You are on page 1of 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

YANG MENDAPATKAN IMUNISASI

Disusun Oleh :

Muhammad Khairuddin

220112160018

Sri Rahmawati

220112160046

Anggi Putri Ariyani

220112160049

Samsam Hikmat Nugraha

220112160063

Ratu Irbath Khoirun Nisa

220112160087

Laksmita Sari Sipayung

220112160112

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2016

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3
1.1

Latar Belakang....................................................................................................3

1.2

Tujuan.................................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................5


2.1

Pengertian...........................................................................................................5

2.2

Jenis-Jenis Immunisasi Yang Wajib....................................................................6

2.2.1

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)................................................6

2.2.2

Imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus)..........................................8

2.2.3

Imunisasi POLIO.......................................................................................12

2.2.4

Imunisasi Campak.....................................................................................15

2.2.5

Imunisasi Hepatitis B................................................................................17

2.3

Imunisasi yang Dianjurkan..............................................................................18

2.3.1

Hib.............................................................................................................18

2.3.2

Imunisasi Pneumokokus (PCV)................................................................19

2.3.3

Vaksin Influenza........................................................................................20

2.3.4

Vaksin MMR.............................................................................................20

2.3.5

Tifoid.........................................................................................................22

2.3.6

Imunisasi varisela......................................................................................23

2.3.7

Hepatitis A.................................................................................................24

2.5

Jadwal Pemberian Imunisasi.............................................................................25

2.6

Kejadian Ikutan Pasca Imuniasi (KIPI)............................................................27

2.7

Tanggung Jawab Perawat Dalam Program Imunisasi.......................................27

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN IMUNISASI...................................................30


3.1

Pengkajian.........................................................................................................30

3.2

Analisa Data......................................................................................................33

3.3

Diagnosa Keperawatan.....................................................................................33

3.4

Intervensi Keperawatan....................................................................................34

3.5

Evaluasi Keperawatan.......................................................................................35

BAB IV PENUTUP........................................................................................................36
4.1

Kesimpulan.......................................................................................................36

4.2

Saran.................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................37

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kesehatan menjadi modal utama bagi setiap individu

untuk memperoleh

kualitas hidup yang baik dan sejahtera. Untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal
maka diperlukan sistem imun atau kekebalan tubuh yang baik agar terhindar dari
penyakit. Sistem imun ini bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh
mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh dan membuang atau
memperbaiki sel yang rusak apabila terjadi infeksi atau cedera.
Pembangunan kesehatan di negara kita mempunyai beban ganda (double
burden) yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif. Kondisi saat
ini menunjukan bahwa pemberantasan penyakit menular sangat sulit untuk dilakukan
oleh karena penyebarannya yang tidak mengenal batas. Beberapa penyakit yang saat ini
menjadi perhatian dunia dan merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua
negara adalah eradikasi polio (ERAPO), eliminasi campak pengendalian rubella (ECPR) dan Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE). Imunisasi merupakan
langkah yang ditempuh dalam rangka mencegah penularan beberapa penyakit
khususnya dan menurunkan angka kematian pada bayi dan anak,
merupakan

sebab anak

investasi kesehatan masa depan. Penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi adalah Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus dan hepatitis
B. Pada tahun 2010 WHO mencatat sebanyak 4,5 juta kematian anak dari 10,5 juta
pertahun terjadi akibat penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Berdasarkan data RISKESDAS 2010 kondisi ini terjadi karena anak tidak dilakukan
imunisasi dan drop out atau tidak diberikan imunisasi dasar secara lengkap.
Kekebalan yang diperoleh melalui imunisasi diperoleh dari vaksin yang
dimasukkan ke dalam tubuh. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah
mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah,
berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan
yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif
terhadap penyakit infeksi tertentu. Meskipun demikian pemberian vaksin dapat pula

menimbukan KIPI yaitu Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi berupa efek vaksin ataupun
efek simpang, toksisitas, reaksi sensitifitas, efek farmakologis maupun kesalahan
program, koinsidens, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Oleh karena itu pemberian imunisasi harus dilakukan berdasarkan standar pelayanan,
standar prosedur operasional dan standar profesi.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan mendapatkan pendelegasian
kewenangan memberikan

imunisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Penerapan standar asuhan keperawatan menjadi ciri profesionalisme perawat


dalam memberikan pelayanan imunisasi kepada klien melalui

tindakan proses

keperawatan meliputi serangkaian kegiatan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan,


evaluasi dan dokumentasi.

1.2

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada Anak yang

Mendapat Imunisasi ini yaitu:


1.2.1 Mendapatkan informasi

tentang konsep dasar imunisasi meliputi pengertian,

tujuan imunisasi, jenis-jenis imunisasi, tehnik pemberian imunisasi, dan efek


samping pemberian imunisasi
1.2.2 Mendapatkan informasi tentang konsep dasar proses keperawatan pada anak yang
mendapatkan imunisasi meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi
dan dokumentasi.
1.2.3 Mampu mendemonstrasikan pemberian imunisasi pada anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak
dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah
bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan
ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan
melalui mulut seperti vaksin polio. Tujuan diberikan imunisasi adalah di
harapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat
penyakit tertentu.
Di Negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah dan ada juga yang hanya di anjurkan, imunisasi wajib di Indonesia
sebagaimana telah diwajibkan oleh WHO ditambah dengan hepatitis B.
Imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk
mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit endemik, atau untuk
kepentingan tertentu (bepergian) seperti jamaah haji seperti imunisasi
meningitis.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh
kebal terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya terdapat tingginya kadar antibody pada saat
dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan dan waktu antara
pemberian imunisasi. Mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut akan
tergantung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat
diharapkan pada diri anak.
Pada dasarnya tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri untuk
mencegah berbagai kuman yang masuk. Pertahanan tubuh tersebut meliputi
pertahanan nonpesifik dan pertahanan spesifik. Proses mekanisme pertahanan
dalam tubuh yang pertama kali adalah pertahanan nonspesifik seperti koplemen
dan makrofag di mana koplemen dan makrofag ini yang pertama kali
memberikan peran ketika ada kuman yang masuk kedalam tubuh. Setelah itu,
5

kuman harus melawan pertahanan yang kedua yaitu pertahanan tubuh spesifik
terdiri dari system humoral dan selular. System pertahanan tersebut hanya
bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. Sistem pertahanan
humoral akan menghasilkan zat yang disebut immunoglobulin (Ig A, IgM, Ig G,
Ig E, Ig D) dan system pertahanan seluler terdiri dari Limfosit B dan Limfosit T,
dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut
sel memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah
pernah masuk kedalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip
imunisasi.
2.2

Jenis-Jenis Immunisasi Yang Wajib

2.2.1

Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)


Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit TBC. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang mengandung kuman
TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu
kali dan pemberian imunisasi BCG pada umur 0-11 bulan, akan tetapi pada
umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Cara pemberian imunisasi
BCG melalui intradermal. Efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada
daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional, dan reaksi panas.
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan kuman
Micobacterium Tuberculosis yang mempunyai sifat tahan terhadap asam pada
pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
temapat gelap dan lembab (RSPI, 2003). Tuberkulosis (TB) di Indonesia
menduduki urutan ketiga sebagai penyebab kematian setelah jantung dan
saluran pernafasan (Bambang Supriatno, dkk, 2002).
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena
terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC.Kuman ini dapat
menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi),
kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat)
(Theophilus, 2000).
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru
lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum

bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila
pemberian imunisasi ini berhasil, maka setelah beberapa minggu di tempat
suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas,
maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan
atas.Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam
(Theophilus, 2000).
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkn dengan 4 cc NaCl
0,9%. Setelah dilarutkan harus segera diapakai dalam waktu 3 jam, sisanya
dibuang. Penyimpana pada suhu < 5C terhidar dari sinar matahari.
Jumlah Pemberian:
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi
kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda
dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
Usia Pemberian:
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan
tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah
kemasukan

kuman Mycobacterium

tuberculosis atau

belum.

Vaksinasi

dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah
atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG
Lokasi Penyuntikan:
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis
yang melakukan penyuntikan di paha.
Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan
bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.
Tanda Keberhasilan:
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6
minggu.Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh
sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara
penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian
khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di
7

paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit
paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam
kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB,
infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat
vaksinasi alamiah.
Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan

pada

anak

yang

berpenyakit

TB

atau

menunjukkan Mantoux positif.


Cara penyuntikan BCG
Bersihkan lengan dengan kapas air
Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum
yang berluban menghadap keatas.
Suntikan 0,05 ml intra kutan
2.2.2

Imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus)


Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri,
pertusis, dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang temggorokan
dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Penyakit ini mudah
menular melalui batuk atau bersin. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri
pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi
pernafasan yang melengking.Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi
serius, seperti peneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi
bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin ini
diberikan 5 kali pada usia 2,4,6,18, bulan dan 5 tahun.
Cara pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Efek samping
pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti
pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam. Sedangkan efek
berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun,
terjadi kejang, ensefalopati, dan shock.Terdiri dari :

a. Toxoid difteri racun yang dilemahkan Bordittela pertusis bakteri yang


dilemahkan
b. Toxoid tetanus racun yang lemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat

Merupakan vaksin cair, jika didiamkan sedikit berkabut, dan terdapat


endapan putih di dasarnya. Dosis 0,5 ml secara intramuscular di bagian luar
paha. Vaksin

mengandung

Alumunium

fosfat,

jika

diberika

subkutan

menimbulkan peradangan dan nekrosis setempat.


Usia & Jumlah Pemberian:
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan
1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT
Efek Samping:
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas.
Jika demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke
dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa
saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap
aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil mengalami kejang
hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi setelah demamnya
hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DTP
asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya
sangat ringan, hanya sekadar sumeng.
Indikasi/Kontra:
Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu
penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau
habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya
boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan
panas.
2.2.2.1 Penyakit DPT
a) Difteri
Penyakit Difteri disebabkan oleh Corynebacterium Diphtheriae yaitu
bakteri

gram-positif

yang

mengeluarkan

toksin

(racun)

yang

bisa

menimbulkan gejala lokal maupun umum. Kuman difteri sangat ganas dan
mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput
putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi
jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang
otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf (Theophilus, 2002; RSPI,
2003).
9

Penyakit difteri terdapat di seluruh dunia dan masih menjadi endemik


di sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia, kendati jumlahnya
makin berkurang. Bakteri disebarkan melalui batuk, bersin, dan bicara. Jika
sudah masuk ke hidung atau mulut, maka bakteri akan diisolasi di selaput
lendir saluran nafas atas. Dalam masa inkubasi (2 4 hari), bakteri akan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan nekrosis (kematian sel) pada
jaringan sekitar (Gloria Cyber Ministries, 2001).
Masa inkubasi penyakit ini tergolong cepat yaitu antara 1-6 hari.
Gejala klinisnya tergantung dari tempat terjadinya infeksi, status imun dan
penyebaran toksin. Dilihat secara klinis, difteri bisa terjadi di hidung, tonsil,
laring, faring, laringotrakea, konjungtiva, kulit, dan genital.
Infeksi difteri bisa menimbulkan kematian jika sudah komplikasi pada
laring dan trakea. Komplikasi biasanya juga merusak jantung, sistem syaraf
dan ginjal. Sebelum hal itu terjadi, pasien harus segera mendapatkan obat
antitoksin difteri dan antibiotika penisilin dan eritromisin. Selain itu, perlu
diberikan pengobatan suportif dengan istirahat total 2-3 minggu.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan
dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan
dengan selang penyuntikan satu dua bulan. Imunisasi ini akan memberikan
kekebalan aktif terhadap difteri, pertusis dan tetanus secara bersamaan.
b) Pertusis
Pertusis adalah

radang

pernafasan

(paru)

disebut

juga batuk rejan atau batuk 100 hari karena lamanya sakit bisa mencapai 3
bulan lebih atau 100 hari. Gejala penyakit ini sangat khas, batuk yang
bertahap,

panjang

dan

lama,

disertai

bunyi dan

diakhiri

dengan

muntah. Penyakit ini cukup berbahaya bila menyerang anak balita, karena
mata dapat bengkak dan berdarah atau bahkan dapat menyebabkan kematian
karena kesulitan bernafas(RSUD. DR. Saiful Anwar, 2002). Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertussis, tetapi di beberapa daerah
kadang-kadang juga oleh Bordetella Parapertusis (Gloria Cyber Ministries,
2001).
Pertusis merupakan penyakit yang sangat menular (melalui kontak
langsung) pada populasi yang tidak diimunisasi, bahkan dikatakan

10

penularannya mencapai 100%. Risiko tertinggi menyerang pada bayi usia


enam bulan ke bawah. Masa inkubasi penyakit ini antara 6-20 hari. Gejala
umumnya dibagi dalam tiga fase yaitu (1) fase kataral (gejala infeksi saluran
nafas), (2) fase serangan (batuk berat disertai nafas berbunyi) serta (3) fase
penyembuhan (batuk berkurang dan nafas membaik). Jika sudah parah,
penyakit

ini

menimbulkan

komplikasi

radang

paru

(pneumonia)

yang menjadi penyebab sekitar 90% kematian anak usia di bawah tiga tahun.
Selain pneumonia, komplikasi juga menimbulkan kejang dan turunnya
kesadaran akibat berkurangnya oksigen yang masuk ke otak. Dapat juga
timbul komplikasi akibat batuk yang hebat, seperti: epistaksis, pendarahan
sub konjungtiva, ulserasi frenulum. Mungkin terjadi prolapsus recti dan
hernia karena meningginya tekanan intraabdominal. Muntah-muntah yang
hebat menimbulkan emasiasi (kurus) dan gangguan keseimbangan elektrolit,
enfisema dan bronkiektas.
Untuk mencegah timbulnya penyakit, anak perlu mendapat vaksinasi
pertusis. Vaksin ini dikembangkan sejak 60 tahun lalu dan mulai dipakai
efektif di dunia tahun 1960-an bersama dengan vaksin tetanus dan difteri.
Ketiga vaksin itu akhirnya disatukan menjadi vaksin DPT.
c)

Tetanus
Penyakit ini disebabkan oleh basil Clostridium Tetani yaitu bakteri
gram-positif dan bersifat anaerob (bisa berbiak di dalam lingkungan tanpa
oksigen).Clostridium Tetani yang memproduksi toksin yang yang disebut
dengan tetanospamin. Tetanospasmin menempel pada urat saraf disekitar area
luka dan dibawa ke system saraf otak serta saraf tulng belakang, sehingga
terjadi gangguan pada aktivitas normal urat saraf.
Masa inkubasi penyakit ini antara 3-14 hari dengan gejala yang timbul
di ahri ke tujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada 2 minggu pertama
kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit yang
berbahaya, jika dapat didiagnosa dan mendapatkan perawatan yang benar
maka penderita dapat disembuhkan.Penyembuhan umum terjadi selama 4-6
minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebgai bagian
dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus
dilanjutkan walaupun telah dewsa, di anjurkan setiap interval 5 tahun: 25, 30,
11

35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimmunisasi juga dan melahirkan di


tempat yang terjaga kebersihannya.
Pengobatan tetanus dilakukan dengan jalan menetralisasi toksin,
membersihkan luka, memberikan antibiotika penisilin atau tetrasiklin dan
memperkuat nutrisi, cairan serta kalori. Sebagai pencegahan, anak perlu
mendapat imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif merupakan vaksinasi
dasar dalam bentuk toksoid yang diberikan bersama vaksin pertusis dan
difteri. Sedangkan imunisasi pasif diberikan dalam bentuk serum antitetanus
(ATS profilaksis) pada penderita luka yang berisiko terinfeksi tetanus.
Di Indonesia vaksin terhadap Difteri, Pertusis, dan Tetanus terdapat
dalam 3 jenis kemasan, yaitu: kemasan tunggal khusus untuk tetanus, bentuk
kombinasi DT, dan kombinasi DPT. Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali,
sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal
selama 4 minggu sampai 5 minggu (DPT1, DPT2, dan DPT3). Suntikan
pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, sebabnya suntikan ini harus
diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1 2
tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-3.
Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada
saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P)
(Theophilus, 2000).
2.2.3

Imunisasi POLIO
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penykit
ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi.
Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layu.
Vaksin polio ada dua jenis, yakni :

a. Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)


Di Indonesia, meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio Inactivated
atau Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) belum banyak digunakan. IPV
dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam media pembiakkan, kemudian
dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia. Karena IPV
tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka vaksin ini tidak dapat menyebabkan

12

penyakit polio walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang
lemah. Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan
pada sel-sel VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formadehid.
Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan
polimiksin B. IPV harus disimpan pada suhu 2 8 C dan tidak boleh dibekukan.
Pemberian vaksin tersebut dengan cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml
diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.
Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan
mendapatkan OPV maka dapat menggunakan IPV.Demikian pula bila ada
seorang kontak yang mempunyai daya tahan tubuh yang lemah maka bayi
dianjurkan untuk menggunakan IPV.
b. Oral Polio Vaccine (OPV)
Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling
sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan
cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild) hidup yang
dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma Bandung. Komposisi
vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin yang
masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam
biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2
tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin
tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri
di usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam
dinding luar lapisan usus yang mengakibatkan pertahan lokal terhadap virus
polio liar yang akan masuk. Pemberian Air susu ibu tidak berpengaruh pada
respon antibodi terhadap OPV dan imunisasi tidak bioleh ditunda karena hal ini.
Setelah diberikan dosis pertama dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada
dosis berikutnya akanmemberikan perlindungan jangka panjang. Vaksin ini
diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18, bulan, dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak
mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5
hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang yang beredar, dan di Indonesia yang umum
diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya
melalui mulut. Dibeberapa Negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi
13

DPT dan polio. Imunisasi dasar diberika sejak anak baru lahir atau berumur
beberapa hari atau selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin
polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT.
Imunisasi ulang diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT, pmberian
imunisasi polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomyelitis.
Imunisasi ulang dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6 tahun)
dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 thun). Cara memberikan imunisasi
polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung ke
dalam mulut anak.Imunisasi ini jangan diberika pada anak yang sedang diare
berat, efek samping yng terjai sangat minimal dapat berupa kejang.
Vaksin dari virus polio (tipe 1,2,dan 3) Virus polio terdiri atas tiga strain,
yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon) yang dilemahkan,
dibuat dalam biakkan sel-vero : asam amino, antibiotic, calf serum dalam
magnesium clorida, dan fenol merah.Vaksin yang berbentuk cairan dengan
kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet. Pemberian secara oral sebanyak 2
tetes (0,1 ml) dengan diberikan 4 kali, interval 4 minggu.
Jumlah Pemberian Imunisasi Polio:
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio
massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak
ada istilah overdosis dalam imunisasi!
Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18
bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi
dengan vaksin DTP.
Cara Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral
Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di Indonesia, yang digunakan adalah OPV.
Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan,
dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.
Indikasi Kontra:

14

Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di
atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang
menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan
mekanisme kekebalan terganggu.
2.2.4

Imunisasi Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Kandungan
vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi
campak adalah satu kali.Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9 11
bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan kemudian efek
sampingnya adalah dapat terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas.
Imunisasi campak diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap
penyakit campak secara aktif.Vaksin campak mengandung virus campak hidup
yang telah dilemahkan. Vaksin campak diberikan pada umur sembilan bulan,
dalam satu dosis 0,5 ml subkutan dalam (IDAI, 2001)
Vaksin campak harus didinginkan pada suhu yang sesuai (dua sampai
delapan derajat celcius) karena sinar matahari atau panas dapat membunuh virus
vaksin campak. Bila virus vaksin mati sebelum disuntikkan, vaksin tersebut
tidak akan mampu menginduksi respon imun (Wahab dan Julia, 2002).
Imunisasi campak hanya diberikan satu kali suntikan, dimana tubuh anak
dirangsang untuk membuat antibody yang menimbulkan kekebalan (Dirjen PPM
dan PL, 2000). Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi, mungkin terjadi
demam ringan dan tampak sedikit bercak merah pada pipi dibawah telinga pada
hari ke tujuh sampai hari ke delapan setelah penyuntikan. Mungkin pula terdapat
pembengkakan

pada

tempat

suntikan. Efek

samping imunisasi

campak

diantaranya adalah demam tinggi (suhu lebih dari 39,4C) yang terjadi delapan
sampai sepuluh hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama sekitar 24 48 jam
(insidens sekitar dua persen), dan ruam selama sekitar satu sampai dua hari
(insidens sekitar dua persen) (Wahab dan Julia, 2002).
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak yang sakit
parah, menderita TBC tanpa pengobatan, defisiensi gizi, penyakit gangguan
kekebalan, riwayat kejang demam, panas lebih dari 38C (Markum, 2002).
Usia & Jumlah Pemberian:
15

Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan,


pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah
menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita.
Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12
bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan
diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.
Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari. Vaksin dari
virus hidup (CAM-70 chicchorioallantonik membrane) yang dilemahkan
kanamisin sulfat dan eritromisin berbentuk bekuan kering, dilarutkan dalam 5cc
pelarut aquades.
Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibody yang
diperolah dari ibu.
Disamping pada suhu 2-8C, bisa sampai 20C
Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8 C
Jika ada wabah, immunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, di ulang 6 bulan
kemudian.
2.2.5

Imunisasi Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair. HBsAg
(hepatitis B surface antigen) adalah protein yang dilepaskan oleh virus hepatitis
B yang sedang menginfeksi tubuh. Karena itu, protein ini dapat digunakan
sebagai penanda atau marker terjadinya infeksi hepatitis B Frekuensi pemberian
imunisasi hepatitis 3 kali, waktu pemberian hepatitis B pada umur 0-11 bulan.
Cara pemberian imunisasi hepatitis ini adalah intra muskular.
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap
penyakit Hepatitis B. vaksin terbuat dari bagian virus bepatitis B yang
dinamakan

HbsAg,

yang

dapat

menimbulkan

kekebalan

tetapi

tidak

menimbulkan penyakit (Markum, 2002)


Vaksin hepatitis akan rusak karena pembekuan, juga karena pemanasan.
Vaksin hepatitis paling baik di simpan pada temperatur dua sampai delapan

16

derajat celcius. Imunisasi hepatitis B diberikan sebanyak tiga kali, dengan jarak
antar suntikan empat minggu, diberikan dengan suntikan intramusculer pada
paha bagian luar dengan dosis 0,5 ml (Dirjen PPM dan PL, 2000).
Efek samping pemberian imunisasi Hepatitis B diantaranya rasa sakit
pada area suntikan yang berlangsung satu atau dua hari, demam ringan dan
reaksi alergi yang serius termasuk ruam (Cave & Mitchell, 2003).
Jumlah Pemberian:
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua,
kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia Pemberian:
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak
ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia
antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi
yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan
dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Lokasi Penyuntikan:
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha
lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Efek Samping:
Berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan
pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
Tanda Keberhasilan:
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan
pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar
hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti
daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi
kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila
angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
Tingkat Kekebalan:

17

Cukup tinggi, antara 94-96%.Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95%
bayi mengalami respons imun yang cukup.
Indikasi Kontra:

Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.

Vaksin berisi HBsAg murni

Diberikn sedini mungkin setelah lahir

Suntikan secara intramuscular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.

Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8C

Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan immunoglobulin hepatitis B 12 jam
setelah lahir + hepatitis B
2.3

Imunisasi yang Dianjurkan


Vaksin-vaksin tersebut adalah hib, pneumokokus (pcv), influenza, mmr,
tifoid, hepatitis a, dan varisela.

2.3.1

Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza
tipe

yang

disebabkan

oleh

bakteri.

Organisme

ini

bisa

menyebabkan meningitis(radang selaput otak), pneumonia (radang paru) dan


infeksi tenggorokan. Vaksin ini diberikan 4 kali pada usia 2,4,6 dan 15-18 bulan.

Dosis 0,5 ml diberikan Intra Muskular


Vaksin dlam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit
Disimpan pada suhu 2-8C
Imunisasi Hib diberikan secara suntikan dibahagian otot paha.
Imunisasi ini diberikan dalam satu suntikan bersama imunisasi Difteria, Pertussis
dan Tetanus (DPT). Juga boleh diberikan bersama imunisasi lain seperti imunisasi
Hepatitis B.

2.3.2

Imunisasi Pneumokokus (PCV)


Jenis imunisasi ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau Pneumococcal
Vaccine alias imunisasi pneumokokus memberikan kekebalan terhadap serangan
penyakit IPD (Invasive Peumococcal Diseases), yakni meningitis (radang
selaput otak), bakteremia (infeksi darah), dan pneumonia (radang paru). Ketiga
penyakit ini disebabkan kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus
yang penularannya lewat udara. Gejala yang timbul umumnya demam tinggi,
menggigil, tekanan darah rendah, kurang kesadaran, hingga tak sadarkan diri.
18

Penyakit IPD sangat berbahaya karena kumannya bisa menyebar lewat darah
(invasif) sehingga dapat memperluas organ yang terinfeksi.
Imunisasi ini dapat diberikan sejak usia 2 bulan, kemudian berikutnya di
usia 4 dan 6 bulan. Sedangkan pemberian ke-4 bisa dilakukan saat anak usia 1215 bulan atau ketika sudah 2 tahun.Bila hingga 6 bulan belum divaksin, bisa
diberikan di usia 7-11 bulan sebanyak dua dosis dengan interval pemberian
sedikitnya 1 bulan. Dosis ke-3 dapat diberikan pada usia 2 tahun. Atau hingga 12
bulan belum diberikan, vaksin bisa di berikan di usia 12-23 bulan sebanyak dua
dosis dengan interval sedikitnya 2 bulan.
Efek Samping yang biasanya muncul yaitu demam ringan, kurang dari
380c, rewel, mengantuk, nafsu makan berkurang, muntah, diare, dan muncul
kemerahan pada kulit. Reaksi ini terbilang umum dan wajar karena bisa hilang
dengan sendirinya.
2.3.3

Vaksin Influenza
Dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus
diberikan hingga dewasa. Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular
dan disebabkan oleh virus influenza, yang menyerang saluran pernafasan, virus
influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan
sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus,
yang menyebabkan radang paru(pneumoni) yang berbahaya.

Usia & Jumlah Pemberian:


Dapat diberikan sejak usia 6 bulan yang kemudian diulang setiap tahun, lantaran
vaksinnya hanya efektif selama 1 tahun.
Efek Samping:
Muncul demam ringan antara 6-24 jam setelah suntikan. Atau, muncul reaksi lokal
seperti kemerahan di lokasi bekas suntikan. Namun tidak usah khawatir karena
reaksi tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Tanda Keberhasilan:
Sulit dilihat karena tidak kasat mata.
Tingkat Kekebalan:
Sebagaimana imunisasi lainnya, tingkat proteksi tak sampai 100%. Terlebih pada
penyakit influenza, ada kemungkinan virus yang beredar di masyarakat sudah
19

mengalami mutasi (perubahan sifat), atau jenis virus yang sedang menginfeksi anak
tak dapat dicegah oleh vaksin influenza yang diberikan.
2.3.4

Vaksin MMR
Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit Mumps (gondongan

/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak Jerman). Terutama buat anak
perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya rubela pada
saat hamil. Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar tak
terserang rubela dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil. Penting diketahui,
rubela dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan
Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan
dan diulang saat anak berusia 6 tahun. Reaksi dari vaksin ini biasanya baru
muncul tiga minggu setelah diberikan, berupa bengkak di kelenjar belakang
telinga. Untuk mengatasinya, berikan anak obat penghilang nyeri. Patut
diperhatikan, jangan langsung membawa pulang anak setelah ia diimunisasi
MMR. Tunggulah hingga 15 menit, sehingga jika timbul suatu reaksi bisa
langsung ditangani.
Usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan 6 tahun. Jika belum mendapat
imunisasi campak di usia 9 bulan, maka MMR dapat diberikan di usia 12 bulan, dan
diulangi pada umur 6 tahun.
Catatan: Bila orangtua khawatir atau anak menunjukkan keterlambatan bicara dan
perkembangan lainnya, pemberian imunisasi MMR dapat ditunda hingga anak
berusia 3 tahun. Bila semua proses tumbuh kembangnya tak ada masalah alias
normal, vaksin MMR dapat diberikan kepada anak.
Efek Samping:
Beberapa hari setelah diimunisasi, biasanya anak mengalami demam, timbul ruam
atau bercak merah, serta terjadi pembengkakan di lokasi penyuntikan. Namun tak
perlu khawatir karena gejala tersebut berlangsung sementara saja. Demamnya pun
dapat diatasi dengan obat penurun panas yang dosis pemakaiannya sesuai anjuran
dokter. MMR = Gondongan, Campak, & Campak Jerman
a)

Gondongan

20

Penyakit infeksi akut akibat virus mumps ini sering menyerang anakanak, terutama usia 2 tahun ke atas sampai kurang lebih 15 tahun. Ada beberapa
lokasi yang diserang seperti kelenjar ludah di bawah lidah, di bawah rahang, dan
di bawah telinga (parotitis). Masa inkubasi sekitar 14-24 hari setelah penularan
yang terjadi lewat droplet. Awalnya muncul demam (bisa sampai 39,50C),
disertai pusing, mual, nyeri otot atau pegal terutama di daerah leher, lesu dan
lemah. Sehari kemudian tampak bengkak di bawah telinga sebelah kanan dan
kemudian menjalar ke sebelahnya
Karena gondongan bersifat self-limiting disease (sembuh sendiri tanpa
diobati),

pengobatan

dilakukan

sesuai

gejala

simptomatik.

Disamping

meningkatkan daya tahan tubuh dengan asupan makanan bergizi dan cukup
istirahat. Biasanya dokter juga akan memberi antibiotik untuk mencegah terjadi
infeksi kuman lain. Sebenarnya, jika daya tahan tubuh bagus, anak tak akan
b)

tertular. Dan jika sudah sekali terkena, gondongan tak akan berulang.
Campak Jerman
Campak Jerman atau rubella berbeda dari campak biasa. Pada anak,
campak Jerman jarang terjadi dan dampaknya tak sampai fatal. Kalaupun ada
biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5-14 tahun. Hanya
gejalanya yang hampir sama seperti flu, batuk, pilek dan demam tinggi. Nafsu
makan penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa.
Namun, bercak merah yang timbul tak sampai parah dan cepat menghilang
dalam waktu 3 hari.

2.3.5

Tifoid
Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral
(Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam
tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella
typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan
makanan-minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu
menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsurangsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Biasanya di pagi hari demam
akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala lainnya adalah
mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut,
21

terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada
tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak
harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan
minum antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di
rumah sakit. Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas
untuk mencegah kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi
karena dapat berakibat fatal.
Pemberian imunisasi
Vaksin suntikan diberikan satu kali kepada anak umur 2 tahun dan diulang setiap
3 tahun. Pengulangan ini perlu mengingat serangan penyakit tifus bisa berulang,
ditambah banyaknya lingkungan yang tidak higienis dan kurang terjaminnya
makanan yang dikonsumsi anak. Sementara vaksin oral diberikan kepada anak
umur 6 tahun atau lebih.
Efek samping
Kemerahan di tempat suntikan. Juga bisa muncul demam, nyeri kepala/pusing,
nyeri sendi, nyeri otot, nausea (mual), dan nyeri perut Umumnya berupa bengkak,
nyeri, ruam kulit, dan (jarang dijumpai). Efek tersebut akan hilang dengan
sendirinya.
2.3.6

Imunisasi varisela
Berfungsi memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air
ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, komplikasinya infeksi
kulit dan bisa infeksi di otak. Vaksin ini diberikan pada anak usia 1-13 tahun 1
kali dan lebih dari 13 tahun 2 kali. Vaksin varicella (vaRiLirix) berisi virus
hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada umur 1 tahuh , ulangan
umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara subcutan penyimpanan suhu 2-8C
memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox, penyakit yang
disebabkan virus varicella zooster. Termasuk penyakit akut dan menular, yang
ditandai dengan vesikel (lesi/bintik berisi air) pada kulit maupun selaput lendir.
Penularannya sangat mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara yang
keluar saat penderita meludah, bersin, atau batuk. Namun yang paling potensial
menularkan adalah kontak langsung dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul

22

bintik dengan cairan yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam,
maka tidak menular lagi.
Awalnya, anak mengalami demam sekitar 3-7 hari tapi tidak tinggi.
Barulah kemudian muncul bintik-bintik. Meski dapat sembuh sendiri, anak tetap
perlu dibawa ke dokter. Selain untuk mencegah bintik-bintik tidak meluas ke
seluruh tubuh, juga agar tak terjadi komplikasi yang bisa berakibat fatal.
Sebaiknya penderita dipisahkan dari anggota keluarga lainnya untuk mencegah
penularan. Minta anak untuk tidak menggaruk agar tak menimbulkan bekas luka.
Atasi rasa gatalnya dengan bedak yang mengandung kalamin. Tingkatkan daya
tahan tubuhnya dengan asupan makanan bergizi.
Usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan sebanyak 1 kali yakni pada usia antara 10-12 tahun.
Efek Samping:
Umumnya tak terjadi reaksi. Hanya sekitar 1% yang mengalami demam.
Tingkat Kekebalan:
Efektivitasnya bisa mencapai 97%. Dari penelitian terhadap 100 anak yang
diimunisasi varisela, hanya 3 di antaranya yang tetap terkena cacar air, itu pun
tergolong ringan. Vaksin ini tidak diwajibkan dengan pertimbangan bahwa penyakit
tifus tidak berbahaya pada anak dan jarang menimbulkan komplikasi. Gejala
penyakit yang khas adalah demam tinggi yang dapat berlangsung lebih dari 1
minggu disertai dengan lidah yang tampak kotor, sakit kepala, mulut kering, rasa
mual, lesu, dan kadang-kadang disertai sembelit atau mencret. Ada 2 jenis vaksin
demam tifoid, yaitu vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Vaksin
suntikan diberikan sekali pada anak umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun.
Vaksin oral diberikan pada anak umur 6 tahun atau lebih. Kemasan vaksin oral
terdiri dari 3 kapsul yang diminum sekali sehari dengan selang waktu 1 hari.
2.3.7

Hepatitis A
Imunisasi inidapat diberikan pada anak usia di atas 2 tahun. Immunisasi
diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun, Immunisasi
dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian, dosis vaksin (Harvixinactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi
yang terjadi kadang demam, lelah, lesu, mual dan hilang nafsu makan. Efek
samping Umumnya, tak menimbulkan reaksi. Namun, meski sangat jarang,

23

dapat muncul rasa sakit pada bekas suntikan, gatal, dan merah, disertai demam
ringan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari
2.4

Syarat Pemberian Imunisasi


Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam
kondisi sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus
dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan
kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Untuk membentuk kekebalan
yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Jika anak dalam kondisi sakit maka
kekebalan yang terbentuk tidak bagus.
Imunisasi tidak boleh diberikan hanya pada kondisi tertentu misalkan
anak mengalami kelainan atau penurunan daya tahan tubuh misalkan gizi buruk
atau penyakit HIV/AIDS atau dalam penggunaan obat obatan steroid, anak
diketahui mengalami reaksi alergi berat terhadap imunisasi tertentu atau
komponen imunisasi tertentu.

2.5

Jadwal Pemberian Imunisasi

Umur
Saat

vaksin
Hepatitis B-1

lahir

Keterangan
HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan
pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam
waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan
vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan
ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg
positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi

Polio-0

berumur 7 hari.
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di
RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk

1 bulan

Hepatitis B-2

menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain)


Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1

0-2

BCG

bulan.
BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada

bulan

umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu


dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.

24

2 bulan

DTP-1

DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat


dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi

Hib-1

dengan Hib-1 (PRP-T)


Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1

4 bulan

Polio-1
DTP-2

dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.


Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau

6 bulan

Hib-2
Polio-2
DTP-3

dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).


Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2
Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3

Hib-3

(PRP-T).
Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak

Polio-3
Hepatitis B-3

perlu diberikan
Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun

Campak-1

optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.


Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan

9 bulan

program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah


mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu
15-18

MMR

diberikan.
Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi

Hib-4
DTP-4
Polio-4

campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.


Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).
DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.
Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.

Hepatitis A

Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua

Tifoid

kali dengan interval 6-12 bulan.


Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2

bulan
18
bulan
2 tahun
2-3
tahun
5 tahun
6
tahun.
10

tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3


DTP-5
Polio-5
MMR

tahun.
DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.
Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum

dT/TT

mendapatkan MMR-1.
Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan

Varisela

untuk mendapatkan imunitas selama 25 tahun.


Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

tahun

25

2.6

Kejadian Ikutan Pasca Imuniasi (KIPI)


Kejadian Ikutan Pasca Imuniasi (KIPI) merupakan semua kejadian sakit
dan kematian yang terjadi dalam kurun waktu 1 bulan setelah imunisasi.
Pencegahan yag dapat dilakukan yaitu:
a. Memperhatikan indikasi kontra
b. Orangtua diajarkan menangani reaksi vaksin yang ringan & dianjurkan segera
kembali apabila ada reaksi yg mencemaskan
c. Mengenal dan dapat mengatasi reaksi anafilaksis
d. Sesuaikan dengan reaksi ringan/berat yg terjadi atau harus dirujuk ke RS dg
fasilitas lengkap
e. Mencegah KIPI akibat program error:
1) Gunakan alat suntik disposibel
2) Gunakan pelarut vaksin yang sudah disediakan oleh produsen vaksin
3) Vaksin yg sudah dilarutkan harus segera dibuang
4) Dalam lemari pendingin tidak boleh ada obat lain selain vaksin
5) Program error dilacak, agar tidak terulang kesalahan yang sama

2.7

Tanggung Jawab Perawat Dalam Program Imunisasi


Sebelum melakukan imunisasi, dianjurkan mengikuti tatacara sebagai
berikut:
a.

Memberitahukan secara rinci tentang resiko vaksinasi dan resiko apabila

b.

tidak imunisasi
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila

c.

terjadi reaksi ikutan yang diharapkan.


Baca dengan teliti informasi dengan produk (vaksin) yang akan diberikan

d.

jangan lupa mengenai persetujuan yang telah diberikan pada orangtua.


Melakukan tanya jawab dengan orangtua atau pengasuhnya sebelum

e.

melakukan imunisasi.
Tinjau kembali apakah indikasi kontra terhadap vaksin yang akan

f.
g.

diberikan.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik.

26

h.

Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda


perubahan; periksa tanggal kadaluwarsa dan catat hal-hal istimewa,

i.

misalnya perubahan warna menunjukkan adanya kerusakan.


Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan
pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up

j.

vaccination)
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian di bawah
mengenai pemilihan jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerimaan
vaksin.

27

2.5 Patofisiologi Imunisasi

Antigen

Masuk ke dalam tubuh

Sistem imun non spesifik


(kulit, membran mukosa, sel fagosit, komplemen, lisozim, interferon)

Sistem imun spesifik

Inflamasi

Dx. Nyeri

Nyeri
Demam

Sel T (intrasel)

Dx. Gg Termoregulasi

Sel B (ekstrasel)

Kelenjar getah bening


Sel T sitotoksik

Sel T memori

migrasi ke tempat infeksi

Organ limfoid

fagositosis

Sel T helper
Membantu sel B dan antigen
dalam hal mencocokkan

berperan saat ada


antigen yang sama

eliminasi antigen
Transformasi, poliferasi,
dan diferensiasi

sel B memori
terpajan antigen

sel plasma
antibodi (imunoglobulin)

antibodi yang lebih


banyak

menetralkan antigen

28

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN IMUNISASI

3.1

Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama

Tanggal lahir

Umur

Agama

Suku

Diagnosa Medis

Tanggal dikaji :
No. Medrek

Nama Ibu

Pekerjaan Ibu

Pendidikan Ibu

2. Keluhan Utama/Alasan datang ke Puskesmas


Tanyakan alasan utama klien membawa anaknya ke pelayanan kesehatan,
misalnya untuk diberikan imunisasi.
3. Riwayat kesehatan sekarang :
Tanyakan imunisasi apa yang akan diberikan dan keadaan anaknya sekarang,
jika anak memiliki keluhan tanyakan keluhan apa yang dialami, seberapa parah
keluhan yang dirasakan, area keluhan, sejak kapan muncul keluhan, apakah terus
menerus dirasakan atau hilang timbul.
4. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a. Prenatal : riwayat pemeriksaan kehamilan, masalah kesehatan yang pernah
dialami selama kehamilan, kondisi kesehatan ibu saat hamil dan obat yang
dikonsumsi

saat

hamil,

apakah

ibu

pernah

mengkonsumsi

obat

immunosuppresif saat hamil.

29

b. Natal :Tanyakan tindakan saat persalinan, tempat bersalin, obat-obatan yang


diberikan pada ibu dan bayi saat melahirkan, apakah anak lahir prematur
atau matur.
c. Post Natal :Tanyakan kondisi anak setelah lahir, apgar score, berat badan
lahir, panjang badan lahir dan apakah terdapat kelainan kongenital.
5. Riwayat Masa Lalu
Tanyakan

apakah

sebelumnya

anak

pernah

mengalami

masalah

kesehatan,memiliki alergi, memiliki penyakit yang berkaitan dengan penurunan


sistem imun seperti leukemia, HIV/AIDS dan kanker, imunisasi apa saja yang
pernah didapatkan, pada usia berapa dan reaksi setelah mendapatkan imunisasi
6. Riwayat Keluarga
Penyakit yang pernah atau sedang dialami oleh keluarga, apakah keluarga
memiliki penyakit keturunan yang terkait dengan penurunan imunitas seperti
HIV/AIDS
7. Riwayat pengobatan
Apakah anak sedang mengkonsumsi obat-obatan steroid seperti prednison, atau
sedang menjalani radioterapi dan kemoterapi.
8. Riwayat sosial
Tanyakan siapa yang mengasuh anak, struktur keluarga, lingkungan sekitar
tempat tinggal.
9. Kebutuhan dasar
Nutrisi

Tanyakan nutrisi yang diberikan ASI/PASI, kekuatan


menghisap (jika masih diberikan ASI), frekuensi

Eliminasi

pemberian nutrisi, kebiasaan makan, BB saat ini


Pola defekasi : frekuensi, apakah ada kesulitan,
karakteristik feses
Pola berkemih : frekuensi berkemih atau mengganti

Tidur
istirahat
Aktivitas

dan

popok, kekuatan keluarnya urin, bau dan warna urin.


Lama tidur, apakah tidur nyenyak, apakah ada
perubahan pola tidur (nokturia
Aktivitas sehari-hari yang

dilakukan

seperti

30

permainan yang dilakukan, tempat bermain, tingkat


aktivitas anak, kemampuan mandiri anak, personal
hygiene

8. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum :
TTV : HR, RR, S
Antropometri : PB, BB, LK
Kepala : bentuk, lesi, rambut, kebersihan
Mata : konjungtiva, sklera
Hidung :pernapasan cuping hidung, sekret
Mulut : mukosa bibir, warna, kelembaban, bentuk, sianosis
Telinga : bentuk, serumen, kebersihan
Leher : pembesaran KGB
Dada : inspeksi pengembangan dada kanan = kiri, penggunaan otot nafas
tambahan, auskultasi bunyi nafas, ronchi, auskultasi bunyi jantung S1,S2,
murmur, gallop
Abdomen : bising usus , perkusi perut timpani, pembesaran hati, pembesaran
limfa
Genitalia : hipospadia
Tangan : turgor , CRT, jumlah jari, pergerakan
Kaki : turgor, jumlah jari, pergerakan
10. Riwayat Imunisasi
Imunisasi apa saja yang telah diberikan, waktu pemberian imunisasi, reaksi saat
imunisasi
11. Pemeriksaan perkembangan
12. Pemeriksaan penunjang
3.2

Analisa Data

Data
DS:

anak menangis.

Etiologi

Masalah Keperawatan

Antigen

Nyeri akut

DO: terlihat kesakitan, merah


Masuk ke dalam tubuh

31

Sistem imun non spesifik


Inflamasi
Peregangan ujung saraf
Nyeri
Antigen

DS: menggigil

Hipertermi

DO: suhu meningkat


Masuk ke dalam tubuh
Pelepasan mediator kimia
Inflamasi
Peningkatan suhu
Demam

3.3

Diagnosa Keperawatan
a.
b.

Diagnosa Pra Imunisasi


Kecemasan berhubungan dengan ketidaktahuan manfaat imunisasi
Diagnosa Pasca Imunisasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dari kerusakan jaringan
ditandai dengan anak menangis.
2. Hipertermi berhubungan dengan sistem inflamasi tubuh ditandai dengan
suhu anak meningkat.

3.4
No
1

Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
akut
berhubungan dengan
inflamasi
kerusakan
ditandai

dari
jaringan
dengan

anak menangis.

Perencanaan
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan nyeri
dapat berkurang
dengan
kriteria
klien tidak lagi
menangis, klien
kembali

Intervensi
Rasional
1. Kaji skala nyeri 1. Mengkaji
nyeri
anak
dapat menentukan
2. Libatkan
ibu
terapi yang efektif
klien
selama 2. Keberadaan
ibu
prosedur
akan
membuat
tindakan
klien merasa aman
3. Lakukan
dan nyaman
manajemen
3. Tekhnik distraksi

32

tersenyum
tidak rewel

2.

Hipertermi
berhubungan dengan
sistem

inflamasi

tubuh

ditandai

dengan suhu anak


meningkat.

3.5

dan

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan suhu
tubuh klien tetap
atau
kembali
dalam
batas
normal
dengan
kriteria
suhu
tubuh tidal lebih
dari 37,5 C, TTV
normal,
suhu
rabaan dan kulit
normal, tidak ada
tanda-tanda
menggigil

nyeri
melalui
nyeri
dengan
distraksi dengan
menggunakan
mainan
mainan
dapat
4. Berikan
rasa
mengurangi nyeri
aman
dan
pada klien
nyaman
pada 4. Rasa aman dan
bayi
seperti
nyaman
dapat
memberikan
membuat
anak
sentuhan,
menjadi lebih rileks
menggendong
sehingga
nyeri
bayi
dapat berkurang
1. Monitor
suhu
setelah
diberikan
imunisasi
2. Monitor warna
dan suhu kulit
3. Kolaborasi
pemberian
antipiretik
4. Beritahu
ibu
untuk
memastikan
intake
cairan
dan
nutrisi
adekuat
5. Berikan
kompres hangat
di aksila atau
lipatan paha.

1. Reaksi
dari
imunisasi adalah
peningkatan suhu
tubuh, monitoring
dilakukan
agar
kenaikan
suhu
tubuh
cepat
terdeteksi
dan
cepat ditangani
2. Monitor
warna
dan suhu kulit
dapat menjadi cara
untuk mendeteksi
kenaikan
suhu
tubuh
3. Obat anti piretik
dapat menurunkan
demam
4. Peningkatan suhu
tubuh
dapat
berpengaruh pada
keseimbangan
cairan
dan
metabolisme
tubuh.
5. Kompres hangat
dapat meredakan
demam.

Evaluasi Keperawatan
S (Subjektif) = Ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif
setelah diberikan implementasi keperawatan

33

O (Objektif) = Respon objektif klien setelah dilakukan implementasi yang dapat


diidentifikasi melalui pengamatan
A (Analisis) = Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif
klien dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah dilakukan
P (Perencanaan) = Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dari kerusakan jaringan ditandai
dengan anak menangis.
S = Ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak menangis
O = Anak tidak menangis dan tidak rewel juga terlihat sudah dapat tersenyum
kembali
A = Masalah teratasi
P = Pertahankan keberhasilan intervensi
2. Hipertermi berhubungan dengan sistem inflamasi tubuh ditandai dengan suhu
anak meningkat.
S = Ibu klien mengatakan anaknya tidak demam
O = warna dan suhu kulit normal, suhu tubuh dalam batas normal
A = Masalah teratasi
P = Pertahankan keberhasilan intervensi

34

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan

memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu.Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan
seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio.Tujuan
diberikan imunisasi adalah di harapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan
akibat penyakit tertentu.
Ada beberapa jenis imunisasi diantaranya adalah: BCG (Bacillus Calmette
Guerin), DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus), polio, campak, dan hepatitis. Ada juga
beberapa jenis imunisasi yang dianjurkan, seperti: Hib, Imunisasi Pneumokokus (PCV),
vaksin influenza, vaksin MMR, tifoid, imunisasi varisela, dan hepatitis A.
4.2

Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka di sarankan bagi setiap ibu agar selalu

memperhatikan kesehatan bayinya yaitu harus selalu aktif ke posyandu atau tenaga
kesehatan terdekat untuk di beri imunisasi karena dengan di beri imunisasi dapat
mencegah bayi dalam berbagai macam penyakit.

35

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi, Ed.3


Subekti. Jakarta: EGC

alih bahasa Nikhe Budi

Hidayat, Alimul A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Kemenkes RI, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi : Jakarta.
Marimbi, Hanung. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada
Balita. Nuha Medika : Yogyakarta
PERMENKES NOMOR 42 TAHUN 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg
%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf (diunggah tanggal 24/08/16 jam 11.00).
Sloane, Ethel. (2003). Anatomi Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC
The Australian Immunisation Handbook 10th Edition. (2016, April 08). dikutip dari
Immunise Australia Program: http://www.immunise.health.gov.au
Wong, D.L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Monika Ester.
Jakarta:EGC

36

You might also like