakan otot bantu nafas
Tidak terdengar bunyi nafas tambahan
Oral airway dapat dilepas tanpa komplikasi
Intervensi
Rasional
Atur rempat pasien dengan didekatkan pada Pasien biasanya masih mendapat okigenisasi
akses oksigen dan suction
Kaji dan observasi dalan nafas

pemeliharaan sampai sadar penuh


Deteksi awal untuk interpretasi selanjutnya
Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien
bernafas atau tidak adalah dengan menempatkan
telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien
untuk merasakan hembusan nafas. Gerakan
toraks dan diafragma tidak selalu menandakan

Pertahankan kepatenan jalan nafas

pasien bernafas.
Jalan nafas oral atau oral airway tetap terpasang
untuk kepatenan jalan nafas sampai tercapai
pernafasan yang nyaman dengan kecepatan
normal.apabila fungsi pernafasan sudah kembali
normal, bantu pasien membersihkan jalan nafas
dengan cara meludah. Kemampuan melakukan
hal tersebut menandakan kembalinya reflex

muntah normal.
Atur posisi kepala untuk mempertahankan Tindakan terhadap
jalan nafas

obstruksi

hipofariangus

termasuk mendongakkan kepala ke belakang dan


mendorong ke depan pada sudut rahang bawah,
seperti jika mendorong gigi bawah di depan gigi

Beri oksigen 3 liter/menit

atas.
Pemenuhan

oksigen

dapat

membantu

meningkatkan paO2 dicairan otak yang akan

Bersihkan secret pada jalan nafas

mempengaruhi pengaturan pernafasan.


Kesulitan pernafasan dapat terjadi akibat sekresi
lendir yang berlebihan.membalikkan pasien dari
satu sisi ke sisi lainya memungkinkan cairan
yang terkumpul untuk keluar dari sisi mulut.
Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat dibuka
secara manual dan berhati-hati dengan spatel
lidah yang dibungkus kasa.
Jika terjadi muntah, pasien dibalikkan miring
dan vomitus dikumpulkann dalam basin emesis.
Wajah diusap dengan kasa atau kertas tisu .
kemudian sifat serta jumlah muntah dicatat.
Mucus atau muntah yang menyambut faring atau
trakea

dihisap

dengan

ujung

penghisnap

faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan ke


dalam nasofaring atau orofaring.
Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan control kepatenan jalan
napas (lidah), penurunan control batuk efektif dan muntah efek sekunder anestesi, efek
depresan dari medikasi dan agens anestesi.
Tujuan: Pola napas kembali efektif sesuai dengan berkurangnya efek anestesi umum dan
pasien mampu melakukan laatihan pernapasan pascabedah.
Kreteria evaluasi:
Frekuensi peranapasan dalam batas normal (12-20 x/menit)
Pasien tidaka menggunakan otot bantu napas.
Saturasi oksigen 100%
Oral airway sudah bisa dilepas saat pasien keluar ruang pemulihan.
Intrevensi
Rasional
Kaji dan monitor control pernapasan
Obat anestesi tertentu dapat menyebabkan
depresi pernapasan. Oleh karena itu, perawat
harus mewaspadai pernapasan yang dangkal
dan lambat serta batuk yang lemah.

Monitor

frekuensi,

irama,

kedalaman Deteksi awal adanya perubahan terhadap

ventilasi pernapasan, kesimetrisan gerakan control

pola

pernapasan

dari

medulla

dinding dada, bunyi napas, dan warna oblongata untuk intervensi selanjutnya.
membrane mukosa.
Pastikan fungsi pernapasan sudah optimal.

Tindakan

evaluasi

untuk

menentukan

dimulainya latihan pernapasan sesuai yang


Instruksikan pasien untuk napas dalam.

diajarkan pada saat praoperatif.


Meningkatkan
ekspansi
paru.

Untuk

memperbesar ekspasnsi dada dan pertukaran


gas. Sebagai contoh, meminta pasien untuk
menguap atau untuk melakukan inspirasi
Instruksikan untuk melakukan batuk efektif.

maksimal.
Batuk juga didorong untuk melonggarkan
sumbatan mucus. Pembebatan dengan cermat
pada abdomen atau insisi toraks membantu
pasien mengatasi ketakutannya bahwa eksresi
dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah
terbuka.

Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme regulasi sirkulasi


normal,

perdarahan

pascaoperatif,

penurunan

curah

jantung,

hipovolemia,

pengumpulan darah perifer, dan vasokontriksi.


Tujuan: Dalam waktu 15 menit pascabedah perfusi perifer menjadai optimal.
Kriteria evaluasi:
Denyut nadi perifer teraba.
Akral hangat
Pengisian kapiler < 3 detik
Tidak terlihat adanya sianosis sentaral atau perifer.
TTV dalam batas normal.
Kulit perifer tidak pucat.
Output urine 50 ml/jam.
Intervensi
Rasional
Monitor tandaa dan gejala penurunan Pasien dipantau terhadapa segala tanda dan

perfusi jaringan.

gejala yang menandakan menurunnya perfusi


jaringan, yaitu: penurunan tekanan darah;
satursi O2yang tidka adekuat; pernapasan
cepat atau sulit; peningkatan frekuensi nadi >
100 x/menit; gelisah; respons melambat; kulit
dingin, kusam, dan sianosis; denyut perifer
menurun atau tak teraba; output urine kurang
dari 30 ml/jam. Salah satu dari tanda dan

gejala ini harus dilaporkan.


Beri intervensi sesuai dengan penyebab Tindakan dilakukan untuk mempertahankan
penurunan perfusi.

perfusi jaringan yang adekuat, tergantung pad


penyebab tidak adekuatnya perfusi jaringan.
Tindakan yang dilakukan dapat mencakup
penggantian cairan, terapi komponen darah,
medikasi untuk mendukung atau memperbaiki
fungsi jantung (misalnya: vasodilator koroner,
antidisritmia,

dan

agen

inotropik),

dan

pemberian oksigen.
Respons pasien terhadap tindakan ini dipantau
dan

didokumentasikan. Selain itu,

suhu

ruangan dijaga agar nyama, kemudian pasien


diberi pakaian yang mencukupi dan slimut
untuk

mencegah

menyebabkan
Lakukan percepatan mobilisasi aktivitas.

menggigil

vasokontriksi.

Efek

yang
daraia

terapi cairan dan komponen darah dipantau.


Aktivitas sepertai latihan tungkai dilakukan
untuk menstimulasi sirkulasi dan pasien
didorong untuk berbalik dan mengubah posisi
dengan perlahan dan untuk menghindari posisi
yang megganggu arus bali vena.

Risiko terhadap cedera vascular (thrombosis vena profunda/TVP) berhubungan

dengan cedera vascular, pembentukan thrombus pada ekstremitas, efek sekunder


kompresi posisi bedah.
Tujuan: Dalam Waktu 1 X 24 Jam Tidak Terjadi TVP.
Kriteria evaluasi: Tidak terdapat tanda-tanda Hormans.
Intervensi
Rasional
Monitor tanda dan gejala thrombosis vena Gejala pertama TVP bisa berupa nyeri atau
profunda (TVP).

keram pada kaki seperti yang ditunjukkan

Lakukan latihan tungkai

oleh tanda Homan.


Upaya yang diarahkan pada pencegahan
pembentukan thrombus temasuk tindakan
seperti latian tungkai yang dapat diajarkan

Hindari posisi kaki yang menggantung.

sebelum pembedahan.
Duduk di tepi tempat tidur dan kaki
menggantung dapat membahayakan dan tidak
dianjuran pada pasien yang rentan, karena
tekanan di bawah lutut dapat membahayakan

Kolaborasi pemberian heparin.

sirkulasi.
Heparin dosis rendah dapat diresepkan dan
diberikan melalui subkutan sampai pasien
bisa ambulasi. Warfarin dosis rendah adalah
antikoagulan lain yang mungkin dibeikan.
Dextran 40 dan Dextran 70 (dengan berat
molekul rendah dan tinggi) adalah plasma
ekspander yang mengurangi pembentukan
bekuan mikroskopik yang dicetuskan oleh
hemokonsentrasi.

Nyeri bernubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital, kerusakan


neruomuskular pascabedah.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurnag atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
TTV dalam batas normal.
Nyeri di tingkat 0 atau 1 dari skala 0-4.
Itervensi
Kaji kemmpuan control nyeri pasien.

Rasional
Banyak factor fisiologi (motivasi, afektif,
kognitif,

Kaji

persiapan

pengelolaan

dan

emosional)

yang

dapat

memengaruhi persepsi nyeri.


nyeri Persiapan praoperatif yang diterima oleh

peroeperatif.

pasien (termasuk informasi tentang apa yang


diperkirakan
adalah

dan

factor

dukungan
yang

psikologis)

signifikan

dala

menurunkan ansietas dan nyeri yang dialami


Kaji skala nyeri.

dalam periode pascaoperatif.


Saka nyeri pascaoperatif tergantung pada
persepsi fisiologis dan psikologis individu,
toleransi yang ditimbulkan untuk nherim
letak insisi, sifat prosedur, dan kedalaman
trauma bedah.

Lakukan manajemen nyeri keperawatan.


Istirahatkan pasien.

Istirahatkan

secara

menurunkan

kebutuhan

diperlukan

untuk

metabolism basa.
Ajarkan tekni relaksasi pernapsan dalam saat Meningkatkan
nyeri muncul.
Ajarkan tekni distraksi pada saat nyeri.

fisiologis
oksigen

memnuhi
asupan

akan
yang

kebutuhan
O2 sehingga

menurukan nyeri sekunder dari iskemia


spina.
Distraksi

(pengalihan

perhatian)

menurunkan stimulus internal.


Manajemen lingkungan: lingkungan tenang, Lingkungan tenang akan

dapat

menurunkan

batasi pengunjung dan istirahatkan pasien.

stimulus nyeri eksternal dan pembatasan


pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan bekurnag
apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan.

Lakukan manajemen sentuhan.

Istirahat

akan

menurunkan

kebutuhan O2jaringan perifer.


Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan

dukungan

psikologis

dapat

membantu menurunkan nyeri. Masase ringan


dapat

meningkatkan

aliran

darah

dan

membantu suplai darah dan oksigen ke area


Lakukan teknik stimulasi perkutaneus.

nyeri.
Salah

satu

menstimulasi

metode

distraksi

pengeluaran

untuk

endorphin-

enkefalin yang berguna sebagai analgetik


internal untuk memblok rasa nyeri.
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab Pengetahuan
membantu
mengurangi
nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri nyerinya dan mengembangkan kepatuhan
akan berlangsung.
pasien terhadap rerncana teraupetik.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga
analgesik.

nyeri akan berkurang.

Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus selama


periode intraoperatif.
Tujuan: Dalam Waktu 3 X 24 Jam Fungsi Peristalik Menjadi Normal.
Kriteria evaluasi:
TTV dalam batas normal
Peristaltik usus normal
Pasien mampu BAB.
Intervensi
Kaji kemampuan peristaltic setiap 4-8 jam.

Anestesi

Rasional
umum
akan

memengaruhi

penurunan peristaltic usus. Penilaian bunyi


bising usus merupakan parameter penting

yang dilakukan perawat untuk mengetahui


fungsi intestinal sudah optimal.
Perawat mengkaji peristaltic usus setiap 4-8
jam. Perawat secara rutin mengaustulasi
abdomen untuk mendeteksi kembalinhya
bising usus normal. Adanya suara seperti
berkumur yang nyaring sebanyka 5-30 kali
per menit pad setup kuadran abdomen
menunjukkan bahwa peristaltic telah kembali
normal. Bunyi gemerincing bernada tinggi
yang

disertai

dengan

distensi

abdomen

menunjukkan usus belum berfungsi dengan


baik. Perawat menanyakan apakah pasien
sudah mengeluarkan gas (flatus). Hal ini
merupakan tanda penting yang menunjukkan
bahwa fungsi usus telah kembali normal.
Berikan asupan nutrisi dan tingkatkan secara Beberapa jam pertama setelah pembedahan,
bertahap.

pasien hanya menerima cairan melalui IV.


Apabila dokter memprogramkan pemberian
diet normal pada malam pertama setalah
pembedahan,

pertama-tama

perawat

memberikan cairan yang encer, seperti air, jus


apel, atau the, setelah mual pasien hilang.
Jumlah cairan yang terlalu banyak dapat
menyebabkan distensi dan muntah. Apabila
pasien dapat menoleransi cairan tanpa rasa
mual, diet terus diberikan sesuai program.
Pasien yang telah menjalani bedah abdomen
biasanya berpuasa selama 24-48 jam pertama
setelah pembedahan. apabila peristaltic sudah
kembali, perawat memberikan cairan yang

encer, dilanjutkan dengan cairana yang kental,


diet ringan makanan padat, dan akhirya
diberikan diet regular.
Lakukan dan tingkatkan ambulasi dan Aktivitas fisik merangsang
latihan.

kembalinya

pertistaltik. Pasien yang mengalami distensi


abdomen dan nyeri karena gas akan merasa

Pertahankan asupan cairan yang adekuat.

lebih nyaman ketika berjalan.


Caiaran menjaga feses tetap lembut sehingga
mudah dikeluarkan. Jus buah dan air hangat

biasanya sangat efektif.


Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian Perawat memberikan enema,
obat supositoria.

supositoria

rectal, dan selang rectal sesuai instruksi.


Apabila terjadi konstipasi atau distensi,
dokter mencoba memasang peristaltic melalui
katarik atau enema. Selang rectal atau enema
aliran balik meningkatkan keluarnya flatus.

Perubahan elimanasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek medikasi,


dan penurunan masukan cairan.
Tujuan: Dalam waktu 8-12 jam pasien mampu berkemih.
Kriteria evaluasi : pasien mampu berkemih secara spontan dan tanpa bantuan selang kateter
Intervensi
Rasional
Kaji kemampuan control berkemih
Efek depresan dari anestesi dan analgesic
dapat mengganggu sensasi penuhnya kandung
kemih.

Apabila

tonus

kandung

kemih

menurun, pasien akan mengalami kesulitan


untuk memulai berkemih, namun, pasien
harus berkemih dalam waktu 8-12 jam setelah
pembedahan.
pembedahan

pasien
pada

yang
system

menjalani
perkemihan

biasanya akan dipasang kateter tetap untuk


mempertahankan

kelancaran

aliran

urine

sampai control volunteer berkemih kembali

normal.
Bantu pasien untuk berkemih dalam posisi Perawat membantu pasien untuk berada pada
normal

posisi normal selama berkemih, pasien lakilaki akan membutuhkan bantuan untuk berdiri
saat berkemih, pispot menyebabkan pasien
sulit berkemih. Pasien wanita akan berkemih

Monitor keinginan berkemih dari pasien

dengan baik jika ia dapat berkemih di toilet.


Perawat memeriksa pasien dengan sering
untuk mengetahui adanya kebutuhan untuk
berkemih. Pasien bedah yang diharuskan
berbaring

di

tempat

tidur

memerlukan

bantuan untuk memegang dan menggunakan


pispot atau urinal. Pasien sering merasa
bahwa tiba-tiba kandung kemihnya penuh dan
perlu segera berkemih, dan perawat harus
berespons dengan cepat jika pasien meminta
Kaji adanya distensi kandung kemih

bantuan.
Perawat mengkaji adanya distensi kandung
kemih, apabila pasien tidak berkemih dalam
waktu 8 jam setelah pembedahan, mungkin
pasien perlu dipasang kateter urine , untuk itu

diperlukan instruksi dari dokter.


Monitor asupan dan keluaran cairan tiap 4 Perawat memantau asupan dan keluaran
jam

cairan. Jumlah keluaran urine untuk dewasa


minimal 2 ml/kg/jam. Apabila urine berwarna
gelap, pekat dan volumenya sedikit, maka
dokter

harus

diberitahu.

Pasien

mudah

mengalami dehidrasi akibat cairan yang


hilang dari luka bedah.perawat mengukur
asupan dan keluaran cairan selama beberapa
hari setelah pembedahan sampai tercapai
asupan cairan dan keluaran urine yang

normal.
Kecemasan berhubungan dengan diagnosis pascaoperatif, kemungkinan perubahan
dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi :

Pasien menyatakan kecemasan berkurang

Pasien mampu mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
mempengaruhinya.

Pasien kooperatif terhadap tindakan

Wajah rileks
Intervensi
Rasional
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
dampingi pasien dan lakukan tindakan bila rasa agitasi, marah dan gelisah yang akan
menunjukkan perilaku merusak.

mempengaruhi posisi pasien pada brankar


sehingga mempunyai resiko jatuh. Apabila
perawat mendapatkan gejala awal perubahan
dari nonverbal, maka perawat meminta
bantuan dari perawat lain di ruang pemulihan

Hindari konfrontasi

untuk melakukan fiksasi pada pasien.


Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerjasama, dan memperlambat

Tingkatkan control sensasi pasien

penyembuhan.
Control sensasi pasien (dalam menurunkan
ketakutan)

dengan

cara

memberikan

informasi

tentang

keadaan

pasien,

menekankan pada penghargaan terhadap


sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang
positif, membantu latihan relaksasi dan
tehnik-tehnik pengalihan, dan memberikan
respons balik yang positif.
Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

dan aktivitas yang diharapkan


EVALUASI KEPERAWATAN PASCAOPERATIF
Evaluasi yang diharapkan pada pasien pascaoperatif, meliputi :
Kembalinya fungsi fisiologis pada seluruh system secara normal
Tidak terjadi komplikasi pascabedah
Pasien dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman
Tidak terjadi luka operasi
Hilangnya rasa cemas
Meningkatnya konsep diri pasien

You might also like