Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Muhammad Khairuddin
220112160018
Sri Rahmawati
220112160046
220112160049
220112160063
220112160087
220112160112
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3
1.1
Latar Belakang....................................................................................................3
1.2
Tujuan.................................................................................................................4
Pengertian...........................................................................................................5
2.2
2.2.1
2.2.2
2.2.3
Imunisasi POLIO.......................................................................................12
2.2.4
Imunisasi Campak.....................................................................................15
2.2.5
2.3
2.3.1
Hib.............................................................................................................18
2.3.2
2.3.3
Vaksin Influenza........................................................................................20
2.3.4
Vaksin MMR.............................................................................................20
2.3.5
Tifoid.........................................................................................................22
2.3.6
Imunisasi varisela......................................................................................23
2.3.7
Hepatitis A.................................................................................................24
2.5
2.6
2.7
Pengkajian.........................................................................................................30
3.2
Analisa Data......................................................................................................33
3.3
Diagnosa Keperawatan.....................................................................................33
3.4
Intervensi Keperawatan....................................................................................34
3.5
Evaluasi Keperawatan.......................................................................................35
BAB IV PENUTUP........................................................................................................36
4.1
Kesimpulan.......................................................................................................36
4.2
Saran.................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan menjadi modal utama bagi setiap individu
untuk memperoleh
kualitas hidup yang baik dan sejahtera. Untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal
maka diperlukan sistem imun atau kekebalan tubuh yang baik agar terhindar dari
penyakit. Sistem imun ini bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh
mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh dan membuang atau
memperbaiki sel yang rusak apabila terjadi infeksi atau cedera.
Pembangunan kesehatan di negara kita mempunyai beban ganda (double
burden) yaitu beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif. Kondisi saat
ini menunjukan bahwa pemberantasan penyakit menular sangat sulit untuk dilakukan
oleh karena penyebarannya yang tidak mengenal batas. Beberapa penyakit yang saat ini
menjadi perhatian dunia dan merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua
negara adalah eradikasi polio (ERAPO), eliminasi campak pengendalian rubella (ECPR) dan Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE). Imunisasi merupakan
langkah yang ditempuh dalam rangka mencegah penularan beberapa penyakit
khususnya dan menurunkan angka kematian pada bayi dan anak,
merupakan
sebab anak
imunisasi adalah Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus dan hepatitis
B. Pada tahun 2010 WHO mencatat sebanyak 4,5 juta kematian anak dari 10,5 juta
pertahun terjadi akibat penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Berdasarkan data RISKESDAS 2010 kondisi ini terjadi karena anak tidak dilakukan
imunisasi dan drop out atau tidak diberikan imunisasi dasar secara lengkap.
Kekebalan yang diperoleh melalui imunisasi diperoleh dari vaksin yang
dimasukkan ke dalam tubuh. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah
mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah,
berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan
yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif
terhadap penyakit infeksi tertentu. Meskipun demikian pemberian vaksin dapat pula
menimbukan KIPI yaitu Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi berupa efek vaksin ataupun
efek simpang, toksisitas, reaksi sensitifitas, efek farmakologis maupun kesalahan
program, koinsidens, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Oleh karena itu pemberian imunisasi harus dilakukan berdasarkan standar pelayanan,
standar prosedur operasional dan standar profesi.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan mendapatkan pendelegasian
kewenangan memberikan
tindakan proses
1.2
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada Anak yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak
dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah
bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan
ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan
melalui mulut seperti vaksin polio. Tujuan diberikan imunisasi adalah di
harapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat
penyakit tertentu.
Di Negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah dan ada juga yang hanya di anjurkan, imunisasi wajib di Indonesia
sebagaimana telah diwajibkan oleh WHO ditambah dengan hepatitis B.
Imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk
mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit endemik, atau untuk
kepentingan tertentu (bepergian) seperti jamaah haji seperti imunisasi
meningitis.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh
kebal terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya terdapat tingginya kadar antibody pada saat
dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan dan waktu antara
pemberian imunisasi. Mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut akan
tergantung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat
diharapkan pada diri anak.
Pada dasarnya tubuh sudah memiliki pertahanan secara sendiri untuk
mencegah berbagai kuman yang masuk. Pertahanan tubuh tersebut meliputi
pertahanan nonpesifik dan pertahanan spesifik. Proses mekanisme pertahanan
dalam tubuh yang pertama kali adalah pertahanan nonspesifik seperti koplemen
dan makrofag di mana koplemen dan makrofag ini yang pertama kali
memberikan peran ketika ada kuman yang masuk kedalam tubuh. Setelah itu,
5
kuman harus melawan pertahanan yang kedua yaitu pertahanan tubuh spesifik
terdiri dari system humoral dan selular. System pertahanan tersebut hanya
bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. Sistem pertahanan
humoral akan menghasilkan zat yang disebut immunoglobulin (Ig A, IgM, Ig G,
Ig E, Ig D) dan system pertahanan seluler terdiri dari Limfosit B dan Limfosit T,
dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan menghasilkan satu cell yang disebut
sel memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah
pernah masuk kedalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip
imunisasi.
2.2
2.2.1
bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila
pemberian imunisasi ini berhasil, maka setelah beberapa minggu di tempat
suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas,
maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan
atas.Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam
(Theophilus, 2000).
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkn dengan 4 cc NaCl
0,9%. Setelah dilarutkan harus segera diapakai dalam waktu 3 jam, sisanya
dibuang. Penyimpana pada suhu < 5C terhidar dari sinar matahari.
Jumlah Pemberian:
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi
kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda
dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
Usia Pemberian:
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan
tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah
kemasukan
kuman Mycobacterium
tuberculosis atau
belum.
Vaksinasi
dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah
atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG
Lokasi Penyuntikan:
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis
yang melakukan penyuntikan di paha.
Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan
bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.
Tanda Keberhasilan:
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6
minggu.Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh
sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara
penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian
khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di
7
paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit
paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam
kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB,
infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat
vaksinasi alamiah.
Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan
pada
anak
yang
berpenyakit
TB
atau
mengandung
Alumunium
fosfat,
jika
diberika
subkutan
gram-positif
yang
mengeluarkan
toksin
(racun)
yang
bisa
menimbulkan gejala lokal maupun umum. Kuman difteri sangat ganas dan
mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput
putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi
jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang
otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf (Theophilus, 2002; RSPI,
2003).
9
radang
pernafasan
(paru)
disebut
juga batuk rejan atau batuk 100 hari karena lamanya sakit bisa mencapai 3
bulan lebih atau 100 hari. Gejala penyakit ini sangat khas, batuk yang
bertahap,
panjang
dan
lama,
disertai
bunyi dan
diakhiri
dengan
muntah. Penyakit ini cukup berbahaya bila menyerang anak balita, karena
mata dapat bengkak dan berdarah atau bahkan dapat menyebabkan kematian
karena kesulitan bernafas(RSUD. DR. Saiful Anwar, 2002). Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertussis, tetapi di beberapa daerah
kadang-kadang juga oleh Bordetella Parapertusis (Gloria Cyber Ministries,
2001).
Pertusis merupakan penyakit yang sangat menular (melalui kontak
langsung) pada populasi yang tidak diimunisasi, bahkan dikatakan
10
ini
menimbulkan
komplikasi
radang
paru
(pneumonia)
yang menjadi penyebab sekitar 90% kematian anak usia di bawah tiga tahun.
Selain pneumonia, komplikasi juga menimbulkan kejang dan turunnya
kesadaran akibat berkurangnya oksigen yang masuk ke otak. Dapat juga
timbul komplikasi akibat batuk yang hebat, seperti: epistaksis, pendarahan
sub konjungtiva, ulserasi frenulum. Mungkin terjadi prolapsus recti dan
hernia karena meningginya tekanan intraabdominal. Muntah-muntah yang
hebat menimbulkan emasiasi (kurus) dan gangguan keseimbangan elektrolit,
enfisema dan bronkiektas.
Untuk mencegah timbulnya penyakit, anak perlu mendapat vaksinasi
pertusis. Vaksin ini dikembangkan sejak 60 tahun lalu dan mulai dipakai
efektif di dunia tahun 1960-an bersama dengan vaksin tetanus dan difteri.
Ketiga vaksin itu akhirnya disatukan menjadi vaksin DPT.
c)
Tetanus
Penyakit ini disebabkan oleh basil Clostridium Tetani yaitu bakteri
gram-positif dan bersifat anaerob (bisa berbiak di dalam lingkungan tanpa
oksigen).Clostridium Tetani yang memproduksi toksin yang yang disebut
dengan tetanospamin. Tetanospasmin menempel pada urat saraf disekitar area
luka dan dibawa ke system saraf otak serta saraf tulng belakang, sehingga
terjadi gangguan pada aktivitas normal urat saraf.
Masa inkubasi penyakit ini antara 3-14 hari dengan gejala yang timbul
di ahri ke tujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada 2 minggu pertama
kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit yang
berbahaya, jika dapat didiagnosa dan mendapatkan perawatan yang benar
maka penderita dapat disembuhkan.Penyembuhan umum terjadi selama 4-6
minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebgai bagian
dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus
dilanjutkan walaupun telah dewsa, di anjurkan setiap interval 5 tahun: 25, 30,
11
Imunisasi POLIO
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penykit
ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi.
Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layu.
Vaksin polio ada dua jenis, yakni :
12
penyakit polio walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang
lemah. Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan
pada sel-sel VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formadehid.
Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan
polimiksin B. IPV harus disimpan pada suhu 2 8 C dan tidak boleh dibekukan.
Pemberian vaksin tersebut dengan cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml
diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.
Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan
mendapatkan OPV maka dapat menggunakan IPV.Demikian pula bila ada
seorang kontak yang mempunyai daya tahan tubuh yang lemah maka bayi
dianjurkan untuk menggunakan IPV.
b. Oral Polio Vaccine (OPV)
Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling
sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan
cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild) hidup yang
dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma Bandung. Komposisi
vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin yang
masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam
biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2
tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin
tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri
di usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam
dinding luar lapisan usus yang mengakibatkan pertahan lokal terhadap virus
polio liar yang akan masuk. Pemberian Air susu ibu tidak berpengaruh pada
respon antibodi terhadap OPV dan imunisasi tidak bioleh ditunda karena hal ini.
Setelah diberikan dosis pertama dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada
dosis berikutnya akanmemberikan perlindungan jangka panjang. Vaksin ini
diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18, bulan, dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak
mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5
hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang yang beredar, dan di Indonesia yang umum
diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya
melalui mulut. Dibeberapa Negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi
13
DPT dan polio. Imunisasi dasar diberika sejak anak baru lahir atau berumur
beberapa hari atau selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin
polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT.
Imunisasi ulang diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT, pmberian
imunisasi polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomyelitis.
Imunisasi ulang dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6 tahun)
dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 thun). Cara memberikan imunisasi
polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes langsung ke
dalam mulut anak.Imunisasi ini jangan diberika pada anak yang sedang diare
berat, efek samping yng terjai sangat minimal dapat berupa kejang.
Vaksin dari virus polio (tipe 1,2,dan 3) Virus polio terdiri atas tiga strain,
yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon) yang dilemahkan,
dibuat dalam biakkan sel-vero : asam amino, antibiotic, calf serum dalam
magnesium clorida, dan fenol merah.Vaksin yang berbentuk cairan dengan
kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet. Pemberian secara oral sebanyak 2
tetes (0,1 ml) dengan diberikan 4 kali, interval 4 minggu.
Jumlah Pemberian Imunisasi Polio:
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio
massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak
ada istilah overdosis dalam imunisasi!
Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18
bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi
dengan vaksin DTP.
Cara Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral
Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di Indonesia, yang digunakan adalah OPV.
Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan,
dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.
Indikasi Kontra:
14
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di
atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang
menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan
mekanisme kekebalan terganggu.
2.2.4
Imunisasi Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Kandungan
vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi
campak adalah satu kali.Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9 11
bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan kemudian efek
sampingnya adalah dapat terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas.
Imunisasi campak diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap
penyakit campak secara aktif.Vaksin campak mengandung virus campak hidup
yang telah dilemahkan. Vaksin campak diberikan pada umur sembilan bulan,
dalam satu dosis 0,5 ml subkutan dalam (IDAI, 2001)
Vaksin campak harus didinginkan pada suhu yang sesuai (dua sampai
delapan derajat celcius) karena sinar matahari atau panas dapat membunuh virus
vaksin campak. Bila virus vaksin mati sebelum disuntikkan, vaksin tersebut
tidak akan mampu menginduksi respon imun (Wahab dan Julia, 2002).
Imunisasi campak hanya diberikan satu kali suntikan, dimana tubuh anak
dirangsang untuk membuat antibody yang menimbulkan kekebalan (Dirjen PPM
dan PL, 2000). Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi, mungkin terjadi
demam ringan dan tampak sedikit bercak merah pada pipi dibawah telinga pada
hari ke tujuh sampai hari ke delapan setelah penyuntikan. Mungkin pula terdapat
pembengkakan
pada
tempat
suntikan. Efek
samping imunisasi
campak
diantaranya adalah demam tinggi (suhu lebih dari 39,4C) yang terjadi delapan
sampai sepuluh hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama sekitar 24 48 jam
(insidens sekitar dua persen), dan ruam selama sekitar satu sampai dua hari
(insidens sekitar dua persen) (Wahab dan Julia, 2002).
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak yang sakit
parah, menderita TBC tanpa pengobatan, defisiensi gizi, penyakit gangguan
kekebalan, riwayat kejang demam, panas lebih dari 38C (Markum, 2002).
Usia & Jumlah Pemberian:
15
Imunisasi Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair. HBsAg
(hepatitis B surface antigen) adalah protein yang dilepaskan oleh virus hepatitis
B yang sedang menginfeksi tubuh. Karena itu, protein ini dapat digunakan
sebagai penanda atau marker terjadinya infeksi hepatitis B Frekuensi pemberian
imunisasi hepatitis 3 kali, waktu pemberian hepatitis B pada umur 0-11 bulan.
Cara pemberian imunisasi hepatitis ini adalah intra muskular.
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap
penyakit Hepatitis B. vaksin terbuat dari bagian virus bepatitis B yang
dinamakan
HbsAg,
yang
dapat
menimbulkan
kekebalan
tetapi
tidak
16
derajat celcius. Imunisasi hepatitis B diberikan sebanyak tiga kali, dengan jarak
antar suntikan empat minggu, diberikan dengan suntikan intramusculer pada
paha bagian luar dengan dosis 0,5 ml (Dirjen PPM dan PL, 2000).
Efek samping pemberian imunisasi Hepatitis B diantaranya rasa sakit
pada area suntikan yang berlangsung satu atau dua hari, demam ringan dan
reaksi alergi yang serius termasuk ruam (Cave & Mitchell, 2003).
Jumlah Pemberian:
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua,
kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia Pemberian:
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak
ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia
antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi
yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan
dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Lokasi Penyuntikan:
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha
lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Efek Samping:
Berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan
pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
Tanda Keberhasilan:
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan
pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar
hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti
daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi
kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila
angkanya nol berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
Tingkat Kekebalan:
17
Cukup tinggi, antara 94-96%.Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95%
bayi mengalami respons imun yang cukup.
Indikasi Kontra:
Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan immunoglobulin hepatitis B 12 jam
setelah lahir + hepatitis B
2.3
2.3.1
Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza
tipe
yang
disebabkan
oleh
bakteri.
Organisme
ini
bisa
2.3.2
Penyakit IPD sangat berbahaya karena kumannya bisa menyebar lewat darah
(invasif) sehingga dapat memperluas organ yang terinfeksi.
Imunisasi ini dapat diberikan sejak usia 2 bulan, kemudian berikutnya di
usia 4 dan 6 bulan. Sedangkan pemberian ke-4 bisa dilakukan saat anak usia 1215 bulan atau ketika sudah 2 tahun.Bila hingga 6 bulan belum divaksin, bisa
diberikan di usia 7-11 bulan sebanyak dua dosis dengan interval pemberian
sedikitnya 1 bulan. Dosis ke-3 dapat diberikan pada usia 2 tahun. Atau hingga 12
bulan belum diberikan, vaksin bisa di berikan di usia 12-23 bulan sebanyak dua
dosis dengan interval sedikitnya 2 bulan.
Efek Samping yang biasanya muncul yaitu demam ringan, kurang dari
380c, rewel, mengantuk, nafsu makan berkurang, muntah, diare, dan muncul
kemerahan pada kulit. Reaksi ini terbilang umum dan wajar karena bisa hilang
dengan sendirinya.
2.3.3
Vaksin Influenza
Dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus
diberikan hingga dewasa. Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular
dan disebabkan oleh virus influenza, yang menyerang saluran pernafasan, virus
influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran pernapasan
sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus,
yang menyebabkan radang paru(pneumoni) yang berbahaya.
mengalami mutasi (perubahan sifat), atau jenis virus yang sedang menginfeksi anak
tak dapat dicegah oleh vaksin influenza yang diberikan.
2.3.4
Vaksin MMR
Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit Mumps (gondongan
/parotitis), Measles (campak), dan Rubella (campak Jerman). Terutama buat anak
perempuan, vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya rubela pada
saat hamil. Sementara pada anak lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar tak
terserang rubela dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil. Penting diketahui,
rubela dapat menyebabkan kecacatan pada janin.
MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah dengan
Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan saat anak usia 15 bulan
dan diulang saat anak berusia 6 tahun. Reaksi dari vaksin ini biasanya baru
muncul tiga minggu setelah diberikan, berupa bengkak di kelenjar belakang
telinga. Untuk mengatasinya, berikan anak obat penghilang nyeri. Patut
diperhatikan, jangan langsung membawa pulang anak setelah ia diimunisasi
MMR. Tunggulah hingga 15 menit, sehingga jika timbul suatu reaksi bisa
langsung ditangani.
Usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan 6 tahun. Jika belum mendapat
imunisasi campak di usia 9 bulan, maka MMR dapat diberikan di usia 12 bulan, dan
diulangi pada umur 6 tahun.
Catatan: Bila orangtua khawatir atau anak menunjukkan keterlambatan bicara dan
perkembangan lainnya, pemberian imunisasi MMR dapat ditunda hingga anak
berusia 3 tahun. Bila semua proses tumbuh kembangnya tak ada masalah alias
normal, vaksin MMR dapat diberikan kepada anak.
Efek Samping:
Beberapa hari setelah diimunisasi, biasanya anak mengalami demam, timbul ruam
atau bercak merah, serta terjadi pembengkakan di lokasi penyuntikan. Namun tak
perlu khawatir karena gejala tersebut berlangsung sementara saja. Demamnya pun
dapat diatasi dengan obat penurun panas yang dosis pemakaiannya sesuai anjuran
dokter. MMR = Gondongan, Campak, & Campak Jerman
a)
Gondongan
20
Penyakit infeksi akut akibat virus mumps ini sering menyerang anakanak, terutama usia 2 tahun ke atas sampai kurang lebih 15 tahun. Ada beberapa
lokasi yang diserang seperti kelenjar ludah di bawah lidah, di bawah rahang, dan
di bawah telinga (parotitis). Masa inkubasi sekitar 14-24 hari setelah penularan
yang terjadi lewat droplet. Awalnya muncul demam (bisa sampai 39,50C),
disertai pusing, mual, nyeri otot atau pegal terutama di daerah leher, lesu dan
lemah. Sehari kemudian tampak bengkak di bawah telinga sebelah kanan dan
kemudian menjalar ke sebelahnya
Karena gondongan bersifat self-limiting disease (sembuh sendiri tanpa
diobati),
pengobatan
dilakukan
sesuai
gejala
simptomatik.
Disamping
meningkatkan daya tahan tubuh dengan asupan makanan bergizi dan cukup
istirahat. Biasanya dokter juga akan memberi antibiotik untuk mencegah terjadi
infeksi kuman lain. Sebenarnya, jika daya tahan tubuh bagus, anak tak akan
b)
tertular. Dan jika sudah sekali terkena, gondongan tak akan berulang.
Campak Jerman
Campak Jerman atau rubella berbeda dari campak biasa. Pada anak,
campak Jerman jarang terjadi dan dampaknya tak sampai fatal. Kalaupun ada
biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5-14 tahun. Hanya
gejalanya yang hampir sama seperti flu, batuk, pilek dan demam tinggi. Nafsu
makan penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa.
Namun, bercak merah yang timbul tak sampai parah dan cepat menghilang
dalam waktu 3 hari.
2.3.5
Tifoid
Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral
(Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam
tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella
typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan
makanan-minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu
menyerang tubuh, terutama saluran cerna.
Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsurangsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Biasanya di pagi hari demam
akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala lainnya adalah
mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut,
21
terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada
tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak
harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan
minum antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di
rumah sakit. Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas
untuk mencegah kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi
karena dapat berakibat fatal.
Pemberian imunisasi
Vaksin suntikan diberikan satu kali kepada anak umur 2 tahun dan diulang setiap
3 tahun. Pengulangan ini perlu mengingat serangan penyakit tifus bisa berulang,
ditambah banyaknya lingkungan yang tidak higienis dan kurang terjaminnya
makanan yang dikonsumsi anak. Sementara vaksin oral diberikan kepada anak
umur 6 tahun atau lebih.
Efek samping
Kemerahan di tempat suntikan. Juga bisa muncul demam, nyeri kepala/pusing,
nyeri sendi, nyeri otot, nausea (mual), dan nyeri perut Umumnya berupa bengkak,
nyeri, ruam kulit, dan (jarang dijumpai). Efek tersebut akan hilang dengan
sendirinya.
2.3.6
Imunisasi varisela
Berfungsi memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air
ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, komplikasinya infeksi
kulit dan bisa infeksi di otak. Vaksin ini diberikan pada anak usia 1-13 tahun 1
kali dan lebih dari 13 tahun 2 kali. Vaksin varicella (vaRiLirix) berisi virus
hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada umur 1 tahuh , ulangan
umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara subcutan penyimpanan suhu 2-8C
memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox, penyakit yang
disebabkan virus varicella zooster. Termasuk penyakit akut dan menular, yang
ditandai dengan vesikel (lesi/bintik berisi air) pada kulit maupun selaput lendir.
Penularannya sangat mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara yang
keluar saat penderita meludah, bersin, atau batuk. Namun yang paling potensial
menularkan adalah kontak langsung dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul
22
bintik dengan cairan yang jernih. Setelah bintik-bintik itu berubah jadi hitam,
maka tidak menular lagi.
Awalnya, anak mengalami demam sekitar 3-7 hari tapi tidak tinggi.
Barulah kemudian muncul bintik-bintik. Meski dapat sembuh sendiri, anak tetap
perlu dibawa ke dokter. Selain untuk mencegah bintik-bintik tidak meluas ke
seluruh tubuh, juga agar tak terjadi komplikasi yang bisa berakibat fatal.
Sebaiknya penderita dipisahkan dari anggota keluarga lainnya untuk mencegah
penularan. Minta anak untuk tidak menggaruk agar tak menimbulkan bekas luka.
Atasi rasa gatalnya dengan bedak yang mengandung kalamin. Tingkatkan daya
tahan tubuhnya dengan asupan makanan bergizi.
Usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan sebanyak 1 kali yakni pada usia antara 10-12 tahun.
Efek Samping:
Umumnya tak terjadi reaksi. Hanya sekitar 1% yang mengalami demam.
Tingkat Kekebalan:
Efektivitasnya bisa mencapai 97%. Dari penelitian terhadap 100 anak yang
diimunisasi varisela, hanya 3 di antaranya yang tetap terkena cacar air, itu pun
tergolong ringan. Vaksin ini tidak diwajibkan dengan pertimbangan bahwa penyakit
tifus tidak berbahaya pada anak dan jarang menimbulkan komplikasi. Gejala
penyakit yang khas adalah demam tinggi yang dapat berlangsung lebih dari 1
minggu disertai dengan lidah yang tampak kotor, sakit kepala, mulut kering, rasa
mual, lesu, dan kadang-kadang disertai sembelit atau mencret. Ada 2 jenis vaksin
demam tifoid, yaitu vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Vaksin
suntikan diberikan sekali pada anak umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun.
Vaksin oral diberikan pada anak umur 6 tahun atau lebih. Kemasan vaksin oral
terdiri dari 3 kapsul yang diminum sekali sehari dengan selang waktu 1 hari.
2.3.7
Hepatitis A
Imunisasi inidapat diberikan pada anak usia di atas 2 tahun. Immunisasi
diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun, Immunisasi
dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian, dosis vaksin (Harvixinactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi
yang terjadi kadang demam, lelah, lesu, mual dan hilang nafsu makan. Efek
samping Umumnya, tak menimbulkan reaksi. Namun, meski sangat jarang,
23
dapat muncul rasa sakit pada bekas suntikan, gatal, dan merah, disertai demam
ringan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari
2.4
2.5
Umur
Saat
vaksin
Hepatitis B-1
lahir
Keterangan
HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan
pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam
waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan
vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan
ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg
positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi
Polio-0
berumur 7 hari.
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di
RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk
1 bulan
Hepatitis B-2
0-2
BCG
bulan.
BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada
bulan
24
2 bulan
DTP-1
Hib-1
4 bulan
Polio-1
DTP-2
6 bulan
Hib-2
Polio-2
DTP-3
Hib-3
(PRP-T).
Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak
Polio-3
Hepatitis B-3
perlu diberikan
Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun
Campak-1
9 bulan
MMR
diberikan.
Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi
Hib-4
DTP-4
Polio-4
Hepatitis A
Tifoid
bulan
18
bulan
2 tahun
2-3
tahun
5 tahun
6
tahun.
10
tahun.
DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.
Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum
dT/TT
mendapatkan MMR-1.
Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan
Varisela
tahun
25
2.6
2.7
b.
tidak imunisasi
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila
c.
d.
e.
melakukan imunisasi.
Tinjau kembali apakah indikasi kontra terhadap vaksin yang akan
f.
g.
diberikan.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik.
26
h.
i.
j.
vaccination)
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian di bawah
mengenai pemilihan jarum suntik, lokasi suntikan dan posisi penerimaan
vaksin.
27
Antigen
Inflamasi
Dx. Nyeri
Nyeri
Demam
Sel T (intrasel)
Dx. Gg Termoregulasi
Sel B (ekstrasel)
Sel T memori
Organ limfoid
fagositosis
Sel T helper
Membantu sel B dan antigen
dalam hal mencocokkan
eliminasi antigen
Transformasi, poliferasi,
dan diferensiasi
sel B memori
terpajan antigen
sel plasma
antibodi (imunoglobulin)
menetralkan antigen
28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN IMUNISASI
3.1
Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama
Tanggal lahir
Umur
Agama
Suku
Diagnosa Medis
Tanggal dikaji :
No. Medrek
Nama Ibu
Pekerjaan Ibu
Pendidikan Ibu
saat
hamil,
apakah
ibu
pernah
mengkonsumsi
obat
29
apakah
sebelumnya
anak
pernah
mengalami
masalah
Eliminasi
Tidur
istirahat
Aktivitas
dan
dilakukan
seperti
30
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum :
TTV : HR, RR, S
Antropometri : PB, BB, LK
Kepala : bentuk, lesi, rambut, kebersihan
Mata : konjungtiva, sklera
Hidung :pernapasan cuping hidung, sekret
Mulut : mukosa bibir, warna, kelembaban, bentuk, sianosis
Telinga : bentuk, serumen, kebersihan
Leher : pembesaran KGB
Dada : inspeksi pengembangan dada kanan = kiri, penggunaan otot nafas
tambahan, auskultasi bunyi nafas, ronchi, auskultasi bunyi jantung S1,S2,
murmur, gallop
Abdomen : bising usus , perkusi perut timpani, pembesaran hati, pembesaran
limfa
Genitalia : hipospadia
Tangan : turgor , CRT, jumlah jari, pergerakan
Kaki : turgor, jumlah jari, pergerakan
10. Riwayat Imunisasi
Imunisasi apa saja yang telah diberikan, waktu pemberian imunisasi, reaksi saat
imunisasi
11. Pemeriksaan perkembangan
12. Pemeriksaan penunjang
3.2
Analisa Data
Data
DS:
anak menangis.
Etiologi
Masalah Keperawatan
Antigen
Nyeri akut
31
DS: menggigil
Hipertermi
3.3
Diagnosa Keperawatan
a.
b.
3.4
No
1
Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
akut
berhubungan dengan
inflamasi
kerusakan
ditandai
dari
jaringan
dengan
anak menangis.
Perencanaan
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan nyeri
dapat berkurang
dengan
kriteria
klien tidak lagi
menangis, klien
kembali
Intervensi
Rasional
1. Kaji skala nyeri 1. Mengkaji
nyeri
anak
dapat menentukan
2. Libatkan
ibu
terapi yang efektif
klien
selama 2. Keberadaan
ibu
prosedur
akan
membuat
tindakan
klien merasa aman
3. Lakukan
dan nyaman
manajemen
3. Tekhnik distraksi
32
tersenyum
tidak rewel
2.
Hipertermi
berhubungan dengan
sistem
inflamasi
tubuh
ditandai
3.5
dan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan suhu
tubuh klien tetap
atau
kembali
dalam
batas
normal
dengan
kriteria
suhu
tubuh tidal lebih
dari 37,5 C, TTV
normal,
suhu
rabaan dan kulit
normal, tidak ada
tanda-tanda
menggigil
nyeri
melalui
nyeri
dengan
distraksi dengan
menggunakan
mainan
mainan
dapat
4. Berikan
rasa
mengurangi nyeri
aman
dan
pada klien
nyaman
pada 4. Rasa aman dan
bayi
seperti
nyaman
dapat
memberikan
membuat
anak
sentuhan,
menjadi lebih rileks
menggendong
sehingga
nyeri
bayi
dapat berkurang
1. Monitor
suhu
setelah
diberikan
imunisasi
2. Monitor warna
dan suhu kulit
3. Kolaborasi
pemberian
antipiretik
4. Beritahu
ibu
untuk
memastikan
intake
cairan
dan
nutrisi
adekuat
5. Berikan
kompres hangat
di aksila atau
lipatan paha.
1. Reaksi
dari
imunisasi adalah
peningkatan suhu
tubuh, monitoring
dilakukan
agar
kenaikan
suhu
tubuh
cepat
terdeteksi
dan
cepat ditangani
2. Monitor
warna
dan suhu kulit
dapat menjadi cara
untuk mendeteksi
kenaikan
suhu
tubuh
3. Obat anti piretik
dapat menurunkan
demam
4. Peningkatan suhu
tubuh
dapat
berpengaruh pada
keseimbangan
cairan
dan
metabolisme
tubuh.
5. Kompres hangat
dapat meredakan
demam.
Evaluasi Keperawatan
S (Subjektif) = Ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif
setelah diberikan implementasi keperawatan
33
34
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan
memasukan vaksin ke dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap
penyakit tertentu.Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan
seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio.Tujuan
diberikan imunisasi adalah di harapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan
akibat penyakit tertentu.
Ada beberapa jenis imunisasi diantaranya adalah: BCG (Bacillus Calmette
Guerin), DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus), polio, campak, dan hepatitis. Ada juga
beberapa jenis imunisasi yang dianjurkan, seperti: Hib, Imunisasi Pneumokokus (PCV),
vaksin influenza, vaksin MMR, tifoid, imunisasi varisela, dan hepatitis A.
4.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka di sarankan bagi setiap ibu agar selalu
memperhatikan kesehatan bayinya yaitu harus selalu aktif ke posyandu atau tenaga
kesehatan terdekat untuk di beri imunisasi karena dengan di beri imunisasi dapat
mencegah bayi dalam berbagai macam penyakit.
35
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Alimul A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Kemenkes RI, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi : Jakarta.
Marimbi, Hanung. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada
Balita. Nuha Medika : Yogyakarta
PERMENKES NOMOR 42 TAHUN 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg
%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf (diunggah tanggal 24/08/16 jam 11.00).
Sloane, Ethel. (2003). Anatomi Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC
The Australian Immunisation Handbook 10th Edition. (2016, April 08). dikutip dari
Immunise Australia Program: http://www.immunise.health.gov.au
Wong, D.L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Monika Ester.
Jakarta:EGC
36