You are on page 1of 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya
tonus otot dan spasme yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin
protein yang kuat yang dihasilkan oleh clostridium tetani. Terdapat beberapa
bentuk klinis tetanus termasuk didalam tetanus neonatorum, tetanus
generalisata dan gangguan neurologis lokal. (Sudoyo, 2009)
B. EPIDEMIOLOGI
Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non
imun, individu dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh
yang kemudian gagal mempertahankan imunitas secara adekuat dengan
vaksinasi ulangan. Walaupun tetanus dapat dicegah dengan imunisasi, tetanus
masih merupakan penyakit yang membebani diseluruh dunia terutama di
negara beriklim tropis dan negara-negara yang sedang berkembang, sering
terjadi di Brazil, Philipina, Vietnam, Indonesia dan negara lain di Benua Asia.
Penyakit ini umum terjadi didaerah pertanian, didaerah pedesaan, pada daerah
dengan iklim hangat, selama musim panas dan pria lebih banyak dari pada
wanita. Pada negara-negara tanpa program imunisasi yang komprehensif,
tetanus terjadi pada nenonatus dan anak-anak. (Sudoyo, 2009)
Walaupun WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun
1995, tetanus tetap bersifat endemik pada negara-negara sedang berkembang
dan WHO memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus
diseluruh dunia pada tahun 1992, termasuk didalamnya 550.000 kematian
akibat tetanus neonatorum, 210.000 di Asia Tenggara, 152.000 di Afrika.
Penyakit ini jarang dijumpai di negara-negara maju. Di Afrika Selatan, kirakira terdapat 300 kasus pertahun, kira-kira 12-15 kasus dilaporkan terjadi tiap
tahun di Inggris. (Sudoyo, 2009)
Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Di Amerika Serikat
pada tahun 1915 dilaporkan bahwa kasus tetanus yang terbanyak pada umur
1-5 tahun, sesuai dengan yang

dilaporkan
2

di

Manado

(1987)

dan

surabaya (1987) ternyata insiden tertinggi pada anak di atas umur 5 tahun.
(Abrutyn, 2005)
Perkiraan angka kejadian umur ratarata pertahun sangat meningkat
sesuaikelompok umur, peningkatan 7 kali lipat pada kelompok umur 519
tahun dan 2029 tahun, sedangkan peningkatan 9 kali lipat pada kelompok
umur 3039 tahun dan umur lebih 60 tahun. Beberapa peneliti melaporkan
bahwa angka kejadianlebihbanyak dijumpapada anak lakilaki, dengan
perbandingan 3:1. (Abrutyn, 2005)
C. ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, clostridium tetani bakteri
ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutam kuda, juga bisa pada
manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang
tersebut. Spora ini bisa bertahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika
bakteri menginfeksi luka seseorang, bakteri akan memasuki tubuh penderita
tersebut

dan

mengeluarkan

toksin

yang

bernama

tetanospasmin.

(Masjoer,2007)
Pada Negara yang belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada
neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak
baik, tetanus ini dikenal dengan tetanus neonatorum. (Masjoer,2007)
D. PATOGENESIS
Chlostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka
yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara
masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk,
luka bakar luka lecet, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat sebagai
portdentree.(Sudoyo 2009)
Dalam kondisi anaerob yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan infeksi,
leukosit yang mati, bendabenda asing maka spora berubah menjadi vegetatif
yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman
lisis maka dilepaskan eksotoksin,

yaitu tetanospasmin

(Sudoyo, 2009).
Tetanospasmin mencapai saraf melalui dua cara:

dan tetanolisin.

1. Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujungujung


saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik ke cornu anterior susunan
saraf pusat dan susunan saraf perifer.
2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk
seterusnya susunan saraf pusat. Aktivitas tetanospamin pada motor end
plate akan menghambat pelepasan asetilkolin, tetapi tidak menghambat
alfa dan gamma motor neuron sehingga tonus otot meningkat dan terjadi
kontraksi otot berupa spasme otot. Tetanospamin juga mempengaruhi
sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga terjadi over aktivitas
simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan
dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urine. Tetanospamin yang
terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisir lagi oleh
antitoksin tetanus.
E. MANIFESTASI KLINIK
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3 - 21 hari, dan kadang-kadang
lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosanya.
Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan
susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana
makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang. (Sudoyo, 2009)
Secara klinis pembagian tetanus:
1. Tetanus generalisata
Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umumdari
tetanus, yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme
generalisata. Masa inkubasi bervariasi, tergantung pada lokasi luka dan
lebih singkat pada tetanus berat, median onset setelah trauma adalah 7
hari, 15% kasus terjadi dalam 3 hari dan 10% kasus terjadi setelah 14
hari. (Sudoyo, 2009)
Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot dan apabila berat
disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk
membuka mulut, sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot
masseter menyebabkan trismus atau rahang terkunci. Spasme secara
progressif meluas keotot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah
yang khas,risus sardonicus dan meluas ke otot-otot untuk menelan yang

menyebabkan disfagia. Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan


eksternal dapat berlangsung selama beberapa menit dan dirasakan nyeri.
Rigiditas tubuh menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan
menurunnya kelenturan dinding dada. Refleks tendon dalam meningkat.
Pasien dapat demam, walaupun banyak yang tidak, sedangkan kesadaran
tidak terpengaruh. (Mardjono, 2014)
2. Tetanus neonatorum
Tetanus neonatorum biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan
biasanya fatal apabila tidak diterapi. Tetanus neonatorum terjadi pada
anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak di imunisasi secara
adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat yang tidak
steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan
lingkungan, dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilikus.
Onset biasanya dalam 2 minggu pertama kehidupan. Rigiditas, sulit
menelan ASI, iritabilitas dan spasme merupakan gambaran khas tetanus
neonatorum. Di antara neonatus yang terinfeksi, 90% meninggal dan
retardasi mental terjadi pada yang bertahan hidup. (Sudoyo, 2009)
3. Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang dimana manifestasi
klinisnya terbatas hanya pada otot-oto disekitar luka. Kelemahan otot
dapat terjadi akibat peran toksin pada tempat hubungan neuromuskuler.
Gejala-gejala bersifat ringan dan dapat bertahan sampai berbulan-bulan.
Progresif ke tetanus generalisata dapat terjadi. Namun demikian secara
umum prognosisnya baik. (Sudoyo, 2009)
4. Tetanus sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal,
yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya
1-2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial,
yang terseirng adalah sraf ke-7. Disfagia dan paralisis otot ekstraokular
dapat tejadi. Mortalitasnya tinggi. (Sudoyo, 2009)
F. DERAJAT KEPARAHAN
Klasifikasi beratnya tetanus oleh Ablett:

1. Derajat I (ringan): trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata,


tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spsame
singkat ringan sampai sedang gangguan pernafasan sedang dengan
frekuensi pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan.
3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks
berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apnea,
disfagia berat dan takikardia lebih dari 120. (Sudoyo, 2009)
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan pada tetanus didapati: (Sudoyo. 2009)
1. Risussordonikus: kekakuan otot mimik
2. Trismus: kekakuan otot masseter
3. Opistotonus: kekakuan otot menunjang tubuh seperti otot punggung, otot
leher, dan otot badan
4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan
5. Jika dilakukan pemeriksaan perabaan pada pasien akan merangsang kejang
yang dinamakan kejang rangsang
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang penyakit tetanus: (Abrutyn, E, 2005)
1. Laboratorium darah: nilai leukosit dapat meningkat
2. Pada pemeriksaan bakteorologi ditemukan clostridium tetani
3. Pemeriksaan CSF menunjukkan hasil yang normal
4. Rekam EMG menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus menerus
I. DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus di dasarkan pada manefestasi klinis. Apabila terdapat
riwayat vaksinasi yang telah di berikan secara lengkap dan vaksin ulangan
yang sesuai telah di berikan, maka kemungkinan untuk mengalami tetanus
sangatlah sedikit. Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam
diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nilainilai yang
spesifik, leukosit dapat normal atau dapat meningkat. Pemeriksaan
mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis
kemudian dibiakkan pada kultur agar darah. Tetapi pemeriksaan mikrobiologi
hanya pada 30% kasus ditemukan Clostridium Tetani. Pemeriksaan cairan
serebrospinalis dalam batas normal, walaupun kadang-kadang didapatkan

tekanan meningkat akibat kontraksi otot. Pemeriksaan elektroensefalogram


adalah normal dan pada pemeriksaan elektromiogram mungkin menunjukkan
impuls unit unit motorik dan pemendekan atau tidak adanya interval tenang
yang secara normal di jumpai setelah potensi aksi. (Sudoyo , 2009)

J. DIAGNOSIS BANDING. (Sudoyo, 2009)


PENYAKIT
1. INFEKSI
Meningoencephalitis

DIAGNOSIS BANDING
Demam, trismus tidak ada, sensorium

Polio

depresi, abnormal CSF,


Trismus tidak ada, paralise tipeflaccid,

Rabies

abnormal CSF
Gigitan binatang, trismus tidak ada,

Lesi oropharyngeal

hanya oropharyngeal spasme


Hanya lokal, rigiditas seluruh tubuh atau

Peritonitis

spasme tidak ada


Trismus atau spasme seluruh tubuh tidak
ada

2. KELAINAN METABOLIK
Tetany

Hanya

carpopedal

dan

laryngeal

Keracunan strychine

spasme, hypocalcemia
Relaksasi komplet diantara spasme

Reaksi phenothiazine

Dystonia,

respone

dengan

diphenhydramine
3. PENYAKIT CNS
Status epilepticus

Sensorium depresi

Hemorrhage atau tumor

Trismus tidak ada, sensorium depresi

4. KELAINAN PSYCHIATRIC
Hysteria

Trismus inkontans, relaksasi komplet


diantara spasme

K. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan
pernafasan sampai membaik. (Sudoyo, 2009)
a. Netralisasidaritoksin yang bebas
Anti toksindapatdigunakan Tetanus Imunoglobulin (TIG)
dengandosis 3000-6000 unit, satu kali pemberiansaja, secara IM tidak
boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung anti
complementary aggregates of globulin, yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidakada, dianjurkan
untuk menggunakan tetanus anti toksin, yang berasal dari hewan,
dengan dosis 40.000 unit, dengan cara pemberiannya adalah 20.000
unit dari anti toksin yang dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaCl
fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa
20.000 unit diberikan secara IM pada daerah sebelah luar. (Sudoyo,
2009)
b. Menyingkirkan sumber infeksi
Jika ada luka nampak jelas hendaknya di debridement
secarabedah. Walaupun manfaatnya belum terbukti,terapi antibiotik di
berikan pada tetanus untuk mengeradikasi sel-sel vegetatif,sebagai
sumber toksin.Penggunaan penisilin (10-12 juta unit intravena setiap
hari selama 10 hari) telah di rekomendasikan dan secara luas di
pergunakan selama bertahun tahun, tetapi merupakan antaganis
GABA dan berkaitan dengan konvulsi. Metronidazole mungkin
merupakan antibiotik pilihan, metronidazole (500 mg tiap 6 jam atau

1 gr tiap 12 jam) di gunakan oleh beberapa ahli berdasarkan aktivitas


antimikrobial metronidazole yang bagus. (Sudoyo, 2009)
c. Penatalaksanaan intensif suportif
Turunnya berat badan umumnya terjadi pada tetanus. Faktor yang
ikut menjadi penyebabnya

mencakup ketidakmampuan untuk

menelan, meningkatnya laju metabolisme akibat pireksia, aktifitas


muskular dan masa kritis yang berkepanjangan. Oleh karna itu, nutrisi
di berikan seawal mungkin. Nutrisi enteral berkaitan dengan insidensi
komplikasi yang rendah dan lebih mudah dari nutrisi parenteral. Diet
cukup kalori dan protein, makanan dapat diberikan personde atau
NGT parenteral. (Sudoyo, 2009)
d. Penatalaksanaan lain
Penatalaksanaan lain meliputi hidrasi, untuk mengontrol
kehilangan cairan yang tak nampak dan kehilangan cairan yang lain,
yang mungkin signifikan, kecukupan kebutuhan gizi yang meningkat
dengan pemberian enteral maupun parenteral, fisioterapi untuk
mencegah kontaktur,dan pemberian heparin dan antikoagulan yang
lain untuk mencegah emboli paru. (Sudoyo, 2009)
2. Obat- obatan
a. Diazepam
Di pergunakan sebagai spasme tetanik dan kejang tetanik. Dosis
diazepam

dewasa 0,5-1 mg/kgBB intravena tiap 4 jam. Dosis

maksimum diazepam pada tetanus adalah 250 mg perhari.


Kontraindikasi hipersensitivitas, glukoma sudut sempit. (Sudoyo,
2009)
b. Fenobarbital
Dosis obat harus sedemikian rendah hingga tidak menyebabkan
depresi pernafasan. Jika pada pasien terpasang ventilator,dosis yang
lebih tinggi di perlukan untuk mendapatkan efek sedasi yang
diinginkan. Dosis dewasa 1mg/kgBB IMtiap 4-6jam tidak melebihi
400 mg perhari. Kontraindikasi hipersentivitas,gangguan fungsi hati,
penyakit paru berat dan pasien nefritis.(Sudoyo, 2009)
c. Metronidazole

10

Mentronidazole aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa. Di


rekomendasikan

terapi

selama

10-14

hari.Beberapa

ahli

merokomendasikan metronidazole sebagai antibiotik pada terapi


tetanus.Dosis dewasa 500 mg per oral tiap 8 jam atau 1 gr IV tiap 12
jam, tidak lebih dari 4 gr per hari. Kontraindikasi hipersentivitas
trimester pertama kehamilan.(Sudoyo, 2009)

L. KOMPLIKASI
Komplikasi tetanus dapat terjadi akibat penyakitnya, seperti
laringospasme, atau sebagai konsekuensi dari terapi sederhana, seperti sedasi
yang mengarah pada koma, aspirasi atau apnoe, atau konsekuensi dari
perawatan intensive, seperti pneumonia berkaitan dengan ventilator. (Sudoyo,
2009)
M. PENCEGAHAN
1. Perawatan luka
Terutama pada luka tusuk, kotor atau luka yang tercemar dengan spora
tetanus. (Sudoyo, 2009)
2. Imunisasi pasif
Diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada2 bentuk, yaitu:
a. ATS (Anti Tetanus Serum), dapat merupakan antitoksin bovine (dari
serum lembu) maupun antitoksin equine (dari serum kuda). Dosis
yang diberikan untuk orang dewasa adalah 1500 IU per IM, dan untuk
anak adalah 750 IU per IM.
b. Tetanus Immunoglobulin (TIG). Dosis yang diberikan untuk orang
dewasa adalah 250 IU per IM, untuk anak-anak adalah 125 IU per IM.
(Sudoyo, 2009)
3. Imunisasi aktif
Imunisasi tetanus biasanyadapat diberikan dalam bentuk DPT,DTdan TT .
a. DPT
: diberikan untukimunisasidasar
b. DT
: diberikan untuk booster pada usia 5 tahun, diberikan pada
anak dengan riwayat demam dan kejang
c. TT
: diberikan padaibu hamil dan anakusia 13 tahun keatas.

11

Sesuai dengan Program pengembangan Imunisasi, imunisasi


dilakukan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan pada usia 1,52 tahun
dan usia 5 tahun. Dosis yang diberikan adalah 0,5 cc tiap kali pemberian
secara intramuskuler.(Sudoyo, 2009).
N. PROGNOSIS
Tetanus yang berat umunya membutuhkan perawatan ICU 3-5 minggu,
pasien membutuhkan bantuan ventilasi bantuan jangkaun panjang. Tonus
yang meningkat dan spasme minor dapat terjadi sampai berbulan-bulan,
namun pemulihan dapat diharapkan sempurna, kembali kefungsi normalnya.
Pada beberapa penelitian pengamatan pada pasien yang selamat dari tetanus,
sering dijumpai menetapnya problem fisik dan psikologis. (Sudoyo, 2009)

You might also like