You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PT. VICO (Virginia Indonesia Company) didirikan pada tahun
1958 oleh Roy M. Huffington. VICO merupakan perusahaan
pertama yang membawa LNG ke Indonesia. PT VICO Indonesia
beroperasi di Sanga-Sanga Kalimantan Timur meliputi wilayah
1.700 kilometer persegi selama lebih dari 40 tahun. Hal ini telah
menghasilkan lebih dari 12,6 TCF gas dan 0,4 miliar barel cair
dari produksi lapangan di Badak, Mutiara, Semberah, Nilam,
Pamaguan, Lampake dan Beras.
Salah satu bagian penting dalam proses produksi adalah
scrubber. Scrubber adalah bejana separator 2 fasa untuk
membersihkan cairan dari aliran gas. Scrubber terdiri dari
beberapa bagian salah satunya adalah Primary Separator Section,
berfungsi untuk mengurangi kecepatan masuk aliran fluida dan
juga berfungsi untuk memisahkan partikel cairan yang besar
dengan aliran gas. Namun pada primary separator section ini
sering terjadi overpressure yang berpotensi menimbulkan api dan
ledakan.
Safety Instrumented System (SIS) merupakan langkah suatu
system untuk mengurangi resiko dan mengembalikan sistem ke
keadaan aman ketika terjadi kecelakaan secara keseluruhan. SIS
terdiri dari 3 komponen yaitu sensor, logic solver dan final
elemen. Tingkat keandalan sebuah SIS dapat diketahui melalui
nilai Probability Failure on Demand (PFD). PFD merupakan
probabilitas kegagalan SIS dalam menjalankan Safety Instrument
Funcion (SIF). SIF mengacu pada fungsi tunggal sedangkan SIS
mengacu pada fungsi keseluruhan. Dari nilai PFD maka dapat
menentukan nilai SIL pada plant tersebut. Semakin besar SIL
maka semakin baik pula keamanannya
1.2 Permasalahan
Adapun rumusan masalah pada laporan ini adalah :

a. Bagaimana menentukan SIL yang ada pada plant Mutiara


MT-V-2460?
b. Bagaimana rancangan SIS yang dibutuhkan pada plant
Mutiara MT-V-2460?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada kerja praktek ini adalah :
a. Menentukan SIL pada scrubber di plant Mutiara MT-V2460
b. Merancang SIS yang dibutuhkan pada scrubber di plant
Mutiara MT-V-24601.4
1.4 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan yang kami lakukan pada kerja praktek ini dimulai
pada 30 Mei 2016 hingga 28 Juni 2016 setiap hari senin- jumat
pada pukul 08.00-16.00 di Jl. Jendral Gatot Subroto no. 42
Gedung Wisma Mulia lantai 48-50 Jakarta Selatan.

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Sejarah VICO Indonesia
Tiga puluh tahun yang lalu perusahaan minyak
independen mendapat penemuan yang tidak disangka-sangka.
VICO Indonesia (sebelumnya dikenal sebagai HUFFCO) sedang
mencari minyak di Palungan Kutai di daerah delta Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur. Sumur eksplorasi pertama ternyata
menemukan hidrokarbon. Namun bukan lapangan minyak seperti
yang mereka harapkan, akan tetapi kandungan gas alam yang
sangat besar. Setelah itu, masalahnya adalah bagaimana cara
memanfaatkan penemuan tersebut.
Kegiatan eksplorasi dimulai tiga tahun sebelumnya ketika
seorang tokoh perminyakan asal Texas Roy M. Huffington dan
pengusaha Virginia Jenderal Arch Sproul menandatangani
Contract Production Sharing dengan Pertamina yang mencakup
631.000 hektar daerah delta Sungai Mahakam, yang sudah lama
diduga sangat kaya akan cadangan minyak. Di dukung oleh mitra
usaha patungan Ultamar, Union Texas dan Universe Tankships,
mereka memulai bereksplorasi dan pada bulan Februari 1972
menemukan lapangan raksasa Badak. Hal ini merupakan tonggak
sejarah terbesar dalam kisah energi di Indonesia.
2.1.1 Sejarah Lapangan Badak.
Gas Badak terletak di tengah hutan rimba Kalimantan
bagian timur dan jarak dengan pasar terdekat sekitar seribu
mil lebih. Akan tetapi Huffington dan Sproul memiliki visi
yang sejalan dengan Mobil Oil Company (yang telah
menemukan lapangan gas terbesar di Arun) dan Direktur
Utama Pertamina Dr. Ibnu Sutowo, yaitu: mencairkan gas
alam dan mengangkut LNG yang dihasilkan dengan kapal
tanker khusus ke Jepang serta pasar-pasar lain yang haus
akan energi di wilayah Asia Pasifik. Dengan bantuan teknik
dan komersial HUFFCO beserta mitra- mitranya.

Pertamina melangsungkan kontrak penjualan LNG


selama 20 tahun dengan sebuah perusahaan baja Jepang
dan lima perusahaan gas dan listrik Jepang, juga
membangun pabrik pencairan gas di Bontang, pesisir
timur Kalimantan.
Pengapalan pertama LNG yang dihasilkan dari gas
Badak berangkat ke Jepang pada bulan Agustus 1977,
hanya 5,5 tahun setelah ditemukan, hal ini merupakan
rekor dunia. Bontang telah menghasilkan tetes pertama
gas alam cair yang diproduksikan secara komersial dalam
sejarah Indonesia. Saat ini produk Bontang merupakan
yang terbesar di dunia dan memasok LNG serta LPG
kepada pelanggan-pelanggan di Jepang, Taiwan dan
Korea, dan personil VICO tetap mempunyai peranan vital
dalam bisnis LNG/LPG yang semakin berkembang
dengan cara memberikan dukungan komersial kepada
Pertamina serta dukungan teknik rutin dalam
pengoperasian pabrik Bontang. Sejak penemuan pertama
kali pada tahun 1972, VICO Indonesia telah membuat 470
sumur lebih dan menemukan cadangan gas dengan jumlah
total 14 trilyun kaki kubik, serta 457 juta lebih barel
minyak. Saat ini produksi VICO mencapai 20.000 BPD
minyak bumi, 20.000 BPD kondensat dan lebih dari 1,2
BCF gas bumi perhari.
Sumur Badak yang merupakan titik tolaknya telah
menjadi sumur pembuangan limbah cair di Indonesia
yang pertama yang bertekad untuk mengurangi dampak
produksi minyak dan gas bumi terhadap lingkungan
hidup. Namun, kisahnya tidak berakhir disini, visi dan
ambisi yang merupakan dasar pendirian perusahaan tetap
mengilhami arahnya. Tiga puluh tahun kemudian, VICO
Indonesia masih tetap bertekad untuk memastikan bahwa
kegiatan operasionalnya di bidang pembangunan dan
produksi minyak dan gas bumi di wilayah KPS Sangasanga dilaksanakan secara aman dan bertanggung jawab
untuk nilai maksimal, baik bagi Indonesia maupun bagi

mitra usaha patungan VICO, serta memperkecil dampak


kegiatan operasionalnya terhadap lingkungan hidup. Di
dunia ini yang sangat membutuhkan persediaan energi
bersih yangberlimpah bagi VICO Indonesia, tiga
dasawarsa hanya sekedar merupakan tanda bahwa
permulaan telah berakhir. Gas yang diolah di Badak dan
dipompa oleh kompresor yang digerakkan oleh turbin gas
65 kilometer ke utara, melintasi Khatulistiwa, ke pabrik
LNG Bontang dan Kalimantan Timur Industrial Estate,
yang menaungi enam pabrik Petrokimia dalam negeri.
Tambahan 40.000 barel minyak mentah dan kondensat
berasal dari empat lapangan produksi VICO diolah setiap
hari di Badak dan disalurkan ke Terminal Santan untuk
dikapalkan kepada pelangganpelanggan di Asia dan
Amerika disamping 11.000 BPD Bontang Return
Condensate yang dialurkan dari pabrik LNG Bontang
langsung ke Terminal Santan.
2.1.2 Sejarah Lapangan Semberah
Lapangan Semberah ditemukan pada bulan Januari 1974
dan terletak di daerah PSC paling utara. Semberah juga
memiliki waduk minyak dan gas bumi ganda, dengan
produksi dengan kedalaman antara 1000 sampai 10.000 kaki.
Sarana untuk lapangan Semberah maupun lapangan Mutiara
selesai pada tahun 1991, sementara minyak dan gas bumi
Semberah mengalir melalui sarana-sarana tersebut pada
bulan Desember. Sampai saat ini telah digali 74 sumur dan
hampir separuh cadangannya diproduksikan melalui lebih
dari 250 tangki waduk, dengan tingkat minyak tertinggi
14.700 BOPD pada tahun 1995 dan tingkat gas tertinggi 180
MMCFD pada tahun 2000.
2.1.3 Sejarah Lapangan Mutiara
Pada bulan Januari 1974, VICO Indonesia juga
menemukan lapangan Pamaguan yang mulai berproduksi

tidak lama setelah ditemukannya pada tahun 1974. Cadangan


gas lapangan ini dikembangkan pada tahun 1991. Pada tahun
1982, ketika sedang melakukan pengeboran di sebelah
selatan Sungai Dondang, VICO Indonesia menemukan
lapangan Mutiara. Lapangan ini juga mengandung
persediaan minyak dan gas bumi yang berlapis ganda.
Produksi dimulai pada bulan Oktober 1991. Di tahun 1993,
ketika melakukan pengeboran sumur Mutiara 40 ditemukan
lapangan minyak dangkal Beras dan Waduk minyak E-314.
Pada tahun 1996 VICO Indonesia mendapatkan kedudukan
lapangan baru untuk lapangan Beras dan penemuan sumur
yang diberi nama baru Beras I. Hasil produksi Pamaguan,
Mutiara dan Beras di olah di instalasi pusat Mutiara dan
dikirim 60 km ke utara melalui saluran pipa Badak Export
Manifold dan lebih lanjut ke Bontang dan Terminal Minyak
Santan. Pada tahun 2001 Mutiara menciptakan rekor
produksi dengan 153 MMscfd gas

2.2 Organisasi VICO Indonesia.


2.2.1 Visi.
Visi dari VICO Indonesia diakui secara Internasional
sebagai perusahaan energi yang dinamis, kompetitif, dan
dapat diandalkan, serta memberikan kemakmuran terhadap
para pekerja, masyarakat pemegang saham dan Pemerintah
Indonesia dengan tetap mempertahankan keunggulan di
bidang operasi dan HSE (Health, Safety and Environment)
2.2.2 Misi.
Misi dari VICO Indonesia adalah sebagai berikut:

Penerapan teknologi tepat guna dan standar HSE


Internasional yang tertinggi
Melaksanakan efektifitas biaya melalui perbaikan yang
berkesinambungan di segala proses bisnis
Menciptakan lingkungan kerja yang terbaik bagi para
profesional untuk mengembangkan potensinya secara
maksimal

Meningkatkan kualitas hidup bagi semua pihak yang


terkait termasuk masyarakat di sekitarnya

2.2.3 Struktur Organisasi VICO Indonesia


Dibawah ini merupakan struktur organisasi dari VICO
Indonesia.

Gambar 2.1. Struktur organisasi VICO Indonesia

2.2.4 Lokasi Perusahaan


VICO Indonesia memiliki lapangan-lapangan yang
berlokasi di
Badak, Samberah, Nilam dan Mutiara.
Sedangkan pusat perusahaan VICO Indonesia berlokasi di :
Alamat
: 48th floor Wisma Mulia
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 42 12710
Kota
: Jakarta
Negara
: Indonesia
Kode Pos
: 12710
Telepon
: 62 21 520 0250, 523 6000
Fax
: 62 21 523 6100

2.3. Lingkup Operasi VICO Indonesia


Adapun lingkup operasi VICO Indonesia antara lain adalah
sebagai berikut.

Pusat produksi utama sebanyak 4 unit.


Kamp sebanyak 2 unit.

Sumur sebanyak 1069 unit dan 432 diantaranya sedang


beroperasi.
Penampungan gas/oil sebanyak 4100 unit.
Kompressor sebanyak 66 unit.
FGR sebanyak 14 unit.
Pembangkit sebanyak 29 unit.
Pompa sebanyak 142 buah
Vessel tekanan sebanyak 169 unit.
Glikol dehydrator sebanyak 8 unit.
Heater sebanyak 12 unit.
Pipa sepanjang 600+ mil.
108 Km dari M-51 sampai S-24.

2.3.1. Operasi Pengiriman Gas Dan Crude

gambar

Operasi pengiriman gas dan crude disajikan pada

Gambar 2.5. Pengiriman gas dan crude.


2.3.2. Operasi Produksi
Operasi produksi VICO Indonesia berada pada 3
area yaitu:

Nothern Area (NA): Badak dan Semberah.


Central Area (CA): Nilam dan Lempake.
South Area (SA): Mutiara, Pamaguan, dan
Beras.

2.3.3. Produksi Area Operasi VICO Indonesia


Dibawah ini merupakan produksi dari area
semberah, badak, nilam, dan mutiara.

Semberah: 44 MMCFD/2.1 MBPD.


Badak: 53 MMCFD/0.9 MBPD.

Nilam: 80 MMCFD/2.1 MBPD


Mutiara: 96 MMCFD/6.5 MBP

Gambar 2.6. Produksi area operasi VICO Indonesia


2.3.4. Target Produksi VICO Indonesia 2015
Target produksi VICO Indonesia 2015 adalah
sebagai berikut.

Gas: 273 MMscfd.


Liquid: 11.5 MBPD.
Oil Equivalent: 58.7 MBOED

2.3.5. Produksi VICO Indonesia 2014


Produksi VICO Indonesia 2014 adalah sebagai
berikut.
Gas: 307 MMscfd.
Liquid: 12.3 MBPD.
Oil Equivalent: 65.4 MBOED
2.3.6. Sistem Kompressi VICO Indonesia
Dibawah ini merupakan sistem kompressi produksi
pada area operasi VICO Indonesia.

Gambar 2.7. Sistem kompressi area badak.

Gambar 2.8. Sistem kompressi area nilam dan lemp

Gambar 2.9. Sistem kompressi area mutiara dan pamaguan

Gambar 2.10. Sistem kompressi area semberah

2.4 Lokasi Kerja Praktek


Adapun pelaksanaan kerja praktek yang telah saya lakukan
berlokasi di kantor pusat VICO Indonesia, Jakarta. Tepatnya
berada pada departemen Engineering and Construction

BAB III
DESAIN SISTEM INSTRUMENTASI SYSTEM (SIS)
PADA SCRUBBER 2640 PADA PLANT SAMBERAH
DI PT.VICO INDONESIA
3.1 Scrubber MT-V-1700
Scrubber MT-V-1700 adalah salah satu fuel gas scrubber
pada plant Mutiara Vico Indonesia. Scrubber adalah suatu bejana
separator dua fasa untuk membersihkan partikel non gas pada
aliran gas. Scrubber berfungsi untuk mengambil fasa liquid yang
terbawa dalam aliran gas agar didapat gas yang bebas liquid.
Scrubber biasanya dipasang pada pipa gas setelah separator
produksi, dan untuk selanjutnya gas dialirkan ke beberapa tempat
seperti kompressor.

Gambar 3.1 Scrubber MT-V-1700


Scrubber MT-V-1700 berfungsi membersihkan fuel gas yang
di supply dari Dry Gas Header, Dry Gas at Luncher MT-L-1450
dan M.P. Comp. Suction, fuel gas akan dibersihkan dari fasa
selain gas seperti fase liquid. Setelah dipisahkan dari fase non gas
maka fuel gas baru akan di supply ke kompresor-kompresor agar
kompresor tidak rusak. Apabila ada sedikit saja partikel non gas
15

16
yang ikut tersedot ke kompresor, maka kompresor akan rusak
karena partikel akan menabrak kompresor dengan tekanan dan
kecepatan tinggi bagaikan tembakan peluru.
Unit Scrubber MT-V-1700 pada perusahaan Vico Indonesia
yang berada di plant Mutiara adalah scrubber jenis packed tower
scrubber yang berkerja berdasar prinsip wet scrubber, pada Wet
scrubber,
arus
gas
kotor
dibawa
menuju
kontak
dengan liquid pencuci
dengan
cara
menyemprotkan,
mengalirkannya atau dengan metode kontak lainnya. Desain dari
alat kontrol polusi udara (termasuk Wet scrubber) tergantung pada
kondisi proses industri dan sifat alami polutan udara yang
bersangkutan. Wet scrubber membuang partikel dengan cara
menangkapnya dalam tetesan atau butiran liquid. Adapun
butiran liquid yang masih terdapat dalam arus gas pasca
pencucian selanjutnya harus dipisahkan dari gas bersih dengan
alat lain yang disebut mist eliminator atau entrainment
separator.Kemampuan Wet scrubber terbatas yaitu menyisihkan
partikel kurang dari 0.3 mikron. Ilustrasi packed tower scrubber
bisa dilihat di gambar 3.2.

Gambar 3.2 Scrubber MT-V-1700

17
Spesifikasi scrubber yang digunakan pada Vico Indonesia
yang terdapat pada plant Mutiara ditunjukan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Spesifikasi Scrubber MT-V-1700
Operating Pressure

250 Psig

Max.Allowable/Design Pressure

275 Psig

Safety Valve Set Pressure

275 Psig

Operating Temperature

50 - 95 oF

Max.Allowable/Design
Temperature

125 oF

3.2 Layer Proteksi

Gambar 3.3 Lapisan Proteksi pada Plant


Pada suatu plant terdapat lapisan lapisan proteksi yang
menjaga agar proses berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Lapisan ini diharapkan mampu mengembalikan proses yang
menyimpang kembali ke kondisi normal. Pada Ggambar 3.3
dijelaskan tentang lapisan-lapisan proteksi yang ada di suatu
plant. Basic Process Control System (BPCS) adalah proses
kontrol yang bertanggung jawab untuk pengoperasian normal dari

18
plant. BPCS digunakan pada lapisan pertama perlindungan plant
apabila terdapat kondisi tidak aman. BPCS berjalan baik dan
handal apabila pada proses pendesainan dari proses kontrol
dilakukan dengan metode yang benar. Apabila BPCS gagal
menjaga proses di plant, maka alarm akan berbunyi dan
membutuhkan operator untuk mengembalikan ke kondisi normal.
Apabila BPCS tidak berhasil dalam menangani masalah
keamanan, maka proses pengamanan plant akan menuju
perlindungan selanjutnya yaitu berupa Safety Integrated System
(SIS. Lapisan-lapisan perlindungan tadi disebut tindakan
Prevention atau pencegahan terhadap kecelakaan di plant.
Selain tindakan Prevention, pada gambar 3.3 juga
digambarkan tindakan Mitigation atau penanggulangan sebagai
saah satu jenis lapisan proteksi. Tindakan penanggulangan adalah
tindakan menghadapi kecelakaan yang apabila kecelakaan terjadi
atau lapisan Prevention gagal untuk menjaga proses tetap berjalan
normal maka kecelakaan tersebut tidak menyebar atau tidak
menimbulkan kerugian yang lebih besar. Pada Mitigation layer ini
terdapat Active protection layer yaitu lapisan yang berfungsi
untuk mengatasi kejadian seperti over preasure atau over flow.
Device ini biasanya adalah preasure relief valve atau preasure
safety valve yang apabila terjadi over flow atau over preasure
maka valve akan membuka sehingga merelase atau membuang
tekanan atau flow yang berlebihan. Hasil buangan dari more flow
dan more preasure ini kemudian dibakar di flare header. Apabila
Active protection layer gagal mengehentikan kecelakaan ini maka
akan ada Passive protection layer yang akan mencegah
kecelakaan meluas dan menimbulkan kerugian yang lebih besar.
Passive protection layer ini biasanya berbentuk kolam atau
bangunan yang diharapkan menampung hasil kecelakaan
sehingga zat hasil kecelakaan ini tidak menyebar dan terbuang
sehingga mencemari lingkungan. Apabila layer proteksi tadi
masih tidak bisa menghentikan dampak kecelakaan pada plant
maka diperlukan tindakan evakuasi, Plant emergency response ini
adalah tindakan evakuasi pada orang-orang yang ada didalam
plant dan apabila dampak kecelakaan masih meluas makan

19
diperlukan Community emergency response yaitu evakuasi pada
masyarkat disekitar plant.
3.3 HAZOP
Hazard and Operability Study (HAZOP) adalah sebuah teknik
kualitatif untuk mengidentifikasi kemungkinan potensi bahaya
yang akan terjadi menggunakan serangkaian kata-kata panduan
atau guide words. HAZOP dapat digunakan secara praktis untuk
berbagai tahapan proses. Selain itu, dapat pula digunakan untuk
peralatan baru maupun peralatan yang telah terpasang
sebelumnya serta dapat digunakan untuk semua waktu.
Penggunaannya juga lebih luas, selain identifikasi dilakukan
terhadap mesin dan atau komponen yang akan dianalisis, metode
ini juga dapat digunakan untuk menentukan prosedur dan
instruksi suatu operasi, sehingga kegagalan yang berasal dari
faktor manusia dapat diidentifikasi.
Tujuan dari adanya metode HAZOP adalah untuk meninjau
suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara sistematis, dan
untuk mengetahui apakah kemungkinan-kemungkinan adanya
penyimpangan dapat mendorong sistem menuju kecelakaan yang
tidak diinginkan atau tidak. Dalam melakukan HAZOP pada suatu
industri lama, terdapat dokumen-dokumen yang diperlukan,
antara lain:

Process Flow Diagram (PFD)

Process & Instrumentation Diagram (P&ID)

Data Maintenance

Operating Instructions

Procedure documents/Description of operation

Dokumen lain yang relevan

Pengerjaan HAZOP menggunakan serangkaian kata-kata


panduan untuk mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi dan
konsekuensi apa yang akan ditimbulkannya. [5]

20
3.4 Layer Of Protection Analysis (LOPA)
Layer Of Protection Analysis (LOPA) merupakan alat
semikuantitatif untuk menganalisa dan menilai resiko (Center for
Chemical Process Safety,2001). LOPA dapat secara efektif
digunakan pada tiap poin siklus dari sebuah proses atau fasilitas.
Input dari LOPA adalah skenario yang dperoleh dari identifikasi
potnsi bahaya. Tujuan utama LOPA adalah untuk memastikan
bahwa telah ada lapisan perlindungan yang sesuai untuk melawan
skenario kecelakaan. Skenario mungkin membutuhkan satu atau
lebih lapisan perlindungan tergantung pada kompleksitas proses
dan severity dari sebuah consequance. Untuk skenario yang
diberikan hanya satu lapisan perlindungan yang harus berhasil
bekerja mencegah consequance.

Gambar 3.3 Model dari Layer Of Protection Analysis


Walaupun tidak ada lapisan yang efektif dengan sempurna,
lapisan perlindungan yang cukup harus disediakan agar resiko
kejadian dapat ditolerir. LOPA memberi analisa resiko suatu
metode untuk mengevaluasi resiko kembali dari skenario
kecelakaan yang dipilih, skenario biasanya diidentifikasi selama
evaluasi potensi bahaya kualitatif. LOPA terbatas untuk
mengevaluasi satu penyebab consequance sebagai skenario
3.5 Basic Process Control System (BPCS)
Basic Process Control System bertanggung jawab untuk
pengoperasian normal dari plant. BPCS digunakan pada lapisan

21
pertama perlindungan plant apabila terdapat kondisi tidak aman.
Apabila BPCS gagal, maka alarm akan berbunyi dan
membutuhkan operator untuk mengembalikan ke kondisi normal.
Apabila BPCS tidak berhasil dalam menangani masalah
keamanan, maka proses pengamanan plant akan menuju
perlindungan selanjutnya yaitu berupa Safety Integrated System
(SIS).[8]

Gambar 3.4 BPCS System [9]


Pada keterangan gambar 2.3 di atas, dijelaskan suatu sistem
pengendalian level air pada tanki dengan set point sebesar 5
meter. BPCS berusaha untuk menjaga level air di bawah 5 meter,
apabila level air naik di atas 5 meter, maka alarm akan menyala
dan operator akan bertugas mengembalikan ke kondisi normal.
3.7 Safety Integrity Level (SIL)
Setelah dilakukan analisa dari risiko yang ditimbulkan oleh
equpiment dengan menggunakan hazard and operability study
(HAZOP) didapatkan beberapa risiko yang berpotensi terjadi.
Pada dasarnya resiko dapat ditinjau melalui dua aspek yaitu
kemungkinan kejadian tersebut terjadi dan konsekuensi yang
diterima apabila kejadian tersebut terjadi. Pada berbagai kasus
dari kagagalan sistem, probabilitas dapat dihitung dengan
menggunakan perhitungan matematis. Jika nilai tersebut tidak
dapat diketahui maka hazard harus dianalisa secara kualitatif.
Pada dasarnya setiap industri memiliki standar sistem
proteksi yang berbeda beda. Standar ini merupakan hal yang

22
sangat penting karena menyangkut kehandalan dari suatu system
terinstrumentasi. Standar sistem proteksi tidak hanya meliputi
teknologi yang digunakan, tingkat redundansi, kalibrasi ataupun
logika sistem. Ketika risk level yang dihadapi semakin besar
maka diperlukan sistem proteksi yang lebih baik untuk
mengendalikannya. Risk yang telah dihitung selanjutnya akan
dibandingkan dengan performansi pada suatu sistem proteksi.
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan
performansi sistem tersebut adalah safety integraty level (SIL)
(Gulland,2004).[10]
Safety integrity Level (SIL) merupakan tingkat keamanan
dari suatu komponen instrument yang terkonfigurasi dengan
safety instrumented system (SIS). Seperti sensor, logic solver, dan
final element. Untuk dapat menentukan nilai SIL dari suatu
komponen maka terlebih dahulu mengetahui nilai laju kegagalan
yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan nilai
Probability of Failure on Demand (PFD) [11]. Berikut ini
merupakan pengklasifikasian SIL berdasarkan nilai PFD yang
diperoleh berdasarkan standar IEC 615108.
Tabel 2. 5 Kriteria Penentuan SIL[12]
Safety Integrity
Probability of
Level
Failure on Demand
4
0,0001 0,00001

Risk Reduction
Factor
100.000-10.000

0,001 0,0001

10.000-1000

0,01 0,001

1000-100

0,1 0,01

100-10

Dari tabel di atas dapat dikatakan semakin tinggi tingkatan SIL


yang dimiliki suatu plant maka tingkat keamanan dari plant
tersebut juga semakin baik dan resiko terjadinya kegagalan juga
semakin kecil.
Safety integrity level (SIL) ditentukan dengan menghitung
probabilitas suatu kegagalan akan terjadi dengan menggunakan
persamaan:

23

(2.8)
Dimana :
= failure rate (laju kegagalan)
MTTF = Mean Time To Failure
Setelah diketahui nilai failure rate maka menentukan nilai
Probability Failure Demand. Probability of Failure on Demand
(PFD) dihitung berdasarkan persamaan :
(2.9)
Dimana:
PFD
Ti

= Probability of Failure on Demand


= failure rate (/jam)
= test interval (jam)

Setelah ditentukan nilai PFD dihitung PFD average dengan


cara menjumlahkan PFD untuk sensor, transmitter dan final
control element
(2.10)
Langkah terakhir adalah mencocokkan nilai PFD average
dengan kriteria SIL pada tabel 2.4.
Dari PFD selanjutnya dapat diketahui nilai risk reduction
factor (RRF). Risk reduction factor merupakan tingkat penurunan
risiko suatu equipment mengalami kegagalan.
(2.11)
PFD dipengaruhi oleh laju kegagalan peralatan dan test
interval, artinya semakin besar laju kegagalan suatu peralatan
maka kemungkinan terjadinya failure akan semakin besar dan
tingkat penurunan resikonya akan semakin kecil. Begitu juga
dengan semakin sering suatu peralatan dilakukan test maka

24
kemungkinan terjadinya failure akan semakin kecil dan tingkat
penurunan resikonya semakin besar. Adapun untuk mendapatkan
data failure rate dapat diperoleh dengan beberapa cara
diantaranya adalah historical data, yaitu data diperoleh
berdasarkan data hasil maintenance suatu perusahaan atau
commercial failure rate data, yaitu data diperoleh dari database
failure rate seperti salah satunya adalah OREDA (Offshore
Reliability Data)
3.8 Metode Risk Graph
Metode risk graph adalah metode kualitatif. Metode ini dapat
menentukan nilai SIL dengan analisa sederhana berdasarkan pada
faktor kegagalan pada proses dan sistem kontrol. Metode ini
seperti grafik pohon yang mempresentasikan satu faktor resiko
dan cabang nilai-nilai yang berbeda. Grafik resiko bertujuan
untuk membuat sebuah skenario bahaya berdasarkan pada
parameter yang mewakili faktor-faktor resiko.

Gambar Risk graph


3.9 Safety Integrity Level (SIF)
Safety Integrity Level (SIF) adalah sebuah fungsi yang
diimplementasikan oleh SIS yang ditujukan untuk mencapai atau
menjaga kondisi aman proses dengan mengacu pada sebuah
kejadian berbahaya (hazardous) yang spesifik. Jadi SIS ini
nantinya akan banyak mempunyai SIF. Masing-masing SIF harus

25
dirancang dan dites untuk memenuhi target SIL (Safety Integrity
Level). Diagram blok SIF digambarkan sbb:

Gambar Diagram Blok SIF


Setiap SIF mempunyai arsitektur yang sama atau pun berbeda
antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, perhitungan PFD
harus terlebih dahulu mengidentifikasi arsitektur untuk masing
masing SIF sehingga dapat disesuaikan dengan persamaan yang
akan digunakan. Berdasarkan ISA-TR84.00.02- 2002 terdapat
enam tipe arsitektur SIF. Berikut ini adalah pengertian dari
penomoran arsitektur SIF untuk mengidentifikasi arsitektur SIF
yang dipakai yaitu sbb:
1) 1oo1 artinya one out of one, terdapat 1 keluaran dari 1 SIF
2) 1oo2 artinya one out of two, terdapat 1 keluaran dari 2 SIF
3) 1oo3 artinya one out of three, terdapat 1 keluaran dari 3 SIF
4) 2oo2 artinya two out of two, terdapat 2 keluaran dari 2 SIF
5) 2oo3 artinya two out of three, terdapat 2 keluaran dari 3 SIF
6) 2oo4 artinya two out of four, terdapat 2 keluaran dari 4 SIF
3.10 Risk Reduce Factor (RRF)

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Dari analisis bahaya menggunakan metode HAZOP diperoleh
level tingkat bahaya dengan kategori high risk sebanyak 1,
kategori moderate risk sebanyak 9, dan minor risk sebanyak 1.
b. Perhitungan nilai SIL yang telah dilakukan pada BPCS dengan
perhitungan nilai PFD rata-rata sebesar 0. 16974 dan masuk
dalam kategori NO SIL , dengan risk reduction factor 3.35
masih di bawah 10 yang menunjukkan bahwa keandalan
sistem masih rendah.
c. Peningkatan SIL dari SIL 0 menjadi SIL 1 dengan PFD 0.0744
melalui penambahan instalasi LT-1401 yang mempunyai
kategori high risk dengan instalasi secara redundant dan
perhitungan menggunakan persamaan pada konfigurasi 1oo2.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan keamanan
sistem boiler yaitu :
a. Untuk meningkatkan SIL pada boiler, sistem dapat
ditambahkan dengan SIS, sehingga ketika terjadi bahaya yang
sudah tidak dapat ditangani BPCS, sistem masih bisa
diamankan.
b. Pencatatan data logsheet sebaiknya terekam secara histori pada
Microsoft Excel dan jadwal maintenance ditambahkan dengan
waktu finishing untuk memudahkan segala perhitungan yang
berhubungan dengan proses boiler.

26

27

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

28

DAFTAR PUSTAKA
[1] Kristianingsih, Luluk. ANALISIS SAFETY SYSTEM DAN
MANAJEMEN RISIKO PADA STEAM BOILER PLTU DI
UNIT 5 PEMBANGKITAN PAITON, PT. YTL.Surabaya:
Tugas Akhir Program Sarjana Teknik Fisika Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. 2013
[[2] Satriya,Azi.2014. Pipa Boiler PLTU Kanci Kabupaten
Cirebon Meledak.http://rri.co.id. Diakses pada tanggal 17
Januari 2015 pukul 20.45
[3] Coal Fire
Manufactured.

Boiler

Packaged.

American

Boiler

[4] IHS Engineering 360.2016.


Boiler Industrial
Information.http://globalspec.com. Diakses pada tanggal 18
Januari 2015 pukul 15.30
[5] Pradana, Hari Saptian. ANALISIS HAZARD AND
OPERABILITY (HAZOP) UNTUK DETEKSI BAHAYA
DAN MANAJEMEN RISIKO PADA UNIT BOILER (B6203) DI PABRIK III PT.PETROKIMIA GRESIK. Surabaya:
Tugas Akhir Program Sarjana Teknik Fisika Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. 2014
[6] IEC- 61882. 2001. Hazard And Operability Studies
(Hazop Studies) Application Guide. Geneva: International
Electrotechnical Commission .
[7]. Statistic Process Control. Table of Constant for Control
Chart and Formulae
[8] Marszal, Edward. Implementing Protective Functions In
BPCS an Combined System. Knexis Consulting Corporation.
Columbus USA
[9] Nan, Cen Kelvin. Safety Instrumented System (SIS) For
Process Operation Based On Real-Time Monitoring.

29
[10] Gulland, H.G.14 April 2004. Methods of Determining
Safety Integrity Level (SIL) Requirements - Pros and Cons. 4
Sight Consulting
[11] ISA, Safety Instrumented Functions(SIF)-Safety
Integrity Level (SIL) Evaluation Texhniques Determining the
SIL of a SIF via Fault Tree Analysys, Research Triangle Park,
North Carolina 27709: United States of America, 2002.
[12] IEC 611508/61511. 2007. Manual Safety Integrity Level
(SIL). Pepperl+Fuchs

You might also like