Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
Ni Komang Putri Swantari, S.Kep
15.901.1201
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST PARTUM
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Perubahan-perybahan yang terjadi pasa asfiksia antara lain hipoksia,
hipervapma, dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2011)
Asfiksia Neonatorum merypakan salah satu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan tidak teratur segera setelah laihr ( Beta dan Sowden, 2005)
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan dan asidosis bila proses ini berlangsung
terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ fital lainnya (Prawirohardjo, 2010).
2. Epidemiologi
Merupakan penyebab kematian paling tinggi sekitar 25.2 % bayi lahir menderita asfiksia di
RS profinsi di Indonesia. Angka kematian sekitar 41.94 % di RS rujukan propinsi.
3. Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan
atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk
oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah
umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia(Parer, 2008).
Penyebab asfiksia adalah :
a. Asfiksia dalam kehamilan.
1) Penyakit infeksi akut.
2) Penyakit infeksi kronik.
3) Keracunan oleh obat-obat bius
4) Uremia dan toksemia gravidarum.
5) Anemia berat.
6) Cacat bawaan.
7) Trauma.
b. Asfiksia dalam persalinan
1) Kekurangan O2
a) Partus lama ( rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
b) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke plasenta.
kehamilan.
Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.
4. Patofisiologi
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk
mengeluarkan karbon dioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan
konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung
kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan
melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke
aorta(Perinasia, 2006).
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.
Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara.
Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di
sekitar alveoli(Perinasia, 2006).
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta
dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen
di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran
darah bekurang(Perinasia, 2006).
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan
tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah
paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di
alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen
kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada
kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh
darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus
arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui
paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh(Perinasia,
2006).
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paruparunya
untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong
cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama
relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna
kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan (Perinasia; 2006).
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi Primarg gasping yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan. Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini
dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi
dimulai dengan suatu periode apnu (Primary apnea). Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2
bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila
kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang disertai dengan
penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping)
yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apneu kedua (Secondary apnea). Pada
tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernafasan akan diganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi
akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi
juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi
jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
5. Pathway (terlampir)
6. Klasifikasi
Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :
a. Asviksia Livida (biru) ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih baik, reaksi
rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognasi lebih baik.
b. Asfiksia Pillida (putih) ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah berkurang, tidak ada
rektasi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek. (Prawirohardjo, 2010)
Tanda
Frekuensi Jantung
Usaha bernafas
Tonus otot
Refleks
Tidak ada
Tidak ada
Lumpuh
Tidak ada
<100x/menit
Lambat, tidak teratur
Ektremitas fleksi sedikit
Gerakan sedikit
>100x/menit
Menangis kuat
Gerakan aktif
Menangis
Warna
Biru/pucat
Tubuh
Tubuh
kemerahan,
ektermitas biru
dan
ektremitas
kemerahan
Klasifikasi
Fress Stillbirth
Nilai APGAR
0
Derajat Vitalitas
Tidak ada pernapasan
Tidak ada denyut jantung
Asfiksia Berat
1-3
Asfiksia Sedang
4-6
Asfiksia
Ringan
tanpa
7-9
Asfiksia
Bayi Normal
10
7. Manifestasi Klinik
a. Pada kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
3) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat.
b. Pada bayi setelah lahir
1) Bayi pucat dan kebiru-biruan
2) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3) Hipoksia
4) Asidosis metabolik atau respiratori
5) Perubahan fungsi jantung
6) Kegagalan sistem multiorgan
7) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
a. Apnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus
b. Neuromuscular menurun.
c. Apnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan
megapmegap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah
(pasif), pernafasan makin lama makin lemah
Tanda dan gejala menurut klasifikasi asfiksia :
a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung < 40 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
a. Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
b. Kepala : Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun
besar cekung atau cembung.
c. Mata : Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna
sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
d. Hidung : Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
e. Mulut : Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
f. Telinga : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
g. Leher : Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
h. Thorax : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
i. Abdomen : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis
papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut cekung
adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering
terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
j. Umbilikus : Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda infeksi
pada tali pusat.
k. Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
l. Anus : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeces.
m. Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang
atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
n. Refleks : Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat atau
adanya patah tulang
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa gas darah (PH kurang dari 7,20)
CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal asfiksia
a. Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti
seluruh tubuh bayi terutama bagian kepala dengan handuk yang kering
b. Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir, Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hati
dan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya
udara kedalam paru-paru dengan ekstensi kepala dan leher sedikit lebih rendah dari tubuh
bayi. Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan
ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir.
c. Rangsangan taktil, ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan
rangsangan taktil, yaitu: Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung
bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi
pernafasan yang ringan
Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara
cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan
taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau
menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan
pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk
meningkatkan frekuensi dalamnya pernafasan.
* Prinsip dasar resustansi
Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenisasi dan
pengeluaran CO2 berjalan lancar.
Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan
lemah. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi, Manjaga agar sirkulasi darah tetap
baik.
Penatalaksanaan khusus pada aspiksia neonatorum :
a.
Asfiksia Berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan
pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu
diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Aspiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi
dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 24ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikkan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali
inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung
eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan
dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi
dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik
seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b.
Asfiksia Sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan
kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu
keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks
dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti
gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi
paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada
ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang
mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi
penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera
dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir
tidak memperlihat- kan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
MASUK NICU
Sebagai pertolongan pertama ketika bayi mengalami asfiksia (keadaan yang disebabkan
adanya gangguan pengiriman oksigen ke darah), biasanya dokter akan menepuk-nepuk telapak
kaki bayi. Tepukan ini diharapkan bisa memberi rangsang pada bayi untuk bernapas yang
ditunjukkannya dengan menangis. Bila upaya ini ternyata gagal, dokter akan melakukan usaha
bernapas kembali dengan pernapasan buatan atau pijat dan rangsang jantung. Selanjutnya, dokter
akan memberi suplai oksigen. Bila semuanya dapat teratasi dengan baik biasanya gejala klinis
asfiksia akan membaik secara bertahap dalam waktu 24 jam pertama kemudian menghilang
dalam 72 jam. Bila terjadi kegawatan, bayi harus ditangani secepat mungkin dengan sebaikbaiknya agar tidak terjadi kematian ataupun kecacatan. Itulah mengapa, tim dokter yang
menangani persalinan dituntut paham tanda-tanda kesulitan ini. Di antaranya tachypnea
(ketidaknormalan berupa pernapasan yang cepat dan dangkal, lebih dari 60 kali per menit),
sianosis sentral (pada suhu kamar, lidah tampak berwarna kebiruan), retraksi (adanya tarikan
pada sela iga dan dada saat menarik napas), dan grunting (suara gemuruh dalam dada saat
mengeluarkan napas sebagai salah satu pertanda pneumonia).
Bayi-bayi dengan gangguan pernapasan atau malah gagal napas akan dirawat di NICU
(Neonatal Intensive Care Unit). Di situ, bayi dibantu bernapas dengan alat yang disebut
ventilator. Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi prematur yang lahir sebelum usia kandungan 28
minggu. Bila sudah ada perbaikan, misalnya bisa bernapas sendiri, bayi akan dikeluarkan dari
NICU dan dipindahkan ke ruang perawatan khusus. Di sini bayi terus dipantau dan dinilai
keadaan fisik maupun neurologisnya yang disebut dengan penilaian maturitas. Lewat penilaian
ini bisa diketahui ada tidaknya gangguan pada pertumbuhan janin.
a. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Continuous positive airway pressure (CPAP) identik dengan PEEP, yaitu pemberian tekanan
positif pada saluran nafas selama siklus pernafasan.
Indikasi memasang CPAP
1) Paling berhasil menolong bayi BB > 1800g
2) FiO2 > 0.3 serta kesukaran nafas
3) FiO2 > 0.4
yang
menderita
penyakit
menular
dan
kronis,seperti
TBC,Kusta,Asma,DM
e. Sirkulasi
1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80
mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
2) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri
dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
3) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan
4) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
f. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir
g. Makanan/ cairan
1) Berat badan : 2500-4000 gram
2) Panjang badan : 44-45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
h. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema,
hematoma).
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas
genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang
i. Pernafasan
1) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak :
kartilago xifoid menonjol, umum terjadi
j. Keamanan
1) Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda
atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran
dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal),
bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal)
atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi
kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
2. Diagnosa Keperawatan
a.
b.
c.
d.
agen-agen infeksius
e. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d reflek hisap lemah
g. Antisipasi berduka b/d kelahiran bayi berisiko tinggi yang di perkirakan, prognosis
kematian atau kematian bayi
3. Intervensi Keperawatan
NO
DIAGNOSE
TUJUAN /KRITERIA
KEPERAWATAN
HASIL (NOC)
Setelah
tidak
efektif
b.d
diberikan
asuhan
INTERVENSI
RASIONAL
1.
1.
Menghindari
gangguan pada waktu
produksi
mukus
banyak
Kriteria
Hasil
2.
Auskultasi
suara
sebelum
suction .
ada
suction.
segmen
paru
atau
seluruh
area
paru
(unilateral)
tambahan.
selesai dilakukan
2.
3.
Pengeluaran
sputum
4.
5.
Monitor
sesudah
batas normal.
dan
nafas
status
2.
3.
oksigen
Bunyi
napas dapat
pada
lobus,
Pemahaman
tentang
tindakan,dan
pasien,
status
mempermudah
hemodinamik
segera
kegiatan
sebelum,
selama
dan
4.
sesudah suction.
Memperlancar
insfirasi dan ekspirasi
pasien
5.
Mengetahui
situasi
Pola
nafas
efektif
tidak
b.d
Setelah
diberikan
asuhan
1.
Pertahankan
jalan
hipoventilasi/
diharapkan
melakukan
hiperventilasi
menjadi
pola
efektif.
Kriteria
nafas
Dengan
hasil
yang
2.
efektif.
3.
Kecepatan
dengan
pengisapan
dan
4.
ventilasi
dan
(O2)
3. Dengan
oksigenasi
sesuai
Auskultasi
jalan
nafas
5.
mempengaruhi
masuk ke paru-paru)
2. Mencegah kelebihan
penurunan ventilasi.
irama
suction
1. Hambatan jalan nafas
lendir.
tambahan.
4.
nafas
dengan kebutuhan
kepatenan
mendengar
masalah
ventilasi
4. Hasil AGD sebagai
penentu
alat
pernafasan
bantu
yang
nafas
Siapkan
pasien
ventilasi
mekanik
perlu.
untuk
bila
mekanik
6. Ketepatan pemberian
02
mempeermudah
penyembuhan
6.
Kerusakan
Setelah
diberikan
asuhan
menilai peningkatan
ketidakseimbangan
produksi sputum.
ketebalan membrane
perfusi ventilasi
teratasi.
Dengan
Kriteria
hasil
1.
menunjukkan
Tidak
adanya
1.
2.
tanda-tanda
oksimetri
3.
sesak
1.
Auskultasi
untuk
kapiler alveolar.
Dengan alat oksimetri
dapat
diketahui
saturasi O2 kapiler
Darah
nafas
2. Fungsi paru dalam batas
normal
3.
yang
kontinu,dan
tidak
menimbulkan
rasa nyeri.
Dapat
diketahui
difusi
gas
melalui
membrane
kapiler
alveolar
dan
keadekuatan oksigen
4
Setelah
anomali kongenital
diharapkan
tidak
dapat
teratasi
pemajanan
Dengan
pada
1.
infeksius.
agen-agen
diberikan
risiko
kriteria
Bebas
dari
asuhan
1.
6.
jaringan
Mencegah
infeksi
nasokomoial
cidera
2.
terhadap
dicegah.
3.
(mengurangi
penyebaran
baru
mikroorganisme)
hasil
cidera/
lahir,
perhatikan
komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas
lebih
penolong
anak.
yang ditolong
3. Mendeskripsikan teknik
pertolongan
pemberi
yang
tepat
perkembangan
dari
level
4.
pertama.
7.
bayi
8.
pelayanan
Berikan
proteksi
dini
untuk
maupun
Mengetahui dengan
cepat perkembangan
kesehatan.
5.
Menjaga
sesuai
imunisasi
indikasi
pada bayi
9.
Mempercepat
dan
(imunoglobulin hepatitis B
mempermudah
serum
diberikan
ibu
antigen
hepatitis
mengandung
permukaan
(Hbs
Ag),
pemberi
kesehatan
oleh
pelayanan
Setelah
ketidakseimbangan
kedinginan
dan
suhu
diharapkan
tempatkan
pada
tubuh
b.d
diberikan
asuhan
suhu
1.
(Hbe Ag).
Hindarkan
Risiko
tubuh
kurangnya suplai O2
dalam darah
2.
terjadi
dengan
gelisah.
7.
dalam
8.
oksigen.
Insfeksi
merupakan
melakukan
tindakan
selanjutnya
Sianosis
kuku
menunjukkan
TTV,
respon
adanya
monitor
status
atau
tubuh
terhadap
bradikardi,
normal.
kebutuhan
vasokontriksi
Monitor
.monitor
batas
dan
warna kulit.
4.
yang
kulit dll.
3.
Tidak
Bilirubin
gejala
virus
meningkatkan
distress
6.
pernafasan.
3.
Monitor
berhubungan
batas normal.
Tidak
dari
2.
pasien
terjangkitnya
9.
pernafasan.
demam/menggigil.
Demam
dapat
meningkatkan
laju
metabolik
kehilangan
&
cairan
melalui evaporasi
6.
Setelah
diberikan
asuhan
1.
Observasi
Menentukan
data
dasar
dan
2.
menentukan
3.
Berikan
dengan
pemulihan
tepat
dengan
KRITERIA HASIL :
1.
2.
3.
mg/Dl
Albumin : 10 100
mg/hari
4.
dan
catat
1.
ASI/PASI
metode
Timbang
yang
2.
badan
mampu
setiap hari
5.
kebutuhan
Kolaborasi
dalam
pemberian
total
3.
4.
kalori
untuk
memperkirakan
6.
intervensi selanjutnya
Memastikan jumlah
nutrisi
secara optimal
Memantau
perkembangan nutrisi
dan kebutuhan klien
5.
Mempertahankan
laktasi sampai bayi
6.
nutrisi
Antisipasi
berduka
Setelah
diberikan
asuhan
1.
Beri
kesempatan
pada
keluarga
di
mengatasi
perkirakan,prognosi
mengenai
adanya
kematian
atau
kematian bayi
psikisnya
kemungkinan
kematian,
Kriteria hasil :
1.
2.
mengakui
kemungkinan
kematian
3.
jam
menunjukkan
realisistis
Keluarga
dukungan
4.
4.
mendapatkan
emosi
dan
3.
keluarganya
Member kesempatan
dan
berduka
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
anggota
setelah
bayi
kematian bayi
pada
mereka
keluarga
Informasikan
keluarga
4.
bila
berubah
pikiran
Menunjukan
bahwa
keberadaan
tersedia
berhubungan
dengan pemakaman
5.
bayi
nyata
Mereka
membuat
menunjukkan
hati
kematian
5.
dapat
pada
sikap
prilaku
yang
kematian
Ritual agama pada
menentukan
sehat
Keluarga mendiskusikan
2.
perasaan
3.
ditempat
asupan nutrisi
Mengatasi seminimal
mungkin
Keluarga
untuk
mungkin,ada
dengan
1.
menerima
dapat
keputusan
berdasarkan
informasi yang dapat
mengenai kematian
5. Evaluasi
No Dx
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Evaluasi
S:O:
-
S:O:
S:O:
S:O:
S:O:
S:O:
Protein : 0 8 mg/Dl
7.
realisistis
Keluarga mendapatkan dukungan emosi dan fisik yang adekuat
Keluarga berduka atas kematian bayi dengan tepat
Keluarga menunjukkan prilaku berduka (dipengaruhi budaya dan sosial)
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria
Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Bagian ilmu kesehatan anak FKUl 2007. Buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak. Jakarta :
Infomedika
Dewi. Vivian nanny. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.Jakarta : Salemba
Medika
Hidayat.A. aziz Alimul 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika
Muslihatun,wati nur 2011. Asuhan Neonatus bayi dan balita.Yogyakarta : Fitra Maya
Prawiryoharyo Jarwono.2010. buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan Neonatal
Jakarta :YPB.SP
Hidayat A.Aziz. alimul dan Uliyah 2008 keterampilan dasar praktik klinik untuk
kebidanan.Jakarta : Salemba Medika