Professional Documents
Culture Documents
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus
yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty
(Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF
sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk
aedes aegypty (betina) (Seoparman, 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang
menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick
manson, 2001).
2. ETIOLOGI
1. Virus dengue sejenis arbovirus.
2. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue
1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan
dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus
dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh
diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3
merupakan serotif yang paling banyak.
3.PATOFISIOLOGI
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau
bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian
cairan intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang
tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi
ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma
telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang
cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis
dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF
menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada
otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit,
paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
4. Klasifikasi DHF
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,
trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,
hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat ( >120x/mnt ) tekanan
nadi sempit ( 120 mmHg ), tekanan darah menurun, ( 120/80 120/100 120/110 90/70 80/70
80/0 0/0 )
Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur ( denyut jantung 140x/mnt ) anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
c.Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit
oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d.Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling
sering digunakan.
e.Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk,
observasi ketat tiap jam.
f.Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h.Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
i.Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil
pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
1.
2.
3. Pada pasien DHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb,
Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 liter 2 liter per hari, beri kompres
4. Pada pasien DHF derajat II : Pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt,
perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut,
beri infus.
5. Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri O2 pengawasan tanda tanda
vital tiap 15 menit, pasang cateter, observasi produksi urine tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
Resiko Perdarahan
1. Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
2.
3.
3.
1.
2.
3.
Berikan kompres
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma
ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah
renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar,
tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi
pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan
abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian
sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan
apabila :
a.Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi.
b.Hematokrit yang cenderung mengikat.
10.Komplikasi
Komplikasi Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolik,
hipoksia, perdarahan gastrointestinalhebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan pengobatan
yangtepat (termasuk syok berat) segera terjadi masa penyembuhan dengancepat.
BAB II
TINJAUAN KASUS
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. a.
a)
PENGKAJIAN
A. 1.
Identitas
Identitas Klien
Nama
: An S
Umur
: 5 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Agama
: Islam
Bahasa
: Indonesia
Alamat
: Jl. Merdeka
Tanggal MRS
: 1 Desember 2012
Tanggal Pengkajian
: 4 Desember 2012
b)
Nama
: Tn A
Pendidikan
: S1
Umur
: 27 Tahun
Pekerjaan
Alamat
Hub. Dengan pasien
a)
: Pegawai Swasta
: Jl. Merdeka
: Ibu Kandung
1. 2.
Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Ibu pasien mengeluh demam Sakit kepala, panas dan tidak nafsu makan.dan lemah sejak 6 hari
yang lalu, pasien di minumkan obat penurun panas namun tidak ada perbaikan. Setelah 3 hari panas
pasien turun namun pasien mengeluh sakit pada perut disertai dengan BAB cair. Saat ini pasien
mengeluh sulit makan, mual, muntah, batuk dan pilek.
c)
Riwayat kesehatan masa lalu
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit.
d)
Keluarga pasien mangatakan bahwa dalam keluarganya, tidak ada yang pernah mengalami penyakit
seperti yang diderita oleh pasien sekarang.
3. ACTIFITAS DAILY LIVING
No Jenis aktifitas
Dirumah
Nasi
3 x/hari
Dirumah sakit
Bubur
3x/hari
Nasi
Bubur
1 porsi
1/3 porsi
Tidak ada
Mual
8 gelas/hari
4 gelas/hari
Air putih
Air putih
Tidak ada
Mual
2 x/hari
2 x/hari
2 x / hari
2 x / hari
3 x/minggu
Tidak pernah
Kuning
Lembek
Kuning
Lembek
Tidak ada
Tidak ada
2 x / hari
Tidak tentu
Eliminasi Urine
Konsistensi Urine
Cair
Cair
Kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak tentu
Tidak tentu
Tidak terjaga
Sering terjaga
Nutrisi
Makan
Frekuensi
Jenis Makanan
Porsi makan
Kesulitan
Minum
Frekuensi
Jenis air minum
Kesulitan
Persona Hyginie
Frekuensi mandi
Sikat gigi
Frekuensi keramas
Eliminasi
Eliminasi Fecal
Warna Feses
Konsistensi Feses
Kelainan
Frekuensi
Istirahat /Tidur
Mulai tidur
Lamanya tidur
Sering terjaga
4. Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran
: Compos metis
: 98 x/m
Respirasi
: 24 x/m
Berat
5. Pemeriksaan Fisik
Kulit
Warna Kulit
: Sawo Matang
Tekstur Kulit
: Turgor Jelek
Kuku
Keadaan kuku
:Normaldan bersih
Warna
: Merah muda
Kepala
Bentuk
: Simetris dan Oval
Keadaan rambut
:Bersih, warna rambut hitam + putih
menyebar
Kulit kepala
: Bersih
Mata
Sklera
Konjungntifa
Reflek cahaya
dengan cahaya.
Pupil
Hidung
Fungsi penciuman
bau obat.
Bentuk
Kelainan
Serumen
: Anikterik
: Ananemis
: Baik, di tandai dengan bereaksi apabila disoroti
: Baik
: terlihat simetris
: tidak ada
: tidak ada
Telinga
Fungsi pendengaran
: baik, pasien bisa berkomunikasi dengan ibunya
Bentuk
: Simetris
Keadaan
: bersih
Kelainan
: tidak ada
Serumen
: tidak ada
Mulut
Fungi pengecapan
: baik, terbukti dengan pasien dapat membedakan
rasa asin (garam), manis (gula)
Kebersihan gigi dan : Bersih dan lembab
Mulut
Kelainan bibir
Warna lidah
Bentuk lidah
Dada dan paru-paru
Bentuk
: tidak ada
: Merah muda
: Simetris
: Simetris
Frekuensi nafas
: normal (24 x/m)
Pola nafas
: teratur
Kelainan
: tidak ada
Abdomen
Bentuk
: Simetris
Nyeri Tekan
: setelah dipalpasi ada nyeri tekan
Ekstremitas
Atas
: Terpasang infusan RL ditangan sebelah kiri (20
x/m)
Bawah
: Dapat bergerak secara bebas
Kekuatan Otot
Reflek bisep
: baik, ketika diberi pukulan refleks hammer langsung
bergerak refleks ke atas.
Reflek trisep
: baik, ketika diberi pukulan refleks hammer langsung
bergerak refleks ke samping
Reflek patella
: baik, ketika diberi pukulan refleks hammer langsung
bergerak refleks ke depan.
Reflek Babynski : baik, ketika diberi pukulan refleks menarik kaki
langsung bergerak ke arah pasien
1. 7.
DATA PENUNJANG
Pemeriksaan Labolatorium
No Tanggal
Jenis Pemeriksaan
Haemoglobin
Leukosit
Haemotokrit
Thrombosit
Hasil
Hasil normal
12-16 gr %400010000/mm3
37-47 %
14,0 gr
%5.400/mm3
31,2
150000-450000/mm3
130.000
6 Februari 2011
Program Terapy
No.
Tanggal
4 Desember 2012
Jenis Terapy
Antrainsanmol
Infus RL
Ukuran
2 x amp2 x oral
20 ggt/menit
Antrainsanmol
Ranitidhin
2 x Amp2 x oral
2 x 0.5 cc
Infus RL
20 gtt / menit
Antrainsanmol
Ranitidhin
2 x Amp2 x oral
2 x 0.5 cc
Infus RL
20 gtt / menit
Antrainsanmol
Ranitidhin
2 x Amp2 x oral
2 x 0.5 cc
Infus RL
20 gtt / menit
5 Desember 2012
6 Desember 2012
4
7 Desember 2012
III.2 Analisa Data
No
Data
Etilogi
Masalah
Proses insfeksi
Peningkatan suhu
tubuh
Kurangnya cairan
dan elektrolit
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
cemas
Gangguan rasa
nyaman
Evaluasi
observasi TTV
Mengobservasi TTV
NO
2.
DS:
Diagnosa
Keperawatan
Kurangnya cairan
elektrolit/ dehidrasi di
tandai dengan :
Tujuan
Perencanaan
Intervensi
Implementasi
Observasi TTV
Evaluasi
Mengobservasi TTV
NO
3.
DS:
Diagnosa
Keperawatan
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
di tandai dengan :
Tujuan
Perencanaan
Intervensi
Implementasi
Observasi TTV
Evaluasi
Berkolaborasi dengan dokterS : Keluarga pasien mengatakan pasien masih belum mau makan
Mengobservasi TTV
NO
4.
DS:
Diagnosa
Keperawatan
Gangguan istirahat
tidur di tandai dengan :
Tujuan
Perencanaan
Intervensi
Implementasi
Observasi TTV
Mengobservasi TTV
Evaluasi