You are on page 1of 17

ASKEP GANGGUAN PERSEPSI SENSORI

undefined undefined
A. SENSORI NORMAL
Sensori adalah stimulus atau rangsangan yang datang dari dalam
maupun luar tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ
sensori ( panca indera). Stimulus yang sempurna memungkinkan seseorang
untuk belajar berfungsi secara sehat dan berkembang dengan normal.
Secara fisiologis, sistem saraf secara terus menerus menerima ribuan
informasi dari organ saraf sensori, menyalurkan informasi melalui saluran
yang

sesuai,

dan

mengintegrasikan

informasi

menjadi

respon

yang

bermakna.
Stimulus sensori mencapai organ sensori dan menghasilkan reaksi yang
segera atau informasi tersebut saat itu disimpan ke otak untuk digunakan
dimasa depan. Sistem saraf harus utuh agar stimulus sensori mencapai
pusat otak yang sesuai dan agar individu menerima sensai.Setelah
menginterpretasi makna sensasi, maka orang dapat bereaksi terhadap
stimulus tersebut.
Empat komponen penting pada sensori, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Stimulus (rangsangan)
Reseptor
Konduksi
Persepsi
Proses

sensorik

adalah

kemampuan

untuk

memproses

atau

mengorganisasikan input sensorik yang diterima. Biasanya proses ini terjadi


secara otomatis, misalnya ketika mendengar suara kicauan burung, otak
langsung menterjemahkan sebagai bahasa atau suara binatang
Proses sensorik diawali dengan penerimaan input (registration), yaitu
individu

menyadari

akan

adanya

input.

Proses

selanjutnya

adalah

orientation, yaitu tahap dimana individu memperhatikan input yang masuk.


Tahap berikutnya, kita mulai mengartikan input tersebut (interpretation).
Selanjutnya

adalah

tahap

organization,

yaitu

tahap

dimana

otak

memutuskan untuk memperhatikan atau mengabaikan input ini. Tahap


terakhir adalah execution, yaitu tindakan nyata yang dilakukan terhadap
input sensorik tadi (Williamson dan Anzalone, 1996)
Sensori

Integrasi

adalah

Proses

neurologis

individu

dalam

mengorganisasikan sensasi dari dalam diri dan dari lingkungan sekitar dan
dapat digunakan secara efektif dalam lingkungannya.
Melalui panca indra, manusia memperoleh informasi tentang kondisi fisik dan
lingkungan yang berada di sekitarnya. Informasi sensorik yang diterima akan
masuk ke otak tidak hanya melalui mata, telinga, dan hidung,akan tetapi
masuk melalui seluruh anggota tubuh lainnya seperti :
- Mata (Visual)
Disebut juga indera penglihatan. Terletak pada retina.Fungsinya
menyampaikan semua informasi visual tentang benda dan menusia.
- Telinga (Auditory)
Disebut juga indera pendengaran, terletak di telinga bagian dalam.
Fungsinya meneruskan informasi suara. Dan terdapat hubungan antara
sistem auditor ydengan perkembangan bahasa. Apabila sistem auditory
mengalami

gangguan,

maka

perkembangan

bahasanya

juga

akan

terganggu.
- Hidung (Olfactory)
Disebut juga indera pembau, terletak pada selaput lendir hidung,
fungsinya meneruskan informasi mengenai bau-bauan (bunga, parfum, bau
makanan).
- Lidah (Gustatory)

Disebut juga indera perasa, terletak pada lidah, fungsinya meneruskan


informasi tentang rasa (manis, asam, pahit,dan lain-lain) dan tektur di mulut
(kasar, halus, dan lain-lain).
- Kulit (Tactile)
Taktil adalah indera peraba. Terletak pada kulit dan sebagian dari
selaput lendir. Bayi yang baru lahir, menerima informasi untuk pertama
kalinya melalui indera peraba ini.
- Otot dan persendian (Proprioceptive)
Proprioseptif merupakan sensasi yang berasal dari dalam tubuh
manusia, yaitu terdapat pada sendi, otot, ligamen dan reseptor yang
berhubungan dengan tulang. Input proprioseptif ini menyampaikan informasi
ke otak tentang kapan dan bagaimana otot berkontraksi (contracting) atau
meregang (stretching), serta bagaimana sendi dibengkokkan (bending),
diperpanjang (extending), ditarik (being pull) atau ditekan (compressed).
Melalui informasi ini, individu dapat mengetahui dan mengenal bagian
tubuhnya dan bagaimana bagian tubuh tersebut bergerak.
- Keseimbangan / balance (Vestibular)
Sistem vestibular

disebut juga

business center, karena semua

sistem sensorik berkaitan dengan sistem ini. Sistem vestibular ini terletak
pada labyrinth di dalam telinga bagian tengah. Fungsinya meneruskan
informasi mengenai gerakan dan gravitasi. Sistem ini sangat mempengaruhi
gerakan kepala dalam hubungannya dengan gravitasi dan gerakan cepat
atau lambat, gerakan bola mata (okulomotor), tingkat kewaspadaan dan
emosi.
B. PERUBAHAN SENSORI

Banyak

faktor

mengubah

kapasitas

untuk

menerima

atau

mempersepsi sensasi, kemudian menyebabkn perubahan sensori. Jenis-jenis


perubahan sensori umum yang terlihat perawat adalah defisit sensori,
deprivasi sensori, dan beban sensor yang berlebihan. Jika seseorang klien
menderita lebih dari satu perubahan sensori maka secara serius akan
mengganggu kemampuan untuk berfungsi dan berhubungan secara efektif
didalam lingkungan.
1. Defisit Sensori.
Adalah suatu kerusakan dalam fungsi normal penerimaan dan persepsi
sensori. Individu tidak mampu menerima stimulus tertentu ( misalnya
kebutaan atau tuli ), atau stimulus menjadi distorsi ( misalnya penglihatan
kabur

karena

katarak

).

Kehilangan

sensori

secara

tiba-tiba

dapat

menyebabkan ketakutan, marah, dan perasaan tidak berdaya. Apabila indera


rusak maka perasaan terhadap diri juga rusak . Pada awalnya individu
bersikap menarik diri dengan menghindari komunikasi atau sosialisasi
dengan orang lain dalam suatu usaha untuk mengatasi kehilangan sensori.
Klien yang mengalami deficit sensori dapat mengubah perilaku dalam
cara-cara yang adaptif atau maladaptif. Sebagai contoh, seorang klien yang
mengalami kerusakan pendengaran dapat memutar telinga yang tidak
terganggu

kearah

pembicara

untuk

mendengar

dengan

lebih

baik,

sementara klien lain mungkin menghidar dari orang lain untuk menghidari
malu karena tidak mampu memahami pembicaraan mereka.
Contoh defisit sensori umum :
a.

Visual : presbiopi, katarak, glaukoma

b.

Pendengaran : presbikusis, otitis eksternal

c.

Neurologis : stroke, neuropati perifer.


2. Deprivasi Sensori.

Sistem pengaktivasi reticular dalam batang otak menyebabkan semua


stimulus sensori ke korteks serebral, sehingga meskipun saat tidur yang
nyenyak, klien mampu menerima stimulus. Stimulasi sensori harus cukup
kualitas dan kuantitasnya untuk mempertahankan kesadaran sesorang.
Deprivasi sensori yang paling bermakna dialami klien yang melaporkan
kurangnya sentuhan manusiawi.
Jika seseorang mengalami suatu stimulasi yang tidak adekuat kualitas
dan kuantitasnya seperti stimulus yang monoton atau tidak bermakna maka
akan terjadi deprivasi sensori.
Tiga jenis deprivasi sensori adalah :
a.

kurangnya input sensori ( karena kehilangan penglihatan dan pendengaran


)

b.

Eliminasi perintah atau makna dari input ( misal terpapar pada lingkungan
asing )

c.

Restriksi dari lingkungan ( misalnya tirah baring atau berkuranya variasi


lingkungan ) yang menyebabkan monoton dan kebosanan ( Ebersole dan
Hess, 1994 )
Individu yang beresiko terjadi deprivasi sensori umumnya tinggal di
ruang terbatas pada perawatan dirumah. Meskipun panti keperawatn
berkualitas

menawarkan

stimulasii

yang

bermakna

melalui

aktivitas

kelompok, mengatur lingkungan, dan berkumpul saat waktu makan, terdapat


pengecualian.

Lansia

yang

terbatas

dikursi

roda,

menderita

dari

pendengaran atau penglihatan yang buruk, mengalami penurunan tenaga,


dan menghindari kontak dengan orang lain berada pada resiko yang
bermakna untuk depivasi sensori.
Efek dari deprivasi sensori adalah :
1.

Kognitif
Penurunan kapasitas belajar, ketidakmampuan berpikir atau menyelesaikan
masalah, penampilan tugas buruk, disorientasi, berpikir aneh, regresi,

2.

Afektif.
Kebosanan,

kelelahan,

peningkatan

kecemasan,

kelabilan

emosi,

dan

peningkatan kebutuhan untuk stimulasi fisik.


3.

Persepsi.
Disorganisasi persepsi terjadi pada koordinasi visual, motorik, persepsi
warna,

pergerakan

nyata,

keakuratan

taktil,

kemampuan

untuk

mempersepsikan ukiran dan bentuk, penilaian mengenai ruang dan waktu


( Ebersole dan Hess, 1994 ).
Tanda klinis deprivasi sensori :
a.
b.

Mengunyah dalam tidur


Perhatian menurun, sulit konsentrasi, penurunan dalam penyelesaian
masalah

c.

Kerusakan memori

d.

Periode disorientasi, kebingungan yang tiba-tiba atau menetap

e.

Palpitasi

a.

Halusinasi atau delusi

b.

Menangis, depresi, sensitif

c.

Apatis, emosi labil.

3.

Beban Sensori yang berlebihan.


Adalah suatu kondisi dimana individu menerima banyak stimulus sensori
dan tidak dapat secara perceptual tidak menghiraukan beberapa stimulus.
Pada kondisi ini stimulus sensori yang berlebihan dapat mencegah otak
untuk berespon secara tepat atau mengabaikan stimulus tertentu. Kerena
banyak stimulus mengarah pada kelebihan sensori sehingga individu tidak
lagi

mempersepsikan

lingkungan

secara

rasional.

Kelebihan

sensori

mencegah

respon

yang

bermakna

oleh

otak,

menyebabkan

pikiran

seseorang berpacu, perhatian bergerak pada banyak arah dan menjadi lelah.
Akibatnya, beban sensori yang berlebihan menyebabkan suatu keadaan
yang mirip dengan deprivasi sensori. Akan tetapi kebalikan dari deprivasi ,
kelebihan sensori adalah individual. Jumlah stimulus yang dibutuhkan untuk
berfungsi sehat bervariasi setiap individu. Toleransi seseorang pada beban
sensori yang berlebihan dapat bervariasi oleh tingkat kelelahan, sikap, dan
kesehatan emosional dan fisik.
Perubahan perilaku yang berhubungan dengan beban sensori yang
berlebihan

dapat

dengan

mudah

menjadi

bingung

atau

disorientasi

sederhana. Perawat harus mencari gejala seperti pikiran yang terpacu,


perhatian yang terkotak-kotak, lelah dan cemas. Kien perawatan intensif
kadang-kadang berusaha memainkan selang dan balutan secara konstan.
Reorientasi yang konstan dan kontrol stimulus yang berlebihan menjadi
suatu bagian yang penting dari perawatan klien.
Beban sensori berlebihan terjadi karena tiga faktor :
a.

Peningkatan kualitas atau kuntitas stimulus internal, Contoh : nyeri,


dyspnea, cemas

b.

Peningkatan kualitas atau kuantitas stimulus eksternal, Contoh : ruangan


yang ribut terlalu ramai pengunjung

c.

Stimulus terabaikan secara selektif akibat kerusakan sistem saraf.


Tanda klinis beban sensori yang berlebihan

a.

Mengeluh lelah dan kurang tidur

b.

Mudah tersinggung dan kurang istirahat

c.

Disorientasi

d.

Kemampuan pemecahan masalah dan penampilan tugas berkurang

e.
f.

Ketegangan otot meningkat


Perhatian berubah

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sensori


a.

Usia

Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori. Jalur sarafnya masih belum
matang.
Pengelihatan berubah selama usia dewasa mencakup presbiopia (ketidak
mampuan memfokuskan pada objek dekat) dan kebutuhan kaca mata baca
(biasanya terjadi dari usia 40-50)
Pendengaran berubah, yang dimulai pada usia 30, yang termasuk penurunan
ketajaman pendengaran, kejelasan bicara, perbedaan pola tinggi suara, dan
ambang pendengaran. Tinitus sering kali menyertai hilangnya pendengaran
sebagai efek samping obat. Lansia mendengar suara pola rendah dengan
baik tetapi mempunyai kesulitan mendengar percakapan dengan latar
belakang yg berisik.
Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonal (F,S,TH, CH). Suara bicara
bergetar, dan terdapat perpanjangan persepsi dan reaksi bicra.
Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan dalam jumlah ujung
saraf pengecap dalam tahun terakhir dan penurunan serabut saraf olfaktori
pd usia 50. Penurunan diskriminasi rasa dan sensifitas terhadapbau adalah
umum.
Proprioseptif

berubah

setelah

usia

60

termasuk

kesulitan

dengan

keseimbangan, orientasi mengenal tempat, dan koordinasi


Lansia mengalami perubahan laktil, termasuk perubahan sensitivitas
terhadapnyeri, tekanan, dan suhu
b.

Medikasi

Beberapa anti biotika (misalnya : streptomosin dan gentamisin) adalah


ototoksik dan secara permanen dapat merusak saraf pendengaran ;
kloramfenikol dapat mengiritasi saraf optik. Obat-obat analgesic narkotik,
sedative, dan anti depresan dapat mengubah persepsi stimulus.

c.

Lingkungan

Stimulus lingkungan yang berlebihan (misalnya : peralatan yang bisik dan


percakapan staf didalam unit perawatan intensif ) dapat menghasilkan
beban sensori yanga berlebihan, ditandai dengan kebingungan, disorientasi,
dan ketidak mampuan membuat keputusan. Stimulus lingkungan yang
terbatas (misalnya : dengan isolasi) dapat mengarah kepada deprivasi
sensori. Kualitas lingkungan yang buruk (misalnya penerangan yang buruk,
lorong yang sempit, latar belakang yang bising ) dapat memperburuk
kerusakan sensori.
d.

Tingkat Kenyamanan

Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang berpersepsi dan bereaksi


terhadap stimulus.
e.

Penyakit yang Ada Sebelumnya

Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan penurunan sensasi pada


ektremitas dan kerusakan kognisi. Diabetes kronik dapat mengarah pada
penurunan pengelihatan, kebutaan atau neuropati perifer. Stroke sering
menimbulkan kehilangan kemampuan bicara. Beberapa kerusakn neurologi
dapat merusak fungsi motorik dan penerimaan sensori.

f.

Merokok

Pengunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan atropi ujung-ujung


saraf pengecap, mengurang persepsi rasa.
g.

Tingkat kebisingan

pemaparan yang konstan pada tingkat kebisinagn yang tinggi (misalnya pada
lokasi pekerjaan konstruksi) dapat menyebabkan kehilangan pendengaran.
h.

Intubasi endotrakea

Kehilangan

kemampuan

bicara

sementara

akibat

pemasukan

selang

endotrakea melalui mulut atau hidung kedalam trakea.


(Perry&Potter, 2005)
D. CARA BERKOMUNIKASI DENGAN KLIEN GANGGUAN SENSORIS.
Cara berkomunikasi dengan klien gangguan sensoris adalah dengan
dasar dasar komunikasi terapeutik secara umum.
A. Pada klien dengan gangguan sensoris pendengaran :
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari
suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir
lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini
sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan
anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien
dengan gangguan pendengaran :
1.

Orientasikan

kehadiran

anda

dengan

cara

menyentuh

klien

atau

memposisikan diri di depan klien


2. Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan
4.

sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim


Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu

5.

(permen karet)
Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan

wajar
6. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan
7. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan
pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
B.

Klien dengan gangguan penglihatan


Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal.,
kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea,
serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat

persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini
mengakibatkan penurunan visusu hingga dapat menyebabkan kebutaan,
baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menagkap
rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan
sentuhan.

Oleh

mengoptimalkan

karena
fungsi

itu,

komunikasi

pendengaran

dan

yang

dilakukan

sentuhan

karena

harus
fungsi

penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat


ditransfer melalui indra yang lain.
Berikut adalah tehnik-tehnik yang diperhatikan selama berkomunikasi
dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :
1.

Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami
kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran

perawat ketika anda berada didekatnya.


2. Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda
4.

memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.


Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata kata sebelum

5.

melakukan sentuhan pada klien.


Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus

komunikasi.
6. Orientasikan klien dengan suara suara yang terdengar disekitarnya.
7. Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan /
ruangan yang baru.
C.

Klien dengan gangguan wicara


Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan
kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien
yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan
gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-hal
berikut perlu diperhatikan :

1.
2.
3.
4.
5.

Perhatikan mimik dan gerak bibir klien


Memperjelas kata kata yang diucapkan kien dengan mengulang kembali.
Batasi topik pembicaraan.
Suasana rilek dan pelan.
Bila perlu gunakan bahasa tulisan / Simbol.

D. Klien gangguan kematangan kognitif


Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan kematangan kognitif,
antara lain akibat penyakit : retardasi mental, sindrom down ataupun situasi
sosial, misal., pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya.
Dalam

berkomunikasi

dengan

klien

yang

mengalami

gangguan

kematangan, sebaiknya anda memperhatikan prinsip komunikasi bahwa


komunikasi

dilakukan

dengan

pendekatan

komunikasi

efektif,

yaitu

mengikuti kaidah sesuai kemampuan audiens ( capability of audience )


sehingga komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.
Tehnik-tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
kognitif :
1.
2.

Bicara dengan tema yang jelas dan terbatas


Hindari penggunaan istilah, Gunakan kata pengganti yang mudah
dimengerti, Gambar, Simbol.

3.

Nada bicara yang relatif datar dan pelan

4.

Bia perlu lakukan pengulangan, tanyakan kembali pesan untuk memastikan


maksud pesan sudah diterima.

5.

Hati hati dalam komunikasi non verbal, dapat menimbulkan interpretasi


yang beda pada klien.

E. Klien tidak sadar


Ketidaksadaran

mengakibatkan

fungsi

sensorik

dan

motorik

klien

mengalami penurunan sehingga sering kali stimulus dari luar tidak dapat
diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak,
trauma otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun

gangguan berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Sering kali timbul
pernyataan tentang perlu tidaknya perawat berkomunikasi dengan klien
yang mengalami gangguan kesadaran diri ini. Bagaimanapun, secara etika
penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan
komunikasi pada klien dengan gangguan kesadaran.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan kesadaran, halhal berikut perlu diperhatikan :
1.

Berhati hati ketika menggunakan pembicaraan verbal dekat kien,ada


pendapat bahwa organ pendengaran adalah organ terakhir yang mengalami
penurunan penerimaan rangsang individu yang tidak sadar. Klien dapat
mendengar suara dari lingkunganya walaupun ia tidak bisa meresponya.

2.

Ucapkan kalimat dengan nada normal dan memperhatikan materi ucapan


yang kita sampaikan didekat klien.

3.

Ucapkan kata- kata sebelum menyentuh klien, Sentuhan merupakan


komunikasi yang efektif pada klien gangguan kesadaran.

F.

Klien Hallusinasi
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan
sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus
mempunyai kesadran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima, dan
mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya secara
teraupetik. Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami halusinasi
perawat

harus

bersikap

jujur,

empati,

terbuka

dan

selalu

memberi

penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi


yang klien alami.
Berikut tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
halusinasi :
1.

Salam, Sapa klien dengan ramah, panggil nama klien, jujur / tepat janji,
empati dan menghargai. ( BHSP).

2.

Diskusikan

hasil

observasi

klien,

tanpa

menyangkal,

menyokong

hallusinasinya (Validasi persepsi sensoris klien)


3.

Hadirkan realita, kontak yang singkat dan sering, topik yang singkat
(Menghadirkan realitas)

4.

Terima hallusinasi kien dengan Saya percaya anda mendengar suara itu,
saya sendiri tidak mendengar, Dorong untuk mengungkapkan perasaan
dengan tenang, perawat hangat, empati dan
kalem.(Menurunkan anxietas klien)

5.

Hati hati, Space ( melindungi klien dan orang lain dari bahaya.

E. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI


1) Pengkajian
Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori maka
perawat mempertimbangkan semua factor yang mempengaruhi

fungsi

sensori khususnya factor usia. Perawat mengumpulkan riwayat yang juga


mengkaji status sensori klien saat ini dan tingkat dengan defisit sensori
mempengaruhi gaya hidup klien, penyesuaian psikososial, kemampuan
perawatan diri, dan keamanan. Pengkajian harus juga berfokus pada kualitas
dan kuantitas stimulus lingkungan.
Hal-hal penting selama pengkajian dalam sistem sensori -persepsi:
1.
2.

Biodata
Kebiasaan

promosi

kesehatan,

misal:

kebiasaan

membersihkan

mata/telinga, aktivitas rekreasi, kebiasaan dalam bekerja misalnya orang


yang bekerja dalam suatu keadaan yang terdapat kemungkinan terjadi
cedera mata, misalnya terpapar zat kimia, pengelasan, penggosokan gelas
3.
4.

atau batuan.
Orang yang berisiko: lansia, jenis pekerjaan, gangguan jiwa.
Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat

mengkaji

kemampuan fungsional klien di lingkungan rumah mereka maupun dalam


pelayanan kesehatan. Meliputi aktivitas makan, berpakaian, perawatan diri
dan berdandan.

5.
6.
7.

Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya, mis: tangga, kran air


panas/dingin yang tidak bertanda, lantai yang licin, benda tajam
Tingkat sosialisasi klien dan metode komunikasi.
Status mental, meliputi:
penampilan dan perilaku fisik
aktifitas motorik
postur
ekspresi wajah
kebersihan
kemampuan kognitif
tingkat kesadaran
alasan abstrak
kalkulasi
perhatian
penilaian
kemampuan untuk melakukan percakapan
kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengkopi gambar
memori yang baru dan mengingat memori
stabilitas emosional
agitasi, euforia, iritabilitas, tidak ada harapan atau suasana hati yang

melebar
halusinasi, auditori, visual, dan taktil
ilusi
delusi
8. Pemeriksaan fisik pada panca indera
Untuk mengidentifikasi deficit sensosri, perawat mengkaji penglihatan,
pendengaran, olfaksi, rasa dan kemampuan untu membedakan cahaya,
sentuhan, temperature, nyeri dan posisi.
a. Penglihatan
Minta pasien untuk membaca koran atau majalah.
Ukur ketajaman visual dengan grafik snellen chart
Kaji ukuran pupil dan akomodasi terhadap sinar
Minta pasien mengidentifikasi warna pada grafik berwarna atau crayon.
b. Pendengaran
Lakukan tes suara bisik atau garpu tala
Kaji persepsi klien gangguanakan kemampuan pendengaran dan riwayat
c.
-

tinnitus.
Observasi pasien yang berbincang-bincang dengan orang lain
Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran pendengaran
Sentuhan
Kaji kesensitifan klien terhadap sentuhan cahaya atau temperature

Periksa kemampuan klien untuk membedakan antara stimulus tajam

d.
-

dengan stimulus penuh


Kaji apakah klien dapat membedakan objek ditangan dengan mata tertutup
Tanya apakah klien merasakan sensasi yang tidak seperti biasanya
Penciuman
Minta klien untuk menutup matanya dan identifikasi beberapa bau yang

e.
-

tidak mengiritasi seperti kopi, vanilla,dll.


Rasa
Minta klien untuk mencotohkan dan membedakan rasa yang berbeda

misalnya lemon, gula, garam.


Tanya klien jika terjadi perubahan berat badan akhir-akhir ini
f. Indra posisi
Lakukan tes konvensional untuk keseimbangan dan indra posisi
2)
1.

Diagnosa Keperawatan
Perubahan sensori/perseptual ( penglihatan ) berhubungan dengan efek

dari penuaan; efek dari tambalan operasi mata sementara.


2.
Perubahan sensori/perseptual ( auditori ) berhubungan dengan efek
samping obat; lingkungan ICU yang asing dan berisik
3. Perubahan sensori/perseptual ( kinestetik ) berhubungan dengan efek tirah
4.

baring
Perubahan sensori/perseptual ( gustatori ) berhubungan dengan efek dari

5.

penuaan; efek samping kemoterapi


Defisit perawatan diri mandi/higienis, berpakaian/berdandan berhubungan

dengan kehilangan penglihatan; pengurangan sensai taktil


6. Gangguan harga diri berhubungan dengan kehilangan pendengaran
7. Isolasi sosial berhubungan dengan afasia ekspresif
8.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan beban sensori

yang

berlebihan.
9. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan keseimbangan
10. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan persepsi yang dalam,
penurunan indra penciuman, pembentukan katarak
3)
1.

Intervensi dan Implementasi


Rencana perawatan bergantung pada penilaian perawat tentang persepsi

dan penerimaan klien tentang perubahan yang terjadi dalam dirinya.


2. Prioritas perawatan harus diatur dengan mempertimbangkan mengenai
luasnya perubahan sensori yang terjadi
3. Tujuan perawatan klien yang mengalami perubahan sensori-persepsi:

a. Klien memelihara fungsi indera yang ada saat ini


b. Menyediakan stimulus yang bermakna di lingkungan
c. Menyediakan lingkungan yang aman
d. Mampu melakukan perawatan diri
e. Klien dapat terlibat aktif dalam kegiatan sosial
f. Tidak terjadi perubahan sensori yang semakin buruk
4. Perawatan klien harus melibatkan peran aktif keluarga
4)

Evaluasi
Ketika merawat klien yang mengalami perubahan sensori, perawat
mengevaluasi apakah tindakan perawatan meningkatkan atau paling tidak
mempertahankan kemampuan klien untuk berinteraksi dan berfungsi dalam
lingkungan. Sifat dasar perubahan sensori klien mempengaruhi cara perawat
mengevaluasi perawatan. Perawat mengadaptasikan hasil evaluasi pada
klien yang defisit sensori untuk menentukan apakah hasil actual sama
dengan hasil yang diharapkan. Misalnya, perawat menggunakan teknik
komunikasi yang sesuai untuk mengevaluasi apakah klien yang mengalami
defisit pendengaran mencapai kemampuan mendengar dengan lebih efektif.
Demikian pula perawat menggunakan material yang dicetak besar untuk
menguji kemampuan pengihatan klien yang rusak untuk membaca resep.
Jika hasil yang diharapkan tidak tercapai maka mungkin ada kebutuhan
untuk mengubah lingkungan klien. Anggota keluarga diperlukan untuk lebih
terlibat dalam mendukung klien.

You might also like