Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis Paru
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (DepKes,
2007). Mycobacterium tuberculosis menyebabkan TBC dan merupakan
patogen manusia yang sangat penting (Jawetz, Melnick & Adfcerg, 2008).
3. Klasifikasi
Berdasarkan Depkes (2007) Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien
tuberculosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal ,
yaitu:
a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif;
c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah untuk
menentukan paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar,
menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif, dan analisis kohort hasil
pengobatan. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori
diagnostik sangat diperlukan untuk menghindari terapi yang tidak adekuat
(undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi, menghindari
pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) dan mengurangi
efek samping.
ekstra-paru
dibagi
berdasarkan
pada
tingkat
keparahan
penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
10
dan
telah dinyatakan
sembuh atau
11
kematian
karena
syok
hipovolemik
atau
(pelebaran
bronkus
setempat)
dan
fibrosis
udara
didalam
rongga
pleura)
spontan:
dengan
OAT
tidak
diperlukan,
tapi
cukup
12
13
yang
kemudian disebut sebagai Strategi DOTS. Sejak saat itulah dimulailah era
baru pemberantasan TB di Indonesia (Depkes, 1999).
Upaya penurunan angka penderita TB paru yang telah dilakukan oleh pihak
program pada tahun 1995 berupa pemberian obat intensif melalui
puskesmas ternyata kurang berhasil. Survei pada tahun 1995 menunjukkan
bahwa TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan dan
nomor satu dari golongan infeksi (Depkes, 2007).
Lima kunci utama dalam strategi DOTS yaitu: (1) Komitmen; (2) Diagnosis
yang benar dan baik; (3) Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat; (4)
14
15
Tabel 2.1.
Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis OAT
Sifat
Isoniazid (H)
Rifampicin (R)
Pyrazinamide (Z)
Streptomycin (S)
Ethambutol (E)
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakteriostatik
c. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis menurut Depkes (2007) dilakukan dengan
prinsip - prinsip sebagai berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
a) Tahap awal (intensif)
(1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
(2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
(3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
16
17
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16
minggu
RH (150/150)
2 tablet 2KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 2KDT
18
Tabel 2.3.
Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobatan
Intensif
2 Bulan
Tablet
Isoniasid
@ 300
mgr
1
Lanjutan
4 Bulan
Tablet
Etambutol
@ 250
mgr
3
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E(400)
selama 20 minggu
2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
55-70 kg
4 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj.
4 tab 4KDT
4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
71 kg
5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj.
5 tab 4KDT
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
56
48
19
Tabel 2.5.
Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2
Etambutol
Tahap
Pengobatan
Lama
Pengobata
n
Tablet
Isoniasid
@ 300
Mgr
Kaplet
Rifampisin
@ 450
Mgr
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
4 bulan
Tahap
Lanjutan
(dosis 3x
Seminggu)
Strepto
misin
injeksi
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
0,75 gr
-
56
28
60
Tablet Tablet
@ 250 @ 400
Mgr mgr
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg
Tabel 2.7.
Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan
Tahap
Pengobatan
Lamanya
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300
mgr
Kaplet
Ripamfisin
@ 450 mgr
Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr
Tablet
Etambutol
@ 250
mgr
Jumlah
hari/kali
menelan
obat
Tahap
intensif
(dosis
harian)
1 bulan
28
20
kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut
jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua (Depkes,
2007)
f. Permasalahan pengobatan TB
Proses penyembuhan akan berhasil jika penderita TBC mengkonsumsi
anti-TB (OAT) secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang
ketat Keteraturan berobat yaitu diminum tidaknya obat-obat tersebut,
penting karena ketidakteraturan berobat menyebabkan timbulnya
masalah resistensi (Taufan, 2008). Walaupun telah ada cara pengobatan
tuberkulosis dengan efektivitas yang tinggi, angka sembuh masih lebih
rendah dari yang diharapkan. Penyakit utama terjadinya hal tersebut
adalah pasien tidak mematuhi ketentuan dan lamanya pengobatan secara
teratur untuk mencapai kesembuhan. Terutama pemakaian obat secara
teratur pada 2 bulan fase inisial sering kali tidak tercapai, sementara itu
dengan mempersingkat lamanya pengobatan menjadi 6 bulan telah
menunjukkan penurunan angka drop out. Hal ini mudah dimengerti,
karena kalau penderita tidak tekun meminum obat-obatnya, hasil akhir
hanyalah kegagalan penyembuhan ditambah dengan timbulnya basilbasil TB yang multiresisten. Resistensi obat anti tuberkulosis terjadi
akibat pengobatan tidak sempurna, putus berobat atau karena kombinasi
obat anti tuberkulosis tidak adekuat.
pengobatan
karena
berbagai
alasan.
TB
dapat
21
Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terusmenerus agar dapat mencegah penularan kepada orang lain. Oleh sebab
itu, para penderita TB jika ingin sembuh harus minum obat secara teratur.
Tanpa adanya keteraturan minum obat penyakit sulit disembuhkan. Jika
tidak teratur minum obat penyakitnya sukar diobati kuman TB dalam
tubuh akan berkembang semakin banyak dan menyerang organ tubuh lain
akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat sembuh biaya
pengobatan akan sangat besar dan tidak ditanggung oleh pemerintah
(Ainur, 2008).
g. Efek samping pemberian OAT
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan
pendekatan gejala menurut Depkes (2007).
Tabel 2.8 Efek samping OAT
Efek Samping
Penyebab
Penatalaksanaan
Rifampisin
Pirasinamid
Beri Aspirin
INH
Rifampisin
22
samping
hepatotoksisitas
bisa
terjadi
karena
reaksi
dengan
dosis
rendah
sudah
timbul
reaksi,
berarti
pada
pasien
timbul
reaksi
hipersensitivitas
23
24
25
26
27
D. Kerangka Teori
Pengobatan TB
Strategi DOTS
Komitmen Politik
Deteksi Kasus
Distribusi Obat
Kinerja Pengawas
Menelan Obat (PMO)
Usia
Keteraturan
Berobat
Keberhasilan Pengobatan
Penderita TB
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Pendidikan
Mutu Pelayanan
Hubungan keluarga
Tingkat sosial
Pengalaman
Kemampuan
Skema 2.1.
Kerangka Teori
Sumber: Depkes (2007)
28
E. Kerangka Konsep
Skema 2.2.
Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Kinerja Pengawas
Menelan Obat (PMO)
Variabel Terikat
Keberhasilan Pengobatan
Penderita TB
F. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2006).
Variabel bebas yang diteliti adalah kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO).
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006). Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah keberhasilan pengobatan penderita TB Paru dengan
strategi DOTS di RSUP Dr Kariadi Semarang.
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kinerja Pengawas
Menelan Obat (PMO) terhadap keberhasilan pengobatan penderita TB Paru
dengan strategi DOTS di RSUP Dr. Kariadi Semarang.