You are on page 1of 29

`Asuransi Kesehatan di Indonesia

Oleh:

Ferina Dwi Marinda, S.Ked


Niluh Ita Pasyanti, S.Ked
Ratih Nur Indah Siregar, S.Ked
Sakinah, S.Ked
Tiara Anggraini, S.Ked

1118011044
1118011085
1118011106
1118011120
1118011134

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

BABI

PENDAHULUAN

Pada awal tahun 2014 di Indonesia menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi seluruh
rakyatnya yakni Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) adalah suatu program masyarakat/rakyat dengan tujuan memberikan kepastian
jaminan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat
hidup sehat, produktif dan sejahtera yang sesuai dengan prinsip asuransi sosial dan
prinsip equitas yang terdapat dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 pasal 19
ayat1. Dengan diselenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pasien
yang berobat di rumah sakit semakin meningkat. Hal ini disebabkan masyarakat
Indonesia sudah sadar akan pentingnya arti kesehatan.

Kesehatanadalahkeadaansejahteradaribadan,jiwadansosialyangmemungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan Undang
Undang nomor 36 tahun 2009, kesehatan merupakan salah satu unsur hak asasi
manusiayangharusdiperoleholehseluruhlapisanmasyarakatdanmerupakansalah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa
Indonesia dengan menggunakan prinsip non diskriminatif, partisipatif dan
berkelanjutan(Kemenkes,2014).

Kesehatansebagaisalah satufaktor yangmempengaruhi kesejahteraanmasyarakat


tentunyamenjadihalyangsangatpentinguntukdapatdicapai.Setiapwarganegara
Indonesia memiliki hak yang sama dalam hal kesehatan dan berhak memperoleh
pelayanankesehatanyangaman,bermutu,danterjangkau.Tingginyabiayaperawatan
kesehatantentusajamempengaruhiderajatkesehatanmasyarakat.Berdasarkandata
Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2014
mencapai 28.280.010 jiwa atau sebesar 11,25% dari seluruh jumlah penduduk
Indonesia(BPS,2014).Banyakmasyarakatmiskintidakdapatberobatdiakibatkan
tingginya biaya yang harus mereka tanggung. Kondisi ini terjadi terutama saat
pembiayaan kesehatan harus ditanggung sendiri (out of pocket) oleh masyarakat.
Kenaikan biaya kesehatan seringkali terjadi akibat rumah sakit menggunakan
teknologicanggih,polapembayarantunai.Sebetulnya asuransi kesehatan di Indonesia

bukanlah barang baru, asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil merupakan
lanjutan dari Restitutie Regeling 1934 dan pada tahun 1985 dimulai asuransi untuk
tenaga kerja (ASTEK) serta tahun 1987 dengan menggerakkan dana masyarakat
melalui DUKM. Pada tahun 1992 diterbitkan tiga buah undang-undang yang berkaitan
dengan asuransi yaitu UU No. 2 Tentang Asuransi, UU No. 3 Tentang JAMSOSTEK
(Jaminan Sosial Tenaga Kerja) serta UU No. 23 Tentang Kesehatan yang di dalamnya
terkandung

pasal

65-66

tentang

JPKM

(Jaminan

Pemeliharaan

Kesehatan

Masyarakat).
Jaminan Kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. JPKM mengikuti pola managed care di
Amerika dengan pembayaran

prepaid berdasarkan kapitasi dan pelayanan yang

bersifat komprehensif meliputi preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif (Thabrany,


2001).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Asuransi Kesehatan


Menurut Muninjaya (2004), asuransi kesehatan adalah suatu mekanisme
pengalihan risiko (sakit) dari risiko perorangan menjadi risiko kelompok. Melalui
pengalihan risiko individu menjadi risiko kelompok, beban ekonomi yang harus
dipikul oleh masing-masing peserta asuransi akan lebih ringan tetapi mengandung
kepastian karena memperoleh jaminan. Menurut Azwar yang dikutip Rosnifah
(2002) menyatakan asuransi kesehatan adalah suatu sistem pengelolaan dana yang
diperoleh dari kontribusi anggota secara teratur oleh salah satu bentuk organisasi
guna membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkan anggota.
Menurut Azwar (1996), bentuk asuransi kesehatan terdiri dari tiga pihak (third
party) yang saling berhubungan dan memengaruhi satu sama lain. Asuransi
kesehatan sosial menerapkan prinsip kesehatan adalah sebuah pelayanan sosial,
pelayanan kesehatan tidak boleh diberikan atas dasar status sosial masyarakat
sehingga semua lapisan masyarakat berhak memperoleh jaminan pelayanan
kesehatan. Menurut Mehr dan Cammack dalam Principles of Insurance, asuransi
sosial adalah sarana untuk menghimpun risiko dengan memindahkannya kepada
organisasi yang biasanya adalah organisasi pemerintah, yang diharuskan undangundang untuk memberikan manfaat keuangan atau pelayanan kepada atau atas
nama orang-orang yang diasuransikan pada waktu terjadinya kerugian-kerugian
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

B. Manfaat Asuransi Kesehatan


Ada beberapa manfaat asuransi kesehatan selain mendekatkan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan antara lain :
- Asuransi merubah peristiwa tidak pasti menjadi pasti dan terencana
- Asuransi membantu mengurangi risiko perorangan ke risiko sekelompok orang
dengan cara perangkuman risiko (risk pooling). Dengan demikian terjadi subsidi

silang; yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit, yang
kaya membantu yang miskin.
C. Perangkuman Risiko
Perangkuman risiko merupakan inti dari asuransi dan terjadi ketika sejumlah
individu yang berisiko sepakat menghimpun risiko untuk mengurangi beban yang
harus ditanggung masing-masing individu. Perangkuman risiko meningkatkan
kemungkinan memperoleh keluaran yang bersifat "moderat" dan menjauhi
keluaran-keluaran ekstrem, selain itu mengurangi biaya risiko yaitu kerugian
finansial yang terkait dengan risiko peristiwa tersebut. Hal ini terjadi karena
sebagian besar peristiwa sakit merupakan peristiwa independen, sehingga berlaku
hukum penggandaan probabilitas (Multiplication Law of Probability), apabila sakit
merupakan peristiwa dependen, misalnya penyakit menular, maka hukum tersebut
tidak berlaku. Selanjutnya Murti memberikan contoh, seseorang berhubungan
dengan peristiwa sakit hanya mempunyai 2 (dua) kemungkinan yaitu sehat atau
sakit (Murti B, 2000).
D. Hukum Jumlah Besar
Asuransi membutuhkan peserta dalam jumlah yang besar, agar risiko dapat
didistribusikan secara merata dan luas serta dikurangi secara efektif. Prinsip ini
merupakan konsekuensi hukum jumlah besar, makin banyak peserta, makin besar
risiko yang dapat dikurangi. Menurut para analis di Amerika Serikat, jumlah
anggota 50.000 per Health Maintenance Organization (HMO), dipandang
menguntungkan (Djuhaeni, 2007).
E. Peristiwa Independen
Seperti telah dijelaskan, persitiwa-peristiwa perangkuman risiko diasumsikan
bersifat independen. Pada keadaan peristiwa dependen hukum penggandaan
probabilitas tidak berlaku karena probabilitas orang-orang akan sakit pada waktu
yang bersamaan pada peristiwa dependen lebih besar daripada peristiwa
independen. Contohnya: TBC (dependen) lebih besar kemungkinannya daripada
penyakit jantung (independen) (Djuhaeni, 2007).
F. Perilaku Penghindar Risiko

Orang-orang berperilaku penghindar risiko, sangat diperlukan dalam keberhasilan


transaksi asuransi, termasuk asuransi kesehatan. Hal ini terjadi karena dengan
membeli asuransi seorang penghindar risiko tidak hanya memperoleh kepastian
berkenaan dengan sakit, tetapi juga memperoleh kepuasan (utilitas) yang relatif
lebih tinggi karena merasa terlindungi (Djuhaeni, 2007).
G. Pemeliharaan dan Pelayanan Kesehatan
Dalam membicarakan asuransi, tidak terlepas dari pemeliharaan dan pelayanan
kesehatan yang termasuk ke dalam kelompok pelayanan jasa karena sebagian besar
produknya berupa jasa pelayanan. Ada beberapa ciri khusus yang perlu
dipertimbangkan dalam pemeliharaan dan pelayanan kesehatan antara lain :
1. Sehat dan pelayanan kesehatan sebagai hak
Seperti kebutuhan dasar lainnya, maka hidup sehat merupakan elemen
kebutuhan dasar yang selalu harus diupayakan untuk dipenuhi terlepas dari
kemampuan seseorang untuk membayarnya.
2. Uncertainty (ketidakpastian)
Adanya ketidakpastian tentang kebutuhan pemeliharaan dan pelayanan
kesehatan, mengenai waktu, tempat, besarnya biaya, urgensi pelayanan dan
3.

sebagainya.
Asymetric Information
Asymetric Information yaitu keadaan tidak seimbang antara pengetahuan
pemberi pelayanan (provider) dengan pengguna jasa pelayanan (klien/pasien)
karena pasien ignorance, provider-lah yang menentukan jenis dan volume
pelayanan yang perlu dikonsumsi oleh pasien. Keadaan ini akan memicu
terjadinya supply induced demand yaitu pemberian pelayanan melebihi

4.

kebutuhan pasien sehingga terjadi peningkatan biaya kesehatan.


Externality
Externality yaitu pengguna maupun bukan pengguna jasa pemeliharaan dan
pelayanan kesehatan langsung dapat menikmati hasilnya, pelayanan yang
sifatnya pencegahan umumnya mempunyai eksternalitas yang besar sehingga
digolongkan pada komoditi masyarakat atau public goods, contohnya:

imunisasi.
5. Padat Karya
Banyak sekali jenis tenaga yang memberikan kontribusi dalam pelayanan
kesehatan dan bekerja secara tim, contohnya : tenaga di rumah sakit (lebih dari
60 jenis).
6. Mix-outputs

Mix-outputs yaitu keluaran yang dihasilkan merupakan suatu paket pelayanan


sebagai kerjasama tim yang sifatnya bervariasi antar individu dan sangat
7.

tergantung pada jenis penyakit.


Retriksi berkompetisi
Retriksi berkompetisi yaitu adanya pembatasan praktek berkompetisi sehingga
mekanisme pasar tidak sempurna, misalnya : tidak ada pemberian barang atau
banting harga dalam pelayanan kesehatan.
Ciri-ciri di atas perlu dipertimbangkan dalam penentuan premi peserta asuransi,
pencapaian tarif pelayanan, penentuan aksesitas terhadap sarana pelayanan
kesehatan, maupun penentuan jasa pelayanan bagi dokter, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya (Djuhaeni, 2007).

H. Sistem Pelayanan Asuransi Kesehatan


Dengan pendekatan sistem, secara sederhana pelayanan asuransi terdiri dari
komponen masukan, proses, keluaran dan dampak serta dipengaruhi oleh
beberapa faktor.
Komponen masukan terdiri dari :
- Peserta atau masyarakat baik perorangan ataupun keluarga
- Perusahaan asuransi yang disebut badan penyelenggara asuransi (BAPEL)
- Pemberi pelayanan kesehatan (pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan),
dengan adanya perubahan paradigma ke arah paradigma sehat, maka PPK
dirubah pengertiannya menjadi penyelenggara pemeliharaan kesehatan
- Pemerintah dapat berperan sebagai masukan tetapi juga sebagai faktor yang
mempengaruhi, misalnya membuat peraturan dan/atau kebijakan.
Komponen proses, proses tergambarkan dalam studi kelayakan dan rencana
usaha Bapel, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi di semua komponen
asuransi yang didasarkan pada data yang akurat. Komponen keluaran, keluaran
dapat berupa pembayaran sebagian atau keseluruhan paket-paket pelayanan
kesehatan sesuai dengan transaksi premi yang telah disetujui. Dengan adanya
perubahan ke arah paradigma sehat, maka asuransi diharapkan tidak hanya
berperan pada pelayanan kuratif tetapi juga pramotif, prefentif dan rehabilitatif
(Sulastomo, 2002).
Komponen dampak, dampak utama yang paling diharapkan adalah akses
masyarakat terhadap penyelenggara kesehatan, dan pada akhirnya akan
meningkatkan status/derajat kesehatan masyarakat yang ditandai : pertama,

mampu hidup lebih lama dengan indikator umur harapan hidup; kedua,
menikmati hidup sehat dengan indikator angka kesakitan; ketiga, mempunyai
kesempatan meningkatkan pengetahuan dengan indikator angka melek huruf dan
tingkat pendidikan serta keempat, hidup sejahtera dengan indikator pendapatan
per kapita (Djuhaeni, 2007).
Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain :
- Pemerintah yang berperan sebagai regulator dan pembuat kebijakan
- Permintaan (demand) masyarakat
- Sosio-ekonomi dan budaya masyarakat.
Untuk lebih jelasnya keseluruhan sistem digambarkan seperti pada bagan di
halaman berikut.

Gambar 1. Sistem Pelayanan Asuransi Kesehatan

I. Jenis-jenis Asuransi Kesehatan


Keberhasilan penyelenggaraan asuransi kesehatan di suatu negara sangat
tergantung pada situasi dan kondisi serta jenis asuransi yang dijalankan, baik satu
jenis ataupun gabungan serta modifikasi berbagai jenis asuransi yang ada. Azwar A
(1996) membagi jenis asuransi berdasarkan ciri-ciri khusus yang dimiliki,
sedangkan Thabrany H (1998) membagi atas berbagai model berdasarkan
hubungan ketiga komponen asuransi yaitu peserta, penyelenggara pelayanan
kesehatan serta badan/perusahaan asuransi. Berdasarkan pendapat tersebut, secara
garis besar ada beberapa jenis asuransi :

Ditinjau dari hubungan ketiga komponen asuransi


a. Asuransi tripartied; apabila ketiga komponen asuransi terpisah satu sama lain
dan masing-masing berdiri sendiri.

b. Asuransi bipartied; PPK dapat merupakan milik atau dikontrol oleh perusahaan
asuransi.

Ditinjau dari jumlah peserta


Ditinjau dari jumlah peserta, asuransi kesehatan dibedakan atas
a. Asuransi kesehatan individu jika pesertanya perorangan.
b. Asuransi kesehatan keluarga jika pesertanya satu keluarga.
c. Asuransi kesehatan kelompok jika pesertanya satu kelompok.
Ditinjau dari keikutsertaan anggota
Ditinjau dari keikutsertaan anggota, asuransi kesehatan dibedakan atas :
a. Asuransi kesehatan wajib (Compulsory Health Insurance)
Yaitu asuransi kesehatan yang wajib diikuti oleh suatu kelompok tertentu misalnya
dalam suatu perusahaan atau suatu daerah bahkan suatu negara.

b. Asuransi kesehatan sukarela (Voluntary Health Insurance)


Yaitu asuransi kesehatan yang keikutsertaannya tidak wajib tetapi diserahkan
kepada kemauan dan kemampuan masing-masing.
Ditinjau dari kepemilikan badan penyelenggara
Ditinjau dari kepemilikan badan penyelenggara, asuransi kesehatan dibagi atas:
a.

Asuransi kesehatan pemerintah (Government Health Insurance) yaitu asuransi


kesehatan milik pemerintah atau pengelolaan dana dilakukan oleh pemerintah.
Keuntungan yang diperoleh khususnya bagi masyarakat kurang mampu karena
mendapat subsidi dari pemerintah. Di lain pihak, biasanya mutu pelayanan

b.

kurang sempurna sehingga masyarakat merasa tidak puas.


Asuransi kesehatan swasta (Private Health Insurance) yaitu asuransi kesehatan
milik swasta atau pengelolaan dana dilakukan oleh suatu badan swasta.
Keuntungan yang diperoleh biasanya mutu pelayanan relatif lebih baik,
sedangkan kerugiannya sulit dilakukan pengamatan terhadap penyelenggaranya.
Ditinjau dari peranan badan penyelenggara asuransi
Ditinjau dari peranan badan penyelenggara asuransi, asuransi kesehatan dibagi
atas :
a. Hanya bertindak sebagai pengelola dana
Bentuk ini berkaitan dengan model tripartied, merupakan bentuk klasik dari
asuransi kesehatan. Bentuk ini akan merugikan atau menguntungkan
tergantung dari kombinasi dengan sistem pembayaran yang dijalankan. Jika
dikombinasikan dengan reimbursment, akan merugikan. Sebaliknya jika
b.

dikombinasi dengan prepayment akan menguntungkan.


Badan penyelenggara asuransi juga bertindak sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan.

Jenis ini sesuai dengan bentuk bipartied, keuntungan yang diperoleh adalah
pengamatan terhadap biaya kesehatan dapat ditingkatkan sehingga terjadi
penghematan. Kerugiannya pelayanan kesehatan yang diberikan tergantung dari
badan penyelenggara bukan kebutuhan masyarakat (Djuhaeni, 2007).
Ditinjau dari jenis pelayanan yang ditanggung
Ditinjau dari jenis pelayanan yang ditanggung, asuransi kesehatan dapat
dibedakan atas :

a. Menanggung seluruh jenis pelayanan kesehatan, baik pengobatan (kurative),


pemulihan (rehabilitative), peningkatan (promotive) maupun pencegahan
(preventive). Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat menyeluruh
(comprehensive) dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan peserta
sehingga peserta jarang sakit dan secara timbal balik akan menguntungkan
badan penyelenggara asuransi.
b. Menanggung sebagian pelayanan kesehatan, biasanya yang membutuhkan
biaya besar misalnya perawatan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang
biayanya kecil misalnya pelayanan kesehatan di puskesmas.
Ditinjau dari jumlah dana yang ditanggung
Ditinjau dari jumlah dana yang ditanggung, asuransi kesehatan dibagi atas :
a. Seluruh biaya kesehatan yang diperlukan ditanggung oleh badan
penyelenggara. Keadaan ini dapat mendorong pemanfaatan yang
berlebihan oleh peserta terutama bila keadaan peserta kurang.
b. Hanya sebagian biaya kesehatan yang ditanggung oleh badan
penyelenggara.
Dengan cara ini dapat mengurangi pemanfaatan yang berlebihan atau moral
hazard ditinjau dari pihak peserta karena peserta asuransi harus memberikan
kontribusi yang telah ditetapkan bila memakai layanan kesehatan (cost
sharing) (Djuhaeni, 2007).
Ditinjau dari cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan
Ditinjau dari cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan,
asuransi kesehatan terbagi atas :
a.

Pembayaran berdasarkan jumlah kunjungan peserta yang memanfaatkan


pelayanan kesehatan (reimbursment). Dengan demikian jumlah peserta
berbanding lurus dengan jumlah uang yang diterima oleh penyelenggara

b.

pelayanan kesehatan.
Pembayaran berdasarkan

kapitasi

yaitu

berdasarkan

anggota/penduduk yang dilayani, berdasarkan konsep wilayah.


Ditinjau dari waktu pembayaran terhadap PPK

jumlah

Ditinjau dari waktu pembayaran terhadap PPK, asuransi kesehatan terbagi atas:
a.

Pembayaran setelah pelayanan kesehatan selesai diselenggarakan


(Retrospective Payment), biasanya dihitung berdasarkan service by

b.

service atau patient by patient.


Pembayaran di muka (pre payment) yaitu diberikan sebelum
pelayanan diselenggarakan, biasanya perhitungan berdasarkan
kapitasi

dengan

pelayanan

komprehensif

dengan

tujuan

penghematan dan mengurangi moral hazard dari penyelenggara


pelayanan kesehatan.
Ditinjau dari jenis jaminan
Ditinjau dari jenis jaminan, asuransi kesehatan dibagi atas :
a. Jaminan dengan uang, yaitu asuransi yang membayar dengan
mengganti biaya pelayanan yang diberikan.
b. Jaminan yang diberikan tidak berupa uang (Managed Care),
contohnya :JPKM, Askes.
Ada perubahan mendasar sebagai upaya penyempurnaan penyelenggaraan asuransi
dan penyelesaian masalah asuransi kesehatan bentuk tradisional yaitu biaya tinggi,
antara lain dengan :
1. Mengganti sistem reimbursment menjadi prepayment yaitu perhitungan biaya
dilakukan sebelum pelayanan diberikan
Ada beberapa cara :
a. Sistem kapitasi
Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah suatu sistem pembayaran
dengan sejumlah uang yang merupakan pertanggungjawaban pelayanan
kesehatan yang diterima secara tetap dan periodik sesuai dengan jumlah atau
cakupan pasien. Pengelompokkan biasanya berdasarkan karakteristik pasien
seperti umur dan jenis kelamin. Sedangkan Azwar A (1996) menyebutkan
sistem kapitasi adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh badan
penyelenggara kepada sarana pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan
harga untuk setiap peserta yang dipertanggungkan. Biasanya sistem kapitasi
ini berkaitan erat dengan konsep wilayah.
b. Sistem paket

Yang dimaksud dengan sistem paket yaitu sistem pembayaran di muka,


berdasarkan paket pelayanan kesehatan yang dipertanggungkan tanpa melihat
jenis penyakit yang diderita oleh pasien dan atas kesepakatan harga antara
badan penyelenggara dengan penyelenggara pelayanan kesehatan.
c.

Sistem anggaran
Yang dimaksud dengan sistem anggaran yaitu sistem pembayaran di muka
dengan besaran uang sesuai dengan yang diajukan oleh penyelenggara
pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, keberhasilan penyelenggaraan asuransi
kesehatan sangat tergantung dari kemampuan perencanaan penyelengara
pelayanan kesehatan serta kejelian dari perhitungan sendiri (owner estimate)
dari badan penyelenggara sehingga kedua belah pihak sama-sama
diuntungkan.
Keuntungan sistem pembayaran di muka antara lain mencegah meningkatnya
biaya

kesehatan

serta

mendorong

pelayanan

pencegahan.

Sehingga

pemanfaatan sarana pelayanan berkurang dan diperoleh sisa dana yang


merupakan keuntungan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan. Di lain
pihak sisa dana ini dapat menjadi masalah, karena tidak mau merugi maka
mutu pelayanan dikurangi (Djuhaeni, 2007).
2. Menerapkan beberapa ketentuan pembatas
Azwar A (1996) menyebutkan antara lain dengan :
a. Hanya menanggung pelayanan kesehatan biaya tinggi (large loss
principle) misal rawat inap dan pembedahan.
b. Hanya menanggung sebagian biaya dan sebagian lagi ditanggung peserta
(Cost Sharing)
3. Memadukan badan asuransi dengan penyelenggara pelayanan kesehatan (PPK)
Bentuk ini merupakan keterpaduan penyelenggara pelayanan kesehatan dengan
penyelenggara pelayanan kesehatan sehingga terjadi efisiensi dan penghematan
(cost containtment) yang mencegah meningkatnya biaya. Ditinjau dari pihak
peserta, ada kerugian karena adanya keterbatasan pilihan pelayanan kesehatan.
Hal ini dapat dikurangi apabila mutu pelayanan ditingkatkan sehingga
kebutuhan dan kepuasan konsumen/peserta terpenuhi dengan optimal.

J. Jaminan Kesehatan Nasional


Program JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme
asuransi sosial dengan tujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dalam
sistem asuransi sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
(Kemenkes RI, 2014).
K.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Program JKN
Fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan
untuk melaksanakan upaya pelayanan kesehatan perorangan baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah atau
masyarakat. Fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
bagi pengguna JKN terdiri atas FKTP dan FKRTL. Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) adalah faskes yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
individu yang bersifat umum untuk keperluan pengamatan, promotif, prevrntif,
mendiagnosis, perawatan atau pelayanan kesehatan lainnya. Prosedur layanan
kesehatan dalam JKN yaitu pelayann bagi pasien dilaksanakan secara berjenjang
yang dimulai pelayanan bagi pasien dilaksanakan secara berjenjang yang dimulai
dari FKTP yang diselenggarakan oleh FKTP tempat peserta terdaftar. Fasilitas
kesehatan tingkat pertama peserta JKN terdiri dari puskesmas, dokter, dokter gigi,
klinik pratama dan Rumah Sakit Kelas D Pratama yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan.
Dokter praktek baik dokter umum maupun dokter gigi termasuk fasilitas
kesehatan tingkat pertama pada program JKN dengan melakukan kerja sama
dengan BPJS Kesehatan dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pusat
kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas merupakan faskes
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya. Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan namun dalam
kondisi tertentu pada satu kecamatan dapat didirikan lebih dari satu Puskesmas
berdasarkan

pertimbangan

kebutuhan

pelayanan,

jumlah penduduk dan

aksesbilitas. Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diberikan oleh

Puskesmas kepada masyarakat, mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,


pencatatan, pelaporan, dan dituangkan dalam suatu sistem (Kemenkes RI, 2014).
Klinik merupakan faskes yang melaksanakan layanan kesehatan perorangan
dengan melayani pelayanan medis dasar dan atau spesialistik. Berdasarkan jenis
pelayanan, klinik terdiri dari klinik pratama dan utama. Klinik pratama
merupakan klinik yang melaksanakan pelayanan medis dasar baik umum maupun
khusus. Klinik dapat diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. BPJS
Kesehatan dalam menetapkan pilihan fasilitas kesehatan melakukan seleksi,
kredensialing dan rekrendensialing dengan kriteria teknis yang meliputi sumber
daya manusia, kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan serta
komitmen pelayanan. Kriteria teknis digunakan untuk penetapan kerjasama
dengan BPJS Kesehatan, besaran kapitasi dan jumlah peserta yang bisa dilayani.
Seluruh FKTP milik TNI/ POLRI yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
pada masa peralihan dinyatakan sebagai klinik pratama dan dalam jangka waktu
dua tahun harus memenuhi persyaratan sebagai klinik pratama sejak Permenkes
No. 71 Tahun 2013 berlaku, serta FKTP yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan dikecualikan dari kewajiban terakreditasi dan harus menyesuaikan
dengan ketentuan dalam jangka waktu lima tahun (Kemenkes RI, 2014).
L.Dasar hukum terbentuknya JKN
Berikut beberapa dasar hukum yang melatarbelakangi terbentuknya JKN, yaitu:
a. Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) atau Universal Independent of Human
Right dicetuskan pada tanggal 10 Desember 1948 yang terdiri dari 30 pasal. Pasal
25 ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk
hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan
sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita
sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang
mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
b. Resolusi WHA ke 58 Thn 2005 di Jenewa: setiap negara perlu mengembangkan
UHC melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan
kesehatan yg berkelanjutan.
c. Pencapaian Universal Health Coverage (UHC) melalui mekanisme asuransi
sosial agar pembiayaan kesehatan dapat dikendalikan sehingga keterjaminan
pembiayaan kesehatan menjadi pasti dan terus menerus tersedia yang pada

gilirannya Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sesuai Sila ke 5 Panca
Sila) dapat terwujud. Pada Pasal 28 H ayat (1) (2) (3) UUD 45 disebutkan:
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Selanjutnya pada pasal 34 ayat (1), (2), (3) UUD 1945 disebutkan:
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.
Setiap saat kita sangat berpotensi mengalami risiko antara lain: dapat terjadi sakit
berat, menjadi tua dan pensiun, tidak ada pendapatan-masa hidup bisa panjang.
Sementara dukungan anak/keluarga lain tidak selalu ada dan tidak selalu cukup.
d. Pada umumnya masyarakat indonesia masih berpikir praktis dan jangka pendek
sehingga belum ada budaya menabung untuk dapat menanggulangi apabila ada
musibah sakit
e. Masyarakat kita umumnya belum insurance minded terutama dalam asuransi
kesehatan. Hal ini mungkin premi asuransi yang ada (komersial) mahal atau
memang belum paham manfaat asuransi.
Dengan demikian untuk menjamin agar semua risiko tersebut dapat teratasi tanpa
adanya

hambatan

financial

maka

Jaminan

Kesehatan

Nasional

yang

diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat


nasional, wajib, nirlaba, gotong royong, ekuitas, dan lain-lain merupakan jalan
keluar untuk mengatasi risiko yang mungkin terjadi dalam kehidupan kita
(Kemenkes RI, 2014).
Keuntungan JKN/Asurasi Kesehatan Sosial:
a. Kenaikan Biaya kesehatan dapat ditekan

b. Biaya dan Mutu Yankes dapat dikendalikan


c. Kepesertaannya bersifat wajib bagi seluruh penduduk.
d. Pembayaran dengan sistem prospektif
e. Adanya kepastian pembiayaan yankes berkelanjutan
f. Manfaat Yankes komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif)
g. Portabilitas nasional: peserta tetap mendapatkan jaminan kesehatan yang
berkelanjutan meskipun peserta berpindah tempat tinggal atau tempat bekerja
dalam wilayah NKRI.
Perbedaan asuransi Sosial dengan asuransi komersial dapat dilihat dari 3 sisi, yaitu:
1.

Kepesertaan asuransi sosial bersifat wajib bagi seluruh penduduk, sedangan

asuransi komersial bersifat sukarela.


2. Asuransi sosial bersifat nirlaba atau tidak berorientasi mencari keuntungan (not
for profit), sedangkan asuransi komersial berorientasi mencari keuntungan (for
3.

profit).
Asuransi sosial manfaatnya komprehensif (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif) sesuai dengan kebutuhan medis, sedangkan asuransi komersial
manfaatnya terbatas sesuai dengan premi yang dibayarkan.

Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional


Berdasarkan Kemenkes RI (2014), Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada
prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip kegotongroyongan
Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita.
Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu
peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau
yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini
terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk,
tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong
jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya,

tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan


peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat,
sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya
untuk kepentingan peserta.
3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan
efektivitas.
Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan
dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
4. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan
atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi
seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan
ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan
itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada
akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh
rakyat.
6. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada
badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
7. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesarbesar kepentingan peserta.
Kepesertaan Asuransi Kesehatan
Di dalam Undang SJSN diamanatkan bahwa seluruh penduduk wajib
penjadi peserta jaminan kesehatan termasuk WNA yang tinggal di Indonesia

lebih dari enam bulan. Untuk menjadi peserta harus membayar iuran
jaminan kesehatan. Bagi yang mempunyai upah/gaji, besaran iuran
berdasarkan persentase upah/gaji dibayar oleh pekerja dan Pemberi Kerja.
Bagi yang tidak mempunyai gaji/upah besaran iurannya ditentukan dengan
nilai nominal tertentu, sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu
membayar iuran maka iurannya dibayari pemerintah. Beberapa pengertian:
1.

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran

2.

Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah,
atau imbalan dalam bentuk lain.

3. Pekerja Penerima Upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi
kerja dengan menerima gaji atau upah.
4. Pekerja Bukan Penerima Upah adalah setiap orang yang bekerja atau
berusaha atas risiko sendiri
5. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum
atau

badan

lainnya

yang

mempekerjakan

tenaga

kerja,

atau

penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan


membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
Kepuasan Pasien
Kepuasan menjadi bagian menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu layanan
kesehatan, dimana kepuasan pasien menjadi salah satu dimensi mutu
layanan kesehatan yang penting dengan demikian maka kepuasan pasien
merupakan salah satu tujuan dari peningkatan mutu layanan kesehatan.
Kepuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap kesesuaian
harapan sebelum menerima pelayanan dan setelah pelayanan yang diterima
pelanggan.

Kepuasan

merupakan

tanggapan

pelanggan

dengan

terpenuhinya kebutuhan dan harapan. Hal tersebut diatas merupakan bentuk


penilaian pelanggan terhadap pelayanan yang diterima, mencerminkan
kesesuaian pemenuhan kebutuhan dengan harapan (Muninjaya, 2012).
Salah satu sasaran yang dicapai dalam pengembangan JKN adalah kepuasan
pasien, dimana dalam peta jalan JKN disebutkan bahwa paling sedikit 75%
pasien menyatakan puas diberikan pelayanan oleh faskes yang bekerjasama

dengan BPJS pada tahun 2014 dan pada akhirnya mencapai kepuasan
pasien sebesar 85% pada tahun 2019. Perpres No. 12 Tahun 2013
menyebutkan bahwa dalam jangka waktu paling sedikit tiga bulan peserta
JKN berhak memilih FKTP yang diinginkan. Adanya mutasi peserta JKN
tentu akan berdampak bagi FKTP terkait besaran kapitasi dan jumlah
peserta yang bisa dilayani Parasuraman dan Beryy dalam Muninjaya (2012)
telah melaksanakan penelitian dan mengidentifikasi lima dimensi dalam
menilai mutu pelayanan. Kelima dimensi karakteristik mutu pelayanan.
1. Bukti langsung (tangibles) bahwa mutu pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh
para penggunanya secara langsung dengan menggunakan inderanya (mata, telinga
dan rasa) untuk menilai mutu layanan kesehatan yang diterima meliputi
ketersediaan sarana dan prasarana, kebersihan dan kenyamanan ruang penerimaan
pasien, ketersediaan sarana komunikasi, tempat parkir, penampilan staf yang rapi,
menarik dan bersih.
2. Kehandalan (reliability) meliputi kemampuan memberikan pelayanan dengan
segera, terpercaya, akurat, sesuai dengan yang telah dijanjikan dan bersikap simpati
kepada pelanggan.
3. Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan dan kemampuan dalam
memberikan pelayanan yang tanggap, cepat, tepat waktu dan tidak lama kepada
pelanggannya.
4. Jaminan (assurance) yaitu kriteria yang berkaitan dengan pengetahuan, kesopanan
dan kepercayaan pelanggan kepada petugas. Dimensi ini meliputi keramahan,
kompetensi teknis dan keamanan.
5. Empati (empathy) yaitu kriteria yang berkaitan dengan kepedulian dan perhatian
kepada setiap pelanggan, memahami kebutuhan mereka dan bisa dihubungi
pelanggan yang membutuhkan bantuan.
Terkait dengan dimensi mutu pelayanan terdapat beberapa pendapat dari hasil
penelitian. Hasil penelitian mutu pelayanan di Puskesmas Pamboang Kabupaten
Majene Tahun 2012 didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara ketepatan
waktu, hubungan antar manusia, informasi, kenyamanan dengan mutu pelayanan.
Hasil yang sama didapatkan pada penelitian Wati et al., (2012) bahwa ada
hubungan antara kenyamanan, informasi, akses dan kompetensi teknis petugas
dengan kepuasan pasien di Rumah Sakit Umum Daya Makasar. Wira (2014) dalam
penelitiannya mendapatkan hasil bahwa persepsi kehandalan, daya tanggap,
jaminan, empati memiliki hubungan yang bermakna dengan kepuasan pasien rawat

inap Rumah Sakit Wangaya Denpasar.


Menurut Hall dan Dorman dalam Pohan (2006), kepuasan pasien dipengaruhi oleh
faktor lingkungan fisik gedung maupun penampilan petugas, kejelasan informasi,
perhatian petugas terhadap masalah psikososial pasien, pengaturan sistem layanan
kesehatan untuk memberi kemudahan pasien, kompentensi petugas dengan
konsisten terhadap standar layanan kesehatan, akses, biaya layanan kesehatan dan
kesinambungan layanan kesehatan. Disebutkan juga bahwa kepuasan pasien
dipengaruhi oleh reliability, assurance, humanitas, responsiveness, tangible,
aksesibilitas, empati, sumber biaya, diagnostik dan karakteristik pasien. Dapat
disimpulkan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor atau
merupakan konsep multi dimensi.
Metode Pengukuran Kepuasan
Pengukuran kepuasaan pasien digunakan sebagai dasar dalam perubahan sistem
layanan kesehatan sehingga perangkat yang digunakan untuk mengukur kepuasan
harus dapat dipercaya dan handal. Menurut Pohan (2006) terdapat indikator untuk
mengukur kepuasan pasien.
1. Kepuasan pasien terhadap akses layanan kesehatan, dinyatakan oleh sikap dan
pengetahuan sejauh mana layanan kesehatan tersedia, kemudahan memperoleh
layanan kesehatan pada saat biasa maupun gawat darurat.
2. Kepuasan pasien terhadap mutu layanan kesehatan, dinyatakan oleh sikap terhadap
kompetensi teknis dokter maupun petugas dalam melayani pasien, perubahan yang
dalami pasien setelah mendapatkan layanan kesehatan. Kepuasan pasien terhadap
proses layanan kesehatan, dinyatakan dengan kepuasan termasuk hubungan antar
manusia dengan tingkat kepercayaan pada dokter, pengertian tentang diagnosis dan
sejauh mana kesulitan untuk memahami penjelasan dokter serta rencana
pengobatan.
3. Kepuasan pasien terhadap sistem layanan kesehatan, dinyatakan oleh sikap melalui
pengamatan terhadap fasilitas fisik, sistem perjanjian dalam hal waktu tunggu,
jumlah dan jenis keluhan yang diterima oleh sistem layanan kesehatan.
Terdapat beberapa metode yang dipergunakan untuk mengukur kepuasan
pelanggan (Kotler, 2002).
1. Sistem keluhan dan saran dengan penyediaan kotak saran, hotline service, dan lainlain yang memberikan kesempatan pada pelanggan atau pasien dalam
menyampaikan keluhan, komentar saran dan pendapat pelanggan.
2. Ghost shopping (pembelanja misterius) dengan mempekerjakan beberapa orang

(ghost shopper) sebagai pasien atau pembeli produk selanjutnya melaporkan


temuannya sehingga dapat dijadikan pertimbangan oleh organisasi untuk
pengambilan keputusan.
3. Lost customer analysis dengan menghubungi pelanggan yang telah berhenti atau
beralih kelayanan kesehatan lain sehingga diketahui penyebabnya sehingga
organisasi dapat mengambil keputusan dalam penyempurnaan berikutnya.
4. Survei kepuasan pelanggan dengan melakukan survei dan penelitian mengenai
kepuasan pelanggan melalui kuesioner, wawancara langsung, telepon maupun pos.
Beberapa penelitian kepuasan pelanggan yang menggunakan survei kepuasan
pelanggan sebagai tehnik dalam pengumpulan data seperti penelitian yang
dilakukan di Amerika menggunakan survei kepuasan melalui telepon pada pasien
dan keluarga yang merupakan pelanggan rumah sakit dan pusat pengobatan kanker.
Terdapat pula penggunaan metode lain pada survei kepuasan pelangggan dengan
wawancara langsung menggunakan kuisioner pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Toraja Utara. Penelitian Nurkholiq (2011) mengenai kepuasan pasien umum
dan pengguna Askes juga menggunakan kuisioner dalam pengumpulan
pengumpulan data. Pada umumya penelitian kepuasan pasien menggunakan survei
kepuasan pasien dengan cara wawancara dan kuisioner pada pasien (Sulastomo,
2002).
Manfaat Kepuasan Pasien
Komponen kepuasan pasien menjadi salah satu komponen yang penting dari mutu
layanan kesehatan. Pasien atau masyarakat yang mengalami kepuasan dalam
pelayanan kesehatan memiliki kecenderungan pasien untuk mengikuti nasihat dan
taat pada pengobatan yang dilakukan, sedangkan ketidakpuasan pasien dalam
pelayanan kesehatan cenderung akan menyebabkan ketidakpatuhan akan
pengobatan dan berpindah ke faskes lainnya (Pohan, 2006). Pelanggan yang loyal
adalah mitra. Pasien yang mendapatkan pelayanan memuaskan akan menjadi
pembeli ulang, jika terus menerus memperoleh kepuasan maka akan menjadi
pelanggan setia. Pelanggan setia inilah yang dapat dijadikan sebagai mitra dalam
pelayanan kesehatan. Kepuasan pelanggan diupayakan sebagai langkah menuju
kesetiaan dan kemitraan dengan pelanggan.
Manfaat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di faskes berdampak pada
kesetiaan pasien dalam menggunakan kembali faskes tersebut. Hasil penelitian
pengaruh kualitas layanan terhadap kesetiaan pasien di Teheran Iran menunjukkan

patient loyalty dapat berupa membicarakan hal yang positif tentang faskes dari
mulut kemulut, kemauan untuk merekomendasikan faskes tersebut kepada teman
sampai kemauan menggunakan faskes itu kembali sangat dipengaruhi oleh
kepuasannya terhadap mutu layanan faskes yang ditunjukkan dengan empat
dimensi mutu yaitu kehandalan, komunikasi, empati, bukti fisik dan biaya. Hasil
penelitian di India menunjukkan, bahwa kepuasan pasien diantaranya ditentukan
oleh kualitas layanan yang diberikan oleh provider, sikap, perilaku tenaga
kesehatan dan biaya yang dikeluarkan. Keterlibatan provider dalam pelayanan
kesehatan sering dikaitkan atau berujung pada kepuasan pasien, sehingga kepuasan
pasien ini akan mempengaruhi loyalitasnya pada provider tersebut yaitu berupa
merekomendasikan provider pada koleganya, kepatuhan dan mau menggunakan
kembali pelayanan bahkan untuk tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau lebih
mahal (Prastiwi & Ayubi, 2008).
Terdapat pula hasil penelitian, bahwa terdapat hubungan antara kepuasan dan minat
kunjungan ulang pasien ke Puskesmas di Kota Bekasi yang bermakna secara
statistik (Prastiwi & Ayubi, 2008). Kepuasan pasien merupakan hal yang penting
dalam era persaingan di dunia kesehatan saat ini, dimana pasien yang merasakan
kepuasan akan membuat mereka loyal untuk tetap memakai jasa layanan di faskes
tersebut dan pelanggan yang setia tentunya akan membuat faskes mampu bersaing
dan bertahan.
Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan:
1. BPJS Kesehatan membayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama
dengan Kapitasi.
2. Sedangkan untuk

fasilitas

kesehatan

rujukan

tingkat

lanjutan

BPJS

membayaran cara INA CBGs. (sistem paket)


3. Jika disuatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi ,
BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan
mekanisme lain yang lebih berhasil guna.
Manfaat Jaminan Kesehatan
Manfaat Jaminan Kesehatan terdiri atas 2 jenis yaitu Manfaat medis berupa
pelayanan kesehatan dan Manfaat non medis meliputi akomodasi dan
ambulans.Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas
Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
a. Manfaat medis bersifat pelayanan perorangan: promotif, preventif, kuratif

& rehabilitatif termasuk BMHP dan obat sesuai kebutuhan medis.


b. Manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya
diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi
tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan (Kemenkes, 2014).
Pelayanan yang tidak dijamin:
1. Tidak sesuai prosedur
2. Pelayanan diluar Faskes Yg bekerjasama dng BPJS
3. Pelayanan bertujuan kosmetik,
4. General check up, pengobatan alternatif,
5. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensi,
6. Pelayanan Kes Pada Saat Bencana ; dan
7. Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk
Menyiksa Diri Sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba
Pembiayaan Pelayanan Dokter Keluarga
Menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga

tentu

memerlukan

ketersediaan dana yang cukup. Tidak hanya untuk pengadaan sarana dan
prasarana medis dan nonmedis yang diperlukan (investment cost) tetapi juga
untuk membiayai pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan
(operational cost). Mekanisme pembiayaan yang sering ditemukan pada
pelayanan kesehatan ada dua macam yaitu:
a. Pembiayaan secara tunai (fee for service) yang artinya setiap kali pasien
datang ke dokter keluarga maka akan membayar biaya pelayanan.
b. Pembiayaan melalui asuransi kesehatan (health insurance) yang artinya
setiap kali pasien datang ke dokter keluarga tidak perlu membayar
secara tunai karena pembayaran tersebut telah ditanggung oleh pihak
ketiga yaitu badan asuransi.
Bentuk Pembiayaan Pelayanan pada Dokter Keluarga
Menurut Azwar (1996) bentuk pembiayaan atau pembayaran yang dilakukan
oleh badan asuransi kepada penyedia pelayanan kesehatan memiliki banyak
jenis. Bentuk yang paling lama dikenal adalah pembiayaan/pembayaran atas
dasar tagihan (reimbursement). Pembayaran ini dilakukan oleh badan asuransi
kepada penyedia pelayanan kesehatan sesuai tagihan yang diberikan. Dalam
perjalanannya, pembayaran ini menimbulkan banyak masalah baik dari segi
administrasi maupun penyalahgunaan pelayanan. Keadaan ini tentu akan
memberatkan badan asuransi dan berdampak pada kenaikan premi peserta
asuransi, hal ini dapat memicu biaya kesehatan akan terus meningkat.

Mengatasi masalah tersebut, badan asuransi mulai memperkenalkan bentuk


pembayaran pra-upaya (pre-payment). Pembayaran pra-upaya adalah sistem
pembayaran oleh badan asuransi kepada penyedia pelayanan kesehatan yang
besar biayanya dihitung di muka dan penyedia pelayanan menerima besar
biaya tersebut tanpa memerhatikan biaya ril yang dikeluarkan oleh penyedia
pelayanan untuk pelayanan yang diberikan. Pembiayaan pra-upaya saat ini
digunakan adalah
a. Sistem kapitasi (capitation system)
Sistem kapitasi adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan badan
asuransi kepada penyedia pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan
harga yang dihitung untuk setiap peserta untuk jangka waktu tertentu.
Dengan sistem pembayaran kapitasi, besar biaya yang dibayar oleh badan
asuransi kepada penyedia pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh
frekwensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta melainkan
ditentukan oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka waktu jaminan.
b.

Sistem paket (packet system)


Sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan badan
asuransi kepada penyedia pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan
harga yang dihitung untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu.
Dengan sistem pembayaran paket, besar biaya yang dibayar oleh badan
asuransi kepada penyedia pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh jenis
pelayanan kesehatan yang diberikan melainkan paket pelayanan kesehatan
yang dimanfaatkan.

c.

Sistem anggaran (budget system)


Sistem anggaran adalah sitem pembayaran di muka yang dilakukan oleh
badan asuransi kepada penyedia pelayanan kesehatan berdasarkan
kesepakatan harga, sesuai dengan besar anggaran yang diajukan penyedia
pelayanan kesehatan. Pembayaran dengan sistem anggran besarnya biaya
yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyedia pelayanan kesehatan
tidak ditentukan oleh jenis pelayanan yang diberikan melainkan
berdasarkan besar anggran yang telah disepakati.
PT. Askes masih menerapkan fee for services dalam sistem pembayarannya
pada penyedia pelayanan kesehatan menjelang tahun 1980-an. Awal tahun

1980-an, PT. Askes menerapkan konsep kapitasi (capitation) bagi rawat


jalan tingkat pertama dan tarif paket bagi perawatan rumah sakit. Tahun
1987, konsep kapitasi diterapkan di seluruh Indonesia bagi pelayanan rawat
jalan tingkat pertama. Sistem pembayaran kapitasi menitikberatkan PPK
sebagai penanggung risiko. Demikian pula tarif paket rawat inap dan tarif
rawat jalan tingkat lanjutan diterapkan di seluruh rumah sakit di Indonesia.
Sejak tahun 1987, PT. Askes menerapkan standar obat dan plafon harga
(DPHO) bagi peserta Askes sosial (Sulastomo, 2002).

BAB III
CRITICAL APRAISAL

A. Analisis PICO
Problem
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan dapat
memberikan pelayanan yang efektif, efisien, dan dituntut untuk memberikan informasi
kesehatan yang tepat dalam pelayanan kesehatan dan menghasilkan data yang akurat. Di
dalam penyelenggaraan pelayanan publik, masih banyak dijumpai kekurangan, sehingga
mempengaruhi kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kepuasan pelanggan adalah
indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu
pelayanan kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan
yang akan mempengaruhi provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut, sedangkan sikap
karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan.
Berdasarkan hal tersebut diperlukan penelitian tentang kepuasan pasien BPJS terhadap
pelayanan di unit rawat jalan Rumah Sakit Permata Medika Semarang.
Patient
Populasi

Pasien BPJS di Rumah Sakit Permata Medika Semarang triwulan I Tahun 2014 sebanyak
10.129 orang
Sampel
Pengambilan sampel dilaksanakan dengan accident sampel, dari hasil perhitungan sampel,
didapatkan sampel 99 orang dari total populasi 10.129 orang.
Intervention
Sampel diberi kuisioner dengan variabel yang dinilai berupa Variabel Reability/Keandalan,
Responsiveness/daya tanggap, Assurance/jaminan, Emphaty/empati, Tangibles /berwujud.
Comparison
Pada penelitian ini tidak membandingkan antara satu kelompok dengan kelompok lain
Outcomes
Pada variabel Reability / keandalan beberapa responden puas dengan tindakan yang cepat
dan tepat terhadap pemeriksaan, pengobatan dan perawatan sebesar 56,56%. Pada variabel
Responsiveness / daya tanggap responden puas dalam dokter dan perawat yang
memberikan reaksi cepat dan tanggap sebesar 54,54% dan responden tidak puas dalam
aspek kesiagaan petugas kesehatan untuk membantu pasien sebesar 10,10%. Pada variabel
Assurance / Jaminan responden puas dengan adanya jaminan keamanan dan Kepercayaan
sebesar 51,51% dan responden tidak puas dalam kemampuan para dokter dalam
menetapkan diagnosis penyakit sebesar 14,14%. Pada variabel Emphaty/empati responden
puas dalam kepedulian terhadap kebutuhan dan keinginan pasien sebesar 56,56% dan
responden tidak puas dalam tersedianya pelayanan kesehatan 24 jam sebesar 9,09%. Pada
variabel Tangibles / berwujud responden puas dalam aspek kebersihan, kerapian, dan
kenyamanan ruangan sebesar 58,58%.

B. ANALISIS VIA
Validity:
a. Design: cross sectional

b. Populasi dan sampel: Populasi dalam studi ini adalah Pasien BPJS di Rumah
Sakit Permata Medika Semarang triwulan I Tahun 2014 sebanyak 10.129 orang.
Sampel dalam studi ini menggunakan accident sampel, dari hasil perhitungan
sampel, didapatkan sampel 99 orang dari total populasi 10.129 orang.
c. Pengumpulan sampel: accidental sampling
Importance:
a. Karakteristik subjek: Sembilan puluh sembilan pasien dari unit rawat jalan
Rumah Sakit Permata Medika Semarang
b. Drop out: c. Analisis: Data dianalisis dengan analisis univariat.
Applicability:
a. Apakah hasil penelitian ini dapat di terapkan di Lampung khususnya di
Puskesmas Gedong Tataan?
Menurut kelompok kami hasil penelitian ini baik dan dapat diterapkan di Indonesia
karena dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam upaya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan sehingga dapat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
yang ada di Puskesmas Gedong Tataan menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 1996. Pengantar administrasi kesehatan edisi ketiga. Jakarta: Binarupa
Aksara
Djuhaeni H. 2007. Asuransi kesehatan dan managed care. Bandung: IKM Unpad
Hall, J.A. Dan Dornan, M.C., 1990. Patient Sociodemographic Characteristics As
Predictors Of Satisfaction With Medical Care: A Meta-Analysis. Social Science &
Medicine
Imbalo S. Pohan 2006. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Jaminan Kesehatan Nasional.
Kotler, Philip. 2002. Marketing Management, Millenium Edition North Western University
New Jersey, Prentice Hall Inc
Mehr, R. I., & Cammack, E. 1981. Principle of Insurance. Illinois: Richard D. Irwin, Inc
Muninjaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC
Muninjaya, A.A. Gde. 2012. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC
Murti Bhisma. 2000. Dasar-dasar Asuransi Kesehatan. Yogyakarta : Kanisius
Prastiwi, EN dan Ayubi, D., 2008. Hubungan Kepuasan Pasien Bayar dengan Minat
Kunjungan Ulang di Puskesmas Wisma Jaya Kota Bekasi Tahun 2007. Makara,
kesehatan, Vol. 12, No. 1, Juni 2008
PT. Askes Indonesia. 2009. Buletin Bulanan Info Askes Edisi Agustus. Jakarta
Sulastomo. 2002. Asuransi Kesehatan Sosial, Sebuah Pilihan. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada
Thabrany, Hasbullah. 2001. Asuransi Kesehatan di Indonesia. Depok: Pusat Kajian
Ekonomi Kesehatan FKMUI

You might also like