Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian seseorang pada saat sedang menjalani suatu tindakan medis
seringkali menimbulkan keragu-raguan bagi para dokter yang merawat maupun pada
keluarga pasien. Apabila para dokter menganggap bahwa mekanisme dan sebab
kematian pasien yang dirawatnya menimbulkan keragu-raguan, maka mereka akan
meminta persetujuan keluarga pasien untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, yakni
otopsi forensik (Budiyanto dkk,1997).
Beberapa kasus kematian di Indonesia kebanyakan dikarenakan persediaan
peralatan kedokteran yang kurang canggih. Peralatan tersebut tidak terdapat di
daerah-daerah terpencil sehingga banyak pasien yang tidak tertolong. Identifikasi
kematian
obat tidur, tersengat aliran listrik, kedinginan, mengalami cardiac arrest, dan
tenggelam (Sampurna,2008).
Berdasarkan penjelasan diatas tentang jenis-jenis kematian khususnya mati
suri, maka perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut tentang mati suri serta
identifikasinya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembahasan referat ini adalah untuk memberikan
gambaran mengenai mati suri.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi kematian serta klasifikasinya
b. Untuk mengetahui definsi mati suri.
c. Untuk mengetahui cara identifikasi mati suri.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Memberikan pengembangan terhadap studi kedokteran tentang mati suri dan
identifikasinya.
1.3.2 Manfaat Praktis
Membantu masyarakat dalam mendapatkan pengetahuan mengenai mati suri
dan identifikasinya, serta menambah pengetahuan bagi dokter mengenai
peran dokter dalam mengidentifikasi mati suri.
2.1. Luka
2.2. Visum et Repertum
2.2.1 Definisi Visum et Repertum
Kata visum et repertum dapat dijumpai didalam Staatsblad tahun 1938 No.
350 : visa et reperta para dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang
diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di negeri Belanda atau di
Indonesia, maupun atas sumpah khusus seperti tercantum dalam pasal 2 mempunyai
3
daya bukti syah dalam perkara-perkara pidana, selama visa et reperta tersebut berisi
keterangan mengenai hal-hal yang diamati oleh dokter itu pada benda yang
diperiksa.
Visum et reperetum adalah laporan tertulis untuk justisi yang dibuat oleh
dokter berdasar sumpah, tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang diliat
dan ditemukan) pada benda yang diperiksa.
2.2.2 Tata Cara Permintaan Visum et Repertum
Tatacara permintaan visum et repertum untuk korban hidup:
1. Permintaan harus secara tertulis, tidak dibenarkan secara lisan, telepon atau
melalui pos.
2. Korban adalah barang bukti, maka permintaan visum et repertum harus
diserahkan sendiri oleh polisi bersama sama korban atau tersangka kepada
dokter.
3. Tidak dibenarkan permintaan visum et repertum tentang sesuatu peristiwa
yang telah lampau, mengingat rahasia kedokteran.
Tatacara permintaan visum et repertum untuk korban mati (mayat):
1. Permintaan harus diajukan secara tertulis, tidak dibenarkan melalui telepon,
lisan atau pos.
2. Mayat diantar bersama-sama SPVR oleh polisi.
3. Kemudian pada mayat harus diikatkan label yang memuat identitas mayat
(sesuai Pasal 133 ayat 3 KUHAP). Label mutlak diperlukan, sednagkan
keharusan dilak dan diberi materai (segel) merupakan suatu birokrasi,
mengingat materai hanya sebuah dan tentunya tidak bisa dibawa kemanamana. Pemasangan label harus dilakukan atau paling tidak disaksikan oleh
polisi, sebab bila ada kekeliruan mayat maka polisilah yang bertanggung
jawab.
4
Korban sembuh