You are on page 1of 12

Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA

Asuhan Keperawatan Anak atau Bayi dengan Gangguan Sistem


Pernapasan ISPA
Diposkan oleh Rizki Kurniadi

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih
merupakan masalah kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini
pada

anak

merupakan

penyebab

kesakitan

(morbiditas)

dan

kematian

(mortalitas) yang tinggi. Angka kematian ISPA di negara maju berkisar antara 10
-15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi. Di Indonesia angka
kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %.

ISPA mempunyai manifestasi klinik bermacam-macam tergantung pada


beberapa hal : usia pasien, bagian saluran nafas mana yang terserang, ada atau
tidaknya kelainan paru yang mendasarinya, penyakit lain yang menyertai,
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya, rute infeksinya (di komunitas /
rumah sakit), daya tahan tubuh pasien yang terkena. Dengan adanya
keanekaragaman manifestasi penyakitnya menimbulkan masalah terhadap
pengenalan (diagnostik) dan pengelolaan penyakit tersebut.

B.

Tujuan
1. Mengetahui Asuhan Keperawatan Anak atau Bayi dengan Gangguan
Sistem Pernapasan ISPA

2. Mengetahui penatalaksanaan Anak atau Bayi dengan Gangguan Sistem


Pernapasan ISPA
3. Mengetahui cara pemeriksaan fisik Anak atau Bayi dengan Gangguan
Sistem Pernapasan ISPA
4. Mengetahui pemeriksaan tambahan dan penunjang pada Anak atau Bayi
dengan Gangguan Sistem Pernapasan ISPA

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK ATAU BAYI
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN ISPA

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun
demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati
dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

2. Etiologi

Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus,
hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan

mikovirus,

adenovirus,

koronavirus,

pikornavirus,

mikoplasma,

herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya
bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas
akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu
tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2
tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim
kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian
ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan
buruknya sanitasi lingkungan.

3. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu
berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.

4. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
apa-apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat

sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal


akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar


sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif
dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan
gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu
terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia,
makrofag

alveoli,

dan

antibodi.

Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang
dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok
dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil,
pengobatan

dengan

O2

konsentrasi

tinggi

(25

atau

lebih).

Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain


bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag
membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak
ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya
infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan
yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA
dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

5. Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan
obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan
obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup

pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari
tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :


Pencegahan dapat dilakukan dengan :
Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Immunisasi.
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Prinsip perawatan ISPA antara lain :


Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
Meningkatkan makanan bergizi
Bila demam beri kompres dan banyak minum
Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih
Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek

Pengobatan antara lain :


1.

Suportif

meningkatkan

daya

tahan

adekuat,pemberian multivitamin dll.


2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab

tubuh

berupa

Nutrisi

yang

- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus


- Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin,
Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol,
kloksasilin, gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan
adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan

diagnosis

ISPA

oleh

karena

bakteri

dilakukan

dengan

pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan:
-

Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)

Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)

Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti

aaaaayang dialaminya sekarang)


-

Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah

mengalami aaaaasakit seperti penyakit klien)


-

Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

aaaaaPemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan


a.
-

Inspeksi
Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

Tonsil tampak kemerahan dan edema

Tampak batuk tidak produktif

Tidak ada jaringan parut pada leher

Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan

cuping aaaaahidung.
b.

Palpasi

Adanya demam

Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan

pada aaaaanodus limfe servikalis


c.

Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid


Perkusi

Suara paru normal (resonance)

d.

Auskultasi

Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

2. Diagnosa Keperawatan
1)

Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

Tujuan : suhu tubuh normal berkisar antara 36 37,5 C


Intervensi:
a.

Observasi tanda-tanda vital

b.

Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila

c.

Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap

SAkeringat seperti pakaian dari bahan katun.


d.

Atur sirkulasi udara

e.

Anjurkan klien untuk minum banyak 2000 2500 ml/hari

f.

Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.

g.

Kolaborasi dengan dokter:

Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial

Antipiretika

Rasionalisasi:
a. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya
b. Dengan

memberikan

kompres,

maka

akan

terjadi

proses

konduksi/perpindahan Apanas dengan bahan perantara.


c. Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak
Aakan menyerap keringat.
d. Penyediaan udara bersih
e. Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
f. Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas
g. Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2)

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d

anoreksia
Tujuan:
- Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.
- Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
- Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
Intervensi:
a.
b.

Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.


Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.

c.

Tingkatkan tirah baring

d.

Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan

AAAklien.

Rasionalisasi:
a.

Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan

AAevaluasi keadekuatan rencana nutrisi


b.
c.

Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total


Nafsu

makan

dapat

dirangsang

pada

situasi

rileks,

bersih,

dan

AAmenyenangkan.
d.
e.

Untuk mengurangi kebutuhan metabolic


Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau

AAkebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

3)

Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil

Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol


Intervensi:
a.

Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 10 ), faktor yang


memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.

b.

Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia,


asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.

c.

Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat

d.

Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, &
analgesik)

e.
Rasionalisasi:

a.

Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu


hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.

b.

Mengurangi bertambahberatnya penyakit

c.

Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri


tenggorokan.

d.

Kortikosteroid

digunakan

untuk

mencegah

reaksi

alergi/menghambat

pengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi


nyeri.

4)

Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan

sekunder (adanya infeksi penekanan imun)


Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
a.

Batasi pengunjung sesuai indikasi

b.

Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas

c.

Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin

d.

Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia,

dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti
oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
e.

Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur

Rasionalisasi:
a.

Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius

b.

Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O dan memperbaiki

pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.


c.

Mencegah penyebaran patogen melalui cairan

d.

Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan

tahanan terhadap infeksi.


e.

Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur

dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang
bermacam-macam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan
pengelolaannya. Sampai saat ini belum ada obat yang khusus antivirus. Idealnya
pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional. Pengobatan
yang rasional adalah apabila pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai
dengan kuma penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA
dideteksi terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat,
kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik , baru setelah itu diberikan
antimikroba

yang

sesuai.

Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional antara lain kesulitan


memperoleh material pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu
baru diketahui dalam waktu yang lama., kuman yang ditemukan adalah kuman
komensal, tidak ditemukan kuman penyebab.
Melihat berbagai alasan yang telah diuraikan diatas maka sebaiknya
pendekatan yang digunakan adalah pengobatan secara empirik lebih dahulu,
setelah diketahui kuman penyebab beserta antimikroba yang sesuai, terapi
selanjutnya disesuaikan.

B. SARAN
1. Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi
pembaca
2. makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama
perawat dalam membuat asuhan keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

1.

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

2.

Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan


akut. 1992

3.

Doenges,

Marlyn

Rencana

Asuhan

Keperawatan:

pedoman

untuk

perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien


4.

Alih bahasa I Made Kariasa. Ed 3. Jakarta: EGC.1999

5.

Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta

6.

Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002,


Philadelpia,USA

7.

Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan


Anak) PSIK FK UGM tidak dipublikasikan.

You might also like