Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BTLS didirikan dengan latar belakang masih tingginya tingkat
kematian dan kecacatan akibat kegawatdaruratan (Emergency Case)
pada kejadian kecelakaan transportasi, industri, rumah tangga, gejolak
sosial (terorisme, konflik masyarakat, kejahatan dan kekerasan) dan
bencana yang tidak henti-hentinya melanda negeri ini. Selain itu
kegawatdaruratan medis seperti penyakit kardiovaskular, jantung,
hipertensi dan stroke masih menduduki peringkat lima besar penyebab
kematian di Indonesia.
Penyebab tingginya angka kematian dan kecacatan akibat
kegawatdaruratan medis tersebut adalah tingkat keparahan, kurang
memadainya peralatan, sistem yang belum memadai dan pengetahuan
penanganan penderita gawat darurat yang kurang mumpuni.
Pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat memegang porsi
besar dalam menentukan keberhasilan pertolongan. Pada banyak kejadian
banyak penderita gawat darurat yang justru meninggal dunia atau
mengalami kecacatan yang diakibatkan oleh kesalahan dalam melakukan
pertolongan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian BTLS?
2. Apa Pengertian Trauma?
3. Apa Saja Pengkajian Awal dan Penatalaksanaan BTLS?
4. Apa Saja Pengkajian dan Penatalaksanaan Trauma yang Terjadi?
5. Apa Saja Pengkajian dan Penatalaksanaan Trauma Lanjutan?
6. Apa Saja pada Trauma Multiple?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian BTLS
2. Untuk Mengetahui Pengertian Trauma
3. Untuk Mengetahui Pengkajian Awal dan Penatalaksanaan BTLS
4. Untuk Mengetahui Pengkajian dan Penatalaksanaan Trauma yang
Terjadi
5. Untuk Mengetahui Pengkajian dan Penatalaksanaan Trauma Lanjutan
6. Untuk Mengetahui Komplikasi pada Trauma Multiple
1
BAB II
KONSEP DASAR
A. Basic Trauma Life Suport (BTLS)
BTLS (Basic Trauma Life Suport) adalah bagian awal dari ATLS
(Advanced Trauma Life Suport.Pada BTLS, dokter atau tenaga kesehatan
lainnya tidak diminta untuk memberikan tatalaksana sesuai diagnosis
definitifnya tapi hanya memberikan kesempatan bagi pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan nantinya. Intinya pada tahap ini,
dokter atau pelayan kesehatan lainnya hanya diminta membantu pasien
untuk tetap hidup atau membuat reaksi kimia C6H12O6 + 6O2 ---> 6CO2
+ 6H2O tetap berlangsung.
Dalam menangani trauma pada dasarnya kita punya prioritas sbb :
1. Breath (trauma yang berhubungan dengan organ sistem
penafasan)
2. Blood (trauma yang berhubungan dengan organ sirkulasi darah)
3. Brain (trauma yang berhubungan dengan kepala dan otak)
4. Bowel (trauma yang berhubungan dengan organ tracktus
digestivus)
5. Bleder (trauma yang berhubungan dengan organ urogenetalis)
6. Bone (trauma yang berhubungan dengan tulang dan jaringan
penyangganya)
Sebagai contoh bila kita menemukan kasus multi trauma, misalnya
korban dengan penurunan kesadaran dan patah tulang, setelah kita
lakukan triage, initial assessment maka prioritas berikutnya adalah
masalah gangguan kesadarannya yang harus diselesaikan baru
dilanjutkan dengan patah tulang.
Hal dilakukan adalah Primary Survey. Di sini dokter diminta menilai
secermat mungkin hal apa yang mengancam nyawa pasien. Beberapa
nemonic yang sering membantu antara lain:
1. Airway with c-spine contol.
Membuka airway
Memberikan oksigenasi
Menunjang ventilasi
Mencegah aspirasi
Hal pertama yang harus diperiksa dalam penyelamatan seorang
Kalau pasien sadar, dia mampu berbicara dengan jelas tanpa suara
tambahan. Ini berarti laringnya mampu dilewati udara yang artinya
airway is clear. Terdapat pengecualian untuk pasien luka bakar. Kalau
kita temukan jejas kehitaman pada lubang hidung pasien atau lendir
kehitaman yang keluar dari hidung pasien itu mungkin disebabkan
sudah terjadinya inflamasi pada saluran pernapasan akibat inhalasi
udara bersuhu tinggi. Pasien tidak langsung menunjukan gejala
obstruksi saluran nafas segera.
Kalau pasien tidak sadar maka segera lakukan penilaian Look Listen - Feel. Lihat gelisah atau tidak, gerakan dinding dada, dengarkan
ada atau tidak suara nafas, rasakan hembusan nafas pasien dari pipi
dalam satu waktu.
Kalau terjadi obstruksi total maka akan timbul apnea biasanya
disebabkan obstruksi akibat benda asing. Tindakan yang dapat
dilakukan antara lain memberikan penekanan pada dinding abdomen
melalui manuver Heilmicth atau Manuver Abdominal Trust. Kalau untuk
anak kecil bisa dibantu dengan membalik posisi anak secara vertikal
agar mempermudah keluarnya benda asing. Tindakan yang disebutkan
diatas dilakukan pada pasien sadar. Sementara pada pasien tidak
sadar yang bisa dilakukan antara lain : finger sweep, abdominal trust,
dan instrumental.
Multiple trauma
Terdapat jejas di daerah serviks ke atas
Penurunan kesadaran.
Jika semuanya gagal, maka terapi bedah menjadi pilihan terakhir.
Pada penderita trauma terutama bila mengalami cedera kepala
nyawa penderita.
Secara klinis mendiagnosa pnemothoraks tidaklah
sukar asal dapat memeriksa dengan teliti, cermat dan
tidak diperlukan pemeriksaan penunjang foto
radiology
Diagnosis tension pnemothorakx ditegakkan
berdasarkan gejala klinis, dan terapi tidak boleh
4. Disability
13
Nila
Spontan
Terhadap suara
Tehadap nyeri
Tidak ada
Respon Verbal (V)
Berorientasi baik
Berbicara ngacau (bingung)
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tidak ada respon
Eespon Motorik (M)
Ikut perintah
Melokalisir nyeri
Fleksi normal (tarik anggota badan yang dirangsang)
Fleksi abnormal (Dekortikasi)
Ekstensi abnormal (Deserbrasi)
Tidak ada respon (Flasid)
Kesadaran baik >13, sedang 9-12, Buruk /koma <8
i
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
Reaksi Cahaya
Lambat atau Negatif
Interpretasi
Paresis NIII akibat kompresi
Dilatasi Bilateral
Kontriksi Bilateral
Gunn)
Sulit Dilihat
Obat (Opiat)
Encefalopati metabolic
14
Kontriksi Unilateral
Positif
Lesi pons
Cedera saraf simpatik mis:
cedera sarung carotis
15
Orang yang mengalami cedera barat harus dikaji dengan cepat dan
efisien. Kriteria dan protokol untuk memudahkan pengkajian awal,
intervensi, dan triage untuk korban trauma telah dikembangkan oleh
American college of surgeons, committee on trauma.
1. Prarumah Sakit
Penatalaksanaan awal sering kali menentukan hasil akhir. Fase ini
dimulai pada tempat kecelakaan dengan pengkajian cepat terhadap
cedera-cedera yang mengancam keselamatan jiwa. Setelah jalan nafas
dipastikan, kemudian pernafasan dan sirkulasi dievaluasi dan
didukung. Resusitasi sirkulasi awal termasuk kontrol terhadap
hemoragi eksternal, melakukan terapi cairan intravena, dan
adakalanya pemasangan pneumatic antishock garment (PASG). Potensi
terhadap fraktur juga harus diimobilisasi sebelum dipindahkan.
2. Rumah Sakit
Pengkajian dan perawatan yang dilakukan setibanya di rumah sakit
dibagi ke dalam empat fase : evaluasi primer, resusiitasi, pengkajian
skunder, dan perawatan definitive.
a. Evaluasi Primer
Seperti halnya pada pengkajian prarumah sakit, evaluasi primer
mendeteksi masalah-masalah jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi,
dan menentukan kemungkinan ancaman terhadap jiwa dan anggota
badan. Informasi tentang mekanisme terjadinya cedera dan
gambaran tentang keadaan kecelakaan (spt,stang roda mobil yang
bengkok)akan memberikan petunjuk tentang kemungkinan
terjadinya cedera serius. Pemeriksaan neurologic yang seksama
juga dilakukan.
b. Resusitasi
Resusitasi seringkali mulai dilaksanakan selama evaluasi primer dan
mencakup tindakan terhadap kondisi-kondisi yang mengancam
keselamatan jiwa. Pasien dapat memerlukan intubasi endotrakeal,
pemberian oksigen, terapi cairan intravena, dan kontrol terhadap
hemoragi. Kondisi-kondisi yang mengancam keselamatan jiwa,
misalnya tension, pneumotoraks terbuka, hemotoraks masif, dan
16
Prosedur
Radiografi
Dugaan Cedera
Dada
Pneumotoraks
Hemothoraks
Fraktur iga
Kontusio pulmonal
Cedera trakeobronkial
Pelvis
Ekstremitas
Angiogram
Tomografi Komputer
Serangkaian gastrografin
Fraktur pelvic
Hematoma atau laserasi
GI bagian atas
Duodenal
Cedera seplenik
Nuklida
Cedera Hepatik
Pielogram intravena
Cedera ginjal
Uretrogram Retrograd
Cedera uretra
Sistogram retrograde
Tipe kerusakan pada kendraan seringkali memberikan petunjukpetunjuk cedera spesifik yang diderita pada KKB. Stir atau kemudi
kenderaan yang bengkok atau rusakmemperbesar dugaan akan
kemungkinan cedera pada dada, iga, jantung, trakea, tulang belakang
atau abdomen. Trauma kepala dan wajah, cedera tulang belakang
servikal, dan cedera trakeal sering berkaitan dengan kerusakan pada
kaca depan mobil atau dashboard. Benturan lateral dapat
menyebabkan patah iga, luka dada penetrasi akibat pegangan pintu
atau jendela, cedera limpa atau hepar dan fraktur pelvis.
4. Lavage periotoneal Diagnostik (LPD)
Tujuan : untuk mendeteksi perdarahan intraperitoneal
Indikasi-indikasi :
a. Cedera tumpul dengan abdominal
b. Perubahan respons nyeri
Penurunan : cedera kepala atau medula spinalis ; adanya alcohol
dan obat-obatan.
Peningkatan : fraktur pelvik, tulang belakang lumbar atau iga
bawah.
c. Hipovolemia yang tidak dapat dijelaskan pada korban trauma
multiple
d. Trauma abdomen penetrasi (jika eksplorasi tidak dikasikan)
Kontraindikasi :
a. Riwayat operasi abdomen multiple
b. Kebutuhan laparotomi segera
Prosedur :
a. Pasang kateter lavege kedalam rongga peritoneal melalui insisi 1-2
cm.
b. Coba mengespirasi cairan peritoneal.
c. Infus normal salin atau Ringer laktat dengan bantuan gaya
gravitasi.
d. Ubah posisi pasien dari satu sisi kesisi yang (kecuali jika ada
kontraindikasi)
19
20
ARDS
22
bertahap
Perubahan-perubahan gambaran
mendadak
Perubahan-perubahan gambaran
Infiltrate setempat
pulomanal kronis
c. Kontusio Pulmonal
Kontusio Pulmonal adalah memar pada parenkim paru, seringkali
akibat trauma tumpul. Gangguan ini dapat tidak terdiagnosa pada
foto dada awal: bagaimanapun adanya fraktur iga atau iga
melayang harus mengarah pada dugaan kemungkinanadanya
kontusio pulmonal.
Kontusio pulmonal terjadi bila perlambatan cepat memecahkan
dinding sel kapiler, menyebabkan hemoragi dan ekstravasasi
plasma dan protein ke dalam alveolar dan spasium interstisial.
Tanda-tanda dan gejala-gejalanya termasuk dispnea, rales,
hemoptitis, dan takipnea.
Pasien dengan kontusio ringan memerlukan pengamanan ketat.
Perlu sering dilakukan pengukuran gas darah arterial (GDA) atau
oksimetri nadi. Intervensi keperawatan tambahan termasuk
pengkajian pernapasan yang kerap, perawatan pulmonal, dan
kontrol nyeri.
d. Cedera Trakeobronkial
Cedera pada trakea atau bronki dapat disebabkan oleh trauma
tumpul atau penetrasi dan seringkali disertai dengan kerusakan
pada esophagus dan vascular. Cedera trakeobronkial yang parah
mempunyai angka kematian yang tinggi, bagaimanapun dengan
bertambah baiknya perawatan dan transportasi prarumah sakit
akhir-akhir ini, maka makin banyak pasien ini yang bertahan hidup.
23
c. Tamponade
Tamponade jantung dapat terjadi akibat trauma penetrasi
maupun trauma tumpul. Tanda-tanda awal dapat mencakup
penurunan tekanan darah, peningkatan tekanan vena sentral
sebagaimana yang ditunjukan oleh distensi vena leher, dan bunyi
muffle pada jantung. Asuhan keperawatan pasca pembedahan mirip
dengan tindakan cedera penetrasi jantung
Sebagian besar pasien dengan transeksi atau robekan pada
aorta mengalami pengeluaran darah sebelum sampai dirumah sakit.
Tempat yang paling umum terjadinya cedera adalah dekat
25
29
30
Trauma torak sering ditemukan, sekitar 25% dan penderita multitrauma ada komponen trauma toraks. 90% pada penderita dengan
trauma toraks ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh
dokter rumah sakit (atau paramedic dilapangan), sehingga hanya 10%
yang memerlukan operasi.
2. Pemeriksaan Fisik Paru
a. Inspeksi
Pemeriksaan paru dilakukan dengan melihat adanya jejas pada
kedua sisi dada,serta ekspansi kedua paru simektris atau tidak
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan kedua tangan memegang kedua sisi
dada.Nilai peranjakan kedua sisi dada penderita apakah teraba
simektris atau tidak oleh kedua tangan pemeriksa.
c. Perkusi
Dengan mengetukan jari tengah terhadap jari tengah yang lain
yang diletakan mendatar di atas dada.Pada daerah paru berbunyi
sonor,pada daerah jantung berbunyi redup (dull),sedangkan diatas
lambung (danusus) berbunyi timpani.Pada keadaan pnuemothorax
akan berbunyi hipersonor,berbeda dengan bagian paru yang
lain.Pada keadaan hemotorak akan berbunyi redup (dull)
d. Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada 4 tempat yakni dibawah kedua klavikula,
(pada garis mid-klavikularis) ,dan pada kedua mid-aksila (kosta 4-5)
bunyi nafas harus sama kiri sama dengan kanan.
3. Jenis Trauma Torak
a. Manifestasi : gangguan airway (obstruksi)
Penekanan pada trakea didaerah toraks dapat terjadi karna mislnya
fraktur seternum.Pada pemeriksaan klinis penderita aka nada gejala
penekanan airway seperti stridor inspirasi dan suara serak.
b. Manifestasi : gangguan breathing (sesak)
Ada 4 gangguan breathing :
1) Pneumotoraks terbuka /open pneumo-thorax(sucking chest
wound)
Depek atau luka yang besar pada dinding dada akan
menyebabkan pneumo-thorax terbuka.Tekanan didalam rongga
pleora akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfer.
33
2) Tension pneumothorax
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi
penggunaan fentilasi mekanik (fentilator) dengan fentilasi
tekanan positif pada penderita yang ada kerusakan pada pleura
visceral.Tension pneumothorax juga ditandai dengan gejala nyeri
dada,sesak yang berat,distress pernafasan takikardea,hipotensia
deviasi trakea,hilang suara nafas pada satu sisi,dan ditensi
venaleher
3) Hematothorax masif
Pada keadaan ini terjadi perdrahan hebat dalam rongga
dada.Pada keadaan ini akan terjadi sesak karna darah dalam
rongga pleura dan sok karna kehilangan darah.Pada perkusi dada
akan dull karan adarah dalm rongga pleura (pada pneumothorax
adalah hipersonor)
4) Flail chest
Terjadinya flail chest dikarnakan fraktur iga multiple pada dua
atau lebih tulang dengan dua atau lebih garis fraktur.Adanya
sigmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan
gangguan pada pergerakan dinding dada.Pada ekspirasi segman
akan menonjol keluar,pada inspirasi justru akan masuk kedalam
ini dikenal sebagai pernafasan paradogsal. Flail chest mungkin
tidak terlihat pada awalnya, karna spilnthing pada awalnya
(terbelat) dengan dinding dada.Gerkan pernafasan menjadi
buruk dan torak bergerak secara asimetris dan tidak
terkoordinasi.Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan
krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membentuk diagnosis.
d. Manifestasi : circulation (shok)
Cirdera torak yang akan mempengaruhi sirkulasi yang
harus ditemukan pada primary survey adalah hemotorak mosip
karna terkumpulnya darah dengan cepat dirongga pleura.Juga dapat
terjadi pada tampo nade jantung,walaupun penderita tidak dalam
keadaan sesak namun dalam keadaan shok ( syok nonhemoragik )
34
35
37
38
pertolongan sesuai.
Luka bakarnya sendiri Tidak perlu dilakukan apa-apa,selain
menutup dengan kain bersih.Menyemprot dengan air
hanya dilakukan bila tiba sebelum 15 menjangan memecit
bukan voltase
Apabila penderita datang masih dalam keadaan terkena arus
pasti)
Masalah luka karena arus listriknya : dianggap sebagai luka
bakar.Patut di tambahkan bahwa luka karena aruskan listrik
berbahaya pula.
Apabila menemukan penderita masih dalam keadaan terkena
zat kimia:
- Selalu proteksi diri
- Apabila zak kimia bersifat cair, langsung semprot dengan
-
air mengalir.
Apabila sifat kimia bersifat bubuk safu dulu sampai zat
40
41
42
Tabel 7.
Jenis Pemeriksaan
Respon Buka Mata (E)
Spontan
Terhadap suara
Tehadap nyeri
Tidak ada
Berorientasi baik
Berbicara ngacau (bingung)
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tidak ada respon
Ikut perintah
Melokalisir nyeri
Fleksi normal (tarik anggota badan yang
Nilai
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
dirangsang)
Fleksi abnormal (Dekortikasi)
Ekstensi abnormal (Deserbrasi)
Tidak ada respon (Flasid)
3
2
1
2) Tingkatan GCS
GCS Ringan (GCS=14-15)
Penderita tersebut sadar namun dapat mengalami amnesia
berkaitan dengan cedera yang dialaminya. Dapat disertai
riwayat hilangnya kesadaran yang singkat namun sulit
untuk dibuktikan terutama bila dibawah pengaruh alcohol
atau obat-obatan
GCS Sedang (GCS=9-13)
Penderita masih mampu menuruti perintah sederhana
namun biasanya tampak bingung atau mengantuk dan
dapat desertai deficit neurologis fokal seperti hemiparesis.
Sebanyak 10-20% dari penderita cedera otak sedang
44
45
46
47
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
BTLS (Basic Trauma Life Suport) adalah bagian awal dari ATLS
(Advanced Trauma Life Suport.Pada BTLS, dokter atau tenaga kesehatan
lainnya tidak diminta untuk memberikan tatalaksana sesuai diagnosis
definitifnya tapi hanya memberikan kesempatan bagi pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan nantinya. Intinya pada tahap ini,
dokter atau pelayan kesehatan lainnya hanya diminta membantu pasien
untuk tetap hidup atau membuat reaksi kimia C6H12O6 + 6O2 ---> 6CO2
+ 6H2O tetap berlangsung.
48
DAFTAR PUSTAKA
Abadi,Nur. 2008. Buku panduan pelatihan BC & TLS. Jakarta. Royal Palace.
American College of Surgeon Committee of Trauma,2004.Advanced Trauma
Life Support
Seventh Edition.Indonesia: Ikabi
Dorland,2002, Kamus Saku Kedokteran .Jakarta :EGC
Emanuelsen, K.L. & Rosenlicht, J.McQ. (1986). Handbook of critical care
nursing. New York:
A Wiley.
49
Hudack & Galo (1996), Perawatan Kritis; Pendekatan Holistik, EGC , Jakarta
Scheets,Lynda J.2002.Panduan Belajar Keperawatan Emergency.Jakarta: EGC
Tabrani (1998), Agenda Gawat Darurat, Pembina Ilmu, Bandung
50