Professional Documents
Culture Documents
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Umur
Agama
Suku
Pekerjaan
Alamat
No. Register
Tanggal pemeriksaan
Rumah sakit
: Tn. R
: Perempuan
: 43 tahun
: Islam
: Bugis / Indonesia
: IRT
: Jl. Tinumbu Lorong 149
: 087719
: 14 Juni 2016
: BKMM Makassar
II. ANAMNESIS
KU
: Tidak dapat melihat pada mata kanan
AT : pasien datang kerumah sakit BKMM dengan keluhan tidak dapat melihat
pada mata kanan sejak 6 bulan yang lalu, pasien mengatakan pada awalnya
mengalami kecelakaan lalu lintas, tetapi 1 minggu tiba tiba pusing dan nyeri
kepala kemudian pasien tiba tiba tidak dapat melihat dengan mata kanan,
riwayat penggunaan kaca mata OD -3,25 D, OS -2,5 D. Air mata berlebihan
(-), kotoran mata berlebih (-), rasa berpasir pada mata (-), gatal pada mata (-),
rasa mengganjal (-), silau (-), sakit kepala (+), Riwayat mata merah (-).
Riwayat nyeri (-), riwayat trauma (-), riwayat memakai kaca mata (+) sejak
dua puluh tahun yang lalu, kacamata yang dipakai kacamata miop. Riwayat
Hipertensi (-). Riwayat Diabetes Melitus (-), riwayat penyakit sama pada
keluarga (-). Riwayat penyakit sistemik lainnya (-), riwayat trauma (+). Riw
sering mengangkat barang-barang berat (-).
PEMERIKSAAN
OD
OS
Palpebra
Apparatus
Edema (-)
Lakrimasi (-)
Edema (-)
Lakrimasi (-)
Lakrimalis
Silia
Normal
Normal
Konjungtiva
Hiperemis (-)
\Hiperemis (-)
Bola mata
Mekanisme
Normal
Normal ke segala arah :
Normal
Normal ke segala
muscular
arah :
- ODS
- OD
- OS
Kornea
Bilik Mata Depan
Iris
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Jernih
Normal
Coklat, kripte
Pupil
Lensa
Bulat, sentral
Jernih
(+)
Bulat, sentral
Jernih
B. Palpasi
2
Pemeriksaan
Tensi okuler
Nyeri tekan
Massa tumor
Glandula preaurikuler
OD
Tn
(-)
(-)
Tidak ada pembesaran
OS
Tn
(-)
(-)
Tidak ada pembesaran
C. Tonometri
TOD : (-)
TOS : (-)
D. Slit Lamp
SLOD
SLOS
E. Visus
VOD 0
F. Campus Visual
Tidak dilakukan Pemeriksaan
G. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil
Lensa
OD
Hiperemis (-)
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC(+)
Jernih
OS
Hiperemis (-)
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC(+)
Jernih
H. USG
IV. DIAGNOSIS
OD Ablasio Retina tipe Regmatogenosa
V. PLANNING
Pemeriksaan B-Scan
VI. ANJURAN TERAPI
VI. RESUME
Seorang perempuan umur 44 tahun datang ke BKMM dengan keluhan
utama tidak dapat melihat pada okuli dextra + sejak 6 bulan yang lalu secara
tiba-tiba yang diawali dengan riwayat trauma 1 minggu sebelumnya. Riw
trauma (+). Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan pada inspeksi OD dan
OS hasil pemeriksaan normal. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD
0 VOS
ABLASIO RETINA
I.
Pendahuluan
Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan
lapisan ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan
jaringan uvea yang merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris,
badan siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen
epitel retina. Antara retina dan koroid terdapat rongga yang potensial yang
bisa mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal ini yang disebut
sebagai ablasio retina.1
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir,
yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun
ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan
struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan
yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan
persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.
Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan
II.
fotoreseptor
5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina
sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga
bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar
tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga
membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablsio retina.
Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen
retina saling melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan subretina
pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang
dapat terbentuk antara khoroid dan sklera yang meluas ke taji sklera.
Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata, dibawah pars
plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus
siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina
dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke
vitreus.2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai
berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri
dari satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel
silindris dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran
Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina,
yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung
jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin,
mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara
koroid dan retina.3, 4, 5
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor
tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat
makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.
Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut
8
Sel kerucut
Gambar 1.
Lapisan retina dari luar ke dalam (3)
9
Gambar 2.
Anatomi makula (6)
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang
berada tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina
10
termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan
lapisan epitel pigmen retina serta cabang cabang dari arteri sentralis
retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya
diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak
dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar
darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar
darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3
III.
Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina
sensorik, yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan
bagian dalam, epitel pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel
pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara
sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural
dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang
potensial untuk lepas secara embriologis. 1,3,7
Gambar 3.
Epidemiologi
Penyebab The most common worldwide etiologic factors
associated with retinal detachment are myopia (ie, nearsightedness),
11
12
V.
Klasifikasi
Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:
1. Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)
Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang
berarti diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa
dimana ablasi terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan
masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk
melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh
pelepasan korpus vitreum posterior.1,2,8
Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara
lain: 2,3
a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 60 tahun.
Namun, usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak
faktor yang mempengaruhi.
b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki laki
dengan perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2
c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa
terjadi karena seseorang mengalami miop.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia
daripada seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat
vitreus ke anterior selama atau setelah pembedahan. Lebih sering
terjadi setelah ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi
anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan
pergeseran materi lensa atau sesekali, seluruh lensa ke dalam
vitreus.
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
13
and
white-without
or
occult
pressure,
acquired
retinoschisis
Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya
gangguan penglihatan yang kadang kadang terlihat sebagai tabir
yang menutupi (floaters) akibat dari vitreous cepat degenerasi dan
terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan
penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya karena iritasi retina oleh
gerakan vitreous.1,3
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat
berbahaya karena dapat mengangkat macula. Penglihatan akan turun
secara akut bila lepasnya retina mengenai macula lutea. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan
retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina
yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang kadang terdapat pigmen
didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil
akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat
meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada ablasi yang
telah lama.1
14
Gambar 4.
Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear (7)
15
Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payu dara (6)
ii.
vitreotinopathy (PVR)
16
VI.
Diagnosis
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
17
18
Penatalaksanaan
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan
memeperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk
menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga
mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina,
mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi
vitreoretina.2,3
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip
bedah pada ablasio retina yaitu :6
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah
retina yang terlepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah
subretinal.
Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
1. Scleral buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina
rematogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur
meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan
cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini
biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan
19
Gambar 8.
Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan
traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan (10)
2. Retinopeksi pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering
digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat
robekan tunggal pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan
prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam
rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan
mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan
dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan
hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan
kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus
20
Gambar 9.
Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert
disuntikan ke dalam rongga vitreus (10)
iii.
Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio
akibat diabetes, dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai
traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu
dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instruyen ing cavum vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk
menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan
perleketan perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan
tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina
dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern,
VIII.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Masa edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General
ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199
3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4 th edition.
New Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2007. Hal. 470-464
5. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC;
2002. Hal. 178-165.
6. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 20072008. Singapore: LEO; 2008. p. 9-299
7. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
2006.Thieme. Germany. p. 305-344.
8. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university
press: New York. P.118-119
9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010
[cited
24th
January
2012].
Available
from
http//emedicine.medscape.com/article/1226426
22
10. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p.
117-7
23