Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (WHO) pada tahun 2009 menyatakan bahwa
terdapat 45 juta orang yang mengalami buta diseluruh dunia. Setiap tahun tidak
kurang dari 7 juta orang yang mengalami kebutaan, setiap lima menit sekali ada
satu penduduk bumi yang menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu
anak mengalami kebutaan. Sekitar 90% penderita kebutaan dan gangguan
penglihatan ini hidup di Negara miskin dan terbelakang.
Di Indonesia, kekeruhan kornea menjadi masalah kesehatan mata yang
utama karena menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan pada kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
berupa bakteri, jamur, dan virus, dan bila terlambat di diagnosis atau diterapi
secara tidak tepat akanmenimbulkan kerusakan stroma dan meninggalkan
jaringan parut yang luas.
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan, gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai ke stroma.
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
1. Mengenal dan mengetahui anatomi dari kornea pada mata
2. Mengetahui definisi, macam-macam, penyebab, penegakan diagnosis,
penatalaksanaan dari ulkus kornea
3. Menambah wawasan kepustakaan tentang ilmu kesehatan mata
terutama mengenai ulkus kornea
1.2.2 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Dengan dibuatnya referat ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan, serta meningkatkan pemahaman kita mengenai ulkus
kornea baik itu mulai dari definisi, penyebab, patofisiologi, klasifikasi,
hingga sampai penatalaksanaan.
2. Bagi Penulis
Dengan menulis referat ini, diharapkan penulis dapat menerapkan dan
lebih memahami lagi ilmu tentang penyakit mata terutama ulkus kornea
ini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kornea
Gambar 1.
Gambaran mata
tampak
anterior
Sebagai
nutrisi,
kornea mengandalkan glukosa yang berdifusi dari cairan Humor Akuosus dan
oksigen yang berdifusi melalui bilik mata. (AAO, 2011) Kornea supefisial juga
mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea
dipertahankan
oleh
strukturnya
yang
seragam,
avaskularitasnya,
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam. Lapisan tersebut adalah:
1. Lapisan Epitel
dan
Lapisan epitel kornea terdiri dari atas 5 lapis epitel stratified squamous sel
yang saling tumpang tindih dan memenuhi 5% (0.05 mm) dari total
ketebalan kornea. (AAO, 2011)
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
didepannya melalui desmosome dan makula okluden; ikatan ni menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal
menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan terjadi erosi rekuren. Epitel basal berasal dari ectoderm
permukaan (Vaughan, 2007)
2. Membran Bowman
Membran bowman terletak dibawah membrane basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal
dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Stroma terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah terjadinya trauma.
4. Membran Descement
Membran descement merupakan suatu membrane aselular dan merupakan
batas belakang stroma kornea. Membran ini bersifat sangat elastis dan
berkembang terus seumur hidup. Membrane descement mempunyai tebal 40
mikrometer.
5. Endotel
Endotel kornea berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuknya
heksagonal, besarnya 2040 mikrometer. Endotel melekat pada membrane
descement melalui hemidosom dan zonula okluden.
Gambar
2.
Lapisan
kornea
Kornea
adalah
satusatunya
yang
memiliki
kepadatan saraf paling tinggi dalam tubuh dan sensitifitas kornea adalah 100
kali lebih besar dari konjungtiva. Serabut saraf sensoris berjalan dari nervus
siliaris dan dari pleksus subepitelial. Neurotransmiternya termasuk asetilkolin,
katekolamin, substansi P, kalsitonin gen-related peptida, neuropeptida-Y,
intestinal peptide, galanin, dan methionine-en kephalin. (AAO, 2011) Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke-V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk
kedalam stroma kornea, menembus membrane Bowman dan melepaskan
selubung Schwann-nya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan
diantaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan (Vaughan, 2007)
2.2 Definisi Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrate supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari epitel sampai ke stroma (Vaughan, 2007).
Kornea
komea diakibatkan oleh
infeksi
kuman
seperti
bakteri,
itu
daripada
reaksi
toksis
yang
dapat
degeneratif,
raenular
alergik,
sakit, fotofobia, berkurang infiltrat pada ulkus dan defek epitel kornea
menjadi bertambah kecil.
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi
pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi
virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Lainnya adalah protozoa. Acanthamoeba adaiah protozoa hidup bebas
yang terdapat didalam air yang tercemar yang mengandung bakteri dan
materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adaiah komplikasi yang
semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada
bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar
b) Non-Infeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH. Bahan asam yang
dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik anhidrat.
Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein
permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja (Kanski, 2011).
Pada bahan alkali antara Iain amonia, cairan pembersih yang mengandung
kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran
kolagen kornea. Radiasi atau suhu, Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan
menatap sinar matahari yang akan merusak epitel kornea. Beratnya penyakit
ulkus kornea juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar dan virulensi
inokulum. Selain radang dan infeksi, penyebab lain ulkus kornea ialah
defisiensi vitamin A, lagoftalmos akibat parese saraf ke VIII. lesi saraf ke
III atau neurotropik dan ulkus Mooren. (Ilyas, 2011)
2.4 Patofisiologi Ulkus Kornea
Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui oleh
cahaya dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea jernih sebab
susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya
terutama terjadi di bagian permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam
bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karena itu, kelainan sekecil apapun di kornea dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil (Perdami, 2002)
Karena kornea avaskuler, maka sistem pertahanan pada waktu
peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung
banyak vaskularisasi. Badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag; kemudian
disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak
sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuklear,
sel
plasma,
leukosit
polimorfonuklear
(PMN)
yang
kerusakan pada epitel. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus vaskuler.
Hipopion biasanya tidak selalu menyertai ulkus. Hipopion adalah
pengumpulan
sel-sel
tampak
bagian bawah
dank
untuk
has
radang
yang
ulkus
sentral
dan
fungi.
kornea adalah
bakteri
Meskipun
ulkus kornea
robekan pada
membrane
pada
ulkus
Desemet,
10
Pseudomonas
aerogenusa
Ulkus
pseudomonas
merupakan
sering terjadi
11
dari infeksi kuman patogen batang gram negatif pada kornea. (Ilyas,
2011)
Diduga bahwa virulensi pseudomonas pada kornea berhubungan
erat dengan produksi intraselular calcium activated protease yang
mampu merusak serat pada stroma kornea disebut sebagai enzim
proteoglycanolytic.
Seringkali
terdapat
hipopion
disertai
12
melakukan kerokan. Kerokan mengandung kokus gram positifsatusatu, berpasnagan, atau dalam bentuk rantai. (Vaughan, 2007)
5) Keratitis Herpes Simpleks
Keratitis herpes simpleks adalah penyebab ulkus kornea paling
umum dan penyebab kebutaan paling umum di Amerika. Herpes
simpleks primer pada mata jarang ditemukan, dan bermanifestasi
sebagai blefarokonjungtivitis vesikuler, kadang mengenai kornea, dan
umumnya terdapat pada anak-anak muda. Bentuk ini umumnya dapat
sembuh sedniri, tanpa menimbulkan kerusakan pada mata yang berarti.
pertama
umumnya
iritasi, fotofobia,
dan
mata
sering
berair.
Bila kornea
bagian
pusat
yang
terkena,
maka
akan terjadi
sedikit gangguan
penglihatan.
(Vaughan, 2007)
Lesi paling khas adalah ulkus dendritik. Ini terjadi pada epitel
kornea, memiliki pola percabangan linear khas dengan tepian kabur,
memiliki bulbus terminalis pada ujungnya. (Vaughan, 2007)
6) Keratitis Virus Varicella Zoster
13
14
Candida
albicans,
Fusarium,
Aspergillus,
Gambar 7. Keratomikosis
15
Gambar 8.
Bercak
Bitot
16
reaksi
hipersensitivitas
terhadap
eksotoksin
stafilokokus.
17
sendiri
dan
kambuh
kembali
sehingga
perjalanan
18
19
20
21
Filamen-filamen
epithelial
di
kuadran
bawah
kornea
Sjogren
salah
satunya
ditandai
Sicca
mengharuskan
pemakaian sering air mata pengganti dan salep pelumas, yang banyak
jenisnya. Bila sel-sel goblet sudah rusak, seperti pada konjungtivitis
sikatriks, harus diberi mucus pengganti, selain air mata buatan.
Vitamin A topikal dapat membantu mengembalikan keratinisasi epitel.
(Vaughan, 2008)
2.6.4
Pemeriksaan Penunjang
1. Pewarnaan gram dan KOH 10% dengan mengambil specimen dari
kerokan kornea
2. Kultur agar sabouraud
3. Pemeriksaan Ultrasonografi bila segmen posterior sulit dinilai
2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi topikal sesuai dengan penyebab
a. Bila penyebab berupa bakteri (pemeriksaan gram didapatkan gram positif
atau negatif), terapi berupa tetes mata Quinolone atau Ceftazidime fortified
22
23
Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu daiam keadaan basah
Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
11. Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu:
a) Sulfas atropine sebagai salep mata atau larutan. Kebanyakan dipakai obat
ini karena efeknya lama sekitar 12 minggu. Efek kerja-nya meliputi:
pasien
dan
didapati
abrasi
kornea
penatalaksanaan
dengan
24
2.8 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya kompiikasi yang timbul (Weiner, 2012). Ulkus kornea yang luas
memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat
avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat
pertolongan serta timbulnya kompiikasi, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan
obat Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada
penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat (Weiner, 2012). Prognosis untuk ulkus
bakterialis tergantung dari ukuran, letak, dan kedalaman ulkus, begitu pula
denga faktor risiko seperti usia, keadaan umum dari pasien. Jika ulkus telah
mencapai 2/3 dari kedalaman kornea maka keadaan visus pasien akan buruk,
pasien yang terlambat berobat atau terlambat diterapi dengan steroid juga akan
memiliki prognosis buruk. Hanya 40% pasien yang akan kembali memiliki visus
yang baik (Weiner, 2012) Prognosis pada ulkus kornea dapat berupa:
- Ad vitam = Bonam
- Ad sanationam = ad Bonam
- Ad fungsionam = ad Malam
25
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrate supuratif
disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari epitel sampai ke stroma. Penyebab ulkus kornea dapat berupa infeksi
yang diakibatkan oleh bakteri, virus dan jamur atau non-infeksi seperti reaksi
hipersensitivitas atau autoimun, defisiensi vitamin A dan trauma kimia.
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama
kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan, gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
3.2 Saran
Saran bagi tenaga kesehatan, mengenali morfologi dari ulkus kornea
adalah hal yang sangat penting agar dapat segera di diagnosa secara dini sehingga
penatalaksanaan yang akan dilakukan menjadi lebih cepat dan tepat dan
menimbulkan prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Farida, Yusi. 2015. Corneal Uccers Treatment Vol. 4. J. Majority (January, 2015).
Ilyas, Sidharta. 2011. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Indonesia
26
Infectious Diseases of The External Eye: Microbial and Parasitic Infections. Dalam:
American Academy of Ophthalmology. Section 8 External Disease and Cornea.
San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2011-2012. Hal. 131169.
Kanski, J.J. and Brad Bowling. 2005. Ophthalmologi in Focus. Edinburgh. Elsevier
Saunders
Kanski, J.J. and Brad Bowling. 2011. Clinical Ophthalmology: A Systematic
Approach 7TH Ed.. Edinburgh: Elsevier Saunders
Khurana, A.K. 2007. Comprehensif Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi.
New age international limited publisher. Hal 168-203
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2001. Ulkus Kornea. Dalam: Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi-2.
Jakarta: Sagung Seto.
Weiner, Gabrielle. 2012. Confronting Corneal Ulcer. Pinpointing Etiology Is Cruisal
for
Treatment
Decision
Making.
Dalam:
American
Academy
of