You are on page 1of 13

ANALISA GRAVIMETRI

GRAVIMETRI
Analisis Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif
dengan penimbangan meliputi proses isolasi dan pengukuran berat suatu
konstituen tertentu. Tahap awal dari analisis gravimetri adalah pemisahan
komponen yang ingin diketahui dari komponen-komponen lain yang
terdapat dalam suatu sampel kemudian dilakukan pengendapan yaitu
transformasi konstituen ke dalam bentuk senyawa stabil dan murni yang
dapat diukur. Pengukuran dalam metode gravimetri adalah dengan
penimbangan. Banyaknya komponen yang dianalisis ditentukan dari
hubungan antara berat sampel yang hendak dianalisis, massa atom
relatif, massa molekul relatif dan berat endapan hasil reaksi.
Analisis gravimetri dapat dilakukan dengan cara pengendapan,
penguapan dan elektrolisis.
Pada prakteknya 2 metode pertama adalah yang terpenting, metode
gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada
konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor faktor pengoreksi dapat
digunakan (Khopkar,1999).
Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan
hasil reaksi pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat
yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara
pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan karena dalam
gravimetri jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung
massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai,1994).
Pada dasarnya pemisahan zat dengan gravimetri dilakukan dengan
cara sebagai berikut. Mula-mula cuplikan dilarutkan dalam pelarutnya
yang sesuai, lalu ditambahkan zat pengendap yang sesuai. Endapan yang
terbentuk disaring, dicuci, dikeringkan atau dipijarkan, dan setelah itu
ditimbang. Kemudian jumlah zat yang ditentukan dihitung dari faktor
stoikiometrinya. Hasilnya disajikan sebagai persentase bobot zat dalam
cuplikan semua (Rivai,1994).
Suatu metode analisis gravimetri biasanya didasarkan pada reaksi
kimia seperti
aA + R AaRr
dimana a molekul analit, A, bereaksi dengan r molekul reagennya R.
Produknya, yakni AaRr, biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit
larut yang bias ditimbang setelah pengeringan, atau yang bisa dibakar
menjadi senyawa lain yang komposisinya diketahui, untuk kemudian
ditimbang. Sebagai contoh, kalsium biasa ditetapkan secara gravimetri
melalui pengendapan kalsium oksalat dan pembakaran oksalat tersebut
menjadi kalsium oksida, dengan reaksi:
Ca2 + CaO42- CaC2O4(S)
CaC2O4 CaO(S) + CO2 (g) + CO(g)

Pemisahan unsur atau senyawa dari senyawa atau larutan dapat


dilakukan dengan menggunakan beberapa cara atau metode analisa
gravimetri. Beberapa metode analisa gravimetri sebagai berikut :

Metode pengendapan
Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang
akan di larutkan, Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk
melarutkan sampel dari logam logam.

Metode peguapan atau pembebasan ( gas )


Metode penguapan dalam analisis gravimetri digunakan untuk
menetapkan komponen-komponen dari suatu senyawa yang relatif mudah
menguap. Cara yang dilakukan dalam metode ini dapat dilakukan dengan
cara pemanasan dalam gas tertentu atau penambahan suatu pereksi
tertentu sehingga komponen yang tidak diinginkan mudah menguap atau
penambahan suatu pereksi tertentu sehingga komponen yang diinginkan
tidak mudah menguap. Metode penguapan ini dapat digunakan untuk
menentukan kadar air(hidrat) dalam suatu senyawa atau kadar air dalam
suatu sampel basah. Berat sampel sebelum dipanaskan merupakan berat
senyawa dan berat air kristal yang menguap. Pemanasan untuk
menguapkan air kristal adalah 110-130 oC. Garam-garam anorganik
banyak yang bersifat higroskopis sehingga dapat ditentukan kadar
hidrat/air yang terikat sebagai air kristal.
AB.xH2O
dipanaskan AB + x H2O

Metode elektroanalisis
Metode elektrolisis dilakukan dengan cara mereduksi ion-ion logam
terlarut menjadi endapan logam. Ion-ion logam berada dalam bentuk
kation apabila dialiri dengan arus listrik dengan besar tertentu dalam
waktu tertentu maka akan terjadi reaksi reduksi menjadi logam dengan
bilangan oksidasi 0. Endapan yang terbentuk selanjutnya dapat
ditentukan berdasarkan beratnya. Misalnya mengendapkan tembaga
terlarut dalam suatu sampel cair dengan cara mereduksi
Cu+2 + 2 e

Cu(s)
Cara elektrolisis ini dapat diberlakukan pada sampel yang diduga
mengandung kadar logam terlarut cukup besar seperti air limbah.
Ketiga metode tersebut dapat dilakukan sendiri atau dimodifikasi.
Misalnya pengendapan diikuti dengan penguapan, atau pemijaran dan
pengendapan. Tujuan dari pemilihan metode adalah diperoleh senyawa
yang murni dan stabil yang dapat ditimbang.
GRAVIMETRI PENGENDAPAN
Gravimetri pengndapan adalah merupakan gravimetri yang mana
komponen yang hendak didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar
larut atau mengendap dengan sempurna.
Bahan yang akan ditentukan di endapkan dalam suatu larutan dalam
bentuk yang sangat sedikit larut agar tidak ada kehilangan yang berarti
bila endapan disaring dan ditimbang.

Syarat syarat senyawa yang di timbang :

Stokiometri
Mempunyai kestabilan yang tinggi
Faktor gravimetrinya kecil
Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai
berikut :

1. Memilih pelarut sampel


Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di
larutkan,
Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel
dari logam logam.
2. Pengendapan analit
Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan
yang mengandungnya dengan membuat kelarutan analit semakin kecil,
dan pengendapan ini dilakukan dengan sempurna.
Misalnya : Ca+2 + H2C2O4 CaC2O4 (endapan putih)
3. Pengeringan endapan
Pengeringan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan
analitnya dan dilakukan dengan sempurna. Disini kita menentukan apakah
analit dibuat dalam bentu oksida atau biasa pada karbon dinamakan
pengabuan.
4. Menimbang endapan
Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas
Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan
endapan (Day and Underwood, 2002).
Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit
yang tak terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg
atau kurang dalam menentukan penyusunan utama dalam suatu makro).
2.

Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan


hendaknya murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak akan diperoleh
hasil yang galat.
Persyaratan yang kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis.
Galat-galat yang disebabkan faktor-faktor seperti kelarutan endapan
umumnya dapat diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang
signifikan. Masalahnya mendapatkan endapan murni dan dapat disaring
itulah yang menjadi problema utama. Banyak penelitian telah dilakukan

mengenai pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan diperoleh cukup


banyak pengetahuan yang memungkinkan analis meminimumkan
masalah kontaminasi endapan (Day and Underwood, 2002).
Dalam analisa gravimetri penentuan jumlah zat didasarkan pada
penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil
reaksi ini didapatkan sisa bahan suatu gas yang dibentuk dari bahan yang
dianalisa. Dalam cara pengendapan, zat direaksikan dengan menjadi
endapan dan ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka
gravimetrik dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : endapan dibentuk
dengan reaksi antara zat dengan suatu pereaksi dan endapan yang
dibentuk dengan elektrokimia. Untuk memisahkan endapan dari larutan
induk dan cairan pencuci, endapan dapat disaring. Endapan grevimetri
yang disaring kertas tidak dapat dipisahkan kembali secara kuantitatif.
Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah
zat didasarkan pada penimbangan. Dalah hal ini, penimbangan hasil
reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini dapat
berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang
dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil
yang ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan
cara pengendapannya (Hardjadi, 1993).
Endapan murni adalah endapan yang bersih, artinya tidak
mengandung molekul-molekul lain (zat-zat lain yang biasanya disebut
pengotor atau kontaminan). Pengotor oleh zat-zat lain mudah terjadi,
karena endapan timbul dari larutan yang berisi macam-macam zat.
Sedangkan endapan kasar adalah endapan yang butir- butirnya tidak
kecil, halus melainkan besar. Hal penting untuk kelancaran penyaringan
dan pencucian endapan. Adapun tujuan dari pencucian endapan adalah
untuk menyingkirkan kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan
maupun yang terbawa secara mekanis (Harjadi, 1993).
Gravimetri dengan cara pengendapan, analat direaksikan sehingga
terjadi suatu pengendapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas
dasar cara membentuk endapan, maka gravimetri dibedakan menjadi 2
macam :
a.

Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan sutau pereaksi,


endapan biasanya berupa senyawa. Baik kation maupun anion dari analat
mungkin diendapkan, bahan pengendapnya anorganik mungkin pula
organik. Cara inilah yang biasa disebut dengan gravimetri.
b. Endapan dibentuk dengan cara elektrokimia, dengan perkataan lain
analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini
biasa disebut dengan elektrogravimetri.
Salah satu masalah yang paling sulit dihadapi oleh para analis adalah
menggunakan endapan sebagai cara pemisahan dan penentuan
gravimetrik adalah memperoleh endapan tersebut dengan tingkat
kemurnian yang tinggi. Zat-zat yang normalnya mudah larut dapat
diturunkan selama pengendapan zat yang diinginkan dengan suatu proses
yang disebut kopresipitasi. Misalnya, bila asam sulfat ditambahkan pada
barium klorida yang mengandung sejumlah kecil ion nitrat, endapan

barium sulfat yang diperoleh mengandung barium nitrat. Maka dikatakan


bahwa nitrat tersebut terkorosipitasi dengan sulfat (Day and Underwood,
2002).
Kontresipitasi merupakan suatu fenomena yang ahli-ahli kimia
analitik biasanya coba hindari. Namun, fakta bahwa endapan cenderung
mengabsorpsi zat-zat asing tidak selalu mengganggu; kopresipitasi telah
digunakan secara luas untuk mengisolasi runut isotop-isotop radio aktif.
Ketika isotop-isotop ini dibentuk dalam reaksi uklir. Jumlah yang terbentuk
bisa sangat kecil, dan prosedur pengendapan umumnya gagal pada
konsentrasi yang sangat kecil. Untuk meminimalisirkan kopresipitasi dapat
digunakan beberapa prosedur dibawah ini, yaitu :
1. Metode penambahan pada kedua reagen, jika diketahi bahwa baik
sampel maupun enapan mengandung suatu ion yang mengotori, larutan
yang megandung ion tersebut dapat ditambahkan pelarut lain, dengan
cara ini konsentrasi pencemaran dijaga serendah mungkin selama tahap
awal-awal pengendapan
2. Pencucian
3. Pencernaan
4. Pengendapan kembali
Suatu
endapan
kristalin,
seperti
BaSO4,
kadang-kadang
mengabsorpsi pengotor (impurities) bila partikel-partikelnya kecil. Dengan
bertumbuhnya ukuran partikel, pengotor tersebut bisa tertutup dalam
kristal. Kontaminasi jenis ini disebut dengan pengepungan (acclusian).
Untuk membedakan dari kasus dimana padatan tidak tumbuh di sekitar
pengotor. Pengotor yang terkepung tidak dapat dipindahkan dengan
mencuci endapan tersebut, tetapi mutu endapan tersebut seringkali dapat
disempurnakan dengan pencernaan (Day and Underwood, 2002).
Dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang
direaksikan dianalisa. Hasil reaksi ini dapat : sisa bahan, atau suatu gas
yang terjadi, atau suatu endapan yang terbentuk dari bahan yang
diananlisa itu. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan
cara-cara gravimetri; cara evolusi dan cara pengendapan (Harjadi, 1993).
Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis kualitatif
melibatkan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai
suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristalin
atau koloid, dan dapat dilakukan dengan penyaringan atau pemusingan
(centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan
zat yang bersangkutan. Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi
adalah sama dengan konsentrasi molar larutan jenuhnya. Kelarutan suatu
zat tergantung pada berbagai kondisi, seperti suhu, tekanan, konsentrasi
bahan- bahan lain dalam larutan itu, dan komposisi pelarutnya (Svehla,
1990).
Dalam prosedur gravimetrik yang lazim suatu endapan ditimbang
dan darinya nilai analit dalam sampel dihitung. Maka persentase analit A
adalah:
%A = bobot A x 100%
Bobot sampel

atau, jika kita tentukan faktor gravimetrik endapan, yaitu:


fg = BA atom A x 100%
BM endapan
Maka, persentase analitnya:
%A = berat endapan x faktor gravimetri (fg) x 100%
Berat sampel
Penentuan kadar Barium dalam sampel padat
Barium merupakan unsur logam alkali tanah. Di alam, barium
terdapat dalam bentuk garam-garam anorganik yang memiliki kelarutan
yang berbeda-beda dalam pelarut air. Barium dalam suatu sampel padat
mula-mula dilarutkan dengan asam klorida sampai larut sempurna.
Selanjutnya barium diendapkan kembali dengan anion sulfat sampai
dihasilkan endapan barium sulfat. Penambahan anion sulfat dilakukan
secara berlebihan untuk memperoleh hasil endapan maksimal.
Penambahan ion sejenis akan memperkecil kelarutan.
Ba+2 + SO4-2 BaSO4(s)
Barium sulfat merupakan endapan kristalin yang sangat sedikit larut
dalam pelarut air. Endapan barium sulfat yang terbentuk selanjutnya
disaring dan dikeringkan. Endapan kering yang terbentuk ditimbang
secara kuantitatif. Kadar barium dalam sampel dihitung dengan cara
membandingkan berat produk yang dihasilkan, perbandingan nilai Ar Ba
dan Mr BaSO4 dan berat sampel.
Kadar Barium =berat barium x 100 %
Berat sapel
Berat barium = berat BaSO 4 x Ar Ba
MrBaSO4

Analisa volumetri
Analisa volumetri merupakan bagian dari kimia analisa kuantitatif, di mana penentuan zat
dilakukan dengan jalan pengukuran volume larutan atau berat zat yang diketahui
konsentrasinya, yang dibutuhkan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang
dibutuhkan tadi.
Dalam volumetri, penentuan dilakukan dengan jalan titrasi yaitu, suatu proses di mana
larutan baku (dalam bentuk larutan yang telah diketahui konsentrasinya) ditambahkan sedikit
demi sedikit dari sebuah buret pada larutan yang ditentukan atau yang dititrasi sampai
keduanya bereaksi sampai sempurna dan mencapai jumlah equivalen larutan baku sama
dengan nol equivalen larutan yang dititrasi dan titik titrasi ini dinamakan titik equivalen atau
titik akhir titrasi.
Untuk mengetahui kesempurnaan berlangsungnya reaksi antara larutan baku dan larutan
yang dititrasi digunakan suatu zat kimia yang dikenal sebagai indikator, yang dapat

membantu dalam menentukan kapan penambahan titran harus dihentikan. Bila reaksi antara
larutan yang dititrasi dengan larutan baku telah berlangsung sempurna, maka indikator harus
memberikan perubahan visual yang jelas pada larutan (misalnya dengan adanya perubahan
warna atau pembentukan endapan). Titik pada saat indikator memberikan perubahan disebut
titik akhir titrasi dan pada saat itu titrasi harus dihentikan.
Dalam volumetri dikenal 2 macam larutan baku, yaitu baku primer dan baku sekunder.
A. Baku Primer
Yaitu larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung, karena diperoleh dari
hasil penimbangan. Pada umumnya kadarnya dapat dinyatakan dalam N (mol.Equivalen/L)
atau M (mol/L). Contoh larutan baku primer adalah : NaCl, asam oksalat, Natrium Oksalat.
B. Baku Sekunder
Yaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembekuan, dengan larutan
baku primer atau dengan metode gravimetri yang tepat. Contoh : NaOH (dibakukan dengan
primer asam oksalat).
Syarat-syarat suatu bahan baku adalah :
1. Susunan kimianya diketahui dengan pasti
2. Harus murni dan mudah dimurnikan
3. Dapat dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis
4. Stabil, baik dalam keadaan murni, maupun dalam larutannya
5. Dapat larut dalam pelarut yang cocok dan dapat bereaksi secara sthokiometri dengan larutan
yang akan dibakukan atau dengan zat yang akan ditentukan kadarnya
6. Bobot equivalennya besar, agar pengaruh kesalahan penimbangan dapat diperkecil.
A. ALKALIMETRI
1. Membuat larutan NaOH 0,1 N
Cara kerja :
Hitung kebutuhan NaOH untuk membuat larutan NaOH 0,1 N sebanyak 250 ml misalnya X gr.
Timbang X gr NaOH, larutkan ke dalam aquadest dalam labu ukur 250 ml.
Impitkan sampai tanda batas dan kocok sampai homogen.
2. Buat larutan asam oksalat (H2C2O4) 0,1 N
Cara kerja :
Timbang sejumlah kristal asam oksalat untuk membuat larutan asam oksalat 0,1 N sebanyak
250 ml misalnya Y gr.
Larutkan k dalam aquadest sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian tentukan normalitas yang sebenarnya dari asam oksalat 0,1 N.
3. Standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4
Cara kerja :
Pipet tepat 10 ml larutan asam oksalat ke dalam erlenmeyer, tambahkan 3 tetes indikator pp
0,1%.
Kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai warna pink muda.
Lakukan paling sedikit 2 kali.
Hitung normalitas NaOH dengan menggunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
B. ACIDIMETRI

1. Menyiapkan larutan standar asam (HCl).


Alat dan bahan :
Larutan HCl pekat
Aquadest
Labu ukur 250 ml
Pipet ukur
Cara kerja :
Hitung kebutuhan HCl pekat untuk membuat larutan HCl 0,1 N sebanyak 250 ml misalnya X
ml HCl pekat
Pipet X ml HCl pekat dengan pipet ukur, tuang ke dalam labu ukur 250 ml yang sudah diisi
sedikit aquadest tambahkan sampai tanda batas dan kocok sampai merata.
2. Standarisasi larutan HCl pekat dan larutan NaOH.
Cara kerja :
Pipet tepat 10 ml larutan HCl 0,1 N yang telah dibuat ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 3 tetes
indikator pp 0,1%.
Titrasi dengan NaOH 0,1 N (yang sudah distandarisasi dengan asam oksalat).
Titik akhir titrasi (end point) adalah berwarna pink muda.
Hitunglah normalitas HCl dengan rumus V1 x N1 = V2 x N2
Diposkan oleh susanto eko di 01.12 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Analisa volumetri merupakan bagian dari kimia analisa kuantitatif, di mana penentuan zat
dilakukan dengan jalan pengukuran volume larutan atau berat zat yang diketahui
konsentrasinya, yang dibutuhkan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang
dibutuhkan tadi.
Dalam volumetri, penentuan dilakukan dengan jalan titrasi yaitu, suatu proses di mana
larutan baku (dalam bentuk larutan yang telah diketahui konsentrasinya) ditambahkan sedikit
demi sedikit dari sebuah buret pada larutan yang ditentukan atau yang dititrasi sampai
keduanya bereaksi sampai sempurna dan mencapai jumlah equivalen larutan baku sama
dengan nol equivalen larutan yang dititrasi dan titik titrasi ini dinamakan titik equivalen atau
titik akhir titrasi.
Untuk mengetahui kesempurnaan berlangsungnya reaksi antara larutan baku dan larutan
yang dititrasi digunakan suatu zat kimia yang dikenal sebagai indikator, yang dapat
membantu dalam menentukan kapan penambahan titran harus dihentikan. Bila reaksi antara
larutan yang dititrasi dengan larutan baku telah berlangsung sempurna, maka indikator harus
memberikan perubahan visual yang jelas pada larutan (misalnya dengan adanya perubahan
warna atau pembentukan endapan). Titik pada saat indikator memberikan perubahan disebut
titik akhir titrasi dan pada saat itu titrasi harus dihentikan.
Dalam volumetri dikenal 2 macam larutan baku, yaitu baku primer dan baku sekunder.
A. Baku Primer
Yaitu larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung, karena diperoleh dari
hasil penimbangan. Pada umumnya kadarnya dapat dinyatakan dalam N (mol.Equivalen/L)
atau M (mol/L). Contoh larutan baku primer adalah : NaCl, asam oksalat, Natrium Oksalat.
B. Baku Sekunder

Yaitu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembekuan, dengan larutan
baku primer atau dengan metode gravimetri yang tepat. Contoh : NaOH (dibakukan dengan
primer asam oksalat).
Syarat-syarat suatu bahan baku adalah :
1. Susunan kimianya diketahui dengan pasti
2. Harus murni dan mudah dimurnikan
3. Dapat dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis
4. Stabil, baik dalam keadaan murni, maupun dalam larutannya
5. Dapat larut dalam pelarut yang cocok dan dapat bereaksi secara sthokiometri dengan larutan
yang akan dibakukan atau dengan zat yang akan ditentukan kadarnya
6. Bobot equivalennya besar, agar pengaruh kesalahan penimbangan dapat diperkecil.
A. ALKALIMETRI
1. Membuat larutan NaOH 0,1 N
Cara kerja :
Hitung kebutuhan NaOH untuk membuat larutan NaOH 0,1 N sebanyak 250 ml misalnya X gr.
Timbang X gr NaOH, larutkan ke dalam aquadest dalam labu ukur 250 ml.
Impitkan sampai tanda batas dan kocok sampai homogen.
2. Buat larutan asam oksalat (H2C2O4) 0,1 N
Cara kerja :
Timbang sejumlah kristal asam oksalat untuk membuat larutan asam oksalat 0,1 N sebanyak
250 ml misalnya Y gr.
Larutkan k dalam aquadest sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian tentukan normalitas yang sebenarnya dari asam oksalat 0,1 N.
3. Standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4
Cara kerja :
Pipet tepat 10 ml larutan asam oksalat ke dalam erlenmeyer, tambahkan 3 tetes indikator pp
0,1%.
Kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai warna pink muda.
Lakukan paling sedikit 2 kali.
Hitung normalitas NaOH dengan menggunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
B. ACIDIMETRI
1. Menyiapkan larutan standar asam (HCl).
Alat dan bahan :
Larutan HCl pekat
Aquadest
Labu ukur 250 ml
Pipet ukur
Cara kerja :

Hitung kebutuhan HCl pekat untuk membuat larutan HCl 0,1 N sebanyak 250 ml misalnya X
ml HCl pekat
Pipet X ml HCl pekat dengan pipet ukur, tuang ke dalam labu ukur 250 ml yang sudah diisi
sedikit aquadest tambahkan sampai tanda batas dan kocok sampai merata.
2. Standarisasi larutan HCl pekat dan larutan NaOH.
Cara kerja :
Pipet tepat 10 ml larutan HCl 0,1 N yang telah dibuat ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 3 tetes
indikator pp 0,1%.
Titrasi dengan NaOH 0,1 N (yang sudah distandarisasi dengan asam oksalat).
Titik akhir titrasi (end point) adalah berwarna pink muda.
Hitunglah normalitas HCl dengan rumus V1 x N1 = V2 x N2

PENGERTIAN
Analisa volumetri adalah analisa kuantitatif dimana kadar dan komposisi dari sampel
ditetapkan berdasarkan volume pereaksi (volume diketahui) yang ditambahkan ke dalam
larutan zat uji, hingga komponen yang ditetapkan bereaksi secara kuantitatif dengan pereaksi
tersebut.
Proses diatas dikenal dengan titrasi. Oleh karena itu, analisa volumetri disebut juga analisa
titrimetri.
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi persyaratan
berikut:
1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang
tidak terlalu lama
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang
pasti dari reaktan
3. Reaksi harus berlangsung sempurna
Pereaksi yang digunakan dinamakan titran dan larutannya disebut larutan baku. Konsentrasi
larutan ini dapat dihitung berdasarkan berat zat baku yang ditimbang secara seksama atau
dengan penetapan yang dikenal dengan pembakuan
KLASIFIKASI TITRASI
Berdasarkan macam reaksi
1. Titrasi asam basa
2. Titrasi redoks

3. Titrasi pengendapan
4. Titrasi kompleksometri
Berdasarkan titran yang dipakai
1. Acidimetri
2. Alkalimetri
3. Permanganometri
4. Argentometri
5. Iodimetri
6. Nitrimetri
7. Bromometri
8. Bromatometri
Berdasarkan cara penetapan titk akhir titrasi
1. Titrasi visual
2. Titrasi elektrometrik
3. Titrasi fotometrik
Berdasarkan konsentrasi dan komponen zat uji
1. Titrasi makro
2. Titrasi semimikro
3. Titrasi mikro
Berdasarkan teknis pelaksanaannya
1. Titrasi langsung
2. Titrasi kembali (Digunakan untuk reaksi titrasi yang berlangsung agak lambat apabila
dengan penambahan titran tetes demi tetes. Untuk menghindari hal ini, larutan titer
ditambahkan berlebih, kemudian kelebihannya dititrasi dengan titran yang cocok)
3. Titrasi blanko (Dilakukan untuk mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh zat
pereaksi, pelarut, atau kondisi percobaabn. Prosedurnya sama dengan titrasi terhadap
zat uji, namun tanpa menggunakan zat uji)

Disamping itu, berdasarkan pelarut yang digunakan dikenal titrasi bebas air (titrasi non aqua).
PEMBAKUAN DAN BAKU PRIMER
Bila suatu larutan titer dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti (misalnya mengandung
air dengan perbandingan yang berubah-ubah, menyerap CO 2, higroskopik), maka konsentrasi
larutan yang didaatbelum dapat dinyatakan dengan pasti. Oleh karena itu, untuk menyatakan
konsentrasi dengan keakuratan sampai empat angka yang berarti maka larutan itu harus
dibakukan. Pembakuan selanjutnya dilakukan secara berkala selama penyimpanan.
Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut baku primer. Disamping itu,
pembakuan juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan yang sudah dibakukan
(baku sekunder).
Larutan baku primer adalah larutan hang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara
penimbangan zat dengan seksama. Contoh:
Kalium biftalat
Natrium chlorida
As2O3
dll

NaCO3 anhdrat
CaCO3
Asam benzoat

Natrium tetraborat
Kalium bikromat
Sulfanilamid

Larutan baku sekunder adalah larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara
dibakukan terlebih dahulu. Contoh:
NaOH
NaNO2

H2SO4
Na2EDTA

I2
dll

Persyaratan baku primer:


1. Murni atau sudah dimurnikan, dengan kemurnian yang sudah diketahui (sebaiknya
100% atau mendekati angka itu)
2. Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometrik, sehingga dapat dicapai dasar
perhitungan
3. Mudah ditangani (tidak higroskopik atau dipengaruhi udara)
4. Mempunyai bobot equvalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan kecil
5. Mudah didapat
TITIK EQUIVALEN DAN TITIK AKHIR TITRASI
Saat dimana komponen zat uji tepat habis bereaksi dengan titran dinamakan titik equivalen.
Dalam praktek, dapat ditetapkan dengan insttrumen. Indikator ini seyogyanya mengalami
perubahan yang dapat dilihat (perubahan warna) tetap pada titik equivalen, atau di sekitar
titik equivalen dalam batas-batsa kesalahan yang dapat diterima. Perubahan warna indikator
pada titrasi dinamakan titik akhir titrasi.

Pada titrasi tertentu (ex. Permanganometri), titik akhir ditetapkan dari perubahan sistem
titrasi itu sendiri, sehingga tidak diperlukan lagi penambahan indikator. Karena itu, titrasi
jenis ini disebut juga titrasi dengan menggunakan auto indikator.
PERHITUNGAN DALAM ANALISA VOLUMETRI
Titrasi langsung
1. Tanpa blanko
mgrek zat uji = mgrek titran
2. Dengan blanko
mgrek zat uji = mgrek titran zat uji mgrek titran blanko
Titrasi Kembali
1. Tanpa blanko
mgrek zat uji = mgrek pereaksi mgrek titran
2. Dengan blanko
mgrek zat uji = mgrek titran blanko mgrek titran zat uji

You might also like