You are on page 1of 34

PEMBAHASAN

Kanker stadium terminal merupakan penyakit yang tidak dapat


disembuhkan. Kondisi pasien tentunya akan semakin memburuk,
perawatan yang dapat dilakukan hanyalah mengontrol gejala yang ada, dan
pada kasus diatas keluarga pasien belum siap untuk ditinggalkan. Dengan
demikian kelompok kami meyikapi kasus tersebut dengan cara melakukan
pendekatan terhadap pasien dan juga keluarga pasien dengan perawatan
paliatif yaitu dengan melakukan perawatan untuk mengontrol gejala dan
juga pendekatan melalui psikologis, emosional, spiritual dan sosial. Kita
sebagai perawat menjelaskan kepada pasien dan juga keluarga bahwa
memang penyakit yang diderita pasien tidak memungkinkan dapat
sembuh, memang sungguh berat bagi pasien dalam menerima kenyataan
tersebut terutama keluarga pasien yang akan ditinggalkan. Tetapi dengan
adanya perawatan paliatif, pasien akan tetap memiliki kualitas hidup yang
baik meski perawatan ini tidak akan dapat menyembuhkan penyakit
pasien. Dengan perawatan paliatif kita dapat meringankan penderitaan
yang dirasakan pasien. Setiap keluhan yang dirasakan pasien kita tangani
dengan memberikan obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut. Kita juga
tentunya memberi dukungan, motivasi serta semangat kepada pasien dan
juga keluarga pasien. Melalui perawatan paliatif, pasien dan keluarga
pasien kita ajak untuk bisa menerima keadaanya, terutama istri pasien
yang tidak terima dengan penyakit yang diderita suaminya. Setelah
diberikan perawatan paliatif ini diharapkan pasien dapat merasakan
nyaman secara fisik, emosi dan spiritual, dengan kenyamanan terebut
pasien dapat meninggal nantinya dengan tenang. Tak lupa keluarga pasien
diharapkan dapat tenang dan menerima kematian tersebut.

PALLIATIVE CARE
a. Pengertian Palliative Care
Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah
setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi

pada pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk


menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit
itu sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas
hidup orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.
Menurut WHO pada 1990 Palliative Care adalah perawatan total dan
aktif dari untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive
terhadap pengobatan kuratif. Berdasarkan definisi ini maka jelas
Palliative Care hanya diberikan kepada penderita yang penyakitnya
sudah tidak respossif terhadap pengobatan kuratif. Artinya sudah tidak
dapat disembuhkan dengan upaya kuratif apapun. Tetapi definisi
Palliative Care menurut WHO 15 tahun kemudian sudah sangat
berbeda. Definisi Palliative Care yang diberikan oleh WHO pada tahun
2005 bahwa perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan
nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan
psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan
dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka.
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Palliative Care diberikan sejak
diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan
pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak,
mutlak Palliative Care harus diberikan kepada penderita itu. Palliative
Care tidak berhenti setelah penderita
meninggal, tetapi masih diteruskan dengan memberikan dukungan
kepada anggota keluarga yang berduka. Palliative Care tidak hanya
sebatas aspek fisik dari penderita itu yang ditangani, tetapi juga aspek
lain seperti psikologis, sosial dan spiritual.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi
bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai
proses yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.

4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.


5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care
adalah untuk

mengurangi

penderitaan

pasien, memperpanjang

umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support


kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
b. Tujuan Palliative Care
Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak
nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan
pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin
sampai saat

meninggalnya, menjawab

kebutuhan pasien

dan

keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih Palliative care tidak


bertujuan untuk mempercepat ataupun menunda kematian.
c. Karakteristik Palliative Care
Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang
tidak hanya mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli
gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan
lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani sepenuh hati.
Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah
(home care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan
kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke
rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau dan
memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan
keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual.
Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping
atau keluarga yang merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day
care pada penitipan anak). Sedangkan respite care adalah layanan yang
bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog atau psikiater,

bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik,


dan lain-lain. Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:
1. Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
2. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai
proses yang normal.
3. Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
4. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam
perawatan pasien.
5. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
6. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa
sakit dan setelah kematian.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan
pasien dan keluarganya, termasuk konseling masa duka cita,
jika diindikasikan.
8. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif
memengaruhi perjalanan penyakit.
9. Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk
memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan
mencakup

penyelidikan

yang

diperlukan

untuk

lebih

memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.

d. Klasifikasi Palliative Care


Palliative care / perawatan (terapi) paliatif terbagi menjadi
beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Palliative Care Religius
Agama merupakan hubungan antara manusia dengan tuhan.
Terapi religious sangat penting dalam memberikan palliative
care.

Kurangnya

pemenuhan

kehidupan

beragama,

menimbulkan masalah pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari


masing-masing

agama

sangat

membantu

dalam

mengembangkan palliative care Terkadang palliative care


spiritual sering disamakan dengan terapi paliatif religious.

Palliative care spiritual bisa ditujukan kepada pasien yang


banyak meyakini akan adanya Tuhan tanpa mengalami ritual
suatu agama dan bisa juga sebagai terapinreligius dimana selain
meyakini ritual agama memiliki tata cara beribadah dalam
suatu agama.
Dalam agama islam perawatan paliatif yang bisa diterapkan
adalah :
a)
b)
c)
d)
e)

Doa dan dzikir


Optimisme
Sedekah
Shalat Tahajud
Puasa

2. Terapi Paliatif Radiasi


Terapi paliatif radiasi merupakan salah satu metode pengobatan
dengan menggunakan radiasi / sinar untuk mematikan sel
kanker yang akan membantu pencegahan terhadap terjadinya
kekambuhan. Terapi radiasi dapat diberikan melalui dua cara.
Pertama dengan menggunakan cara radiasi eksterna, dan kedua
dengan brakiterapi. Radiasi eksterna adalah suatu teknik radiasi
dimana sumber radiasi berada di luar tubuh pasien. Radiasi ini
menggunakan suatu mesin yang mengeluarkan radiasi yang
ditujukan kea rah sel kanker. Brakiterapi adalah suatu teknik
radiasi dimana sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh pasien
dekat dengan sel kanker tersebut. Peran radioterapi pada
palliative care terutama adalah untuk mengatasi nyeri, yaitu
nyeri yang disebabkan oleh infiltrasi tumor local.
3. Terapi Paliatif Kemoterapi
Pemakaian kemoterapi pada stadium paliatif adalah untuk
memperkecil masa tumor dan kanker dan untuk mengurangi
nyeri, terutama pada tumor yang kemosensitif. Beberapa jenis
kanker yang sensitive terhadap kemoterapi dan mampu
menghilangkan nyeri pada lymphoma. Myeloma, leukemia,

dan kanker tentis.Pertimbangan pemakaian kemoterapi paliatif


harus benar-benar dipertimbangkan dengan menilai dan
mengkaji efek positif yang diperoleh dari berbagai aspek untuk
kepentingan pasien.
4. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat
untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi
organ tubuh akibat desakan massa tumor / metastasis. Pada
umumnya pembedahan yang dilakukan adalah bedah ortopedi /
bedah untuk mengatasi obstruksi visceral. Salah satu contoh
tindakan pembedahan pada stadium paliatif adalah fiksasi
interna pada fraktur patologis / fraktur limpeding / tulang
panjang.
5. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke,
demikian hasil riset yang dilakukan di Finlandia. Penderita
stroke yang rajin mendengarkan music setiap hari, menurut
hasil riset itu ternyata mengalami Peningkatan pada ingatan
verbalnya dan memiliki mood yang lebih baik dari pada
penderita yang tidak menikmati musik. Musik memang telah
lama digunakan sebagai salah satu terapi kesehatan, penelitian
di Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu adalah riset
pertama yang membuktikan efeknya pada manusia. Temuan ini
adalah bukti pertama bahwa mendengarkan music pada tahap
awal pasca stroke dapat meningkatkan pemulihan daya kognitif
dan mencegah munculnya perasaan negative.
6. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan
citra fisik, harga diri dengan citra fungsi sosial, fungsi

fisiologis, dan sebagainya dapat dicegah / dikurangi dengan


melakukan penanganan antisipatorik yang memadai. Tetapi hal
ini belum dapat dilaksanakan secara optimal karena kondisi
kerja yang belum memungkinkan.
7. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran,
perasaan, dan perilaku.
Hipnoterapi bisa bermanfaat dalam menerapi banyak gangguan
psikologis-organis seperti hysteria, stress, fobia (ketakutan
terhadap benda-benda tertentu atau keadaan tertentu), gangguan
kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.
e. Tim Interdisipliner Palliative Care
Dalam melakukan palliative care membutuhkan tim kerja yang terdiri
dari berbagai multidisiplin ilmu karena ilmu kedokteran pada zaman
sekarang ini telah berkembang menjadi adanya interaksi dari fisik,
fungsional, emosional, psikologis, sosial, dan aspek spiritual yang akan
menjadi multidisiplin ilmu.
Tim palliative care dapat terdiri dari perawat, dokter, psikiater, petugas
sosial medis, rohaniawan, terapis, dan anggota lain sesuai kebutuhan.
Setiap anggota tim sebaiknya memahami dan menguasai prinsipprinsip dan praktek palliative care. Tim harus berani menjamin bahwa
pasien akan mendapat pelayanan seutuhnya, baik fisik maupun mental,
sosial, serta spiritual dengan cara yang benar dan dalam porsi yang
seimbang. Tim paliatif ini akan dipimpin oleh seorang dokter yang
memiliki pengalaman yang luas tentang menangani penyakit tingkat
lanjut dan gejala yang kompleks. Dokter dapat memberikan konsultasi
untuk membantu dokter lain. Perawat yang diberi pelatihan khusus
dalam merawat pasien dengan penyakit stadium lanjut dan terminal
akan merawat pasien di dalam pallitaitive care. Perawat bertanggung

jawab untuk memberikan kasih saying dan pendidikan kepada pasien


dan keluarganya.
Konseling spiritual juga merupakan salah satu dari tim interdisiplin.
Konseling spiritual dapat diberikan kepada penderita yang tidak
memiliki agama sekalipun. Konseling spiritual dapat membantu
meningkatakan iman yan berfungsi sebagai mekanisme koping bahkan
terapi pada penderita yang sedang sekarat. Pendeta, ustadz, atau
pemuka agama lainnya dapat membantu membentuk ikatan di dalam
tim palliative care.
Tim paliatif memiliki ciri khas yakni profesi setiap anggota tim telah
dikenal cakupan dan lingkup kerjanya. Para professional ini bergabung
dalam satu kelompok kerja secara bersama mereka menyusun dan
merancang tujuan akhir perawatan melalui beberapa langkah tujuan
jangka pendek. Tim adalah motor penggerak dari semua kegiatan
pasien. Proses interaksi komunikasi merupakan kunci keberhasilan
pengobatan palliative care.
f. Kebijakan Palliative Care
Kebijakan ini berdasararkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
812/Menkes/SK/VII/2007.
1. Tujuan Dan Sasaran Kebijakan
a) Tujuan kebijakan
Tujuan umum:
Sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di Indonesia.
Tujuan khusus:
1) Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang
berlaku di seluruh Indonesia
2) Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif.
3) Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
4) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.
2. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif

a) Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan


yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh
Indonesia.
b) Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya
dan tenaga terkait lainnya.
c) Institusi-institusi terkait, misalnya:
1) Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
2) Rumah Sakit pemerintah dan swasta
3) Puskesmas
4) Rumah perawatan/hospis
5) Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.
3. Lingkup Kegiatan Palliative Care
a) Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
1) Penatalaksanaan nyeri.
2) Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
3) Asuhan keperawatan
4) Dukungan psikologis
5) Dukungan sosial
6) Dukungan kultural dan spiritual
7) Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
b) Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan/rawat rumah.
4. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif
a) Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.
1) Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan
paliatif melalui komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara
tim
perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya.
2) Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran
pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan
perundangundangan.

3) Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang


membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya
setiap
tindakan yang berisiko dilakukan informed consent.
4) Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan
pasien sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga
terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk
berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak
kompeten,
maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
5) Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau
pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang
harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya
kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat memuat secara
eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula
hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat
keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan
akan dijadikan panduan utama bagi tim perawatan paliatif. 6) Pada
keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat
melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat
diberikan pada kesempatan pertama.
b) Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif
1) Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat
oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.
2) Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien
memasuki atau memulai perawatan paliatif.
3) Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,
sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan
telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan
(advanced directive) atau dalam informed consent menjelang ia kehilangan
kompetensinya.

4) Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak


resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis.
Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang
layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat
dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
5) Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien
berada dalam tahap terminal dan indakan resusitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah
pada saat tersebut.
c) Perawatan pasien paliatif di ICU
1) Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan
umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas.
2) Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus
mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan
penghentian peralatan lifesupporting.
d) Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif
1) Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh
Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di
rumah pasien.
2) Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga
medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan
pasien tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan
non medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat
kebijakan harus dipelihara.
5. Sumber Daya Manusia
a)Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial,
rohaniawan, keluarga, relawan.
b)

Kriteria

pelaksana

perawatan

paliatif

adalah

telah

pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat.


c) Pelatihan

mengikuti

1) Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan kerjasama


antara para pakar perawatan paliatif dengan Departemen Kesehatan
(Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-modul tersebut terdiri dari modul
untuk dokter, modul untuk perawat, modul untuk tenaga kesehatan lainnya, modul
untuk tenaga non medis.
2) Pelatih : Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran.
3) Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan Pendidikan
Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan sertifikasi pemutihan untuk
pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu : Jakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan
setelah mengikuti pelatihan.
d)

Pendidikan

Pendidikan

formal

spesialis

paliatif

kedokteran paliatif, ilmu keperawatan paliatif).

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF


Asuhan Keperawatan paliatif dilaksanakan dengan pendekatan proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian sampai dengan melakukan evaluasi
keperawatan .
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Data Umum : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Alamat,
Pekerjaan, Pendidikan, Status perkawinan, Suku bangsa, dst.
b. Riwayat penyakit masa lalu

(ilmu

c. Riwayat penyakit keluarga


d. Status kesehatan saaat ini
e. Pengobatan yang sedang dan pernah dilaksanakan:
Kemoterapi paliatif, pembedahan paliatif, radioterapi paliatif,
pengobatan Nyeri, Anti RetroViral (ARV) dan keluhan lain.
f. Sirkulasi cairan
g. Pernafasan
h. Neueosensori
i. Sistem pencernaan
j. Eliminasi
k. Integumen
l. Reproduksi
m. Mobilisasi
Panduan Asuhan KEperawatan Paliatif di rumah29/12/2006 16
n. Makan dan minum
o. Kebutuhan higiene
p. Kebutuhan istirahat tidur
q. Komunikasi
r. Faktor Keamanan dan lingkungan
s. Faktor psikologis, sosial, ekonomi, kultural dan spiritual.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Kesadaran
b. Tanda-tanda Vital
c. Pemeriksaan Dari Ujung Rambut sampai ujung Kaki
d. Pemeriksaan Khusus pada kasus paliatif : luka, stoma, dekubitus,
udema ekstremitas/ anasarka.
3. Menganalisa hasil pemeriksaan penunjang yang pernah dilakukan.
a. Darah lengkap, gula darah, fungsi lever, fungsi ginjal dll. Foto
thorax untuk melihat kondisi jantung / paru.
b. USG : melihat adanya massa dan kelainan organ.
c. Biopsi : untuk mendeteksi adanya keganasan
d. Pemeriksaan penunjang lain

B. DIAGNOSA (MASALAH) KEPERAWATAN PALIATIF


Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai kategori
urgensi masalah berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, diagnosa
keperawatan yang mungkin pada kasus paliatif sesuai 14 kebutuhan
Handerson adalah sbb:
Panduan Asuhan KEperawatan Paliatif di rumah29/12/2006 17
1. Gangguan oksigenisasi dan sirkulasi
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan
3. Gangguan Kebutuhan nutrisi
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari,
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK/BAB,
6. Gangguan citra diri/konsep diri,
7. Gangguan istirahat
8. Gangguan mobilisasi,
9. Gangguan psikologis putus asa dan merasa tidak berguna,
10. Gangguan rasa aman, nyaman
11. Gangguan reproduksi
12. Gangguan integritas kulit
13. Gangguan neurosensori
14. Gangguan komunikasi
C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KASUS TERMINAL
Perencanaan dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul
dan diprioritaskan untuk:
1. Meningkatkan kualitas hidup ( contoh : mengurangi nyeri, mgurangi
sesak nafas, menangani perawatan luka)
2. Meningkatkan daya tahan tubuh,
3. Mengajarkan pasien dan keluarga untuk menerima kenyataan yang
ada.
4. Mengajarkan keluarga untuk menghubungi petugas bila terjadi
kondisi darurat
5. Mencegah timbulnya masalah baru.
D. PELAKSANAAN

Prinsip-prinsip didalam penanganan masalah keperawatan palliatif


didasarkan pada prioritas masalah keperawatan yang timbul
E. EVALUASI
Evaluasi berdasarkan pada kategori masalah keperawatan disesuaikan
dengan kondisi pasien. Evaluasi mencakup dua elemen yakni evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Untuk dapat melihat keberhasilan setiap
diagnosa keperawatan diukur sesuai dengan kriteria hasil.

ASUHAN KEPERAWATAN PALLIATIVE CARE


A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
1) Nama
2) Umur
3) Jenis Kelamin
4) Status Perkawinan

: Tn. A
: 61 tahun
: Laki - laki
: Menikah

2. Identitas Penanggung Jawab


1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Hubungan dengan Pasien

: Ny. N
: 60 tahun
: Perempuan
: Istri

3. Riwayat Penyakit Masa lalu :


Sejak 1 tahun yang lalu Tn. A kerap kali merasa pusing dan sakit
didaerah lehernya serta batuk batuk ternyata hasil pemeiksaan Tn.A
menderita Kanker paru paru yang sudah bermetastase ke tulang.
4. Riwayat Penyakit Sekarang :
Beberapa minggu yang lalu, kondisi Tn. A makin menurun ia menjadi
kesulitan berjalan, bicara sangat pelan dan cenderung banyak tidur.
Bila makan dan minum Tn. A Selalu kesulitan dalam menelan
(keselak). Tn. A tampak sangat lemah. Saat kembali periksa keluar
negeri, dokter menyatakan bahwa kankernya sudah menjalar ke otak.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : 6. Pengobatan yang sedang dan pernah dilaksanakan :
a. Obat simptomatik
b. Operasi perbaikan vertebra servikal
c. Pengobatan penyinaran dan kemoterapi
7. Mobilisasi :
Kesulitan dalam berjalan
8. Makan dan minum :
Kesulitan dalam menelan (dysphagia)
9. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan Umum dan Kesadaran : keadaan umum pasien melemah
dan kesadaran compos mentis
10. Pemeriksaan Penunjang : 11. Analisa Data
No
1.

Data
Etiologi
DS : Ny N mengatakan Antisipasi
bahwa
terpukul

dirinya

begitu kehilangan

mendengar orang terdekat

keterangan dokter dan


merasa heran dan merasa
heran dan tidak mengerti

Masalah
Duka cita

mengapa

Tuhan

memberikan
yang

cobaan

begitu

berat

kepadanya.
DO : Ny N terlihat
2.

menangis ia menyatakan
bahwa ia belum siap bila
ditinggal suaminya untuk

dekat

dengan
kematian

selamanya.
3

Ansietas kematian
Merasa

DS : DO : Dokter menyatakan
bahwa kankernya sudah

Ketidakseimbanga
Kesulitan
menelan

nutrisi

kurang

dari kebutuhan

menjalar ke otak
DS : Pasien mengatakan
saat makan dan minum
3.

Tn A selalu kesulitan
dalam menelan
DO : -

B. Diagnosa Keperawatan
1. Duka cita berhubungan dengan antisipasi kehilangan orang terdekat
2. Ansietas kematian berhubungan dengan merasa dekat dengan kematian
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kesulitan menelan
C. Intervensi Keperawatan
1. Duka cita berhubungan dengan antisipasi kehilangan orang terdekat
- Dukung keluarga dari klien yang menjelang ajal dengan
melibatkan

penggunaan

komunikasi

memfasilitasi ekspresi perasaan mereka

terapeutik

untuk

No.
1.

Dx.
Kep.
1

Tujuan

1.
2.
3.
4.
5.

Intervensi

Setelah dilakukan
1.
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan
ketidakseimbangan 2.
nutrisi : nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
teratasi dengan
Kriteria hasil :
Nafsu makan
3.
meningkat
Berat badan meningkat
Adanya perubahan pola
makan
Konjungtiva normal 4.
Klien tampak tidak
lemah

Rasional

Timbang berat badan


setiap hari

1. R/mengetahui perubahan
keadaan umum nutrisi pada
klien

Anjurkan makan sedikit 2. R/Dilatasi gaster dapat


tapi sering
terjadi bila pemberian
makan terlalu cepat setelah
periode puasa
Anjurkan makan-makanan3. R/membantu meningkatkan
yang lunak dan mudah
intake makanan
dicerna.
Anjurkan keluarga untuk
menyediakan makanan
kesukaan klien.

4. Membantu meningkatkan
nafsu makan

5. R/ Mencegah terjadinya
5. Anjurkan makan makanan mual dan membantu
yang disajikan dalam
meningkatkan nafsu makan
kondisi hangat

Dorong anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan


fisik orang yang menjelang ajal sebanyak yang mereka inginkan

dan mereka mampu lakukan


Berikan dukungan emosional pada pihak keluarga pasien
Bantu keuarga dan orang terdekat untuk mepersiapkan diri ketika

pasien mengalami ajal


Bina hubungan komunikasi yang menunjukkan perhatian dan
komitmen terhadap klien

2. Ansietas kematian berhubungan dengan


kematian
-

Gunakan pendekatan yang menenangkan

merasa dekat dengan

Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien


Pahami perspektif pasien terhadap situasi stres
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa

takut
Dorong keluarga untuk menemani pasien
Identivikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan ketakutan dan

persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan kesulitan menelan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
-

nutrisi yang dibutuhkan pasien


Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Berikan substansi gula
Anjurkan pasien untuk makan dengan perlahan dan mengunyah

makanan secara seksama


Pemberian makanan sedikit dan sering dengan bahan makanan

yang tidak bersifat iritatif


Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Duka cita berhubungan dengan antisipasi kehilangan orang terdekat
- Mendukung keluarga dari klien yang menjelang ajal dengan
melibatkan
-

penggunaan

komunikasi

terapeutik

untuk

memfasilitasi ekspresi perasaan mereka


Mendorong anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan
fisik orang yang menjelang ajal sebanyak yang mereka inginkan

dan mereka mampu lakukan


Memberikan dukungan emosional pada pihak keluarga pasien
Membantu keuarga dan orang terdekat untuk mepersiapkan diri

ketika pasien mengalami ajal


Membina hubungan komunikasi yang menunjukkan perhatian dan
komitmen terhadap klien

2. Ansietas kematian berhubungan dengan

merasa dekat dengan

kematian
- Menggunakan pendekatan yang menenangkan
- Menyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
- Memahami perspektif pasien terhadap situasi stres
- Menemani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
-

rasa takut
Medorong keluarga untuk menemani pasien
Mengidentivikasi tingkat kecemasan
Membantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan ketakutan dan

persepsi
Menginstruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Memberikan obat untuk mengurangi kecemasan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan kesulitan menelan
- Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
-

dan nutrisi yang dibutuhkan pasien


Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Memberikan substansi gula
Menganjurkan pasien untuk makan dengan perlahan dan

mengunyah makanan secara seksama


Meberikan makanan sedikit dan sering dengan bahan makanan

yang tidak bersifat iritatif


Mengkaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan
- Memonitor adanya penurunan berat badan
- Memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
E. EVALUASI

KELOMPOK KHUSUS GERONTIK

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;!
TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA
1.

Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan seharihari secara mandiri dengan :

Peningkatan kesehatan (Health Promotion).


Pencegahan penyakit
Pemeliharaan kesehatan.
Sehingga memiliki ketenengan hidup dan produktif sapai akhir hidup.
2.

Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah


lanjut dengan jalan perawatan dan pencegahan.

3.

Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangathidup


klien lanjut usia (Life Support ).

4.

Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit / mengalami
gangguan tertentu ( kronis maupun akut ).

5.

Merangsang para petugas kesehatan ( dokter, perawat )untuk dapat mengenal


dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu
kelainan tertent.

6.

Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita
suatu penyakit / gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang
maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (Memelihara kemandirian secara
maksimal ).

D.

FOKUS ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA

1.

Peningkatan kesehatan (health promotion)

2.

Oencegahan penyakit (preventif)

3.

Mengoptimalkan fungsi mental.

4.

Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

1.

Fokus asuhan keperawatan lanjut usia terdiri dari :

Peningkatan kesehatan (health promotion)


Oencegahan penyakit (preventif)
Mengoptimalkan fungsi mental.

Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.


2.

Konsep asuhan keperawatan, yaitu :

Pengkajian
Tujuan :

Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri.

Melengkapi dasar dasar rencana perawatan individu.

Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien.

Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.

Diagnosa keperawatan, terdiri dari :

Diagnosa Fisik / Biologi


Diagnosa Psikososial
Diagnosa Spiritual

Perencanaan
Tujuan tindakan keperawatan lanjut usia diarahkan pada pemenuhan

kebutuhan dasar, antara lain :


Pemenuhan kebutuhan nutrisi
Peningkatan keamanan dan keselaamatan.
Memelihara kebersihan diri.
Memelihara keseimbangan istirahat/tidur.
Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi efektif.

Implementasi keperawatan, terdiri dari :

Tumbuhkan dan bina rasa saling percaya


Sediakan cukup penerangan
Tingkatkan rangsangan panca indra
Pertahankan dan latih daya orientasi nyata
Berikan perawatan sirkulasi
Berikan perawatan pernapasan
Berikan perawatan pada alat pencernaan
Berikan perawatan genitorinaria
Berikan perawatan kulit
Berikan perawatan muskuluskeletal
Berikan perawatan psikososial
Pelihara Keselamatan

PANTI WERDHA
a. Pengertian Panti Werdha
Pengertian panti wredha menurut Departemen Sosial RI adalah suatu
tempat untuk menampung lansia dan jompo terlantar dengan memberikan
pelayanan sehingga mereka merasa aman, tentram dengan tiada perasaan
gelisah maupun khawatir dalam menghadapi usia tua.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan panti
wredha sebagai rumah tempat memelihara dan merawat lansia.
b. Fungsi Panti Werdha
Secara umum Panti Wredha memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Pusat pelayanan kesejahteraan lanjut usia (dalam memenuhi


kebutuhan pokok lansia).
2. menyediakan suatu wadah berupa kompleks bangunan dan
memberikan kesempatan pula bagi lansia melakukan aktivitas ativitas sosial-rekreasi.
3. Bertujuan membuat lansia dapat menjalani proses penuaannya
dengan sehat dan mandiri.
Sesuai dengan permasalahan lansia, pada umumnya penyelenggaraan panti
wredha mempunyai tujuan antara lain :
1. Agar terpenuhi kebutuhan hidup lansia.
2. Agar dihari tuanya dalam keadaan tentram lahir dan batin.
3. Dapat menjalani proses penuaannya dengan sehat dan mandiri.
c. Tipe Tipe Panti Werdha
Berdasarkan faktor ketergantungan lansia, maka tipe pemukiman untuk
lansia dapat dibagi menjadi beberapa tipe yaitu:
1. Independent Elderly Housing (Rumah Orang Tua yang Mandiri)
Rumah

konvensional

untuk

lansia

yang

bersifat

mandiri

sepenuhnya.umumnya bangunannya seperti rumah tinggal dan ditempati


oleh beberapa lansia yang masih mandiri dengan fasilitas selayaknya
rumah tinggal.

2. Independent Elderly / Family Mixed Housing (Rumah Campuran


Keluarga Orang Tua Mandiri)
Fasilitas harus disediakan untuk orang-orang tua yang mandiri dan
digabungkan dengan tipe rumah konvensional.
3. Dependent Elderly Housing (Rumah Orang Tua yang Bergantung)
Orang tua disini hidupnya masih tergantung pada fasilitas
pendukung dan bentuk bangunan ini seperti bangunan rumah sakit.

4. Independent / Dependent Elderly Mixed Housing (Rumah


Campuran Orang Tua Mandiri dan Bergantung)
Fasilitas untuk lansia yang bergantung dan lansia yang bisa
memenuhi

kebutuhannya

sendiri

(mandiri).Pada

umumnya

bangunan ini berbentuk seperti rumah tinggal dengan fasilitas


pendukung yang memadai.
Tipe-tipe panti wredha berdasarkan fasilitas yang tersedia, antara lain:
1) Skilled nursing facilities (Fasilitas perawatan terampil)
Pelayanan perawatan selama 24 jam.Biasanya lansia berasal dari
rumah sakit yang kondisinya serius dan membutuhkan terapi
rehabilitasi khusus.
2) Intermediate care facilities (Fasilitas perawatan lanjutan)
Pelayanan perawatan professional tetapi tidak 24 jam, beberapa terapi
medis

disediakan

tetapi

difokuskan

pada

program-program

sosial.Pelayanan ini disediakan untuk orang yang membutuhkan lebih


dari sekedar kamar dan makanan atau perawatan oleh perawat.
3) Residential care facilities (Fasilitas Perawatan Rumah)
Pelayanan perawatan yang menawarkan kamar dan makanan serta
beberapa perawatan perseorangan seperti membantu memandikan dan
berpakaian serta pelayanan-pelayanan sosial.
d. Prinsip-prinsip Perancangan Panti Wredha
Beberapa prinsip panti werdha yaitu :
1. Aspek fisiologis
a) Keselamatan dan keamanan, yaitu penyediaan lingkungan yang
memastikan setiap penggunanya tidak mengalami bahaya yang tidak
diinginkan. Lansia memiliki permasalahan fisik dan panca indera seperti
gangguan penglihatan, kesulitan mengatur keseimbangan, kekuatan kaki

berkurang, dan radang persendian yang dapat mengakibatkan lansia lebih


mudah jatuh atau cedera. Penurunan kadar kalsium di tulang, seiring
dengan proses penuaan, juga dapat meningkatkan resiko lansia mengalami
patah tulang. Permasalahan fisik ini menyebabkan tingginya kejadian
kecelakaan pada lansia.
b) Signage/orientation/wayfindings,

keberadaan

penunjuk

arah

di

lingkungan dapat mengurangi kebingungan dan memudahkan menemukan


fasilitas yang tersedia. Perasaan tersesat merupakan hal yang menakutkan
dan membingungkan bagi lansia yang lebih lanjut dapat mengurangi
kepercayaan dan penghargaan diri lansia. Lansia yang mengalami
kehilangan memori (pikun) lebih mudah mengalami kehilangan arah pada
gedung dengan rancangan ruangan-ruangan yang serupa (rancangan yang
homogen) dan tidak memiliki petunjuk arah.
c) Aksebilitas dan fungsi, Tata letak dan aksebilitas merupakan syarat
mendasar untuk lingkungan yang

fungsional. Aksebilitas

adalah

kemudahan untuk memperoleh dan menggunakan sarana, prasarana dan


fasilitas bagi lanjut usia untuk memperlancar mobilitas lanjut usia.
d) Adaptabilitas, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Lingkungan harus dirancang sesuai dengan pemakainya,
termasuk yang menggunakan kursi roda maupun tongkat penyangga.
Kamar mandi dan dapur merupakan ruangan dimana aktivitas banyak
dilakukan dan keamanan harus menjadi pertimbangan utama.

2. Aspek psikologis
b) Privasi, yaitu kesempatan bagi lansia untuk mendapat ruang/tempat
mengasingkan diri dari orang lain atau pengamatan orang lain sehingga
bebas dari gangguan yang tak dikenal. Auditory privacy merupakan poin
penting yang harus diperhatikan.
c) Interaksi sosial, yaitu kesempatan untuk melakukan interaksi dan
bertukar pikiran dengan lingkungan sekeliling (sosial). Salah satu alasan

penting untuk melakukan pengelompokkan berdasarkan umur lansia di


panti wredha adalah untuk mendorong adanya pertukaran informasi,
aktivitas rekreasi, berdiskusi, dan meningkatkan pertemanan. Interaksi
sosial mengurangi terjadinya depresi pada lansia dengan memberikan
lansia kesempatan untuk berbagi masalah, pengalaman hidup dan
kehidupan sehari-hari mereka.
d) Kemandirian, yaitu kesempatan yang diberikan untuk melakukan
aktivitasnya sendiri tanpa atau sedikit bantuan dari tenaga kerja panti
wredha. Kemandirian dapat menimbulkan kepuasaan tersendiri pada lansia
karena lansia dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang dilakukannya
sehari-hari tanpa bergantung dengan orang lain.
e) Dorongan/tantangan, yaitu memberi lingkungan yang merangsang rasa
aman tetapi menantang. Lingkungan yang mendorong lansia untuk
beraktifitas didapat dari warna, keanekaragaman ruang, pola-pola visual
dan kontras.
f) Aspek panca indera, kemunduran fisik dalam hal penglihatan,
pendengaran, penciuman yang harus diperhitungkan di dalam lingkungan.
Indera penciuman, peraba, penglihatan, pendengaran, dan perasaan
mengalami kemunduran sejalan dengan bertambah tuanya seseorang.
Rangsangan indera menyangkut aroma dari dapur atau taman, warna dan
penataan

dan

tekstur

dari

beberapa

bahan.

Rancangan

dengan

memperhatikan stimulus panca indera dapat digunakan untuk membuat


rancangan yang lebih merangsang atau menarik.
g) Ketidak-asingan/keakraban, lingkungan yang aman dan nyaman secara
tidak langsung dapat memberikan perasaan akrab pada lansia terhadap
lingkungannya. Tinggal dalam lingkungan rumah yang baru adalah
pengalaman yang membingungkan untuk sebagian lansia. Menciptakan
keakraban dengan para lansia melalui lingkungan baru dapat mengurangi
kebinggungan karena perubahan yang ada.
h) Estetik/penampilan, yaitu suatu rancangan lingkungan yang tampak
menarik. Keseluruhan dari penampilan lingkungan mengirimkan suatu

pesan simbolik atau persepsi tertentu kepada pengunjung, teman, dan


keluarga tentang kehidupan dan kondisi lansia sehari-hari.
i) Personalisasi,

yaitu

menciptakan

kesempatan

untuk

menciptakan

lingkungan yang pribadi dan menandainya sebagai milik seorang


individu. Tempat tinggal lansia harus dapat memberikan kesempatan bagi
mereka untuk mengungkapkan ekspresi diri sendiri dan pribadi.

e. Resiko yang Mungkin Terjadi di Panti Wredha


Merancang tata ruang luar yang baik merupakan hal yang vital dalam
merancang panti wredha karena hal tersebut berkaitan dengan keamanan
dan kenyamanan penghuni di panti wredha.Bila mendesain panti wredha
dengan teliti dan penuh pertimbangan maka dapat mengurangi resiko jatuh
dan kecelakaan lainnya yang mengakibatkan cedera pada lansia.
Faktor resiko jatuh disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik
(berhubungan dengan lansianya) dan faktor ekstrinsik (berhubungan
dengan lingkungan dan faktor eksternal lainnya).Jatuh adalah masalah
yang harus diwaspadai di panti wredha.Menurut hasil penelitian National
Ageing Research Institute (NARI, 2004), resiko terjadi jatuh pada lansia di
panti wredha sekitar 30-50%.Butler University (1996) melaporkan 1 dari
25 lansia di panti wredha mengalami tulang retak setiap tahunya.Mayoritas
panti jompo di Australia mengakui bahwa kejadian jatuh sering kali terjadi
pada lansia.Kebanyakan hal ini di sebabkan oleh pencahayaan yang buruk
dan lantai yang licin atau basah atau rusak.Kejadian jatuh pada lansia
sering kali terjadi di kamar lansia, toilet dan koridor.
Cedera akibat kecelakaan (jatuh) dapat mengakibatkan gangguan fisik dan
indera perasa ataupun mengakibatkan kematian pada lansia.Bagi lansia
yang mengalami berbagai gangguan fisik, cedera mungkin tidak dapat
disembuhkan secara sempurna.
Dampak akibat jatuh dapat menimbulkan berbagai efek negatif pada
lansia, dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut:

1. Cedera, dapat berupa cedera parah sampai cedera yang dapat


mengakibatkan kematian.
2. Kerugian finansial.
3. Kehilangan kepercayaan diri, menurunkan keaktifan, ketidakmandirian
dan penurunan kualitas hidup.
4. Stres dan kecemasan pada diri lansia.

PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


PERAWATAN JENAZAH
1) Pengertian
Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan
termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke
kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik klien.
2) Indikasi

Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien. Jika


pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan
jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui autopsy.
3) Tujuan
a) Penghormatan terhadap jenazah
b) Menjalankan kewajiban hukum fardlu ain. (muslim)
c) Jenazah dalam keadaan bersih
4) Kelengkapan sarana
Sarana Medis
a) Kasa/Verban secukupnya
b) Sarung tangan bersih
c) Kapas secukupnya
d) Plastik jenazah/pembungkus jenazah
e) Plester penahan untuk menutup luka (bila ada luka)
f) Bengkok 1 buah
g) Troli
Sarana Non Medis
a) Pengganjal dagu
b) Label identifikasi
c) Tas plastic untuk tempat barang-barang klien
d) Air dalam baskom
e) Sabun
f) Handuk
g) Selimut mandi
h) Kain kafan
i) Daftar barang berharga
j) Sisir
k) Baju bersih
l) Peralatan ganti balut (jika diperlukan)
5) Prosedur Tetap Pelayanan

a) Mempersiapkan alat dan bahan


b) Meyingsingkan lengan baju seragam yang panjang di atas siku.
c) Melepaskan cincin, jam tangan dan gelang.
d) Memakai sarung tangan
6) Perawatan Jenazah
a) Siapkan alat yang diperlukan dan bawa kedalam ruangan
b) Atur lingkungan sekitar tempat tidur. Bila kematian terjadi pada unit multi bed,
jaga privasi pasien yang lain, tutup koridor, cuci tangan.
c) Tinggikan tempat tidur untuk memudahkan kerja dan atur dalam posisi datar.
d) Tempatkan tubuh dalam posisi supinasi
e) Tutup mata, dapat menggunakan kapas yang secara perlahan ditutupkan pada
kelopak mata dan plester jika mata tidak tertutup
f) Luruskan badan, dengan lengan menyilang tubuh pada pergelangan tangan dan
menyilang abdomen. Atau telapak tangan menghadap kebawah.
g) Ambil gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Jika mulut tetap tidak mau
tertutup, tempatkan gulungan handuk di bawah dagu agar mulut tertutup.
Tempatkan bantal di bawah kepala.

h) Lepaskan perhiasan dan barang berharga dihadapan keluarga. Pada umumnya,


semua cincin, gelang, kalung dll di lepas dan ditempatkan pada tas plastic tempat
barang berharga. Termasuk kaca mata, kartu, surat, kunci, barang religi. Beri label
identitas.
i) Jaga keamanan barang berharga klien. Ikuti peraturan RS untuk disposisi
(penyerahan) barang barharga. Jangan meninggalkan barang berharga. Tempatkan
dikantor perawat sampai dapat disimpan ditempat yang lebih aman atau diserahka
pada keluarga. Jika memungkinkan, keluarga dianjurkan untuk membawa pulang
semua barang milik milik klien sebelum klien meninggal.
j) Bersihkan badan. Dengan menggunakan air bersih, bersihkan area tubuh yang
terdapat kotoran seperti darah, feces, atau muntahan. Jika kotoran terjadi pada
area rectum, uretra atau vagina, letakan kassa untuk menutup tiap lubang dan
rekatkan dengan plester untuk mencegah pengeluaran lebih lanjut. Setelah
kematian, spingter otot relaks, menyebabkan incontinensia feces dan urin.
k) Rapikan rambut dengan sisir rambut.
l) Rawat drainage dan tube yang lain. Jika akan dilakukan autopsy, tube pada
umumnya dibiarkan pada badan, ambil botol drainage atau bag dari tube dan
tekuk tube, ketika dilakukan autopsy, tube diambil. Pastikan balon sudah
dikempiskan sehingga tidak melukai jaringan tubuh selama pengambilan.
m) Ganti balutan bila ada balutan. Balutan yang kotor harus diganti dengan yang
bersih. Bekas plester dihilangkan dengan bensin atau larutan yang lain yang sesuai
dengan peraturan RS.
n) Pakaikan pakaian yang bersih untuk diperlihatkan pada keluarga. Jika keluarga
meminta untuk melihat jenazah, tempatkan pada posisi tidur, supinasi, mata
tertutup, lengan menyilang di abdomen. Rapikan tempat tidur kembali.
o) Beri label identifikasi pada jenazah. Label identitas dengan nama, umur, dan
jenis kelamin, tanggal MRS, nomor kamar dan nama dokter. Sesuai dengan
peraturan RS, ikatan label identitas pada pergelangan tangan atau pergelangan
kaki atau plester label pada dada depan pasien.
p) Letakan jenazah pada kain kafan sesuai dengan peraturan RS. Ikatkan kasa atau
verban atau pengikat yang lain dibawah dagu dan sekitar kepala untuk menjaga

agar dagu tetap tertutup. Kemudian, ikat pergelangan tangan bersama


menyilangkan diatas abdomen untuk menjaga lengan jatuh dari brankar ketika
jenazah diangkut kekamar jenazah. Letakan jenazah pada kain kafan. Lipat bagian
1 sudut kebawah menutup kepala, diikuti bagian sudut ke 2 keatas menutup kaki.
Lipat bagian sudut 3 dan 4. Peniti atau plester diperlukan untuk menjaga kain
kafan pada tempatnya.
q) Beri label pada bagian luar. Tandai identifikasi di penitikan pada bagian luar
kain kafan.
r) Pindahkan jenazah ke kamar jenazah. Pindahkan jenazah secara perlahan ke
brankar. Tutup jenazah dengan kain. Kemudian ikat dengan pengikat brankar pada
bagian dada dan lutut. Pengikat untuk mencegah jenazah jatuh, tapi tidak boleh
terlalu kuat sehingga dapat menyebabkan lecet.
s) Bereskan dan bersihkan kamar pasien.
t) Dokumentasikan prosedur. Pada catatan perawatan, catat waktu dan tanggal
jenazah diantar ke kamar jenazah. Lakukan pencatatan apakah barang berharga
disimpan atau diserahkan pada keluarga.
7) Hal yang diperhatikan :
a) Berikan barang-barang milik klien pada keluarga klien atau bawa barang
tersebut kekamar jenazah. Jika perhiasan atau uang diberikan pada keluarga,
pastikan ada petugas/ perawat lain yang menemani.
b) Berikan support emosional kepada keluarga yang ditinggalkan dan teman dan
kepada klien lain yang sekamar.
c) Mengangkat jenazah dilakukan secara perlahan untuk mencegah lecet dan
kerusakan kulit.

DAFTAR PUSTAKA
Regnier, Victor, AIA, Assisted Living Housing for The Elderly, Van
Noutrand Reinhold, New York, 1994.

Daniati,Ratna, Panti Wredha yang Dikembangkan dalam Makna Cinta


Kasih di Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2009.
Departemen Sosial RI, Petunjuk Pelaksanaan Panti Sosial Tresna Wredha
Percontohan, Jakarta, 1997.
Setiyaningsih, Panti Lansia di Surakarta, Gadjah Mada Universitas,
Yogyakarta, 1999
Herwijayanti, Mediana, Pusat Pelayanan Usia Lanjut, Gadjah Mada
Universitas, Yogyakarta, 1997
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of palliative nursing
3nd ed. New York : Oxford University Press Nugroho, Agung.(2011).
Perawatan Paliatif
Menkes RI.(2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 812/Menkes/Sk/Vii/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif
Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia.http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes812707.pdf. Diakses tanggal


13 Juli 2016
https://dediirawandi.files.wordpress.com/2014/08/sop-perawatanjenazah.pdf
https://id.scribd.com/doc/305457192/Panduan-Asuhan-KeperawatanPaliatif-pdf
Kozier Barbara, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7
vol 2. Jakarta : EGC.
Nurarif. Kusuma Hardhi.

2013.

Aplikasi

Asuhan

Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta.


Mediaction Publishing.
Keliat Budi Anna, dkk. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi Edisi 0. Jakarta : EGC.

You might also like