You are on page 1of 113

SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA


DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW)
SUMATERA BARAT TAHUN 2015

ANDAM DEWI
1104142010192

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes YARSI SUMATERA BARAT
BUKITTINGGI
2015

SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KUALITAS HIDUP


LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW)
SUMATERA BARAT TAHUN 2015
Bidang Ilmu Keperawatan Gerontik

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


Pada Program studi S1 Keperawatan
STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi

ANDAM DEWI
1104142010192

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
Telah saya nyatakan dengan benar

Nama

: Andam Dewi

Nim

: 1104142010192

Tanda Tangan :
Tanggal

: Juli 2015

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI


Skripsi ini telah disetujui

Juli 2015

Oleh :

Pembimbing I

Pembimbing II

( Ns. Dewi Kurniawati, S.Kep, MS )

( Ns. Sri Hayulita, S.Kep )

Mengetahui
Ketua Program Studi SI Keperawatan

( Ns. Sri Hayulita, S.Kep )

HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama

: Andam Dewi

NIM

: 1104142010192

Program Studi

: S1 Keperawatan

Judul Skripsi

: Hubungan Status Gizi dengan Kualitas Hidup Lansia di Panti


Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi.

DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Ns. Dewi Kurniawati, S.Kep, MS (

Pembimbing II : Ns. Sri Hayulita, S.Kep

Penguji I

: Supiyah, S. Kp, M.Kep

Penguji II

: Ns. Dian Angraini, S.Kep

Ditetapkan di : STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi


Tanggal

: Juli 2015

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI


SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi, saya yang bertanda
tangan dibawah ini :
Nama

: Andam Dewi

Nim

: 1104142010192

Program Studi : Ilmu Keperawatan


Jenis Karya

: Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-Exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah yang berjudul:
Hubungan Status Gizi dengan Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Sumatera Barat Tahun 2015.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif
ini Stikes Yarsi Sumbar Bukittinggi berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengolah dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan
skripsi saya selama tercantum nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Bukittinggi
Pada Tanggal : Juli 2015
Yang menyatakan

(Andam Dewi)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI BUKITTINGGI

Andam Dewi
Hubungan Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Lansia Dipanti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Sumatera Barat Tahun 2015
xiv + 76 halaman + 7 tabel + 11 lampiran
ABSTRAK
Jumlah lansia mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Peningkatan jumlah
lansia ini menuntut perhatian lebih terhadap lansia terutama berhubungan dengan
masalah gizi dan kualitas hidup mereka. Lansia yang berada di PSTW lebih beriko
terjadi malnutrisi, hal ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya pendidikan,
riwayat penyakit, kondisi rongga mulut, asupan zat makanan dan lingkungan. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kualitas
hidup lansia di panti sosial tresna werdha (PSTW) Sumatera Barat tahun 2015. Jenis
penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang berada di PSTW
Sumatera Barat yang terdiri dari PSTW Sabai Nan Aluih sicincin dan Kasih Sayang
Ibu Batusangkar. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 125 orang, laki-laki 76
(60,8%) dan perempuan 49 (39,2%) dengan teknik multi-stage sampling kemudian di
cluster sedangkan pemilihan sampel dengan teknik sample random sampling dengan
pengundian. Pengambilan data status gizi dengan Mini Nutritional Assessment
(MNA) sedangkan kualitas hidup menggunakan WHOQOL-BREF. Analisis hasil
penelitian dengan menggunakan chi-square dilihat pada Pearson Chi-Square dengan
<0,05. Pada hasil penelitian ini diperoleh hasil penelitian yaitu sebanyak 84
responden (67,2%) berisiko malnutrisi dan pada kualitas hidup diperoleh 64
responden (51,4%) memiliki kualitas hidup buruk. Hal menunjukkan ada hubungan
antara status gizi dengan kualitas hidup lansia dengan nilai p value = 0,012. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada petugas PSTW untuk lebih
memperhatikan asupan makan pada lansia agar kebutuhan gizi lansia dapat terpenuhi
dengan baikuntuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Daftar pustaka : 29(1997-2015)
Kata kunci : status gizi, kualitas hidup, MNA dan WHOQOL-BREF

COLLAGE OF HEALTH SCIENCES YARSI WEST SUMATERA


BUKITTINGGI
S1 Study Program Of Nursing

Andam Dewi
THE RELATIONSHIP OF NUTRITIONAL STATUS AND QUALITY OF LIFE
OF ELDERLY IN PSTW WEST SUMATERA IN 2015
xiv + 76 page + 7 tables + 11 appendix

ABSTRACT

The number of elderly has in risen from year to year. This increasing need
more attention especially for nutritional status and quality of life in elderly. The
elderly who are more at risk PSTW occur malnutrition. Malnutrition in elderly can be
several factors such as education, medical history, oral conditions that have an
impact on the nutritional status of the elderly. The purpose of this study was to
determine the relationship of nutritional status and quality of life of elderly in PSTW
West Sumatera in 2015. A quantitative method was used in this research with cross
sectional study. The population are the elderly who stay in PSTW West Sumatera
(PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin and Kasih Sayang Ibu Batusangkar). The samples
in this study were 125 participants with 76 (60,8%) man and 49 (39,2%) women,
which used multys and sample random sampling as an approach. Date was collected
by using mini nutritional assessment (MNA) and WHOQOL- BREF and for analysis
was used Chi square test with see Pearson Chi-Square with < 0,05. The results
nutritional status can be of this 84 participants (67,2%) risk malnutrition and from
quality of life can be 64 participants (51,4%) have quality of life not good. This is
study showed the better nutritional status will increase quality of life association
between nutritional status and quality of life of the elderly with a value of p = 0,012.
The result is expected to be input on PSTW officers to pay more attention to food
intake in the elderly so that the nutritional needs of the elderly can be properly
fulfilled to achieve a better quality of life.

Bibliographi

: 29(1997-2015)

Keywords: nutritional status, quality of life, MNA and WHOQOL-BREF

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI..................iii
HALAMAN PENGESAH..................................................................... iv
KATA PENGANTAR.v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR..........vii
ABSTRAK...............................................................................................ix
DAFTAR ISI............................................................................................xi
DAFTAR TABELxiii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang ..............................................................................1


Rumusan Masalah..........................................................................7
Tujuan Penelitian...........................................................................7
Manfaat Penelitian.........................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Lanjut Usia
1. Defenisi lansia.........................................................................9
2. Batasan lansia...........................................................................9
3. Teori penuaan...........................................................................9
4. Proses penuaan.......................................................................13
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan .........................13
6. Perubahan yang terjadi pada lansia........................................14

7. Penyakit yang sering menyertai lansia...................................18


B. Status Gizi
1. Pengertian status gizi.............................................................19
2. Klasifkasi status gizi .............................................................20
3. Faktor yang mempengaruhi status gizi.................................20
4. Penentuan status gizi .............................................................22
5. Masalah gizi pada lansia........................................................31
C. Kualitas Hidup
1. Defenisi kualitas hidup...........................................................33
2. Klasifikasi kualitas hidup.......................................................34
3. Dimensi kualitas hidup. .........................................................35
4. Pengukuran kualitas hidup.....................................................37
5. Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup............................39
D. Kerangka Teori ............................................................................41
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep.........................................................................44
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.

Jenis Penelitian.............................................................................45
Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................45
Populasi dan sampel ....................................................................45
Kriteria Inklusi dan Ekslusi..........................................................48
Defenisi Operasional....................................................................49
Instrument Penelitian...................................................................49
Uji Validitas dan Reliabilitas .......................................................51
Etika Penelitian............................................................................52
Metoda Pengumpulan Data..........................................................52
Teknik Pengolahan Data............................................................. 54
Analisa Data.................................................................................55

BAB V HASIL PENELITIAN


A. Karakteristik Responden..............................................................56
B. Analisa Univariat.........................................................................59
C. Analisa Bivariat............................................................................60
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat.........................................................................61
1. Status Gizi..............................................................................61
2. Kualitas Hidup.......................................................................66
B. Analisa Bivariat............................................................................69
1. Hubungan status gizi dengan kualitas hidup..........................69

BAB VII PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................72
B. Saran ............................................................................................72
C. Keterbatasan Penelitian................................................................73
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................74
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indeks Massa Tubuh (IMT) ....................................................26
Tabel 4.1 Definisi Operasional................................................................49
Tabel 4.2 Instrument Kualitas Hidup......................................................50
Tabel 5.1 Karakteristik Responden .........................................................56
Tabel 5.2 Status Gizi................................................................................59
Tabel 5.3 Kualitas Hidup.........................................................................59
Tabel 5.4 Hubungan status gizi dengan kualitas hidup............................60

DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Kerangka Teori.......................................................................43
Skema 3.1 Kerangka Konsep...................................................................44
Skema 4.1 Prosedur Penelitian.................................................................53

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Ghanchart skripsi
Lampiran 2 : Curriculum Vitae
Lampiran 3 : Lembar Konsul skripsi
Lampiran 4 : Surat Izin Pengambilan Data
Lampiran 5 : Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 6 : Informed Consent
Lampiran 7 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 8 : Tabel Master
Lampiran 9 : Hasil Analisa Univariat & Bivariat
Lampiran 10: Hasil G*power

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program pembangunan nasional yang telah dijalankan mampu menghasilkan
kondisi sosial masyarakat yang semakin baik dan usia harapan hidup yang makin
tinggi. Dampak positif dari program pembangunan nasional dapat dilihat dari
meningkatannya derajat kesehatan dan meningkatnya kualitas hidup masyarakat
yang akan terlihat pada peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (Kemenkes,
2013).
Global Health and Aging (2012) mencatat, jumlah penduduk lanjut usia di
dunia pada tahun 2010 ada sekitar 524 juta jiwa, tahun 2012 terdapat 600 juta
jiwa lansia di seluruh dunia dan tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 1,2
miliyar orang, jumlah ini diperkirakan akan meningkat mencapai 1,5 sampai 2
miliyar jiwa pada tahun 2050. Hasil sensus penduduk pada tahun 2010 mencatat
negara dengan jumlah lansia paling banyak di dunia adalah China (194 juta jiwa),
India (59 juta jiwa), Amerika Serikat (39,4 juta jiwa), dan Indonesia dengan

jumlah lansia sebanyak (24 juta jiwa), sehingga membuat Indonesia berada pada
posisi keempat dengan jumlah lansia terbanyak di dunia (Sunartyaningsih, 2012).
Kawasan Asia Tenggara (ASEAN), penduduk dengan usia 60 tahun ke atas
terdapat sebanyak 142 juta jiwa atau 8% dari total keseluruhan penduduk, dan
diperkirakan akan terus meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050. Peningkatan
jumlah populasi lansia ini

terjadi di beberapa negara ASEAN diantaranya

Malaysia, Thailand, Singapura dan Indonesia (Global Health and Aging , 2012)
Hasil estimasi tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia
tercatat sebesar 248.422.956 jiwa dan 12.553.221 jiwa diantaranya adalah
penduduk lansia. Pada tahun 2005 terdapat sebanyak 19,9 juta jiwa lansia (8,48%),
sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 24 juta jiwa (9,77%), kemudian di
tahun 2020 diprediksikan akan menjadi 28,8 juta jiwa (11,34%) dari total jumlah
penduduk. Jumlah ini diperkirakan akan mengalami peningkatan lebih besar lagi
pada tahun 2050 yaitu sebanyak 73,6 juta jiwa (21,4%). Peningkatan penduduk
lanjut usia ini dapat dilihat dari berbagai provinsi di Indonesia.
Propinsi di Indonesia sebagian besar mengalami peningkatan jumlah lansia
diantaranya, di Yogyakarta (13,4%), Jawa Timur (10,40%), kemudian

Jawa

Tengah (10,34%), di ikuti oleh Bali (9,78%), Sulawesi Utara (8,45%), Sulawesi
Selatan (8,34%) dan Sumatera Barat menempati urutan ke 7 dengan presentase
sebesar 8,09% dari semua total penduduk lansia di Indonesia (Buletin Lansia,
2013). Sedangkan di provinsi Sumatera Barat sendiri terjadi peningkatan jumlah
lanjut usia dari tahun ketahun. Hal ini terbukti dengan meningkatnya presentase

lanjut usia dari 8,11% pada tahun 2010, diprediksi menjadi 8,77%, pada tahun
2015 dan angka ini terus meningkat mencapai 13,94% pada tahun 2035.
Meningkatnya jumlah lansia dari tahun ketahun, menuntut perhatian yang
makin besar terhadap kelompok lansia, salah satunya adalah terkait dengan
masalah gizi. Menurut Sharkey (2002), kekurangan zat gizi menunjukkan sebuah
ancaman potensial bagi kesehatan pada seluruh populasi lansia karena dapat
mengakibatkan

keterbatasan

dalam

aktivitas

fisik

yang

menyebabkan

ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari, menurunkan daya tahan tubuh


lansia terhadap penyakit, yang akan memperburuk masalah medis pada lansia yang
berdampak pada penurunan kualitas hidup lansia (Nugroho, 2008).
World health organization Quality of life (WHOQOL) mendefenisikan
kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap kehidupannya di masyarakat
dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada yang terkait dengan tujuan,
harapan, standar, dan perhatian. Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang
sangat luas yang dipengaruhi kondisi fisik individu, psikologis, tingkat
kemandirian, serta hubungan sosial individu dengan lingkungan (Reno, 2012).
Menurut Yani (2010), gambaran kualitas hidup lansia yang berada di panti
sosial tresna werdha (PSTW) Jawa Baru Kabupaten Garut, yang di ukur dengan
kuesioner WHOQOL-BREF, yaitu sebanyak 62% lansia yang tinggal di panti
menunjukkan kualitas hidup yang rendah dan 38% lansia dengan kualitas hidup
yang baik sedangkan sebanyak 55% lansia yang tinggal di rumah menunjukkan
kualitas hidup yang baik dan 45 % lansia menunjukkan kualitas hidup yang

rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup lansia yang tinggal di PSTW
masih rendah.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oktariani (2012), didapatkan
gambaran status gizi lansia yang berada dipanti sosial tresna werdha Budi Mulya
01 dan 03 Jakarta Timur yang di ukur dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) sebanyak
33,6% lansia mengalami gizi kurang, sedangkan gizi lansia yang diukur dengan
menggunakan Mini Nutritional Assessment (MNA) didapatkan 52,4% lansia
malnutrisi dan membutuhkan pengkajian lebih lanjut. Penelitian yang sama
dilakukan oleh Ismayanti dan Solikhah pada tahun 2012 di panti sosial tresna
werdha Yogyakarta, didapatkan gambaran status gizi dari 53 responden yang
diteliti didapatkan sebanyak 33 responden (62,3%) memiliki status gizi yang tidak
baik, dan hanya 22 responden (37%) memiliki status gizi baik. Dapat disimpulkan
bahwa gambaran status gizi lansia yang berada di PSTW secara umum mengalami
masalah gizi kurang atau beresiko untuk terjadinya malnutrisi.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan di PSTW
dan lembaga sosial masyarakat Karang Lansia (KL) Sejahtera di Kalimantan
selatan oleh Norhasanah (2015), didapatkan bahwa lansia yang tinggal di PSTW
lebih beresiko mengalami status gizi overweight dan status gizi sangat gemuk,
karena lansia yang berda di PSTW mudah dalam mendapatkan akses makanan
karena sudah disediakan oleh pihak panti, sedangkan lansia yang berada di KL
tidak ada petugas yang menyediakan makanannya.

Dimana presentase lansia

dengan status gizi overweight yang berada di PSTW yaitu sebesar 16% dan 11,4%
lansia yang tinggal di lembaga social masyarakat Karang Lansia (KL) Sejahtera.

Sedangkan lansia dengan status gizi sangat gemuk didapatkan 12% yang berada di
PSTW dan lansia yang tinggal di KL hanya 2,9%.
Penelitian yang dilakukan oleh Aliabadi (2008) di Iran menunjukan bahwa
status gizi lansia berpengaruh terhadap kualitas hidup. Dilaporkan bahwa lansia
yang mengalami malnutrisi akan mengakibatkan peningkatan morbiditas,
mortalitas, dan penurunan kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Burhan
(2013), di Makasar tentang hubungan care giver terhadap status gizi dan kualitas
hidup yang dilakukan dengan IMT dan kualitas hidup dengan WHOQOL-BREF,
dari 71 orang responden yang dilakukan penelitian didapatkan status gizi lansia
yang dikategorikan kurang dengan IMT sebanyak 86,7% dan 54,8% memiliki
kualitas hidup buruk. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aliabadi (2008)
dan Burhan (2013) dapat disimpulkan bahwa status gizi pada lansia memiliki
pengaruh terhadap kualitas hidup lansia, dimana seorang lansia yang memiliki
status gizi yang dikategorikan buruk memiliki kualitas hidup yang buruk dan
sebaliknya lansia yang dikategorikan status gizi yang baik akan memiliki kualitas
hidup yang baik.
Penelitian yang sejalan dengan penelitian diatas yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Yuniarti (2013) di Makassar, dari 100 orang responden lansia,
didapatkan hasil 78 responden (87,5%) beresiko terjadinya malnutrisi memiliki
kualitas hidup kurang dan 8 responden (12,5%) memiliki kualitas hidup baik.
Sedangkan untuk kategori malnutrisi didapatkan sebanyak 22 responden (84,62%)
memiliki kualitas hidup kurang, dan 4 orang responden (15,38%) memiliki
kualitas hidup baik. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status gizi dengan

kualitas hidup, yang dapat dilihat dari lansia yang beresiko terjadinya malnutrisi
dan status malnutrisi memiliki kualitas hidup yang kurang.
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin dan Kasih
Sayang Ibu di Batusangkar merupakan tempat untuk merawat lansia terlantar yang
berada dibawah naungan dinas sosial Sumatera Barat. Lansia yang tinggal di
PSTW lebih berisiko terjadinya malnutrisi, karena lansia yang berada di PSTW
mereka mendapatkan makanan dari pihak panti, bagi pihak panti mereka tidak ada
membedakan jumlah asupan makanan bagi lansia perempuan maupun lakik-laki.
Lansia di PSTW juga lebih berisiko terjadinya stress dibandingkan dengan lansia
yang tinggal dengan keluarga, kerena lansia yang tinggal di PSTW mereka banyak
yang teringat akan anak maupun keluarga mereka yang menelantarkan mereka
yang menyebabkan mereka malas untuk makan dimana akan berdampak pada
status gizi mereka. Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan di dua PSTW
ini pada tanggal 6 & 16 maret 2015, didapatkan data lansia yang berada di dua
PSTW ini berjumlah 180 orang lansia, yang terdiri dari 105 orang laki-laki dan 75
orang perempuan, yang berasal dari kabupaten / kota di Sumatera Barat. Hasil
wawancara yang peneliti lakukan dengan kedua kepala PSTW ini didapatkan
bahwa dalam pemenuhan gizi lansia dilaksanakan pemberian makanan dan minum
sebanyak 3x sehari, serta pemberian makanan tambahan seperti kue-kuean, buahbuahan dan susu. Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan 5 orang lansia
yang berada di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin dan 5 orang lansia yang berada
PSTW Kasih Sayang Ibu Batu sangkar, didapatkan sebanyak 4 orang lansia yang
berada di PSTW Sicincin dan 3 orang lansia yang berada di PSTW Batusangkar,

mereka mengeluhkan susah dalam mengunyah makanan akibat gigi mereka yang
sudah banyak yang tanggal, lansia juga mengeluhkan nafsu makan berkurang yang
tidak diketahui oleh mereka penyebabnya tetapi sebagian mereka mengatakan
karena menu yang disediakan oleh PSTW tidak berubah yang menyebabkan
mereka bosan dengan makanan yang disediakan oleh pihak PSTW. Hasil
wawancara peneliti dengan beberapa lansia di PSTW mereka mengatakan kesepian
karena mereka beranggapan bahwa keluarga mereka tidak peduli dengan mereka
serta kurangnya aktivitas mereka di PSTW juga menyebabkan mereka teringat
akan keluarga mereka. Lansia juga mengatakan karena mereka sudah tua jadi
mereka beranggapan mereka tidak bisa melakukan apa-apa lagi.
Berdasarkan data diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan antara status gizi dengan kualitas hidup lansia di PSTW Kasih Sayang
Ibu Batusangkar dan Sabai Nan Aluih Sicincin Sumatera Barat tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara status gizi
dengan kualitas hidup pada lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar dan
Sabai Nan Aluih Sicincin tahun 2015.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan status gizi dengan kualitas hidup pada lansia di
PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar dan Sabai Nan Aluih Sicincin tahun
2015.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran status gizi lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu
Batusangkar dan Sabai Nan Aluih Sicincin tahun 2015

b. Diketahuinya gambaran kualitas hidup lansia yang berada di PSTW


Kasih Sayang Ibu Batusangkar dan Sabai Nan Aluih Sicincin tahun
2015
c. Diketahuinya hubungan status gizi dengan kualitas hidup pada lansia
di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar dan Sabai Nan Aluih Sicincin
tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) di Sumatera Barat
Sebagai bahan masukan dalam menangani dan merawat lansia yang
mengalami masalah dalam gizi dan kualitas hidup.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme
dan mutu pelayanan keperawatan, khususnya keperawatan gerontik.
3. Bagi Peneliti / Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain
sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut,
terutama yang terkait dengan masalah gizi pada lansia dan kualitas
hidup pada lansia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANJUT USIA
1. Pengertian Lanjut Usia
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu tetapi dimulai sejak pemulaan
kehidupan. Pada usia tua seseorang mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mulai mengendur, rambut
yang mulai memutih, gigi yang mulai ompong, pendengaran yang mulai
berkurang, penglihatan yang semakin memburuk (Nugroho, 2008).
2. Batasan Lansia
Menurut Hurlock (1979), perbedaan lanjut usia terbagi dalam dua tahap:
a. Early old age (usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age (usia 70 tahun keatas) (Nugroho, 2008).
3. Teori Penuaan
Menua (aging) merupakan suatu proses yang harus terjadi secara umum
pada seluruh spesies secara progresif seiring waktu yang menghasilkan
perubahan yang menyebabkan disfungsi organ dan menyebabkan kegagalan
suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Fatmah, 2010).
Beberapa teori menua menurut Darmojo (2004) antara lain:
a. Teori berdasarkan sistem organ (organ system based theory)
Teori ini berdasarkan atas dugaan adanya hambatan dari organ
tertentu dalam tubuh yang akan menyebabkan terjadinya proses penuaan.
Penurunan sistem imun menimbulkan peningkatan insiden penyakit
infeksi pada lansia. Teori ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan usia
berhubungan dengan peningkatan insiden penyakit.

b. Teori kekebalan tubuh (breakdown theory)


Teori ini memandang proses penuaan terjadi akibat adanya
penurunan sistem kekebalan secara bertahap, sehingga tubuh tidak dapat
lagi mempertahankan diri terhadap luka, penyakit, ataupun sel asing. Hal
ini terjadi karena hormon-hormon yang dikeluarkan oleh kelenjer timus
yang mengontrol sistem kekebalan tubuh telah menghilang seiring
bertambahnya usia.
c. Teori kekebalan (autoimmunity)
Teori ini menekankan tubuh lansia yang mengalami penuaan sudah
tidak dapat lagi membedakan antara sel normal dan sel tidak normal, dan
muncul antibodi yang menyerang keduanya yang pada akhirnya
menyerang jaringan itu sendiri.
d. Teori fisiologik
Teori ini menjelaskan proses menua sebagai akibat adaptasi terhadap
stress. Stress dapat berasal dari dalam maupun luar, dapat bersifat fisik,
psikologik maupun sosial.
e. Teori psikososial
Teori ini mnejelaskan bagaimana seorang yang makin bertambah
umurnya maka ia semakin memperhatikan dirinya dan kehidupan, dan
kurang memperhatikan peristiwa dan isu-isu yang sedang terjadi.
f. Teori kontuinitas
Teori ini merupakan gabungan antara teori pelepasan ikatan dan teori
aktivitas. Perubahan diri lansia dipengaruhi oleh tipe kepribadiannya.

Seorang yang dahulunya sukses pada lanjut usia akan tetap berinteraksi
dengan lingkungan serta tetap memelihara identitas dan kekuatan egonya
karena memiliki tipe kepribadian yang aktif dalam kegiatan sosial.
g. Teori sosiologik
Teori ini merupakan teori sosial yang menerangkan menurunnya
sumber daya dan meningkatkan keadaan sosial yang tidak merata dan
menurunnya

sistem

penunjang

sosial.

Teori

pelepasan

ikatan

(disengagement theory) menjelaskan bahwa pada usia lanjut terjadi


penurunan partisipasi kedalam masyarakat karena terjadi proses pelepasan
ikatan dan penarikan diri secara pelan-pelan dari sosialnya.
h. Teori aktivitas
Teori ini berlawanan dengan teori pelepasan ikatan, karena teori
aktivitas menjelaskan bahwa lansia sukses adalah lansia yang aktif dan
ikut dalam kegiatan sosial.

i. Teori penuaan yang ditinjau dari sudut biologis


Teori ini dulunya dikaitkan dengan organ tubuh. Akan tetapi kini
proses penuaan biologis ini dihubungkan dengan perubahan dalam sel-sel
tubuh yang disebabkan oleh:
1) Memiliki batas maksimum untuk membela diri sebelum mati
2) Setiap spesies mempunyai karakteristik dan masa hidup yang
berbeda

3) Penurunan fungsi dan efisiensi selular terjadi sebelum sel mampu


membelah diri secara maksimal.
Teori biologi terdiri dari :
a) Teori error catastrophe
Teori ini menjelaskan bahwa proses penuaan terjadi akibat
kesalahan susunan asam amino dalam protein tubuh yang
mempengaruhi sifat khusus enzim untuk sintesis protein,
sehingga terjadi kerusakan sel dan mempercepat kematian sel.
b) Teori pesan yang berlebih-lebihan (redundant message)
Teori ini menyebutkan bahwa proses penuaan terjadi akibat
DNA yang berisi pesan yang berulang-ulang atau berlebihlebihan yang dimiliki oleh manuasia.
c) Teori imunologi
Teori ini menekankan bahwa lansia mengalami pengurangan
kemampuan mengenali diri sendiri dan sel-sel asing atau
pengganggu, sehingga tubuh tidak dapat membedakan sel-sel
normal atau tidak normal, yang mengakibatkan antibody
menyerang kedua jenis sel tersebut sehingga muncul penyakitpenyakit degeneratif.
4. Proses Penuaan
Penuaan merupakan proses menghilangnya kemampuan jaringan secara
perlahan untuk memperbaiki diri, menggantikan dan mempertahankan fungsi
normalnya dan rentan terhadap penyakit dan tidak dapat memperbaiki

kerusakan yang dideritanya (Darmojo, 2004). Proses penuaan merupakan


akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan fisiologis tubuh seiring
berjalannya waktu. Pada akhirnya proses penuaan mengakibatkan penurunan
kondisi anatomis dan sel terjadi akibat penumpukan metabolisme yang terjadi
didalam sel. Metabolisme yang menumpuk tersebut bersifat racun terhadap sel
sehingga bentuk dan komposisi pembangun sel akan mengalami perubahan
(Nugroho, 2008).
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan
a. Faktor Endogenik (Endogenic Aging)
Faktor ini dimulai dengan menuanya sel-sel tubuh, jaringan tubuh, dan
anatomi tubuh kearah proses menuanya organ tubuh antara lain:
1) Kerusakan sistem imun
2) Kerusakan sel, jaringan, dan organ tubuh akibat radikal bebas
3) Kehilangan gigi
4) Penurunan fungsi indera tubuh
5) Menurunnya cairan dan enzim saluran cerna
6) Mengecilnya jantung dan penebalan katub jantung
7) Berkurangnya

elastisitas

paru-paru

sehingga

kemampuan

menghirup O2 dan mengeluarkan CO2 berkurang


8) Penurunan fungsi ginjal sehingga garam dan gula darah
menumpuk
9) Penurunan hormon-hormon insulin dan reproduksi
10) Penurunan kemampuan sel-sel saraf di otak

11) Kerusakan jaringan tulang yang akan menyebabkan kerapuhan


tulang (Fatmah, 2010).
b. Faktor Eksogenik (Exogenic Factor)
Proses penuaan yang disebabkan oleh lingkungan dimana seseorang
hidup dan faktor sosial budaya yang paling tepat disebut gaya hidup.
Faktor menua yang eksogenik kini lebih dikenal dengan sebutan faktor
resiko, antara lain riwayat keluarga, etnis, kebiasaan merokok, penyakit
yang diderita sebelumnya (diabetes melitus, penyakit kardiovaskuler,
hipertensi, anemia), kemiskinan, serta kebiasaan mengkonsumsi alkohol
dan obat terlarang atau narkoba (Fatmah, 2010).

6. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Perubahan secara anatomi dan fisiologi pada lansia yang dapat
mempengaruhi status gizi lansia diantaranya.
a. Indera Perasa Dan Penciuman
Menurut Bromley tahun 2000, indera perasa dan penciuman
mempengaruhi seseorang dalam menikmati makanan. Kemampuan
penciuman seseorang tergantung pada persepsi odorants (bau-bauan) dari
sel sensori dalam mukosa olfaktori dan proses dari sistem saraf pusat.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi

penurunan indera penciuman

adalah merokok, kekurangan vitamin B12, terapi pengobatan, infeksi


pada mulut, penyakit pada sistem pernafasan atas seperti sinusitis,
penyakit sistemik seperti dimensia dan diabetes (Oktariani, 2010)
b. Saluran Gastrointerstinal
Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam
saluran gastrointerstinal yaitu:
1) Rongga mulut
Menurut Meyner tahun 2006, lansia mengalami penurunan fungsi
fisiologis pada rongga mulut sehingga mempengaruhi proses
mekanisme makanan. Perubahan dalam rongga mulut yang terjadi
pada lansia mencakup tanggalnya gigi, mulut yang kering, dan
penurunan mortilitas esophagus. Banyaknya gigi yang tanggal, serta
terjadinya

kerusakan

gusi

karena

proses

degenerasi

akan

mempengaruhi proses pengunyahan makanan (Fatmah, 2010).


Tanggalnya gigi bukan suatu konsekuensi dasar dari proses penuaan,
banyak lansia yang mengalami penanggalan gigi akibat hilangnya
tulang penyokong pada permukaan periosteal dan periodontal.
Hilangnya sokongan tulang ini juga turut berperan terhadap
kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penyediaan sokongan gigi
yang adekuat dan stabil pada usia lebih lanjut (Stanley, 2006).
Kelenjer saliva juga mulai sukar disekresi yang mempengaruhi
proses perubahan karbohidrat kompleks menjadi disakarida karena
enzim pitialin yang menurun. Fungsi lidah sebagai pelicin makanan

pun berkurang sehingga proses menelan menjadi sulit (Fatmah,


2010).
2) Faring dan Esofagus
Banyak lansia yang mengalami kelemahan otot polos sehingga
proses menelan menjadi sulit. Motilitas esofagus tetap normal
meskipun esofagus mengalami sedikit dilatasi seiring penuaan.
Spingter esofagus bagian bawah kehilangan tonus, reflex juga
melemah pada lansia, sehingga meningkatkan risiko aspirasi pada
lansia (Stenley, 2006).
3) Lambung
Perubahan yang terjadi pada lambung adalah atrofi mukosa. Atrofi
sel kelenjar, sel parietal akan menyebabkan berkurangnya sekresi
asam lambung, pepsin dan faktor intrinsik lainnya. Asam lambung
yang berkurang menyebabkan rasa lapar juga berkurang. Ukuran
lambung pada lansia juga mengecil sehingga daya tampung makanan
pada lambung juga berkurang. Selain itu, perubahan protein menjadi
pepton juga terganggu (Fatmah, 2010). Menurut Meyner (2006),
perubahan PH pada saluran gastrointerstinal dapat menyebabkan
malabsorbsi vitamin B. Produksi sekresi asam lambung dan pepsin
yang berkurang pada lansia dapat menyebabkan penyerapan zat besi
dan vitamin B12 menurun (Arisman, 2010)
4) Usus halus
Menurut Miller (2004), perubahan yang terjadi pada usus halus
akibat proses penuaan adalah atrofi dari otot dan permukaan mukosa,
pengurangan jumlah titik-titik limfatik, pengurangan berat usus
halus, pemendekan dan pelebaran vili sehingga menurunkan proses

absorbsi.

Perubahan

struktur

ini

tidak

secara

signifikan

mempengaruhi motilitas, permeabilitas atau waktu transit usus halus.


Perubahan ini dapat mempengaruhi fungsi imun dan absorbsi dari
beberapa nutrisi seperti kalsium dan vitamn D.
5) Hati dan Pangkreas
Setelah usia 70 tahun, ukuran hati dan pangkreas akan mengecil,
terjadi penurunan kapasitas menyimpan dan mensitesis protein dan
enzim-enzim pencernaan. Hati memegang peranan penting dalam
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu, hati juga
memengang peranan besar dalam proses detoksifikasi, sirkulasi,
penyimpanan vitamin, dan konjugasi bilirubin (Stanley, 2006).
6) Usus besar dan Rektum
Pada lansia perubahan yang terjadi di usus besar dan rectum
mencakup penurunan sekresi mukus, penurunan elastisitas dinding
rektum dan penurunan persepsi distensi pada dinding rektum.
Perubahan ini memiliki sedikit hubungan dengan motalitas dari feses
saat buang air besar, tetapi ini merupakan predisposisi konstipasi
pada lansia karena volume rectal yang bertambah. Selain itu, proses
defekasi yang seharusnya dibantu oleh kontraksi dinding abdomen
juga sering tidak efektif karena dinding abdomen pada lansia juga
mengalami kelemahan (Fatmah, 2010).
7. Penyakit Yang Sering Menyertai Lansia
a. Anemia
Anemia merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh
lansia, anemia didefenisikan sebagai keadaan dimana kadar Hb rendah
karena kondisi patologis. Anemia merupakan keadaan menurunya kadar

hemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah lebih dari nilai normal
sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan
yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut
(Fatmah, 2010). Menurut Jones (1995) gejala yang sering ditimbulkan
akibat anemia adalah tubuh terasa lemah, cepat lelah, sakit kepala,
penglihatan berkunang-kunang, anoreksia, dan nausea. Selain itu pada
jantung akan terasa berdebar-debar, denyut nadi menjadi cepat, dan nafas
menjadi pendek. Gejala yang ditimbulkan pada jantung lebih sering
dikeluhkan oleh lansia yang menderita anemia karena adanya penyakit
vascular degenerative (Fatmah, 2010). Pada lansia anemia merupakan
kondisi yang berbahaya, karena secara alami lansia juga mengalami
penurunan kemapuan fungsi organ dan metabolisme.
b. Penyakit Jantung Koroner
Menurut WHO penyakit jantung koroner merupakan gangguan
kesehatan akibat ketidakmampuan jantung yang bersifat akut, maupun
kronis, disebabkan oleh berkurangnya suplai darah ke miokardium dan
ada kaitanya dengan kelainan pada sistem arteri koronaria.
c. Osteoporosis
Menurut

International

Osteoporosis

Foundation

tahun

2007,

mendefenisikan osteoporosis suatu keadaaan yang ditandai dengan


penurunan densitas yang cepat dan penipisan jaringan tulang. Dalam
proses penuaan, lansia membutuhkan kalsium yang cukup untuk
mencegah terjadinya osteoporosis. Menurut Rizzoli (2006), kalsium

berperan dalam pemeliharaan jaringan tulang selama masa dewasa,


khususnya lansia. Pada lansia terjadi perubahan yang mengarah pada
keseimbangan negatif kalsium (Fatmah, 2010).

B. STATUS GIZI
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan
yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi tersebut.
Oleh karena itu status gizi sangat dipengaruhi oleh asupan gizi yang berasal
dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat tersebut setiap hari
(Supariasa, 2001).
2. Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi status gizi menurut Mini Nutritional Assessment (MNA)
a. Gizi baik
b. Resiko Malnutrisi
c. Malnutrisi (Guigoz, 2006)
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Masalah gizi yang dihadapi lansia berkaitan erat dengan penurunan
aktivitas fisiologi tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan
memperburuk kondisi lansia yang secara alami memang sudah menurun.
Dibandingkan dengan usia dewasa, kebutuhan gizi lansia umumnya lebih
rendah karena adanya penurunan metabolisme basal dan kemunduran lainnya.

a. Usia
Seiring pertambahan usia, kebutuhan zat gizi karbohidrat dan lemak
menurun, sedangkan kebutuhan protein, vitamin, dan mineral meningkat
karena ketiganya berfungsi sebagai antioksi dan untuk melindungi sel-sel
tubuh dari radikal bebas.
b. Jenis Kelamin
Dibandingkan dengan lansia wanita, lansia pria lebih banyak
memerlukan kalori, protein, dan lemak. Ini disebabkan karena perbedaan
tingkat aktivitas fisik.
c. Faktor Lingkungan
Perubahan lingkungan sosial seperti perubahan kondisi ekonomi
karena pensiun dan kehilangan pasangan hidup dapat membuat lansia
merasa terisolasi dari kehidupan sosial dan mengalami depresi.
Akibatnya, lansia mengalami kehilangan nafsu makan yang berdampak
pada penurunan status gizi lansia.
d. Penurunan Aktivitas Fisik
Menurut Garrow (2000), semakin bertambahnya usia seseorang,
maka aktivitas fisik yang dilakukannya semakin menurun. Hal ini terkait
dengan penurunan kemampuan fisik yang terjadi secara alamiah. Pada
lansia aktivitas fisik menurun, asupan energi harus dikurangi untuk
mencapai keseimbangan energi dan mencegah terjadinya obesitas, karena
salah satu faktor, yang menetukan berat badan seseorang adalah
keseimbangan antara masukan energi dan keluaran energi.

e. Perubahan Fisiologi Tubuh Akibat Penuaan


1) Perubahan hormon
Pertambahan usia menyebabkan terjadinya peningkatan sensitivitas
hormon kolesitokinin (CCK) yaitu hormon yang mengontrol asupan
makanan.
2) Penurunan fungsi gastrointestinal
Penurunan fungsi gastrointestinal yang pada lansia berupa:
tanggalnya gigi yang mempengaruhi kenyamanan untuk makan,
penurunan sensitivitas indera penciuman, dan perasa yang dapat
menurunkan selera makan.
3) Perubahan komposisi tubuh
Pada lansia terlihat adanya penurunan massa tubuh tanpa lemak
dan peningkatan lemak tubuh. Sebagian besar massa tubuh tanpa
lemak disusun oleh otot. Penurunan masa otot selama proses menua
berkontribusi terhadap penurunan mobilitas dan resiko terjatuh pada
lansia.
4) Penyakit
Jika seorang lansia memiliki penyakit degenaratif, maka asupan
gizinya sangat penting untuk diperhatikan, serta disesuaikan dengan
ketersediaan dan kebutuhan zat gizi dalam tubuh lansia.
5) Pengobatan
Pengobatan yang sedang dijalani oleh lansia dapat mempengaruhi
kebutuhan lansia akan zat gizi.

4. Penentuan Status Gizi


Status gizi pada seseorang dapat dilakukan dengan membandingkan hasil
yang didapat dari pemeriksaan dan membandingkan dengan nilai standar yang
ada. Khusus untuk lansia dalam menetukan status gizi dapat dilakukan dengan
form skrining Mini Nutrition Assessment (MNA) (Fatmah, 2010).
Mini Nutritional Assesment (MNA) merupakan bentuk screening gizi
yang dilakukan untuk mengetahui apakah seorang lansia mempunyai resiko
mangalami malnutrisi akibat penyakit yang diderita atau perawatan dirumah
sakit. MNA saat ini digunakan untuk menilai status gizi orang lanjut usia di
klinik, panti jompo, dan rumah sakit (Oliveira, 2009).
Kuesioner MNA ini meliputi wawancara dan pengamatan mengenai berat
badan dan perubahan berat badan dalam 3 bulan terakhir, ada tidaknya
gangguan gastrointerstinal, ada tidaknya gangguan fungsional, status
metabolik dari penyakit, dan edema. MNA mempunyai dua bagian besar yaitu
screening dan assessment, dimana penjumlahan semua skor akan menentukan
seorang lansia pada status gizi baik, beresiko malnutrisi dan malnutrisi
(Darmojo, 2010).
MNA merupakan alat yang telah divalidasi secara khusus untuk lansia,
memiliki sensitivitas yang tinggi, spesifik, dapat diandalkan, secara luas dapat
digunakan sebagai metoda skrining dan telah direkomendasikan oleh
organisasi ilmiah dan klinis baik nasional maupun internasional. MNA metoda
yang banyak digunakan karena sangat sederhana, biaya yang rendah, mudah
dalam pelaksanaannya dan metoda non invasive yang dapat dilakukan

disamping tempat tidur, MNA juga mudah dan cepat untuk digunakan, tidak
memerlukan waktu yang lama untuk menjawab pertanyaan yang ada, tidak
membutuhkan

pelatihan

khusus,

tidak

membutuhkan

pemeriksaan

laboratorium (Oktariani, 2012).


MNA memiliki dua bentuk yaitu full MNA dan short form MNA.
Pertama, full MNA mencakup 18 item yang dikelompokkan kedalam 4
bagian, yaitu pengkajian antropometri (IMT yang dihitung dari berat badan
dan tinggi badan, kehilangan berat badan, lingkar lengan atas, dan lingkar
betis), pengkajian umum (gaya hidup, obat-obatan, mobilisasi dan adanya
tanda depresi atau demensia), pengkajian pola makan/diet (jumlah makanan,
asupan makanan dan cairan serta kemandirian dalam makan) dan pengkajian
subjektif (persepsi individu dari kesehatan dan status gizinya) (Guigoz, 2006).
Full MNA ini dapat dilengkapi dalam waktu 15 menit dan masing-masing
jawaban memiliki nilai yang akan mempengaruhi nilai akhir, dimana nilai
maksimun adalah 30. Batas nilai ambang full MNA ini adalah nilai 24
mengindikasikan

nutrisi baik, nilai 17 23,5 mengindikasikan resiko

malnutrisi, dan < 17 mengindikasikan malnutrisi (Guigoz, 2006).


Bentuk kedua dari The mini Nutritional Assessment adalah short form
MNA. short form MNA telah dikembangkan dan divalidasi untuk
memungkinkan 2 proses skrining pada populasi yang beresiko yang
mempertahankan validitas dan akurasi full MNA (Guigoz, 2006). Menurut
Rubenstein tahun 2001, short form MNA dapat mengidentifikasi seseorang
dengan malnutrisi dalam dua tahap proses, saat seseorang diidentifikasi

beresiko menggunakan short form MNA, maka diberikan pengkajian lebih


lanjut untuk mengkonfirmasi diagnosa dan penetapan rencana intervensi
selanjutnya (Oktariani, 2012). Short form MNA terdiri dari 6 pertanyaan
berupa skrining dimana masing-masing pertanyaan memiliki nlai yang
berbeda-beda untuk setiap jawaban. Setelah mendapatkan nilai dari setiap
pertanyaan maka nilai tersebut dijumlahkan. Nilai maksimal dari short form
MNA adalah 14. Jika total nilai yang didapatkan 12 menunjukkan bahwa
sttaus gizi seseorang normal atau tidak beresiko dan tidak membutuhkan
pengkajian lebih lanjut, sedangkan jika nilai yang didapatkan 11
menunjukkan bahwa kondisi orang tersebut mungkin malnutrisi dan
membutuhkan pengkajian lebih lanjut dengan melengkapi full form MNA
(Guigoz, 2006).
Kuesioner MNA mencakup 4 kompenen pengkajian :
a. Pengukuran Antropometri
Antropometri adalah serangkaian teknik pengukuran dimensi
kerangka tubuh manusia secara kuantitatif. Antropometri seringkali
digunakan sebagai perangkat pengukuran antropologi biologi yang
bersifat cukup objektif dan terpecaya. Perubahan komposisi tubuh yang
terjadi pada pria dan wanita yang bervariasi sesuai tahap penuaan, dapat
mempengaruhi antropometri. Pengukuran antropometri yang dapat
digunakan pada lansia untuk menentukan status gizi pada lansia meliputi
tinggi badan (TB), berat badan (BB), tinggi lutut (knee high) (TL), lingkar
betis (LB), dan lingkar lengan atas (LLA) (Fatmah. 2010).

Menurut Chumlea (1984), Faktor genetik, ras, serta lingkungan


adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan tinggi
badan seseorang. Faktor-faktor non patologis yang mempengaruhi
distribusi karakteristik antropometri antara lain usia, jenis kelamin, daerah
geografi atau etnis (Fatmah, 2010).
Adapun beberapa pengukuran antropometri yang dapat dilakukan
pada lansia adalah sebagai berikut:
Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupakan alat ukur yang sering digunakan untuk mengetahui
kekurangan dan kelebihan berat badan seseorang. Mempertahankan berat
badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan
hidup lebih panjang. IMT juga merupakan sebuah ukuran berat badan
terhadap tinggi badan yang umumnya digunakan untuk menggolongkan
orang dewasa kedalam kategori Underweight (kekurangan berat badan),
Overweight (kelebihan berat badan) dan Obesitas (kegemukan). Rumus
untuk menghitung IMT yaitu dengan membagi berat badan dalam
kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter (kg/m 2) (Fatmah,
2010).
Rumus IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (m)2
Tabel 2.1
Penilaian status gizi lansia menurut Departemen Kesehatan RI
IMT
<18,5 kg/m2

STATUS GIZI
Gizi kurang

18,5-25 kg/m2
>25 kg/m2

Gizi normal
Gizi lebih

(Depkes RI, 2005)


1) Berat Badan (BB)
Merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering
digunakan. Pengukuran berat badan juga dapat memberikan
gambaran status gizi sesorang dengan mengetahui indeks massa
tubuh. Pengukuran berat badan ini mengguanakan timbangan injak
secta.
Cara pengukuran berat badan :
(1) Lansia berdiri tegak dengan memakai pakaian seminimal
mungkin, tidak membawa beban atau benda apapun dan
tanpa alas kaki (sandal atau sepatu).
(2) Mata menatap lurus kedepan dan tubuh tidak membungkuk
(3) Pembacaan dilakukan pada alat secara langsung (Depkes,
2012).
2) Tinggi Badan yang diganti dengan Tinggi Lutut
Tinggi lutut berkorelasi dengan tinggi badan lansia. menurut
WHO tahun 1999, tinggi lutut digunakan sebagai prediksi dari tinggi
badan seorang lansia. Proses bertambahnya usia tidak berpengaruh
terhadap tulang yang panjang seperti lengan, tungkai, tetapi sangat
berpengaruh pada tulang belakang (Oktariani, (2012). Tinggi lutut
dapat dilakukan pada usia lanjut yang tulang punggungnya
mengalami osteoporosis, sehingga terjadi penurunan tinggi badan
(Fatmah, 2010).
Menurut Eleanor (2005), prediksi tinggi badan dengan tinggi
lutut:

a) Tinggi badan prediksi pria : 59,01 + (2,08 x tinggi lutut)


b) Tinggi badan prediksi wanita : 75, 00 + (1,9 x tinggi lutut)
(Fatmah, 2010).
Cara pengukuran tinggi Lutut :
(1) Lansia diukur dalam posisi duduk atau berbaring tiduran
diatas lantai atau kasur dengan permukaan rata / tanpa
menggunakan bantal atau alas kepala.
(2) Kayu yang berbentuk segitiga diletakkan pada kaki kiri
antara tulang kering dengan tulang paha membentuk sudut
900
(3) Penggaris kayu / stailees stell ditempatkan diantara tumit
sampai bagian tertinggi dari tulang lutut. Pembacaan
dilakukan pada alat ukur dengan ketelitian 0,1 cm. (Depkes,
2012).
3) Lingkar Lengan Atas
Pengukuran lingkar lengan atas adalah pengukuran massa
otot yang dilakukan dengan cara mengukur lingkar lengan
bagian atas lalu dibandingkan hasilnya dengan nilai standar.
Pengukuran lingkar lengan atas bertujuan untuk mengukur
massa otot. Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk
mengetahui risiko kekurangan energy protein (Supariasa,
2002). Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan pada status gizi jangka pendek.
Pengukuran LLA digunakan untuk menilai apakah seseorang
mengalami kekurangan energi kronik atau tidak.

Klasifikasi nilai Lingkar Lengan Atas (LLA) sebagai


berikut:
a) LLA < 21 = buruk
b) LLA 21 - 22 = sedang
c) LLA > 22 = baik/ normal
Cara pengukuran lingkar lengan :
a) Lansia diminta untuk berdiri atau duduk
b) Tanyakan kepada lansia lengan mana yang aktif digunakan,
jika lengan kanan yang aktif digunakan maka lengan kiri yang
kita lakukan pengukurannya.
c) Kemudian lansia diminta untuk membuka lengan baju mereka
yang akan dilakukan pengukuran
d) Menentukan titik tengah lengan dengan menekuk tangan
membentuk sudut 900 dengan telapak tangan menghadap
keatas yang di ukur dari tulang atas bahu sampai siku.
e) Memberi tanda pada titik tengah.
f) Kemudian diukur pada titik tengah dengan pita lila, tidak
boleh terlalu kuat
g) Catat pada ketelitian 0,1 (Depkes, 2012).
4) Lingkar Betis
Lingkar betis ini merupakan salah satu bagian yang diukur pada
penilaian antropometri khusus untuk menilai gambaran status gizi
pada lansia.

Cara pengukuran lingkar betis:


a) Posisikan kaki membentuk sudut 900 atau berjuntai
b) Bebaskan daerah betis dari pakaian
c) Pengukuran lingkar betis dilakukan pada daerah betis yang
paling tinggi
d) Catat hasil pengukuran (Depkes, 2012).
Keunggulan menggunakan antropometri
1. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah
sampel yang besar.
2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli
3. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan didaerah
setempat
4. Tepat dan akurat karena dapat dibakukan
5. Dapat mendeteksi dan menggambarkan riwayat gizi dimasa
lampau
6. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan
buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas.
7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu
8. Dapat digunakan untuk pengelompokan yang rawan gizi (Istiany,
2013).
b. Pengkajian Secara Umum

Pengkajian secara umum pada MNA meliputi pengkajian tentang


gaya hidup, obat-obatan, mobilisasi dan adanya tanda depresi atau
demensia (Guigoz, 2006).
c. Pengkajian Asupan Makanan
Pengkajian pola makan/diet atau asupan makanan yaitu tentang
jumlah makanan, asupan makanan dan cairan serta kemandirian dalam
makan (Guigoz, 2006).
d. Pengkajian Subjektif
Pengkajian subjektif yaitu tentang bagaimana persepsi individu
tentang kesehatan dan status gizinya (Guigoz, 2006).
5. Masalah Gizi pada Lansia
Menurut Depkes RI (2003), masalah gizi pada lansia merupakan
rangkaian proses masalah gizi sejak usia muda yang manifestasinya timbul
setelah tua (Oktariani, 2012). Masalah gizi yang sering yang sering terjadi
pada lansia adalah obesiras dan malnutrisi.
a. Obesitas
Menurut Stanley, Blair, dan Beare (2005), obesitas merupakan suatu
kondisi kelebihan berat badan yang menempatkan lansia dalam
peningkatan resiko, mengalami kondisi kronis, seperti hipertensi,
penyakit arteri koroner, diabetes dan stroke. Kondisi ini menyebabkan
kelemahan sendi dan pembatasan mobilisasi dan kemandirian pada lansia
(Oktariani, 2012).
b. Malnutrisi
Malnurisis dapat terjadi baik pada lansia dengan berat badan lebih
maupun lansia dengan berat badan kurang. Malnutrisi dihubungkan
dengan kurangnya vitamin dan mineral, dalam beberapa kasus terjadi pula
kekurangan protein dan kalori. Malnutrisi pada lansia jika dalam kondisi

lama akan berdampak pada kelemahan otot dan kelelahan karena energy
yang menurun. Oleh karena itu lansia akan beresiko tinggi untuk terjatuh
atau mengalami ketidak mampuan dalam mobilisasi yang menyebabkan
cedera atau luka tekan (Watson, 2003).
Pada kondisi lain, malnutrisi juga dapat dimanifestasikan dengan
kurangnya energi kronis. Kurangnya energi kronis pada lansia disebabkan
oleh makanan tidak enak karena berkurangnya fungsi alat perasa dan
penciuman, banyak gigi yang tanggal sehingga terasa sakit untuk makan
dan napsu makan yang kurang akibat aktivitas yang kurang, kesepian,
depresi, penyakit kronis, serta efek samping obat (Depkes RI, 2003).
Selain itu hilangnya selera makan yang berkepanjangan pada lansia dapat
menyebabkan penurunan berat badan yang drastis, sehingga kondisi ini
dapat menyebabkan lansia mengalami kekurangan gizi, yang ditandai
dengan lansia akan terlihat kurus (Depkes RI, 2003).

C. KUALITAS HIDUP
1. Defenisi Kualitas Hidup
The World Health Organization Quality Of Life atau WHOQOL group
(1997) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap
kehidupannya dimasyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada
yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan juga perhatian. Kualitas
hidup dalam hal ini merupakan suatu konsep yang sangat luas yang

dipengaruhi oleh kondisi fisik individu, psikologis, tingkat kemandirian, serta


hubungan individu dengan lingkungan.
Menurut Ventegodt, Merrick & Andersen (2003), kualitas yang baik itu
adalah kualitas hidup yang berkualitas tinggi. Dalam hal ini dapat
dikelompokkan dalam 3 bagian yang berpusat pada aspek hidup yang baik
yaitu:
a. Kualitas hidup subjektif yaitu suatu hidup yang baik yang dirasakan
oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing
individu

secara

personal

mengevaluasi

bagaimana

mereka

menggambarkan suatu perasaan mereka.


b. Kualitas hidup esistensial yaitu seberapa baik hidup seseorang
merupakan level yang berhak dihormati dan dimana individu dapat
hidup dalam keharmonisan.
c. Kualitas hidup objektif yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan
oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan
seseorang untuk beradaptasi dengan nila-nilai budaya dan menyatakan
tentang kehidupannya (Riyanto, 2011).
Menurut Kreitler & Ben (2004) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi
individu mengenai keberfungsian individu didalam bidang kehidupan. Lebih
spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka didalam
kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup
dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang
menjadi perhatian individu (Nofitri, 2009).
2. Klasifikasi Kualitas Hidup

Menurut Notoadmojo (2007) kualitas hidup diklsifikasikan menjadi :


a. Kualitas Hidup Baik
Kualitas hidup yang dimiliki seseorang dengan kebiasaan seperti:
mengatur pola makan, gaya hidup yang baik, rutin memeriksakan,
kesehatan dan rajin mengikuti program penyuluhan dari pemerintah.
b. Kualitas Hidup Buruk
Kualitas hidup yang dimiliki seseorang dengan kebiasaan yang
dapat meningkatakan resiko paparan penyakit (Dasuki dan Astuti,
2012).

3. Dimensi Kualitas Hidup


Menurut Power dalam Lopes dan Snyder (2004), kualitas hidup terdiri
dari empat dimensi yaitu :
a. Dimensi Kesehatan fisik
Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam
melakukan aktifitas. Aktifitas yang dilakukan individu akan memberikan
pengalaman baru yang merupakan modal perkembangan ketahap
selanjutnya. Kesehatan fisik mencakup aktifitas sehari-hari, yang
menggambarkan kesulitan dan kemudahan yang dirasakan individu ketika
melakukan kegiatan sehari-hari. Ketergantungan pada obat-obatan dan
bantuan medis, yang menggambarkan seberapa besar kecenderungan
individu dalam menggunakan obat-obatan dan bantuan medis lainnya
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Energi dan kelelahan, yang

menggambarkan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam


menjalankan aktivitas sehari-hari. Mobilitas, yang menggambarkan

tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dengan mudah


dan cepat. Sakit dan ketidaknyamanan, yang menggambarkan sejauh
mana perasaan keresahan yang dirasakan individu terhadap hal-hal yang
menyebabkan individu merasa sakit. Istirahat dan tidur, meggambarkan
sejauh mana kualitas tidur yang dirasakan individu dalam pemenuhan
kebutuhan

tubuh

menggambarkan

terhadap

istirahat.

kemampuan

yang

dan

kapasitas

dimiliki

kerja,

individu

yang
dalam

menyelesaikan tugas-tugasnya.
b. Dimensi Psikologi
Aspek psikologis terkait dengan keadaan mental individu. Keadaan
mental mengarah pada mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri
terhadap tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya, baik
tuntutan dari diri maupun tuntutan dari luar dirinya. Aspek psikologis
juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu dapat melakukan suatu
aktifitas jika individu itu sehat secara mental. Kesejahteraan psikologis
mencakup body image, dan aperence, yang menggambarkan bagaimana
individu memandang keadaan tubuh dan penampilannya. Perasaan
negatif, yang menggambarka adanya perasaan yang tidak menyenangkan
yang dirasakan individu. Self-ekstem yaitu melihat bagaimana individu
melihat dan menggambarkan dirinya sendiri. Spiritual/agama, keyakinan,
pribadi, berfikir, belajar, memori, dan kosentrasi.
c. Dimensi Hubungan Sosial

Hubungan sosial yaitu hubungan antara dua individu atau lebih


dimana tingkah laku individu itu akan saling mempengaruhi, mengubah
atau memperbaiki tingkah laku individu yang lainya. Mengingat manusia
adalah mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini manusia dapat
merialisasikan kehidupan serta dapat berkembang menjadi manusia
seutuhnya. Hubungan sosial mencakup hubungan pribadi/personal,
menggambarkan bagaimana hubungan individu dengan orang lain.
Dukungan sosial, menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan
individu yang berasal dari lingkungan sekitar. dan aktivitas seksual yang
menggambarkan aktivitas seksual yang dilakukan individu.
d. Dimensi Lingkungan
Aspek

lingkungan

yaitu

tempat

tinggal

individu

termasuk

didalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan


aktivitas kehidupan, termasuk didalamnya sarana dan prasarana yang
dapat menunjang kehidupan. Hubungan dengan lingkungan mencakup
sumber financial, yang menggambarkan keadaan keuangan individu.
Freedom, psikologi safety dan security, yaitu menggambarkan tingkat
keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasannya dirinya.
Perawatan kesehatan dan social care, yaitu menggambarkan ketersediaan
pelayanan kesehatan dan pelindungan sosial yang didapatkan individu,
termasuk

aksesbilitas

dan

kualitas.

Lingkungan

rumah,

yang

menggambarkan keadaan tempat tinggal individu. Kesempatan untuk


mendapatkan berbagai informasi baru maupun keterampilan yang

bermanfaat bagi individu. Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan


rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan diwaktu luang. Lingkungan
fisik termasuk, iklim, kebisingan, populasi, dan transportasi.
4. Pengukuran Kualitas Hidup
Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan kusioner World
Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF). WHOQOL-BREF
merupakan pengembangan dari alat ukur WHOQOL-100. WHOQOL-BREF
versi Indonesia diterjemahkan oleh Ratna Mardiati dan Satya Joewana, dari
universitas Admadja Jakarta, pada tahun 2004. WHOQOL-BREF terdiri dari
24 pertanyaan dan ditambah 2 pertanyaan secara umum yaitu kualitas hidup
secara keseluruhan (overall quality of life) dan kesehatan secara umum
(general health), yang terdapat pada pertanyaan nomor 1 dan nomor 2.
Pertanyan yang 24 mencakup 4 domain yaitu kesehatan fisik yang terdiri dari
7 pertanyaan yang terdapat pada pertanyaan nomor 3, 4, 10, 15, 16, 17, dan 18
dengan skor 7 35, kesehatan psikologi terdiri dari 6 pertanyaan yang
terdapat pada pertanyaan nomor 5, 6, 7, 11, 19, dan 26 dengan skor 6 - 30,
hubungan social yang terdiri dari 3 pertanyaan yang terdapat pada pertanyaan
nomor 20, 21, dan 22 dengan skor 3 - 15, dan lingkungan yang terdiri dari 8
pertanyaan yang terdapat pada pertanyaan nomor 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24, dan
25 dengan skor 8 40.
WHOQOL-BREF terbukti dapat digunakan untuk mengukur kualitas
hidup seseorang. Walaupun WHOQOL-BREF ini sudah digunakan di 23
negara pada usia dewasa namun penggunaan WHOQOL-BREF untuk lansia

masih belum banyak dilakukan, khususnya di Indonesia. Penghitungan untuk


menentukan skor dari kualitas hidup seseorang dapat dilakukan dengan
penjumlahan dari masing- masing skor domain yaitu semakin tinggi skor yang
didapatkan makan semakin baik kualitas hidup seseorang begitupun
sebaliknya semakin rendah skor yang didapatkan dari penjumlahan keempat
domain tersebut maka semakin rendah kualitas hidup seseorang. Kualitas
hidup seseorang dikatakan baik apabila skor yang didapatkan 51,5 dan
kualitas hidup buruk yaitu dengan skor < 51,5. dengan nilai maksimal 120 dan
nilai minimal 24.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Kualitas hidup secara langsung dipengaruhi oleh pengalaman positif
pengasuh, pengalaman negatif pengasuh, dan stress kronis. Sumber daya
ekonomi dan sumber daya sosial memilik dampak langsung terhadap kualitas
hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup antara lain:
a. Umur
Pada usia yang lebih tua, penurunan fungsi tubuh semakin menonjol,
seperti penurunan sistem pencernaan yang akan berdampak pada asupan
nutrisi seseorang, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup mereka
karena angka kesakitan akan meningkat karena gizi yang tidak adekuat.
b. Gender / jenis kelamin
Menurut Moons (2004), mengatakan bahwa gender adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Menurut Bain (2003),

menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup laki-laki dan


perempuan, dimana laki-laki lebih baik dari perempuan (Fatmah, 2010).
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Pendidikan yang semakin tinggi
dapat menghasilkan kemandirian yang semakin mantap karena lansia
dapat memperoleh kesempatan untuk mendapatkan informasi yang
banyak terkait dengan pengaturan aktivitas, sehingga ketergantungan
dengan orang lain lebih rendah (Darmojo, 2004).
d. Pekerjaan
Penduduk yang bestatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja,
penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan) atau
penduduk yang tidak mampu bekerja memiliki perbedaan kualitas hidup
(Nofitri, 2009).
e. Status pernikahan
Moons (2004), mengatakan ada perbedaan antara kualitas hidup
antara individu yang menikah, yang duda/cerai dan yang tidak menikah.
Dimana individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi
dari pada individu yang tidak menikah (Nofitri, 2009).
f. Penghasilan
Menurut Safa (2007), mengemukakan bahwa adanya konstribusi
yang lumayan antara penghasilan terhadap kualitas hidup.
g. Hubungan dengan orang lain

Menurut Safa (2007), mengatakan bahwa faktor hubungan dengan


orang lain memiliki konstribusi yang cukup besar dalam menjelaskan
kualitas hidup secara subjektif.
h. Status gizi
Kurangnya nutrisi pada seseorang dapat menyebabkan berbagai
macam keluhan dan timbulnya penyakit, selain itu dukungan gizi
seringkali diperlukan untuk dipertahankan kondisi kesehatan fisik
mereka, karena kesehatan fisik merupakan salah satu dari penilaian dari
baik buruknya kualitas hidup seseorang. Semakin baik gizi seseorang
makan semakin baik kualitas hidup seseorang dan semakin buruk gizi
seseorang makan semakin buruk kualitas hidupnya.
D. KERANGKA TEORI MODIFIKASI
Kondisi lansia erat kaitannya dengan penurunan berbagai fungsi

indera

seperti menurunnya indera penciuman, indera perasa, dan penurunan dari fungsi
fisiologis pada tubuh lainnya. Kehilangan indera perasa dan penciuman
menyebabkan turunnya nafsu makan dan juga sensitivitas rasa manis dan asin
berkurang. Perubahan fisiologis yang terjadi seperti kehilangan gigi, penurunan
sistem pencernaan akan mempengaruhi status gizi lansia. Kebutuhan gizi pada
lansia perlu dipenuhi secara adekuat untuk kelangsungan proses penggantian sel
dalam tubuh, mengatasi proses penuaan, dan memperlambat terjadinya usia
biologis dan gizi yang baik akan memperbaiki kesehatan lansia yang akan
meningkatkan kualitas hidup lansia.

Pengukuran status gizi pada lansia dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya yaitu pengukuran antropometri, dan pengkajian menggunakan
kuesioner Mini Nutrition Assessment (MNA). Pengukuran dengan antropometri,
yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan, dan
pengukuran lingkar betis. Selain itu pengukuran MNA merupakan salah satu alat
ukur yang digunakan untuk meskrining status gizi pada lansia, untuk mengetahui
apakah seorang lansia mempunyai resiko mengalami malnutrisi atau malnutrisi
yang berat.
Status nutrisi pada lansia akan mempengaruhi kualitas hidup lansia, karena
salah satu domain dari kualitas hidup adalah kesehatan fisik, yang termasuk
didalamnya adalah masalah penyakit, kegelisahan tidur, dan beristirahat, energi
dan kelelahan, status gizi, mobilitas, aktivitas sehari-hari, ketergantungan obat
dan bantuan medis, serta kapasitas pekerjaan. Penilaian kualitas hidup dapat
dilakukan dengan menggunakan kusioner WHOQOL-BREF.

BAB III
KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat dari bagan dibawah ini dimana
variabel dependen yang digunakan adalah kualitas hidup sedangkan variabel
independen dalam penelitian ini adalah status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara status gizi dengan kualitas hidup lansia yang berada di
PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin dan Kasih Sayang Ibu Batusangkar Sumatera Barat.
Status gizi didapatkan setelah dilakukan pengukuran status gizi dengan berbagai cara
antara lain: pengukuran antropometri, dan skrining menggunakan alat pengkajian
MNA, untuk kualitas hidup digunakan kuesioner WHOQOL-BREF.

Variabel Independen

Status Gizi Lansia

Variabel Dependen

Kualitas Hidup Lansia

Keterangan :
: Diteliti

: Hubungan

Skema 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Desain penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional
dengan menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen
dan dependen hanya satu kali pada suatu saat yang artinya subjek diamati satu
kali dan tidak ada perlakuan terhadap responden (Hidayat, 2008).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin dan
PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar Sumatera Barat. Penelitian ini telah
dilakukan pada tanggal 9 Juni sampai dengan 20 Juni 2015.
C. Polulasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang berada di PSTW
Sabai Nan Aluih Sicincin dan Kasih Sayang Ibu Batusangkar Sumatera
Barat tahun 2015 yang berjumlah 180 orang yang terdiri dari 63 orang lakilaki, 47 perempuan yang berada di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin dan 70

orang berada di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar dimana laki- laki
berjumlah 53 orang dan perempuan 17 orang.
2. Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus dari
Slovin dengan populasi finit atau diketahui jumlahnya, yaitu :
N
n=
1+ N (d2)
Keterangan rumus :
N = Jumlah populasi
d2 = Presisi absolut/ tingkat ketepatan yaitu sebesar 5%
n = Jumlah sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :
N
n=
1+ N (d2)
180
n=
1 + 180 (0,05)2
180
n=
1+ 180 (0,0025)
180
n=
1 + 0,45
180
n=
1,45
n = 124,13
Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan yaitu 124.13 yang dibulatkan
menjadi 125 orang. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 125 orang lansia

dengan jumlah laki-laki sebanyak 76 orang dan perempuan sebanyak 49


orang. Kekuatan / power analisis yang diuji dengan menggunakan uji G*
power yaitu didapatkan kekuatan sebesar 0,86.
Mengingat peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi yang ingin
dijadikan subjek penelitian karena populasi yang berada di dua tempat maka cara
pengambilan sampel dilakukan dengan teknik multi-stage sampling yaitu peneliti
menentukan sampel untuk masing-masing PSTW agar seimbang, berupa
kelompok cluster. Cara pengambilan sampelnya adalah sebagai berikut :
populasi lansia di 1 PSTW
n=

x jumlah sampel yang diinginkan


jumlah populasi keseluruhan
110

n=

x 125 = 76,3 dibulatkan menjadi 76 orang


180
70

n=

x 125 = 48,6 dibulatkan menjadi 49 orang


180

Jadi sampel yang di ambil dari masing- masing PSTW yaitu sebanyak 76
orang di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin dan 49 orang di PSTW Kasih Sayang
Ibu Batusangkar. Setelah sampel untuk masing-masing PSTW didapatkan, maka
selanjutnya untuk menentukan siapa saja responden yang akan dipilih peneliti,
dilakukan teknik simple random sampling dengan cara mengundi anggota
populasi dengan lotre (lottery techinique).

1.

2.

D. Kriteria Inklusi dan Eklusi


Kriteria Inklusi
a. Laki-laki dan perempuan yang berusia 60 tahun keatas.
b. Lansia yang berada di tempat saat melakukan penelitian
c. Lansia yang bersedia menjadi responden dengan menandatangani
informed consent
Kriteria Eklusi
a. Lansia yang sedang sakit berat seperti kesadaran yang mulai
berkurang ketika penelitian sedang berlangsung.
b. Lansia yang mengalami gangguan pendengaran dan mengalami
gangguan penglihatan.
c. Lansia yang mengalami gangguan jiwa

E. Defenisi Operasional

Defenisi operasional tiap-tiap variabel dijelaskan dalam tabel berikut :


Tabel 4.1
Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel
Kualitas hidup

Status gizi

Defenisi
operasional
Kualitas hidup
merupakan
suatu persepsi
seorang
terhadap
kehidupanya
yang meliputi
kesehatan fisik,
psikologis,
hubungan
social
dan
lingkungan.
Keseimbangan
antara asupan
zat gizi dan
kebutuhan akan
zat gizi.

Cara ukur

Alat ukur

Hasil ukur

Wawancara

Kuesioner
WHOQOLBREF

- Jika skor
51, 5 berati
kualitas
hidup baik
Jika
skornya
<
51,5 berarti
kualitas
hidupnya
buruk

Wawancara
dan
melakukan
pengukuran
antropometri
berupa
BB,
TB, LLA, LB.

Kuesioner
Mini
nutritional
Assessmant
(MNA)
Timbangan
berat badan,
alat
ukur
tinggi lutut,
alat
ukur
lingkar
lengan, dan
alat
ukur
lingkar betis.

Jika
skornya 24
maka
dikategorikan
gizi normal.

Skala
ukur
Ordinal

ordinal

Jika
skornya 1723
maka
dikategorikan
resiko
malnutrisi.
Jika
skornya < 17
maka
dikategorikan
malnutrisi.

F. Instrument penelitian
1. Instrument Status Gizi
a) Kuesioner Mini Nutritional Assessment (MNA) yang terdiri dari 18
item yang tebagi dalam 4 komponen yaitu pengukuran antropometri,
pengkajian secara umum, pengkajian pola makan/diet, pengkajian
subjektif.
b) Timbangan injak seca (skala 0,1 kg) untuk mengukur berat badan, alat
untuk mengukur tinggi lutut, alat untuk mengukur lingkar lengan, dan

alat untuk mengukur lingkar betis, kemudian kalkulator untuk


menghitung IMT supaya cepat, dan untuk memudahkan dalam
mengkonversikan antara tinggi lutut dan tinggi badan.
2. Instrument Kualitas Hidup
Instrument yang digunakan untuk menilai kualitas hidup adalah kusioner
WHOQOL-BREFF. Kuesioner ini terdiri dari 26 item pertanyaan, setiap
item pertanyaan memiliki skala 1-5, yang terdiri dari 4 domain. Dari 26
pertanyaan tersebut 2 pertanyaan merupakan pertanyaan secara umum yang
tidak diikutkan dalam perhitungan 4 domain yaitu pertanyaan nomor 1 dan 2
tentang pendapat responden mengenai kualitas hidupnya dan kepuasan
responden terhadap kesehatannya. Penilaian kualitas hidup yaitu jika skor
51, 5 berarti kualitas hidup baik, sedangkan jika skor < 51, 5 berarti kualitas
hidup buruk.
Tabel 4.2
Instrument kualitas hidup
No

Variabel

Kesehatan fisik

Kesehatan psikologis

Hubungan sosial

Lingkungan
Kualitas hidup secara keseluruhan

Item

skor

Item 3, 4, 10,
15, 16, 17, dan
18
Item 5, 6, 7, 11,
19, dan 26

7 item
Skor 7 - 35
6 item
Skor 6 30

Item 20, 21, dan


22

3 item
Skor 3 15

Item 8, 9, 12,
13, 14, 23, 24,
dan 25.
Total 24 item

8 item
Skor 8 40
Total skor 20-120

G. Uji validitas dan Reliabilitas


Instrument dalam penelitian ini sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas
oleh peneliti sebelumnya. Dimana uji validitas dilakukan dengan cara validitas
diskriminan. Hasil uji validitas dan reliabilitas yang telah dilakukan oleh Salim

dan Sudharma (2007), terhadap instumen WHOQOL- BREF didapatkan


Cronbachs kecuali pada domain hubungan social besar Cronbachs =
0,41. Penelitian di 23 negara menunjukkan nilai Cronbachs sebesar 0, 68 ( range
antara 0,51- 0,77).

Instrument WHOQOL-BREF adalah alat ukur yang valid

dengan (r hitung = 0,89 - 0, 95 ), r table = 0,66 - 0, 87). Artinya r hitung > r table. Sehingga
instrument WHOQOL-BREF valid dan reliabel untuk mengukur kualitas hidup

seseorang lansia.
Insrtumen MNA merupakan instrument yang telah divalidasi secara khusus
untuk mengetahui status gizi pada lansia. MNA telah dilakukan uji Validitasnya
secara internasional. Namun pada penelitian sebelumnya pada penelitian
Oktariani (2012) juga di lakukan uji validitas dan reliabilitas yang didapatkan
nilai r hitung > r table ( 0, 74 > 0,30) sehingga instrument ini valid dan reliabel untuk
digunakan. Sehingga peneliti tidak lagi melakukan uji validitas dan reliabilitas
pada penelitian ini karena peneliti berpatokan pada uji validitas dan reliabilitas
yang dilakukan oleh Salim dan Shudarman tahun 2007 serta Oktariani tahun
2012.

H. Etika penelitian
Sebelum responden masuk dalam penelitian ini terlebih dahulu peneliti
menjelaskan tentang bagaimana penelitian yang akan dilakukan agar responden
mengerti maksud, tujuan dan dampak dari penelitian. Supaya lebih jelas peneliti
dapat memberikan informed consent atau persetujuan menjadi responden.
Responden berhak untuk bersedia atau menolak menjadi subjek dalam penelitian

tersebut dan peneliti harus menghormati hak responden tersebut. Dalam menjaga
kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden
(anonimity), tetapi pada lembar tersebut diberi kode. Sedangkan pada lembar
kuesioner tetapi pada lembar informed consent wajib ditulis nama responden.
Selain itu, untuk menjaga kerahasiaan (confidentiality) informasi responden,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian ini.
Hanya pihak tertentu dan dalam urusan tertentu informasi tersebut bisa diketahui.
I. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai dari peneliti meminta surat
izin penelitian dari kampus STIKes Yarsi SUMBAR Bukittinggi. Kemudian
peneliti memberikan surat izin penelitian kepada KESBANGPOL Sumatera Barat
dan Dinas Sosial Sumatera Barat. Setelah itu peneliti membawa surat izin
penelitian untuk diberikan kepada kedua kepala PSTW Sumatera Barat. Kemudian
peneliti meminta daftar nama-nama lansia pada pihak kantor untuk melakukan
penglotrean pada lansia kemudian baru mendatangi wisma-wisma yang namanama lansianya terpilih. Selanjutnya responden yang terpilih berdasarkan kriteria
inklusi dibacakan informed consent, jika lansia bersedia maka diminta untuk
menanda tangani persetujuan penelitian. Kemudian dilakukan wawancara kepada
responden untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan peneliti serta melakukan
penimbangan berat badan, tinggi lutut, lingkar lengan dan lingkar betis.
Prosedur pengumpulan data penelitian dapat dilihat dari bagan dibawah ini:
Izin penelitian dari STIKes Yarsi
Izin dari KESBANGPOL SUMBAR
Izin dari Dinas Sosial SUMBAR
Izin Kepala PSTW
Meminta data lansia untuk menentukan responden dalam
penelitian

Melakukan penglotrean pada nama-nama lansia yang


didapatkan dengan membuat nama pada kertas kecil
Mendatangi wisma-wisma lansia yang menjadi responden
Membacakan informed consent kepada responden sebelum
penelitiaan untuk ditanda tangani
Membacakan kuesioner penelitian kepada responden dan
menuliskan jawaban yang diberikan oleh responden pada
kuesioner yang
Melakukan penimbangan
Beratdisediakan.
Badan, pengukuran Tinggi
Lutut, Lingkar lengan Atas, dan Lingkar Betis

Skema 4.1. Bagan Prosedur pengumpulan data penelitian

J. Teknik Pengolahan Data


Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Tahap ini merupakan tahap mengecek kembali terhadap jawaban pada
kuesioner apakah jawaban sudah lengkap, jelas dan sudah relevan dengan
pertanyaan yang di ajukan. Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk menjaga
kualitas data, kebenaran data dan kelengkapan data agar dapat diproses
ketahap berikutnya.
2. Coding
Tahap ini untuk memberikan kode pada kuesioner sehingga informasi dari
data yang terkumpul mudah dilacak dengan tujuan untuk mempermudah
mengklasifikasikan jawaban secara teratur. Peberian kode pada karateristik
responden dengan cara, member kode pada kolom yang disediakan pada
kuesioner, kemudian untuk karakteristik responden peneliti member kode
sendiri, mulai dari jenis kelamin ([1 laki-laki, 2 perempuan], agama [1 Islam,
2 selain Islam], suku [1 caniago, 2 piliang, 3 sikumbang, 4 jambak, 5guci, 6

tanjung, 7 koto, 8 pariangan, 9 melayu, 10 simangek], Usia [1 60-70 tahun, 2


> 70 tahun], pendidikan [1 tidak sekolah, 2 SD, 3 SMP, 4 SMA, 5 Perguruan
tinggi], pekerjaan [1 petani, 2 ibu rumah tangga, 3 wiraswasta, 4 pedagang, 5
nelayan, 6 buruh], keluarga [1 ya, 2 tidak], status perkawinan [1 kawin, 2
duda/janda, 3 tidak kawin], penyakit [1 memiliki 1 penyakit, 2 memiliki > dari
satu penyakit], keluhan yang dirasakan [1 memiliki satu keluhan, 2 memiliki >
dari satu keluhan], kondisi rongga mulut [1 hanya satu kelainan pada rongga
mulut, 2 lebih dari satu kelainan pada rongga mulut], gaya hidup [1 merokok,
2 memiliki nyeri, 3 tidak ada merokok dan nyeri, 4 merokok dan ada nyeri],
pada kuesioner MNA dan WHOQOL-BREF sudah ditentukan kodenya untuk
masing-masing jawaban pertanyaan.
3. Entry
Tahap ini adalah kegiatan memasukan data dan pengolahannya kedalam
bentuk tabel dan selanjutnya di masukan kedalam soft ware yang sesuai.
4. Cleanning
Melakukan pengecekan kembali terhadap data yang sudah terkumpul
apakan ada kemungkinan terdapat kesalahan data, sehingga data siap untuk
dianalisis.
K. Analisis data
Seluruh data yang telah dikumpulkan akan dianalisa menggunakan program
komputerisasi. Analisa univariat bertujuan untuk melihat jumlah atau frekuensi
dan persentase masing-masing variabel. Untuk melihat hubungan antara
hubungan status gizi dengan kualitas hidup lansia digunakan analisa bivariat
dengan uji statistik chi-square dilihat pada Pearson Chi-Square dengan tingkat
kepercayaan 95%, pvalue = 0,05. Sehingga, jika pvalue 0,05 maka hasil statistik

disebut bermakna, artinya ada hubungan antara variabel independen dengan


variabel dependen.

BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian, pengumpulan data yang dilakukan melalui
kuesioner terhadap 125 orang responden dapat digambarkan karakteristik
responden secara umum. Karakteristik responden yang diteliti pada penelitian ini
diantaranya : umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, memiliki
keluarga, status perkawinan, riwayat penyakit, keluhan, kondisi rongga mulut,
dan gaya hidup yang akan dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pada Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2015
Karakteristik Responden
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Agama
Islam
Suku
Caniago
Piliang
Sikumbang
Jambak
Guci
Tanjung
Usia
Lanjut Usia Awal
Lanjut Usia Akhir

76
49

60,8
39,2

125

100,0

38
28
8
12
10
13

30,4
22,4
6,4
9,6
8,0
10,4

37
88

29,6
70,4

Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
PT

55
48
16
5
1

44,0
38,4
12,8
4,0
0,8

50
27
12
26
2
8

40,0
21,6
9,6
20,8
1,6
6,4

88
37

70,4
29,6

4
117
4

3,2
93,6
3,2

48
77

38,4
61,6

76
49

60,8
39,2

69
56

55,2
44,8

39
48
3
35

31,2
38,4
2,4
28,0

Pengukuran BMI/IMT
BMI < 18.5 kg/m2
BMI 18.5-25 kg/m2
BMI > 25 kg/m2

26
81
18

20,8
68,8
14,4

Pengukuran Lingkar lengan Atas


LILA < 21
LILA 21-22
LILA > 22

24
26
75

19,2
20,8
60,0

Pengukuran Lingkar Betis


LB < 31
LB > 31

53
72

42,4
57,6

Pekerjaan
Petani
IRT
Wiraswasta
Pedagang
Nelayan
Buruh
Keluarga
Ada keluarga
Tidak ada keluarga
Perkawinan
Menikah
Duda/Janda
Tidak Menikah
Penyakit
Satu Penyakit
Lebih dari satu penyakit
Keluhan
Satu keluhan
Lebih dari satu keluhan
Kondisi Mulut
Satu kondisi
Lebih dari satu kondisi
Gaya hidup
Merokok
Nyeri
Merokok dan nyeri
Tidak ada

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh informasi bahwa dari 125 orang


responden, lebih dari setengah responden 76 orang responden (60,8%) berjenis
kelamin laki-laki dan semua responden 125 (100%) beragama Islam. Hampir
sebagian responden 38 (30,4%) memiliki suku Caniago, lebih dari setengah 88
(70,4%) orang responden berada pada kategori lanjut usia akhir.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa hampir sebagian
responden yaitu 55 orang responden (44,0%) tidak bersekolah, hampir sebagian
dari responden yaitu 50 orang responden (40,0%) bekerja sebagai petani
sedangkan lebih dari setengah responden yaitu 88 orang responden (70,4%)
yang memiliki keluarga dan sebagian besar responden yaitu 117 orang
responden (93,6%) berstatus duda/ janda. Lebih dari setengah responden yaitu
77 orang responden (61,6%) memilki riwayat penyakit lebih dari satu,
kemudian lebih dari setengah responden yaitu 76 orang responden (60,8%)
memiliki satu keluhan, sedangkan pada kondisi mulut lebih dari setengah
responden yaitu 69 orang responden (55,2%) hanya memiliki satu masalah
kelainan kondisi mulut, pada gaya hidup hampir sebagian responden yaitu 48
orang responden (38,4%) memiliki keluhan berupa nyeri.
Pada pengukuran Body Massa Indeks (BMI) dari 125 orang responden
yang dilakukan pengukuran Berat badan dan Tinggi badan yang di prediksi
dengan tinggi lutut lansia dimana didapatkan hasil bahwa lebih dari setengah
responden dengan BMI normal yaitu sebanyak 81 orang responden (64,8%).
Pada pengukuran Lingkar lengan atas didapatkan lebih dari setengah responden
yaitu 75 orang responden (60,0%) memiliki lingkar lengan yang dikategorikan

baik yaitu lebih dari 22 cm. Pada pengukuran lingkar betis didapatkan bahwa
lebih dari setengah responden yaitu 72 orang responden (57,6%) memiliki
lingkar betis lebih dari 31 cm.
B. Analisa Univariat
1. Status Gizi
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2015
Status Gizi

Baik

27

21,6

Resiko Malnutrisi

84

67,2

Malnutrisi

14

11,2

Total

125

100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa dari 125 responden, lebih
dari setengah responden 84 orang responden (67,2%) beresiko terjadinya
malnutrisi.
2. Kualitas Hidup
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kualitas Hidup Lansia Di
Panti Sosial Tresna Werdha Sumatera Barat Tahun 2015
Kualitas Hidup

Baik

61

48,8

Buruk

64

51,4

Total

125

100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 125 orang responden, lebih
dari setengah responden yaitu 64 orang responden (51,4%) memiliki kualitas
hidup buruk.

C. Analisa Bivariat
Tabel 5.4
Hubungan Status Gizi dengan Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Sumatera Barat Tahun 2015

Status Gizi
Baik
Resiko
Malnutrisi
Malnutrisi
Total

Kualitas Hidup
Baik

Buruk

20

74,1

25,9

27

100

35

41,7

49

58,3

84

100

42,9

57,1

14

100

61

48,8

64

51,2

125

100

x = 0,012

df = 2

Total

P value

0,012

p = 0,012

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa, dari 27 responden dengan


status gizi baik, lebih dari setengah yaitu 20 orang responden (74,1%)
memiliki kualitas hidup baik. Dilihat dari 84 orang responden (67,2%)
responden dengan status beresiko malnutrisi, lebih dari setengah responden
yaitu 49 orang responden (58,3%) responden diantaranya memiliki kualitas
hidup buruk. Responden dengan status malnutrisi yaitu sebanyak 14 orang
responden, lebih dari setengah yaitu 8 orang (57,1%) orang responden
diantaranya memiliki kualitas hidup buruk. Berdasarkan hasil uji statistik Chi
Square diperoleh nilai p = 0,012 (p 0,05) yang berarti adanya hubungan
antara status gizi dengan kualitas hidup lansia dipanti sosial tresna werdha
Sumatera Barat tahun 2015.

BAB VI
PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat
1. Status Gizi Lansia
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 yang peneliti lakukan,
didapatkan hasil bahwa lebih dari setengah responden beresiko untuk
terjadinya malnutrisi. Resiko malnutrisi pada lansia diperkirakan karena lansia
mengalami permasalahan penurunan nafsu makan, kehilangan berat badan,
penyakit yang diderita, konsumsi obat-obatan, kurangnya asupan makan
seperti protein dan vitamin dan asupan cairan. Penurunan nafsu makan pada
lansia dapat dikarenakan oleh kondisi dari lansia itu sendiri seperti kondisi
dari rongga mulut, berisiko untuk terjadi malnutrisi karena kebutuhan akan zat
gizi dalam tubuh mereka tidak terpenuhi dengan adekuat. Akibat dari zat gizi
yang tidak adekuat bagi lansia dapat menyebabkan lansia mudah terserang
penyakit yang dapat meyebabkan peningkatan angka mortalitas dan morbitas
pada lansia.
Penelitian yang sejalan dengan penelitian diatas adalah penelitian yang
dilakukan oleh Oktariani tahun 2012 tentang gambaran status gizi lansia yang
berada di panti sosial tresna werdha (PSTW) Budi Mulya 01 dan 03 di Jakarta
didapatkan 52,4% lansia beresiko malnutrisi. Penelitian yang sejalan dengan
dua penelitian diatas adalah penelitian yang dilakukan oleh Ismayanti dan
Solikhah pada tahun 2012 di panti sosial tresna werdha Yogyakarta,

didapatkan gambaran status gizi dari 53 responden yang diteliti didapatkan


sebanyak 33 (62,3%) responden memiliki status gizi yang buruk dan beresiko
terjadi malnutrisi.
Penelitian yang tidak sejalan dengan penelitian diatas adalah penelitian
yang dilakukan Norhasanah (2015) di Makassar, berpendapat bahwa lansia
yang tinggal di PSTW lebih beresiko mengalami status gizi overweight dan
status gizi sangat gemuk, karena lansia yang berada di PSTW mudah dalam
mendapatkan akses makanan karena sudah disediakan oleh pihak panti, lansia
yang berada dipanti tidak melakukan aktivitas yang banyak seperti lansia yang
berada di komunitas. Jadi aktivitas fisik dan asupan makanan dapat menjadi
faktor penyebab status gizi overweight bagi lansia di PSTW.
Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan
yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi tersebut.
Perbedaan dari status gizi sangat dipengaruhi oleh asupan gizi yang berasal
dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat tersebut setiap hari
(Supariasa, 2001). Status gizi lansia pada umumnya dipengaruhi oleh asupan
makanan, kurangnya pengetahuan akan pentingnya gizi yang baik. Asupan
makanan sangat diperlukan untuk menjalankan berbagai fungsi baik didalam
tubuh terkait metabolisme maupun diluar tubuh untuk dapat beraktivitas.
Asupan energi dan zat gizi yang sangat kurang dapat menyebabkan
meningkatnya kehilangan berat badan tanpa disadari oleh seseorang (Payyet,
2005). Menurut Sharkey (2002), kekurangan zat gizi menunjukkan sebuah
ancaman potensial bagi kesehatan pada seluruh populasi lansia karena dapat

mengakibatkan keterbatasan dalam aktivitas fisik yang menyebabkan


ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari, menurunkan daya tahan
tubuh lansia terhadap penyakit, yang akan memperburuk masalah medis pada
lansia (Nugroho, 2008). Oleh karena itu penting dilakukan penghitungan
status gizi pada seseorang.
Penghitungan status gizi seseorang dapat dilakukan dengan penghitungan
indeks massa tubuh (IMT) dan khusus untuk lansia dapat ditentukan dengan
form skrining Mini nutritional Assessment untuk menentukan resiko
malnutrisi. Penghitungan

IMT memerlukan pengukuran berat badan dan

tinggi badan. Kondisi lansia yang mengalami perubahan pada bentuk tulang
atau lansia yang tidak mampu untuk berdiri akan sulit dilakukan pengukuran
tinggi badan. Tinggi badan dalam penelitian ini diganti dengan pengukuran
tinggi lutut dari lansia karena proses penuaan tidak mempengaruhi panjang
tulang pada tangan, kaki (tinggi lutut) (Fatmah, 2010). Semakin tinggi usia
seseorang maka semakin beresiko seseorang mengalami masalah pada
pemenuhan gizi mereka karena kebutuhan zat gizi berupa karbohidrat dan
lemak menurun, sedangkan kebutuhan akan protein, vitamin, dan mineral
meningkat (Garrow, 2000).
Menurut pendapat peneliti, lansia yang berada di PSTW lebih beresiko
terjadinya malnutrisi hal ini dikarenakan bahwa lansia yang berada di PSTW
faktor yang mempengaruhi status gizi mereka lebih banyak seperti dari tingkat
pendidikan, hampir sebagian responden tidak bersekolah yaitu 55 orang
responden (44%) dan SD sebanyak 48 orang responden (38,4%), yang

menyebabkan mereka kurang terpapar dengan informasi bagaimana


pentingnya gizi bagi tubuh mereka tanpa memperhatikan apa yang dibutuhkan
oleh tubuh mereka, adapun sebagian lansia yang mendapatkan informasi
tentang bagaimana gizi yang baik bagi mereka tetapi karena pendidikan
mereka yang dapat dikategorika rendah dapat menjadi faktor dalam menerima
informasi yang diberikan oleh orang lain. Faktor lain yaitu pada tabel 5.1
dapa dilihat bahwa dari masalah riwayat penyakit mereka dimana lebih dari
setengah lansia yang berada di PSTW yaitu 77 orang responden (61,6%)
memiliki multipel penyakit seperti riwayat hipertensi, stroke, rematik,
gangguan penglihatan, gangguan pencernaan (maag) dan diabetes mellitus.
Akibat proses penyakit yang berada dalam diri lansia akan mempengaruhi
penyerapan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan dapat mempengaruhi
status gizi lansia.
Faktor lain yang dapat menyebabkan lansia beresiko malnutrisi pada tabel
5.1 pada bagian karakteristik responden dapat dilihat bahwa lansia di PSTW
banyak mengeluhkan kondisi mulut dan perawatan rongga mulut. Kondisi
rongga mulut dan perawatan mulut yang tidak adekuat yang akan
mempengaruhi status gizi seorang lansia. Perawatan mulut yang tidak adekuat
biasanya

menjadi

penyebab

masalah

kesehatan

mulut

yang

dapat

mengakibatkan kekurangan nutrisi pada lansia. Pada penelitian ini lebih dari
setengah lansia yaitu 69 orag responden (55,2%) yang mengalami masalah
pada rongga mulut mereka berupa gigi yang ompong/tanggal rasa sakit saat
mengunyah makan.

Beberapa faktor dalam pengkajian MNA yang dapat mempengaruhi lansia


beresiko terjadinya malnutrisi. Faktor tersebut adalah lingkungan tempat
tinggal, terapi pengobatan, adanya luka tekan, frekuensi makanan setiap hari,
jenis asupan protein setiap hari, konsumsi sayur dan buah, asupan cairan, cara
makan, persepsi lansia tentang status gizi dan kesehatan mereka, serta
pengukuran lingkar lengan dan lingkar betis mereka.
Lingkungan tempat tinggal lansia dapat mempengaruhi status gizi pada
lansia. Lansia yang tinggal dipanti berisiko untuk terjadi malnutrisi
dibandingkan dengan lansia yang tinggal secara mandiri. Selain faktor
lingkungan, asupan cairan juga merupakan faktor yang menyebabkan lansia
berisiko terjadinya malnutrisi. Berdasarkan penelitian ini hampir sebagian
mereka mengatakan mereka minum dalam sehari antara 1-5 gelas sehari. Data
ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia kekurangan asupan cairan dan
kebutuhan cairan perhari kurang sehingga lansia beresiko untuk terjadinya
malnutrisi.
Faktor lain yang bisa mendukung lansia berisiko malnutrisi adalah
pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dan lingkar betis (LB). pengukuran
LILA adalah cara untuk mengetahui resiko kekurangan energi protein pada
seseorang. Ambang batas LILA dengan resiko kekurangan energi kronik di
Indonesia adalah 23.5 cm. berdasarkan data yang diperoleh LILA lansia di
PSTW yaitu besar dari 22 cm. Lingkar betis lansia yang berada di PSTW
hampir sebagian besar responden didapatkan LB > 31 cm.

Faktor frekuensi makan lansia, jenis asupan protein, sayur dan buah pada
sebagian lansia tidak mempengaruhi nutrisi pada lansia yang berada dipanti.
Hal ini disebabkan karena lansia yang berada dipanti mendapatkan jumlah dan
jenis makanan yang sama setiap hari, namun karena tidak ada pengawasan
pada lansia saat makan menyebabkan asupan makanan yang masuk kedalam
tubuh tidak sama. Hal ini dapat menjadi pembeda status gizi lansia yang
berada di PSTW.
2. Kualitas Hidup
Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa kualitas hidup lansia yang berada di
PSTW Sumatera Barat didapatkan lebih dari setengah responden memiliki
kualitas hidup yang dikategorikan buruk. Kualitas hidup yang buruk dapat
dilihat pada domain kesehatan fisik berupa lansia yang mengalami rasa sakit
fisik yang dapat mengganggu aktivitas mereka, rasa tidak puas mereka
terhadap tidur mereka yang terganggu serta kemampuan mereka dalam
bekerja yang mulai berkurang. Pada psikologi juga dapat dilihat berupa
perasaan negatif seperti kesepian, putus asa dan cemas.
Penelitian Yani (2010), mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti dimana gambaran kualitas hidup lansia yang
berada di panti sosial tresna werdha (PSTW) Jawa Baru Kabupaten Garut,
diperoleh sebanyak 62% lansia yang tinggal di panti menunjukkan kualitas
hidup yang rendah sedangkan hanya 38% lansia dengan kualitas hidup yang
baik.

Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian Yuniarti (2013) di

Makassar, diperoleh gambaran kualitas hidup lansia yaitu 80 % lansia

memiliki kualitas hidup buruk dan hanya 20% lansia yang memiliki kualitas
hidup yang baik.
Menurut Kreitler & Ben (2004), kualitas hidup diartikan sebagai persepsi
individu mengenai keberfungsian individu didalam bidang kehidupan. Lebih
spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka didalam
kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup
dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang
menjadi perhatian individu (Nofitri, 2009).
Kualitas hidup lansia yang terbaik merupakan salah satu indikator penting
bagi kesejahteraan dan kesehatan lansia di Indonesia karena kualita hidup
merupakan salah satu hal yang dapat melihat suatu negara berhasil dalam
pembangunannya

baik

dari

kesehatan

maupun

dari

kesejahteraan

masyarakatnya. Kualitas hidup yang baik akan menjadikan masyarakat


memiliki usia harapan hidup yang panjang. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup lansia diantaranya masalah penyakit yang
mereka derita, kegelisahan dalam tidur dan istirahat mereka, ketergantungan
obat dan bantuan medis (Dasuki&candrasari, 2013).
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Rosyid tahun 2009, bahwa faktor
lain yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang lansia adalah berupa
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan yang dapat mencerminkan fungsi
keluarga mereka. Pendidikan dalam hal ini adalah pendidikan formal menjadi
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dari seorang lansia
karena dengan tingginya jenjang pendidikan seseorang menyebabkan

seseorang dengan mudah mendapatkan pekerjaan dengan tingkat penghasilan


yang berbeda (Rinajumita, 2011).
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan hampir sebagian responden
yang berada di PSTW memiliki kualitas hidup yang buruk, hal ini dapat di
karenakan salah satu faktor yang dapat mepengaruhi kualitas hidup lansia
adalah status perkawinan. Sebagian besar lansia yang berada di PSTW yaitu
117 responden (93,6%) berstatus duda/janda. Nofitri (2009) mengungkapkan
tidak memiliki pasangan dalam hidup akan mempengaruhi kualitas hidup
seseorang, hal ini dikarenakan lansia merasa kesepian dihari-hari tua mereka.
Selain itu, kualitas hidup yang buruk juga dipengaruhi oleh keberadaan
keluarga. Lansia yang berada di PSTW lebih dari setengah mereka yaitu
sebanyak 88 orang responden (70,4%) masih memiliki keluarga, namun
karena keluarga tidak mau merawat lansia sehingga lansia merasa tidak
diperhatikan oleh keluarga mereka. Selain itu gangguan psikologis juga
menjadi faktor yang bisa menyebabkan lansia memiliki kualitas hidup yang
buruk.
Pada kesehatan fisik seperti lansia yang memiliki penyakit yang lebih dari
satu dapat menjadi penyebab rendahnya kualitas hidup lansia kemudian rasa
nyeri yang diderita oleh lansia juga bisa menjadi penyebab rendahnya kualitas
hidup lansia. lingkungan tempat tinggal lansia juga menjadi faktor pendukung
yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas hidup lansia. Hal lain yang dapat
menjadi penyebab rendahnya kualitas hidup lansia pada penelitian ini adalah
hubungan lansia di PSTW, bagi lansia yang bisa berhubungan baik dengan
teman-teman / besosialisasi dengan baik

di PSTW mereka akan dapat

terhindar dari kesepiaan karena jauh dari sanak keluarga mereka. Jadi kualitas
hidup lansia dapat meningkat jika faktor-faktor diatas dapat diatasi.
B. Analisa Bivariat
Berdasarkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan status gizi dengan kualitas hidup lansia dipanti sosial tresna werdha
Sumatera Barat tahun 2015. Pada hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 5.4
bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kualitas hidup
lansia.
Penelitian oleh Dasuki, Candrasari & Astuti (2013), di Surakarta dari 30 orang
responden didapatkan ada hubungan antara status gizi dengan kualitas hidup
lansia. Penelitian Aliabadi (2008) di Iran menunjukkan hasil yang sama dengan
penelitian sebelumnya bahwa status gizi lansia berpengaruh terhadap kualitas
hidup, diketahui bahwa lansia yang mengalami gangguan nutrisi mengakibatkan
terjadinya peningkatan morbiditas, mortalitas, dan penurunan kualitas hidup.
Penelitian yang dilakukan oleh Burhan (2013), di Makassar tentang status gizi
dan kualitas hidup, kualitas hidup yang diukur dengan WHOQOL-BREF, dari 71
orang responden yang dilakukan penelitian didapatkan status gizi lansia yang
dikategorikan kurang dengan IMT sebanyak 86,7% dan 54,8% memiliki kualitas
hidup buruk.
Fatmah (2010), mengungkapkan semakin baik gizi seseorang maka akan
semakin baik pula kualitas hidup mereka. Status gizi pada lansia memiliki
pengaruh terhadap kualitas hidup lansia, dimana seorang lansia yang memiliki
status gizi yang dikategorikan buruk memiliki kualitas hidup yang buruk dan

sebaliknya lansia yang dikategorikan status gizi yang baik akan memiliki kualitas
hidup yang baik.
Usia lanjut seringkali dikaitkan dengan masalah malnutrisi, hal ini disebabkan
karena pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi tubuh mulai dari menurunnya
kemampuan alat indra seperti indra penciuman, penurunan indra pengecapan
dalam hal ini cita rasa sampai pada penurunan fungsi gastrointerstinal dan fungsi
usus

yang

semuanya

menyebabkan

penurunan

nafsu

makan

sehingga

mempengaruhi status gizi yang dapat berdampak pada kualitas hidup karena
dengan status gizi yang buruk dapat mengakibatkan keterbatasan dalam aktivitas
fisik sehingga menyebabkan ketidak mampuan dalam melakukan aktivitas seharihari (Oktariani, 2012).
Menurut pendapat peneliti, terdapatnya hubungan antara status gizi dengan
kualitas hidup lansia dapat disebabkan oleh lansia yang berada di PSTW yaitu
faktor yang mempengaruhi status gizi dan kualitas hidup mereka seperti dari
kesehatan fisik mereka, kesehatan psikologis, hubungan sosial, dan kesehatan
lingkungan.
Kesehatan fisik yang terganggu berupa keluhan-keluhan kesehatan akan
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental lansia. Gangguan kesehatan fisik yang
dialami lansia berupa fungsi tubuh secara fisik dan fisiologis, nyeri dan kesehatan
umum, dimana pada lansia terjadi penurunan fungsi tubuh berupa penurunan pada
organ pencernaan yang dimulai dari mulut, pada mulut banyak terjadi gangguan
berupa gigi yang ompong, sakit saat mengunyah makanan, sehingga makanan
tidak dikunyah dengan sempurna yang dapat memperlambat penyerapan pada

sari-sari makanan oleh tubuh. Pada esophagus, terjadi juga gangguan berupa sulit
menelan makanan.
Selain dari faktor diatas, faktor yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas
hidup lansia lansia berupa tingginya angka kesakitan serta lansia memiliki
keluhan-keluhan kesehatan yang tinggi. Hal ini dikarenakan lansia sering
menyempelekan kesehatan mereka maupun dari asupan nutrisi mereka.
Pada penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa ada sebagian responden yang
tergolong dalam kategori nutrisi baik tetapi memiliki kualitas hidup yang buruk.
Hal ini terjadi karena nutrisi bukan satu-satunya yang menjadi indikator yang
digunakan untuk mengukur kualitas

hidup. Ada

banyak faktor

yang

mempengaruhi kualitas hidup lansia berupa adanya keluhan dan penyakit, usia
yang sangat tua, tidak berpendidikan, tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan

BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan status gizi dengan kualitas
hidup lansia dipanti sosial tresna werdha Sumatera Barat tahun 2015, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Gambaran status gizi lansia yang berada dipanti sosial Sumatera Barat
tahun 2015, menunjukkan bahwa dari 125 responden, lebih dari setengah
responden 67,2% beresiko terjadinya malnutrisi.
2. Gambaran kualitas hidup lansia yang berada dipanti sosial Sumatera Barat
tahun 2015, bahwa dari 125 orang responden, hampir sebagian responden
51,4% memiliki kualitas hidup buruk
3. Ada hubungan antara status gizi dan kualitas hidup lansia dipanti sosial
Sumatera Barat tahun 2015,denga nilai p value 0,012 (p< 0,05)
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara status gizi dengan
kualitas hidup lansia dipanti sosial Sumatera Barat tahun 2015, beberapa saran
yang dapat diberikan sebagai berikut :
1. Bagi Pihak PSTW
Bagi institusi terkait dalam hal ini adalah PSTW Kasih Sayang Ibu
Batusangkar dan PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin agar lebih memperhatikan
keadaan lansia yang berisiko untuk terjadi malnutrisi dengan cara pengawasan
saat pemberian makanan dan asupan cairan pada lansia agar dapat memastikan
asupan makanan dan asupan cairan lansia.
Sebaiknya diadakan pengukuran dan pencatatan status gizi lansia.
sebaiknya makanan yang diberikan pada lansia disesuaikan dengan jenis
kelamin lansia dan sesuai dengan kemampuan lansia dalam mengunyah
makanan agar lansia dapat memakan semua makanan yang disediakan oleh
pihak PSTW.
2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan pada institusi pendidikan agar hasil penelitian ini dapat


dijadikan tambahan referensi kepustakaan sehingga dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan pada akhirnya untuk
kesejahteraaan umat manusia.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya diharapkan mampu mengakji lebih dalam
terhadap faktor- faktor yang dapat mempengaruhi status gizi lansia dan
kualitas hidup lansia dan perbandingan mengenai pengukuran status gizi
lansia dengan menggunakan Mini Nutritional Assessment (MNA) lansia yang
tinggal dikomunitas dengan lansia yang tinggal di PSTW.
C. KETERBATASAN PENELITIAN
1. Kondisi lansia yang tidak memungkinkan untuk diberikan kuesioner untuk
diisi dengan mandiri.
2. Peneliti melakukan wawancara disaat lansia terlihat santai, kadang-kadang

lansia menjanjikan untuk melakukan penelitian setelah mereka istirahat.


DAFTAR PUSTAKA
Abikusno, N., Turana, Y., & Santika, A. (2013). Buletin jendela data dan informasi
kesehatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Aliabadi, M. & Kimiagar, M. (2008). Prevalence of malnutrition in free living
elderly people in Iran: a cross-sectional study. The Asia Pacific Journal
Clinical Nutrition,17 (2), 285-289.
Almatsier, S. (2004). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Amarantos, E., Martinez, A. & Dwiyer, J. (2001). Nutritional and quality of life in
older adults. The Journal of gerontology, 56A (2), 54- 64.

Arisman. (2010). Buku ajar ilmu gizi obesitas, diabetes mellitus & dislipidemia.
Jakarta: EGC
Beard, J. & Zusman, R. (2012). Global health and aging. U.S.A : WHO.
Burhan, I.N., Taslim, N. A. & Bahar, B. (2013). Hubungan care giver terhadap status
gizi dan kualitas hidup lansia pada Etnis Bugis. Jurnal Gizi, 3 (3), 264-273
Darmojo, B. & Martono, H. (2004). Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Jakarta:
Balai penerbit Fakultas universitas Indonesia
Darmojo, B. (2010). Buku ajar geriatrik (ilmu kesehatan lanjut usia). Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dasuki, M.S., Candrasari, A & Astuti, F. (2013). Hubungan status gizi dengan
kualitas hidup geriatric di posyandu lansia ngudi sehat bibis baru nasukan
Banjarsari Surakarta. Jurnal kedokteran, 1 (1), 1-10
Fatmah. (2010). Gizi usia lanjut. Jakarta: Erlangga.
Guigoz, Y. (2006). The mini nutritional asssessment (mna) review of the literaturewhat does it tell us. The journal of nutritional, health & aging.10 (6), 466487
Hidayat, A. A. (2008). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.
Jakarta: Salemba Medika
Ismayanti, N. & Solikhah. (2012). Hubungan antara konsumsi dan aktivitas fisik
dengan status gizi lansia di panti sosial tresna werdha unit Abiyoso
Yogyakarta. Jurnal kesehatan masyarakat. 6 (3), 144-211
Istiany, A. & Rusilanti. (2013). Gizi terapan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Norhasanah. (2015). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan
kesehatan lansia perempuan pada panti social dan lembaga social masyarakat
di Banjarmasin (Tesis,
Institut Pertanian Bogor). Diakses dari.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/74292, tanggal 20 maret 2015,
jam 20.00

Nugroho. (2008). Keperawatan gerontik&geriatrik. Jakarta: EGC


Oktariani. (2012). Gambaran status gizi lansia di PSTW Budi mulya 01 dan 03
Jakarta Timur (Skripsi, Universitas Indonesia). Diakses dari http:// www.
lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20301303-S42017-Oktariyani.pdf, tanggal 28
Februari 2015, jam 09.00
Oliveira, M., Fogaca, K. & Leandro-Merhi, V. (2009). Nutritional status and
functional capacity of hospitalized elderly. Nutrition Journal, 8 (54), 1-8
Reno, R.B. (2012). Hubungan status interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia di
Panti Werdha Dharma Bhakti Surakarta. Jurnal kesehatan masyarakat.
Rinajumita. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kemandirian
lansia di wilayah kerja puskesmas Lampasi Kecamatan Payakumbuh Utara
tahun 2011. Jurnal kesehatan masyarakat, 1(1), 1-12
Salim, O., Sudharma, N., Kusumaratna, R.K. & Hidayat. (2007). Validitas dan
reliabilitas world health organization quality of life-bref untuk mengukur
kualitas hidup lanjut usia. 26 (1), 27-38
Sharkey, J. R., Branch, L.G., Zohoori, N., Busby, J. & Haines, P.S. (2002). Inadequate
nutrient intakes among homebound elderly and their correlation with
individual characteristics and health-related factors. American Journal
Clinical Nutrition. 76, 1435-1445
Stanley, M. & Beare,G.P. (2006). Buku ajar keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta:
EGC.
Sunartyaningsih, R. (2012). Hubungan kendala pelaksanaan posbindu dengan
kehadiran lansia di posbindu RW 08 keluarahan Palasari kecamatan Cibiru
kota Bandung. Jurnal keperawatan,1 (2), 19-21.
Supariasa, I.D.N.,Bakri, B. & Fajar, I. (2002). Penilaian status gizi. Jakarta: EGC
WHOQOL group (1997). WHOQOL- BREF introduction, administration, scoring,
and generic version of the assessment. WHO: Geneva. Diakses dari,
http://www.who.int/mental health/media/en/76pdf/

tanggal 17 maret 2015, jam 09.15


Yani, D. (2010). Perbedaan kualitas hidup lansia yang tinggal di komunitas dengan
kualitas hidup lansia di PSTW Jawa Barat Kabupaten Garut. Jurnal
keperawatan, 1 (1), 35-46.
Yuniarti, A., Said, S. & Saleh, A. (2013). Nutritional stataus related to quality of life
of elderly people in rappokalling Makasar. Journal gerontology nursing.
1(1), 1-15

CURRICULUM VITAE
A. Identitas
Nama
Tempat/ Tgl Lahir
Agama
Jumlah Saudara
Anak Ke
Alamat
No. Telp/HP

: Andam Dewi
: Paninggahan, 01 Agustus 1993
: Islam
: 5 Orang
:4
: Jln. Banda Guci, Jorong Koto Baru Tambak, Nagari
Paninggahan, Kec. Junjung Sirih, Kab. Solok
: 085355222925

Nama Orang Tua


Ayah
Pekerjaan

: Jaharudin
: Petani

Ibu
Pekerjaan

: Ita Sofia
: Ibu Rumah Tangga

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD N 05 Koto Baru Paninggahan, tamat tahun 2005
2. SMP N 1 Junjung Sirih, tamat tahun 2008
3. SMA N 1 Junjung Sirih, tamat tahun 2011
4. Perguruan Tinggi Prodi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi 2011- sekarang

LEMBAR KONSULTASI HASIL PENELITIAN


Nama

: Andam Dewi

Nim

: 1104142010192

Judul Skripsi

: Hubungan Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Pada Lansia


Dipanti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sumatera Barat

Pembimbing

: Ns. Dewi Kurniawati S.Kep, MS

No Hari/Tanggal

Kegiatan Bimbingan

Tanda Tangan

......../................../
2015
(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)

......../................../
2015
(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)

......../................../
2015
(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)

......../................../
2015
(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)

......../................../
2015

(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)

......../................../

2015

(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)

......../................../
2015
(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)

......../................../
2015
(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)

......../................../
2015
(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)

10

......../................../
2015

(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)
11
......../................../
2015
(Ns. Dewi Kurniawati

S.Kep, MS)
......../................../
12

2015

13

......../................../
2015

LEMBAR KONSULTASI HASIL PENELITIAN


Nama

: Andam Dewi

Nim

: 1104142010192

Judul proposal

:Hubungan Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Lansia Dipanti


Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sumatera Barat 2015

Pembimbing

: Ns. Sri Hayulita, S.Kep

No Hari/Tanggal

Kegiatan Bimbingan

Tanda Tangan

......../................../
1

2015

(Ns. Sri Hayulita,


S.Kep)

......../................../
2015

(Ns.

Sri

Hayulita,

Sri

Hayulita,

Sri

Hayulita,

Sri

Hayulita,

Sri

Hayulita,

S.Kep)

3
......../................../
2015

(Ns.
S.Kep)

4
......../................../
2015

(Ns.
S.Kep)

......../................../
2015

(Ns.
S.Kep)

6
......../................../
2015

(Ns.
S.Kep)

......../................../
7

2015

(Ns.

Sri

Hayulita,

S.Kep)

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Kepada Yth :
Bapak/Ibu calon responden
Di tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : ANDAM DEWI
NIM : 1104142010192
Alamat : Solok
Adalah mahasiswa program studi Ilmu keperawatan STIKes Yarsi Sumbar
Bukittinggi yang akan melakukan penelitian dengan judul Hubungan Status Gizi
Dengan Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Sumatera Barat Tahun 2015.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat buruk pada Bapak/Ibu sebagai
responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan digunakan
hanya untuk tujuan penelitian ini. Apabila bapak/ibu menyetujui maka dengan ini
saya mohon ketersediaan Bapak/Ibu untuk menandatangani lembaran persetujuan dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan dalam lembar kuesioner dan
melakukan pengukuran Tinggi Badan (TB), Berat Badan (BB), Lingkar Lengan Atas

(LLA), dan Lingkar Betis (LB) untuk mengetahui gambaran status gizi pada
Bapak/Ibu.
Atas kebersediaan Bapak/Ibu menjadi responden saya ucapkan terima kasih.

Bukittinggi, Juni 2015


Andam dewi
INFORMED CONSENT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YARSI
SUMBAR BUKITTINGGI
Judul

:Hubungan Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Lansia di


Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sumatera Barat Tahun
2015

Pembiayaan

: Individu

Penanggung Jawab

: - Nama Mahasiswa : Andam Dewi


-

1. Data Demografi
Nama Responden
TTL
JK
Nomor MR
Telpon
Alamat

Telpon
e-mail
Alamat
:
:
:
:
:
:

: 085355222925
: andam93dewi@gmail.com
: Jln. Paninggahan, Kabupaten Solok

2. Tujuan penulisan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
Hubungan Status Gizi dengan Kualitas Hidup Lansia di PSTW Sumatera Barat
tahun 2015
3. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 125 orang lansia. Kriteria inklusi
lansia yang berumur lebih dari 60 tahun, bersedia menjadi responden, lansia
yang berada di tempat saat dilakukan penelitian sedangkan kriteria ekslusinya
adalah lansia yang mengalami sakit keras dan tidak ikut berpartisipasi dalam
penelitian, lansia yang mengalami gangguan pendengaran maupun gangguan
penglihatan.
4. Pengambilan data di mulai dari 09 Juni sampai 19 Juni 2015
5. Prosedur penelitian ini dimulai dengan peneliti meminta surat pengantar dari
09-06-2015
bagian program studi S1 keperawatan, kemudian diberikan kepada Ketua Kantor
Kesatuan Bangsa Dan Politik (Kesbangpol) Sumbar untuk meminta izin
melakukan penelitian, dari Kesbangpol Sumbar kemudian ke Dinas sosial
Sumatera Barat. Setelah semua izin didapatkan barulah peneliti menentukan
jumlah sampel penelitian dengan menentukan kriteria inklusi yang bisa di jadikan
sampel dalam penelitian. Selanjutnya peneliti memeberikan Informed Consent
kepada responden yang bersedia menjadi responden untuk ditanda tangani.
Pengumpulan data dilakukan lebih kurang selama 15 menit.
6. Dalam penelitian ini resiko yang ditimbulkan sangat minimal karena hanya
melakukan pembagian kuesioner untuk diisi oleh lansia dan melakukan
pengukuran Berat badan (BB), Tinggi Badan (TB) atau diganti dengan Pengukuran
Tinggi Lutut (TL), Linggkar Lengan Atas (LLA), dan Lingkar Betis (LB).
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah lansia dapat mengetahui gambaran
status gizi mereka dan bagaimana kualitas hidup mereka sedangkan bagi pihak

panti dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam merawat lansia yang
mengalami masalah gizi dan kualitas hidup.
7. Data Preserving (Penggunaan Data)
Berisi :
Saya (responden) bersedia memberikan informasi yang berkaitan dengan
penelitian ini, dan memberikan izin untuk menggunakan informasi
09-06-2015
tersebut untuk penelitian yang akan datang.
Jika informasi yang saya berikan ini akan digunakan untuk penelitian
selanjutnya, maka peneliti harus meminta izin terlebih dahulu, kecuali jika
data yang digunakan tidak berhubungan dengan informasi pribadi saya
(responden)
Saya (responden) bersedia memberikan informasi hanya dalam penelitian
ini saja. Jika setelah penelitian (19 Juli 2015) maka semua informasi yang
diberikan akan di musnahkan (baik dalam bentuk kertas dan elektronik
data)
8. Confidentiality/Kerahasiaan
a. Data dari responden akan dijamin kerahasiaannya dari pihak luar
b. Data dari responden akan disimpan dalam bentuk : berkas dan soft copy.
c. Data dari responden akan disimpan dalam 5 tahun ke depan yaitu mulai
tanggal 09 Juni 2015 sampai tanggal 09 Juni 2020 setelah 5 tahun maka
data akan dimusnahkan untuk menjaga kerahasiaannya.
d. Data dari responden tidak akan menyebutkan nama responden tapi hanya
akan dituliskan dalam bentuk nomor kode
9. Selama penelitian ini berlangsung maka responden berhak untuk mengundurkan
diri kapanpun jika responden merasa tidak nyaman selama penelitian, dan data
yang didapatkan berhak juga untuk tidak digunakan dalam penelitian ini. Jika
responden mempunyai keluhan atau merasa dipaksa maka responden dapat

mengajukan komplain atau menghubungi Ibu Ns. Dewi Kurniawati, S.Kep, M.S
atau Ibu Ns. Sri Hayulita, S. Kep sebagai pembimbing saya dalam penelitian ini.
10. Jika dalam penelitian ini ada kerusakan atau kerugian yang dirasakan responden,
maka Stikes Yarsi Sumbar akan bertanggung jawab secara penuh.
11. Tidak ada konflik kepentingan selama penelitian dilakukan
12.09
Penelitian
ini akan dilakukan di bawah bimbingan Ibu Ns. Dewi Kurniawati,
06 2015
S.Kep, MS dengan e-mail syabib-alkhalil@yahoo.co.id dan Ibu Ns. Sri Hayulita,
S.Kep, dengan email lulusrihayulita@yahoo.com dalam lingkup dosen STIKes
YARSI Sumbar Bukittinggi yang beralamat di Jalan Tan Malaka Belakang Balok
Bukittinggi, nomor telpon (0752) 21160.
13. Dengan ini saya (responden) menyatakan bahwa saya sudah mengerti dengan isi
Informed Consent dan bersedia dimasukkan sebagai salah satu partisipasi dalam
penelitian ini.
Nama Responden :
Tempat tgl lahir :
Jika responden berhalangan (tidak mampu/tidak bisa secara fisik dan mental)
untuk menandatangi Informed Consent ini, maka wali dari partisipasi/respnden
dapat memberikan persetujuan.
Nama Responden
:
TTL
:
Nama Wali
TTL
Hubungan dengan Responden
09-06-2015
TTD Saksi;

(Nama Jelas)

:
:
:
Bukittinggi, Juni 2015
TTD Responden;

(Nama Jelas)

LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW)
SUMATERA BARAT 2015
Petunjuk pengisian:
1. Berilah tanda cheklis (v) pada jawaban yang tersedia sesuai jawaban yang
saudara pilih

2. Tulislah jawaban secara singkat dan jelas pada tempat yang telah disediakan
3. Mohon TIDAK mengosongkan jawaban pada setiap pertanyaan
Kode:
Tanggal pengisian :
Nama Panti :
Nama Wisma :
1. DATA DEMOGRAFI RESPONDEN
Beri tanda (x) pada jawaban yang dipilih
Inisial :
Jenis kelamin : ( ) laki-laki
Agama :
Suku :
Usia :
Pendidikan: ( ) tidak sekolah
( ) SMP
Pekerjaan :
Punya Keluarga : ( ) Ya
Status Perkawinan : ( ) kawin
2. RIWAYAT KESEHATAN
No
1.

2.

3.

4.

Data riwayat kesehatan


Riwayat penyakit
Hipertensi
Rematik
Stroke
Katarak
Diabetes Militus
Gangguan pernafasan
lainnya
Keluhan yang dirasakan saat ini
Tidak nafsu makan
Sulit menelan dan mengunyah
Sulit buang air besar
lainnya
Kondisi rongga mulut
Menggunakan gigi palsu
Mukosa mulut kering
Terdapat gigi yang tanggal dan ompong
Ada luka atau sariawan pada mulut
lainnya
Gaya hidup
Apakah anda merokok
Apakah ada nyeri

(Diisi oleh peneliti)

( ) perempuan

( ) SD
( ) SMA

( ) PT

( ) Tidak
( ) duda/janda
Ya

Tidak

3. PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI
Anda akan diminta kebersediaannya untuk dilakukan pengukuran tinggi lutut
dan berat badan. Setelah hasil pengukuran tinggi lutut dilakukan maka
hasilnya akan dikonversikan kedalam tinggi badan.
a. Berat Badan
:
kg
b. Tinggi Lutut
:
cm
Tinggi badan prediksi pria : 59,01 + (2,08 x tinggi lutut )
Tinggi badan prediksi wanita : 75,00 + ( 1,9 x tinggi lutut )
c. IMT
:
kg/m2
Pilih salah satu berdasarkan hasil diatas :
( ) IMT < 18,5 kg/ m2
: Gizi Kurang
( ) IMT 18,5 25 kg/ m2 : Gizi Normal
( ) IMT >25 kg/ m2
: Gizi Lebih

PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER MNA


1. Bacalah pertanyaan dengan seksama
2. Semua pertanyaan dalam kuesioner ini mohon anda isi dengan kondisi
yang anda alami dengan cara menuliskan angka pada kolom skor untuk
kuesioner MNA
3. Jika anda salah dalam mengisi jawaban, coret tersebut dan ulang kembali
membuat angka yang baru
4. Dalam hal ini tidak ada penelitian yang benar atau salah, baik atau buruk,
sehingga tidak ada jawaban yang dianggap salah. Semua jawaban adalah
benar, jika anda mengisi kuesioner ini sesuai dengan kondisi yang anda
alami
5. Anda dapat bertanya langsung pada peneliti jika ada kesulitan dalam
menjawab pertanyaan
6. Pertanyaan no 6, 17, dan 18 pada kuesioner MNA diisi oleh peneliti
KUESIONER MINI NUTRITIONAL ASSESSMENT
NO

PERTANYAAN

Apakah

KETERANGAN SCERENING

SKOR
NILAI

anda

mengalami

penurunan

0: mengalami penurunan asupan

asupan makanan dalam 3 bulan terakir

makanan yang parah

dikarenakan hilangnya selera makan,

1: mengalami penurunan asupan

masalah

makanan yang sedang

pencernaan,

kesulitan

mengunyah dan menelan ?

2: tidak mengalami penurunan

Apakah anda kehilangan berat badan

asupan makan
0: kehilangan berat badan lebih

selama tiga bulan terakir?

dari 3 kg
1: tidak tahu
2: Kehilangan antara 1-3 kg
3: tidak ada kehilangan berat

Bagaimana mobilisasi atau pergerakan

badan
0: hanya ditempat tidur dan

anda ?

kursi roda
1: dapat turun dari tempat tidur
namun tidak bisa jalan jalan

Apakah anda mengalami stress psikologi

2: dapat keluar dan jalan-jalan


0: ya

atau penyakit akut selama 3 bulan

2: tidak

terakir ?
Apakah

0: demensia atau depresi berat

anda

mengalami

masalah

neuropsikologi ?

1: demensia ringan
2: tidak mengalami masalah

Bagaimana hasil dari BMI (Body Mass

neuropsikolog
0: BMI < 18,5

Indeks) anda? Berat badan/tinggi badan

1: BMI 18,5 - 25

Apakah anda hidup secara mandiri?

2: BMI > 25
0: tidak

(tidak dirumah perawatan, panti atau

1: ya

rumah sakit)
Apakah anda diberi obat lebih dari 3

0: ya

macam setiap hari?


Apakah anda memiliki luka tekan atau

1: tidak
0: ya

10

ulserasi kulit ?
Berapa kali anda makan sehari?

1: tidak
0: 1 kali dalam sehari

1: 2 kali dalam sehari


11

Pilih salah satu asupan protein yang biasa

2: 3 kali dalam sehari


0: jika tidak ada atau hanya

anda konsumsi?

salah 1 dari jawaban diatas.

a)

Setidaknya salah satu produk dari

0,5: jika terdapat 2 jawaban ya

12

13

14

susu ( susu, yoghurt per hari )


b) Dua porsi atau lebih kacang
kacangan / telur perminggu
c) Daging ikan atau unggas setiap
hari
Apakah anda mengkonsumsi sayur atau

1: jika semua jawaban ya

buah 2 porsi atau lebih setipa hari ?

1: ya

Seberapa banyak asupan cairan yang

0: kurang dari 3 gelas

anda minum per hari (air putih, jus, kopi,

1: 3-5 gelas

teh, susu, dsb)


Bagaimana cara anda makan ?

2: lebih dari 5 gelas


0: tidak dapat makan tanpa

0: tidak

dibantu
1: dapat makan sendiri namun
mengalami kesulitan
2: dapat makan sendiri tanpa
15

Bagaimana persepsi anda tentang status

masalah
0: ada masalah gizi pada pada

gizi anda ?

dirinya
1: ragu atau tidak tahu terhadap
masalah gizi dirinya
2: tidak ada masalah terhadap

16

Jika dibandingkan dengan orang lain,

status gizinya
0: tidak lebih baik dari orang

bagaimana pandangan anda tentang status

lain

kesehatan anda ?

1: tidak tahu
2: sama baiknya dengan orang
lain
3: lebih baik dari orang lain

17

Bagaimana hasil lingkar lengan atas

0: LLA kurang dari 21 cm

(LLA) anda (cm)?

0,5 : LLA antara 21-22 cm


1: LLA lebih dari 22 cm

18

Bagaimana hasil lingkar betis (LB) anda?

0: jika LB kurang dari 31 cm


1: jika LB lebih dari 31 cm

PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER WHOQOL-BERF


1. Bacalah pertanyaan dengan seksama
2. Semua pertanyaan dalam kuesioner ini mohon anda isi dengan kondisi
yang anda alami dengan cara member tanda silang (X) pada kolom angka
yang tersedia
3. Jika anda salah dalam mengisi jawaban, coret tersebut dan ulang kembali
membuat tanda silang (X) yang baru
4. Dalam hal ini tidak ada penelitian yang benar atau salah, baik atau buruk,
sehingga tidak ada jawaban yang dianggap salah. Semua jawaban adalah
benar, jika anda mengisi kuesioner ini sesuai dengan kondisi yang anda
alami
5. Anda dapat bertanya langsung pada peneliti jika ada kesulitan dalam
menjawab pertanyaan.
KUESIONER KUALITAS HIDUP WHOQOL-BREF
NO

Sangat

buruk

Biasa-

buruk
1

Bagaimana

menurut

Baik

Sangat baik

biasa
saja
3

anda kualitas hidup anda


?

Seberapa puas anda terhadap


kesehatan anda ?

Sangat tidak

Tidak

Biasa-

memuaskan

memuaskan

biasa

saja
3

memuaskan

Sangat
memuaskan

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal
berikut ini dalam satu bulan terakhir.
Tidak

sama

sedikit

sekali
3

Seberapa jauh rasa sakit fisik

Dalam

Sangat sering

jumlah

Dalam jumlah
berlebihan

sedang
3

anda mencegah anda dalam


beraktivitas sesuai kebutuhan
4

anda?
Seberapa sering anda
membutuhkan terapi
medis untuk dpt berfungsi
dlm kehidupan

sehari-hari anda?
Seberapa
jauh

menikmati hidup anda?


Seberapa jauh anda merasa

anda

hidup anda
7

berarti?
Seberapa jauh anda mampu

berkonsentrasi?
Secara umum, seberapa aman

anda rasakan
dlm kehidupan anda sehari9

hari?
Seberapa sehat lingkungan
dimana anda
tinggal (berkaitan dgn sarana
dan prasarana)

Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut ini
dalam satu bulan terakhir:

10

Apakah anda memiliki

Tdk sama

Sedikit

Sedang

Seringkali

Sepenuhnya

sekali
1

dialami
5

vitalitas yg
cukup untuk beraktivitas
11

sehari2?
Apakah anda dapat
menerima

12

penampilan tubuh anda?


Apakah anda memiliki
cukup uang
utk

13

memenuhi

kebutuhan anda?
Seberapa jauh
ketersediaan
informasi bagi
kehidupan anda dari

14

hari ke hari?
Seberapa sering anda
memiliki
kesempatan untuk
bersenangsenang
/rekreasi?

15

Seberapa baik

Sangat buruk

Buruk

Biasa-biasa

Baik

Sangat baik

saja
3

kemampuan anda
dalam bergaul?

16

Seberapa puaskah
anda dg tidur
anda?

Sangat tdk

Tdk

Biasa-biasa

Memuaskan

Sangat

memuaskan
1

memuaskan
2

saja
3

memuaskan
5

17

Seberapa puaskah

anda dg
kemampuan anda
untuk
menampilkan
aktivitas kehidupan
18

anda sehari-hari?
Seberapa puaskah
anda dengan
kemampuan

19

anda

untuk bekerja?
Seberapa puaskah
anda terhadap

20

diri anda?
Seberapa puaskah
anda dengan
hubungan personal /

21

sosial anda?
Seberapa puaskah
anda dengan
kehidupan

22

seksual

anda?
Seberapa puaskah
anda dengan
dukungan yg anda
peroleh dr
teman anda?

23

Seberapa puaskah
anda dengan
kondisi tempat anda
tinggal saat

24

ini?
Seberapa puaskah
anda dgn akses
anda

25

pd

layanan

kesehatan?
Seberapa puaskah

anda dengan
transportasi yg hrs
anda jalani?

Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami
hal- hal berikut dalam satu bulan terakir ?
26

Seberapa sering anda

Tdk pernah
5

Jarang
4

Cukup sering
3

Sangat sering
2

memiliki
perasaan negatif seperti
feeling
blue (kesepian), putus
asa, cemas
dan depresi?

ANALISA UNIVARIAT

FREQUENCY TABLE
Jenis_Kelamin

Valid

Laki-Laki
Perempuan
Total

Frequency
76
49
125

Percent
60,8
39,2
100,0

Valid Percent
60,8
39,2
100,0

Cumulative
Percent
60,8
100,0

Selalu
1

Agama

Valid

Islam

Frequency
125

Percent
100,0

Valid Percent
100,0

Cumulative
Percent
100,0

Suku

Valid

Caniago
Piliang
Sikumbang
Jambak
Guci
Tanjung
Koto
Pariangan
Melayu
Simagek
Total

Frequency
38
28
8
12
10
13
9
4
1
2
125

Percent
30,4
22,4
6,4
9,6
8,0
10,4
7,2
3,2
,8
1,6
100,0

Valid Percent
30,4
22,4
6,4
9,6
8,0
10,4
7,2
3,2
,8
1,6
100,0

Cumulative
Percent
30,4
52,8
59,2
68,8
76,8
87,2
94,4
97,6
98,4
100,0

Usia

Valid

Frequency
Lanjut Usia Awal
37
Lanjut Usia Akhir
88
Total
125

Percent
29,6
70,4
100,0

Valid Percent
29,6
70,4
100,0

Cumulative
Percent
29,6
100,0

Pendidikan

Valid

Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
PT
Total

Frequency
55
48
16
5
1
125

Percent
44,0
38,4
12,8
4,0
,8
100,0

Valid Percent
44,0
38,4
12,8
4,0
,8
100,0

Cumulative
Percent
44,0
82,4
95,2
99,2
100,0

Pekerjaan

Valid

Petani
IRT
Wiraswasta
Pedagang
Nelayan
Buruh
Total

Frequency
50
27
12
26
2
8
125

Percent
40,0
21,6
9,6
20,8
1,6
6,4
100,0

Valid Percent
40,0
21,6
9,6
20,8
1,6
6,4
100,0

Cumulative
Percent
40,0
61,6
71,2
92,0
93,6
100,0

Keluarga

Valid

Frequency
Ada keluarga
88
Tidak Ada Keluarga
37
Total
125

Percent
70,4
29,6
100,0

Valid Percent
70,4
29,6
100,0

Cumulative
Percent
70,4
100,0

Perkawinan

Valid

Frequency
Menikah
4
Duda/Janda
117
Tidak Menikah
4
Total
125

Percent
3,2
93,6
3,2
100,0

Valid Percent
3,2
93,6
3,2
100,0

Cumulative
Percent
3,2
96,8
100,0

Penyakit

Valid

Frequency
Satu Penyakit
48
Lebih Dari Satu Penyakit
77
Total
125

Percent
38,4
61,6
100,0

Valid Percent
38,4
61,6
100,0

Cumulative
Percent
38,4
100,0

Keluhan

Valid

Frequency
Satu Keluhan
76
Lebih Dari Satu Keluhan
49
Total
125

Percent
60,8
39,2
100,0

Valid Percent
60,8
39,2
100,0

Cumulative
Percent
60,8
100,0

Kondisi_Mulut

Valid

Frequency
Satu Kondisi
69
Lebih Dari Satu Kondisi
56
Total
125

Percent
55,2
44,8
100,0

Valid Percent
55,2
44,8
100,0

Cumulative
Percent
55,2
100,0

Gaya_Hidup

Valid

Frequency
Merokok
39
Nyeri
48
Merokok dan Nyeri
3
Tidak Ada
35
Total
125

Percent
31,2
38,4
2,4
28,0
100,0

Cumulative
Percent
31,2
69,6
72,0
100,0

Valid Percent
31,2
38,4
2,4
28,0
100,0

Status_gizi

Valid

Frequency
Gizi Baik
27
Resiko Malnutrisi
84
Malnutrisi
14
Total
125

Percent
21,6
67,2
11,2
100,0

Valid Percent
21,6
67,2
11,2
100,0

Cumulative
Percent
21,6
88,8
100,0

Kualiatas_Hidup

Valid

Baik
Buruk
Total

Frequency
61
64
125

Percent
48,8
51,2
100,0

Valid Percent
48,8
51,2
100,0

Cumulative
Percent
48,8
100,0

ANALISA BIVARIAT

Crosstabs
[DataSet0]
Case Processing Summary

N
Status_gizi *
Kualiatas_Hidup

Valid
Percent
125

100,0%

Cases
Missing
N
Percent
0

,0%

Total
N

Percent
125

100,0%

Status_gizi * Kualiatas_Hidup Crosstabulation

Status_gizi

Gizi Baik

Resiko Malnutrisi

Malnutrisi

Total

Count
Expected Count
% within Status_gizi
% of Total
Count
Expected Count
% within Status_gizi
% of Total
Count
Expected Count
% within Status_gizi
% of Total
Count
Expected Count
% within Status_gizi
% of Total

Kualiatas_Hidup
Baik
Buruk
20
7
13,2
13,8
74,1%
25,9%
16,0%
5,6%
35
49
41,0
43,0
41,7%
58,3%
28,0%
39,2%
6
8
6,8
7,2
42,9%
57,1%
4,8%
6,4%
61
64
61,0
64,0
48,8%
51,2%
48,8%
51,2%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
8,811a
9,086
5,870

2
2

Asymp. Sig.
(2-sided)
,012
,011

,015

df

125

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is 6,83.

Total
27
27,0
100,0%
21,6%
84
84,0
100,0%
67,2%
14
14,0
100,0%
11,2%
125
125,0
100,0%
100,0%

Hasil Power Analisis

You might also like