You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM

OLEH :
Ni Komang Putri Swantari, S.Kep
15.901.1201

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST PARTUM
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Perubahan-perybahan yang terjadi pasa asfiksia antara lain hipoksia,
hipervapma, dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2011)
Asfiksia Neonatorum merypakan salah satu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan tidak teratur segera setelah laihr ( Beta dan Sowden, 2005)
Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan dan asidosis bila proses ini berlangsung
terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ fital lainnya (Prawirohardjo, 2010).
2. Epidemiologi
Merupakan penyebab kematian paling tinggi sekitar 25.2 % bayi lahir menderita asfiksia di
RS profinsi di Indonesia. Angka kematian sekitar 41.94 % di RS rujukan propinsi.
3. Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan
atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk
oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah
umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia(Parer, 2008).
Penyebab asfiksia adalah :
a. Asfiksia dalam kehamilan.
1) Penyakit infeksi akut.
2) Penyakit infeksi kronik.
3) Keracunan oleh obat-obat bius
4) Uremia dan toksemia gravidarum.
5) Anemia berat.
6) Cacat bawaan.
7) Trauma.
b. Asfiksia dalam persalinan
1) Kekurangan O2
a) Partus lama ( rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
b) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke plasenta.

c) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.


d) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.
e) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
f) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
g) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
2) Paralisis pusat pernafasan
a) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps.
b) Trauma dari dalam : akibat obat bius.
Faktor-faktor tertentu lainnya :
a. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hipertensi yang diinduksi oleh
b.
c.
d.
e.

kehamilan.
Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.

4. Patofisiologi
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk
mengeluarkan karbon dioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan
konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung
kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan
melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke
aorta(Perinasia, 2006).
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.
Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara.
Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di
sekitar alveoli(Perinasia, 2006).
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta
dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen
di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran
darah bekurang(Perinasia, 2006).
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan
tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah
paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di
alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen

kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada
kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh
darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus
arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui
paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh(Perinasia,
2006).
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paruparunya
untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong
cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama
relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna
kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan (Perinasia; 2006).
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi Primarg gasping yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan. Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini
dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi
dimulai dengan suatu periode apnu (Primary apnea). Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2
bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila
kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang disertai dengan
penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping)
yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apneu kedua (Secondary apnea). Pada
tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernafasan akan diganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler

berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi
akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi
juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan
darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi
jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
5. Pathway (terlampir)
6. Klasifikasi
Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :
a. Asviksia Livida (biru) ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih baik, reaksi
rangsangan positif, bunyi jantung reguler, prognasi lebih baik.
b. Asfiksia Pillida (putih) ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah berkurang, tidak ada
rektasi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek. (Prawirohardjo, 2010)
Tanda

Frekuensi Jantung
Usaha bernafas
Tonus otot
Refleks

Tidak ada
Tidak ada
Lumpuh
Tidak ada

<100x/menit
Lambat, tidak teratur
Ektremitas fleksi sedikit
Gerakan sedikit

>100x/menit
Menangis kuat
Gerakan aktif
Menangis

Warna

Biru/pucat

Tubuh

Tubuh

kemerahan,

ektermitas biru

dan

ektremitas

kemerahan

Tabel 1. APGAR SCORE


No
1

Klasifikasi
Fress Stillbirth

Nilai APGAR
0

(bayi lahir mati)


2

Derajat Vitalitas
Tidak ada pernapasan
Tidak ada denyut jantung

Asfiksia Berat

1-3

Denyut jantung <40x/menit, tonus otot buruk,


sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek

Asfiksia Sedang

4-6

iritabilitas tidak ada


Pernapasan tidak teratur, megap-megap, atau
tidak ada pernapasan, tonus otot kurang baik atau

Asfiksia

Ringan

tanpa

7-9

baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.


Tangisan kuat disertai gerakan aktif

Asfiksia
Bayi Normal

10

Tabel 2. Derajat Asfiksia menurut APGAR score

7. Manifestasi Klinik
a. Pada kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
3) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat.
b. Pada bayi setelah lahir
1) Bayi pucat dan kebiru-biruan
2) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3) Hipoksia
4) Asidosis metabolik atau respiratori
5) Perubahan fungsi jantung
6) Kegagalan sistem multiorgan
7) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
a. Apnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus
b. Neuromuscular menurun.
c. Apnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan
megapmegap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah
(pasif), pernafasan makin lama makin lemah
Tanda dan gejala menurut klasifikasi asfiksia :
a. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung < 40 x / menit
2) Tidak ada usaha napas

3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada


4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
b. Asfiksia sedang
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit
2) Tidak ada usaha napas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
c. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia
1) Takipnea napas > 40 x / menit
2) Bayi tampak cyanosis
3) Adanya retaksi sela iga
4) Adanya pernapasan cuping hidung
5) Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing
6) Bayi kurang aktivitas
8. Pemeriksaan Fisik

a. Kulit : warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
b. Kepala : Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun
besar cekung atau cembung.
c. Mata : Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna
sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
d. Hidung : Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
e. Mulut : Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
f. Telinga : Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
g. Leher : Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
h. Thorax : Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
i. Abdomen : Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis
papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut cekung
adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering
terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
j. Umbilikus : Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda infeksi
pada tali pusat.
k. Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
l. Anus : Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeces.
m. Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang
atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
n. Refleks : Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat atau
adanya patah tulang
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa gas darah (PH kurang dari 7,20)

b. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan (jika sudah timbul komplikasi)


c. Penilaian APGAR score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha
nafas, tonus otot dan reflek).
d. Pengkajian spesifik
e. Elektrolit darah
f. Gula darah
g. Baby gram
h. USG Kepala
i. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah
menunjukkan asfiksia bermakna.
1) Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%
2) Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigenantibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
10. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini
akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal
ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan
sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti
mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran

CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal asfiksia
a. Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti
seluruh tubuh bayi terutama bagian kepala dengan handuk yang kering
b. Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir, Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hati
dan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya
udara kedalam paru-paru dengan ekstensi kepala dan leher sedikit lebih rendah dari tubuh
bayi. Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan
ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir.
c. Rangsangan taktil, ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan
rangsangan taktil, yaitu: Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung
bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi
pernafasan yang ringan
Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara
cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan
taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau
menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan
pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk
meningkatkan frekuensi dalamnya pernafasan.
* Prinsip dasar resustansi
Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenisasi dan
pengeluaran CO2 berjalan lancar.

Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan
lemah. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi, Manjaga agar sirkulasi darah tetap
baik.
Penatalaksanaan khusus pada aspiksia neonatorum :
a.

Asfiksia Berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan

pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu
diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Aspiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi
dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 24ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikkan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali
inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung
eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan
dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi
dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik
seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b.

Asfiksia Sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak

timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan
kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu
keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks
dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti
gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi
paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada
ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang
mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi

penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera
dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir
tidak memperlihat- kan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
MASUK NICU
Sebagai pertolongan pertama ketika bayi mengalami asfiksia (keadaan yang disebabkan
adanya gangguan pengiriman oksigen ke darah), biasanya dokter akan menepuk-nepuk telapak
kaki bayi. Tepukan ini diharapkan bisa memberi rangsang pada bayi untuk bernapas yang
ditunjukkannya dengan menangis. Bila upaya ini ternyata gagal, dokter akan melakukan usaha
bernapas kembali dengan pernapasan buatan atau pijat dan rangsang jantung. Selanjutnya, dokter
akan memberi suplai oksigen. Bila semuanya dapat teratasi dengan baik biasanya gejala klinis
asfiksia akan membaik secara bertahap dalam waktu 24 jam pertama kemudian menghilang
dalam 72 jam. Bila terjadi kegawatan, bayi harus ditangani secepat mungkin dengan sebaikbaiknya agar tidak terjadi kematian ataupun kecacatan. Itulah mengapa, tim dokter yang
menangani persalinan dituntut paham tanda-tanda kesulitan ini. Di antaranya tachypnea
(ketidaknormalan berupa pernapasan yang cepat dan dangkal, lebih dari 60 kali per menit),
sianosis sentral (pada suhu kamar, lidah tampak berwarna kebiruan), retraksi (adanya tarikan
pada sela iga dan dada saat menarik napas), dan grunting (suara gemuruh dalam dada saat
mengeluarkan napas sebagai salah satu pertanda pneumonia).
Bayi-bayi dengan gangguan pernapasan atau malah gagal napas akan dirawat di NICU
(Neonatal Intensive Care Unit). Di situ, bayi dibantu bernapas dengan alat yang disebut
ventilator. Kondisi ini biasanya terjadi pada bayi prematur yang lahir sebelum usia kandungan 28
minggu. Bila sudah ada perbaikan, misalnya bisa bernapas sendiri, bayi akan dikeluarkan dari
NICU dan dipindahkan ke ruang perawatan khusus. Di sini bayi terus dipantau dan dinilai
keadaan fisik maupun neurologisnya yang disebut dengan penilaian maturitas. Lewat penilaian
ini bisa diketahui ada tidaknya gangguan pada pertumbuhan janin.
a. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Continuous positive airway pressure (CPAP) identik dengan PEEP, yaitu pemberian tekanan
positif pada saluran nafas selama siklus pernafasan.
Indikasi memasang CPAP
1) Paling berhasil menolong bayi BB > 1800g
2) FiO2 > 0.3 serta kesukaran nafas
3) FiO2 > 0.4

4) Retraksi berat sesudah selang endotrakeal dikeluarkan


5) Tanda-tanda hipoventilasi
Hasil dari Positive Airway Pressure (CPAP) secara kontinu dapat mengoreksi kekurangan
pernafasan dengan :
Mengurangi atelektasis
Menambah Functional Residual Capacity
Mengoreksi kelainan ventilasi / perfusi
Mengurangi edema pulmonar
Mengurangi pirau/shunting di dalam paru.
b. Teknik memberi CPAP
1) Endotracheal tube: sederhana, mudah & efesien tetapi karena lumen kecil, menambah
tugas kerja bernafas.
2) Face mask: Mudah dipasang, murah, tetapi sulit diatur dan menyebabkan distensi lambung
3) Nasal Prongs: Cara yg paling sering dipakai sederhana dan mudah dipasang, murah. Tetapi
bocoran di mulut menghindari tekanan terlalu tinggi tetapi efesensi dihambat.
c. Kegunaan CPAP :
1) CPAP menghindarkan alveoli yang kurang stabil agar tidak kempes saat expirasi.
2) Mengurangi pirau (shunting) darah dari kanan ke kiri melalui foramen ovale
3) Mengurangi pirau (shunting) darah dari kiri ke kanan melalui ductus Arteriosus, maka
menambah darah keluar jantung dan tekanan darah didukung.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Biodata
1) Sering terjadi pada bayi baru lahir
2) Sering terjadi pada ibu hamil dan kelainan kehamila
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya kelainan pada kehamilan yang dulu seperti Hipertensi, Premature, Keracunan obat
bius,Anemia berat
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien lemah,sesak nafas terdapat pernafasan cuping hidung,reflek hisap lemah,terdapat
sekret tangis bayi merintih
d. Riwayat penyakit keluarga
1) Keluarga tidak ada

yang

menderita

penyakit

menular

dan

kronis,seperti

TBC,Kusta,Asma,DM
e. Sirkulasi
1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80
mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
2) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri
dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
3) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan
4) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
f. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir
g. Makanan/ cairan
1) Berat badan : 2500-4000 gram
2) Panjang badan : 44-45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
h. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama
setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema,
hematoma).

3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas
genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang
i. Pernafasan
1) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak :
kartilago xifoid menonjol, umum terjadi
j. Keamanan
1) Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda
atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran
dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal),
bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal)
atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi
kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
2. Diagnosa Keperawatan
a.
b.
c.
d.

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.


Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajana pada

agen-agen infeksius
e. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d reflek hisap lemah
g. Antisipasi berduka b/d kelahiran bayi berisiko tinggi yang di perkirakan, prognosis
kematian atau kematian bayi
3. Intervensi Keperawatan
NO

DIAGNOSE

TUJUAN /KRITERIA

KEPERAWATAN

HASIL (NOC)

Bersihan jalan nafas

Setelah

tidak

keperawatan selama x24 jam

efektif

b.d

diberikan

asuhan

INTERVENSI

RASIONAL

1.

1.

Tentukan kebutuhan oral/


suction tracheal.

Menghindari
gangguan pada waktu

produksi

mukus

banyak

diharapkan jalan nafas lancar.


Dengan

Kriteria

Hasil

2.

Auskultasi

suara

sebelum

1. Respiratory rate dalam

suction .

menurun atau tidak

Beritahu keluarga tentang

ada

suction.

segmen

paru

atau

Bersihkan daerah bagian

seluruh

area

paru

3. Tidak ada suara nafas

tracheal setelah suction

(unilateral)

tambahan.

selesai dilakukan

2.

3.

Pengeluaran

sputum

melalui jalan nafas.

4.

5.

Monitor

sesudah

eksfirasi melalui oral

batas normal.

dan

nafas

status

2.

3.
oksigen

Bunyi

napas dapat
pada

lobus,

Pemahaman

tentang

tindakan,dan

pasien,

status

mempermudah

hemodinamik

segera

kegiatan

sebelum,

selama

dan

4.

sesudah suction.

Memperlancar
insfirasi dan ekspirasi
pasien

5.

Mengetahui

situasi

nafas pasien esbelum


dan sesudah tindakan
2

Pola

nafas

efektif

tidak
b.d

Setelah

diberikan

asuhan

1.

Pertahankan

keperawatan selama x24 jam

jalan

hipoventilasi/

diharapkan

melakukan

hiperventilasi

menjadi

pola
efektif.

Kriteria

nafas
Dengan

hasil

1. Pasien menunjukkan pola


nafas

yang

2.

efektif.
3.

Kecepatan

dengan
pengisapan

dan

respirasi dalam batas normal

4.

ventilasi

( jumlah oksigen yang

Pantau status pernafasan

pemberian kadar oksigen

dan

(O2)
3. Dengan

oksigenasi

sesuai

Auskultasi

jalan

nafas

Kolaborasi dengan dokter


untuk pemeriksaan AGD

5.

mempengaruhi

masuk ke paru-paru)
2. Mencegah kelebihan

penurunan ventilasi.

irama

suction
1. Hambatan jalan nafas

lendir.

untuk mengetahui adanya

tambahan.
4.

nafas

dengan kebutuhan

2. Ekspansi dada simetris.


3. Tidak ada bunyi nafas

kepatenan

mendengar

suara nafas lebih dini


mengetahui

masalah

ventilasi
4. Hasil AGD sebagai
penentu

alat

pernafasan

bantu
yang

dan pemakaian alan bantu

dibutuhkan oleh pasien


5. Persiapan sebelum

nafas

jatuh pada situasi ventilasi

Siapkan

pasien

ventilasi

mekanik

perlu.

untuk
bila

mekanik
6. Ketepatan pemberian
02

mempeermudah

penyembuhan

6.

Berikan oksigenasi sesuai


kebutuhan.

Kerusakan

Setelah

diberikan

asuhan

pertukaran gas b.d

keperawatan selama x24 jam

nafas, kedalaman nafas dan

menilai peningkatan

ketidakseimbangan

diharapkan pertukaran gas

produksi sputum.

ketebalan membrane

perfusi ventilasi

teratasi.

Dengan

Kriteria

hasil

1.

menunjukkan

Tidak

adanya

1.

2.

tanda-tanda

Kaji bunyi paru, frekuensi

Pantau saturasi O2 dengan


2.

oksimetri
3.

sesak

1.

Auskultasi

untuk

kapiler alveolar.
Dengan alat oksimetri
dapat

Pantau hasil Analisa Gas

diketahui

saturasi O2 kapiler

Darah

nafas
2. Fungsi paru dalam batas
normal

3.

yang

kontinu,dan

tidak

menimbulkan

rasa nyeri.
Dapat
diketahui
difusi

gas

melalui

membrane

kapiler

alveolar

dan

keadekuatan oksigen
4

Risiko cedera b.d

Setelah

anomali kongenital

keperawatan selama x24 jam

tidak terdeteksi atau

diharapkan

tidak

dapat

teratasi

pemajanan

Dengan

pada

1.

infeksius.

agen-agen

diberikan
risiko

kriteria

Bebas

dari

asuhan

1.

Cuci tangan setiap sebelum

6.

jaringan
Mencegah

infeksi

dan sesudah merawat bayi.

nasokomoial

cidera

2.

Pakai sarung tangan steril.

terhadap

dicegah.

3.

Lakukan pengkajian fisik

(mengurangi

secara rutin terhadap bayi

penyebaran

baru

mikroorganisme)

hasil

cidera/

lahir,

perhatikan

komplikasi.

pembuluh darah tali pusat

2. Mendeskripsikan aktivitas

dan adanya anomal.

lebih

Ajarkan keluarga tentang

penolong

anak.

tanda dan gejala infeksi

yang ditolong

3. Mendeskripsikan teknik

dan melaporkannya pada

pertolongan

pemberi

yang

tepat

perkembangan

dari

level

4.

pertama.

7.

bayi

8.

pelayanan

Berikan

proteksi

dini

untuk
maupun

Mengetahui dengan
cepat perkembangan

kesehatan.
5.

Menjaga

atau kelainan fisik


agen

sesuai

imunisasi
indikasi

pada bayi
9.

Mempercepat

dan

(imunoglobulin hepatitis B

mempermudah

dari vaksin hepatitis B bila

tindakan yang harus

serum

diberikan

ibu

antigen
hepatitis

mengandung
permukaan

(Hbs

Ag),

pemberi
kesehatan

oleh
pelayanan

antigen inti hepatitis B

10. Mencegah lebih dini

(Hbs Ag) atau antigen E


5

Setelah

ketidakseimbangan

keperawatan selama x24 jam

kedinginan

dan

suhu

diharapkan

tempatkan

pada

tubuh

b.d

diberikan

asuhan

suhu

1.

(Hbe Ag).
Hindarkan

Risiko

tubuh

kurangnya suplai O2

normal. Dengan kriteria hasil

dalam darah

2.

terjadi

dengan

gelisah.

7.

dalam

8.

Monitor temperatur dan

oksigen.
Insfeksi

merupakan

melakukan

tindakan

selanjutnya
Sianosis

kuku

menunjukkan

TTV,

respon

adanya

monitor

status

atau
tubuh

terhadap

bradikardi,

normal.

kebutuhan

vasokontriksi

Monitor
.monitor

batas

dan

tindakan awal untuk

warna kulit.
4.

hepatitis pada bayi


Demam tinggi sangat
kebutuhan metabolic

yang

kulit dll.
3.

Tidak
Bilirubin

gejala

virus

meningkatkan

hipotermi, misal fatigue,

distress

4. Perubahan warna kulit.


5.

6.

apatis, perubahan warna

pernafasan.
3.

Monitor

berhubungan

batas normal.
Tidak

dari

lingkungan yang hangat.

1.Temperatur badan dalam

2.

pasien

terjangkitnya

9.

pernafasan.

demam/menggigil.
Demam
dapat
meningkatkan

laju

metabolik
kehilangan

&
cairan

melalui evaporasi
6.

Nutrisi kurang dari

Setelah

diberikan

asuhan

kebutuhan tubuh b/d

keperawatan selama x24 jam

reflek hisap lemah

diharapkan BBL mendapat


nutrisi yang cukup untuk

1.

Observasi

Menentukan

data

toleransi minum ASI

dasar

dan

2.

Catat intake dan output

menentukan

3.

Berikan

mensupport pertumbuhan dan

dengan

pemulihan

tepat

dengan

KRITERIA HASIL :
1.

BB normal > 2500 gr

2.
3.

Tidak ada edema


Protein dan albumin
darah dalam batas
normal
a. Protein : 0 8
b.

mg/Dl
Albumin : 10 100
mg/hari

4.

dan

catat

1.

ASI/PASI
metode

Timbang

yang

2.

nutrisi yang masuk


berat

dan keluar sehingga

badan

mampu

setiap hari
5.

kebutuhan

Kolaborasi

dalam

pemberian

total

3.

4.

kalori

yang telah diperoleh


Membantu memenuhi
kebutuhan

parenteral nutrition kalau


perlu

untuk

memperkirakan

Ajarkan atau bantu ibu


mengeluarkan ASI

6.

intervensi selanjutnya
Memastikan jumlah

nutrisi

secara optimal
Memantau
perkembangan nutrisi
dan kebutuhan klien

5.

Mempertahankan
laktasi sampai bayi

6.

dapat menyusui ASI


Merupakan alternatif
lain untuk memenuhi
kebutuhan

nutrisi

klien jika klien tidak


mampu
7.

Antisipasi

berduka

Setelah

diberikan

asuhan

1.

Beri

kesempatan

pada

b/d kelahiran bayi

keperawatan selama x24 jam,

keluarga

berisiko tinggi yang

diharapkan Keluarga dapat

menggendong bayi mereka

di

mengatasi

sebelum kematian dan, bila

perkirakan,prognosi

mengenai

adanya

kematian

atau

kematian bayi

psikisnya
kemungkinan

kematian,

Kriteria hasil :
1.

2.

mengakui

kemungkinan

kematian

3.

jam

menunjukkan
realisistis
Keluarga
dukungan
4.

4.

mendapatkan
emosi

dan

fisik yang adekuat


Keluarga berduka atas
tepat
Keluarga
prilaku

bayi yang akan/sudah


meninggal

3.

keluarganya
Member kesempatan

dan

berduka

(dipengaruhi budaya dan


sosial) yang tepat

4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi

anggota

ragu untuk melihat

setelah

bayi

kematian bayi

pada

mereka

keluarga
Informasikan

keluarga

4.

bila

berubah

pikiran
Menunjukan

bahwa

tentang semua pilihan yang

keberadaan

tersedia

adalah sesuatu yang

berhubungan

dengan pemakaman
5.

bayi

nyata
Mereka
membuat

menunjukkan

hati

keluarga yang ragu-

kematian
5.

dapat

pada

Berikan foto yang diambil


sebelum

sikap

kematian bayi dengan


5.

Biarkan tubuh bayi tetap di

prilaku

yang

kematian
Ritual agama pada

menentukan

tempatnya untuk beberapa

sehat
Keluarga mendiskusikan

2.

Atur atau lakukan ritual

anak dan menunjukkan


berduka

perasaan

berduka akan adanya

agama untuk bayi

kenyataan kematian dan

3.

ditempat

asupan nutrisi
Mengatasi seminimal
mungkin

pada saat kematian terjadi


2.

Keluarga

untuk

mungkin,ada

dengan

1.

menerima

dapat
keputusan

berdasarkan
informasi yang dapat
mengenai kematian

5. Evaluasi
No Dx
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Evaluasi
S:O:
-

Respiratory rate dalam batas normal.


Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
Tidak ada suara nafas tambahan.

Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.


Ekspansi dada simetris.
Tidak ada bunyi nafas tambahan.
Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal

Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sesak nafas


Fungsi paru dalam batas normal

Bebas dari cidera/ komplikasi.


Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama

Temperatur badan dalam batas normal.


Tidak terjadi distress pernafasan.
Tidak gelisah.
Perubahan warna kulit.
Bilirubin dalam batas normal.

BB normal > 2500 gr

Tidak ada edema

Protein dan albumin darah dalam batas normal

S:O:

S:O:
S:O:

S:O:

S:O:

Protein : 0 8 mg/Dl
7.

Albumin : 10 100 mg/hari


S : Keluarga mengakui kemungkinan kematian anak dan menunjukkan prilaku
berduka yang sehat
O:
- Keluarga mendiskusikan kenyataan kematian dan menunjukkan sikap
-

realisistis
Keluarga mendapatkan dukungan emosi dan fisik yang adekuat
Keluarga berduka atas kematian bayi dengan tepat
Keluarga menunjukkan prilaku berduka (dipengaruhi budaya dan sosial)
yang tepat

DAFTAR PUSTAKA
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria
Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Bagian ilmu kesehatan anak FKUl 2007. Buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak. Jakarta :
Infomedika
Dewi. Vivian nanny. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.Jakarta : Salemba
Medika
Hidayat.A. aziz Alimul 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika
Muslihatun,wati nur 2011. Asuhan Neonatus bayi dan balita.Yogyakarta : Fitra Maya
Prawiryoharyo Jarwono.2010. buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan Neonatal
Jakarta :YPB.SP
Hidayat A.Aziz. alimul dan Uliyah 2008 keterampilan dasar praktik klinik untuk
kebidanan.Jakarta : Salemba Medika

You might also like