Professional Documents
Culture Documents
Nama
NIM
: 292688
Nilai
Kelas
: IV B
N
o
1.
Kemampuan
Pembahasan
Definisi
Miastenia Gravis
Cerebral Palsy
SOP
2.
Etiologi
f) Keracunan
kehamilan dapat
menimbulkan serebral
palsi.
2) Natal :
a) Anoksia/hipoksia.
Penyebab terbanyak
ditemukan dalam masa
perinatal ialah cidera
otak. Keadaan inilah
yang menyebabkan
terjadinya anoksia..
b) Perdarahan otak.
Perdarahan dan
anoksia dapat terjadi
bersama-sama,
sehingga sukar
membedakannya.
c) Trauma lahir.
d) Prematuritas.
Bayi kurang bulan
kemungkinan
menderita pendarahan
otak karena pembuluh
darah, enzim, factor
pembekuan darah
belum sempurna.
e) Ikterus
Ikterus pada masa
neonatus dapat
menyebabkan
kerusakan jaringan
otak yang kekal akibat
masuknya bilirubin ke
ganglia basal.
3) Postnatal :
a) Trauma kapitis.
b) Infeksi misalnya :
meningitis bakterial,
abses serebri,
tromboplebitis,
ensefalomielitis.
c) Kern icterus.
Beberapa penelitian
menyebutkan faktor
prenatal dan perinatal
lebih berperan
daripada faktor
pascanatal.
3.
Epidemiologi
. Miastenia gravis
merupakan penyakit
yang jarang ditemui,
dan dapat terjadi pada
berbagai usia. Biasanya
penyakit ini lebih
sering tampak pada usia
20-50 tahun. Wanita
lebih sering menderita
penyakit ini
dibandingkan pria.
Rasio perbandingan
wanita dan pria yang
menderita miastenia
gravis adalah 3 : 1.
Angka kejadiannya
sekitar 1-5 per 1000
anak laki-laki lebih
banyak daripada
wanita. Sering terdapat
pada anak pertama,
mungkin karena anak
pertama lebih sering
mengalami kesulitan
pada waktu dilahirkan.
Angka kejadiannya
lebih tinggi pada bayi
BBLR dan anak-anak
kembar. Umur ibu
sering lebih dari 40
tahun, lebih-lebih pada
multipara.
4.
Manifestasi
Klinis
Kelemahan otot
ekstrem dan mudah
mengalami kelelahan
yang umumnya
memburuk setelah
aktivitas dan membaik
setelah istirahat,
diplopia (penglihatan
ganda), ptosis (jatuhnya
kelopak mata),
ekspresi saat tidur
terlihat seperti patung,
disfonia(gangguan
suara, sukar
mengucapkan katakata),
kelemahan otot-otot
bulbar menyebabkan
masalah mengunyah
dan menelan dan
a. Spastisitas
Terdapat peninggian
tonus otot dan refleks
yang disertai dengan
klonus dan reflek
Babinski yang positif.
Tonus otot yang
meninggi itu menetap
dan tidak hilang
meskipun penderita
dalam keadaan tidur.
Peninggian tonus ini
tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan
otot, karena itu tampak
sifat yang khas dengan
kecenderungan terjadi
kontraktur.
b. Tonus otot yang
berubah
Pemeriksaan
Diagnostik
6.
Penatalaksanaan
Medis
1. Pemeriksaan mata
dan pendengaran.
2. Fungsi lumbal harus
dilakukan untuk
menyingkirkan
kemungkinan
penyebabnya suatu
proses degeneratif.
Pada serebral palsi.
CSS normal.
3. Pemeriksaan EKG
dilakukan pada pasien
kejang atau pada
golongan hemiparesis
baik yang disertai
kejang maupun yang
tidak.
4. Foto rontgen kepala.
5. Penilaian psikologis.
6. Pemeriksaan
metobolik untuk
menyingkirkan
penyebab lain dari
reterdasi mental.
Penatalaksanaan
diarahkan pada
perbaikan fungsi
melalui pemberian obat
antikolinestrase dan
mengurangi serta
membuang antibodi
yang bersikulasi
Obat anti kolinestrase
1. piridostigmin
bromide (mestinon),
ambenonium klorida
(Mytelase), neostigmin
bromide (Prostigmin).
2. diberikan untuk
a. Medik
Pengobatan kausal
tidak ada, hanya
simtomatik.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus
segera dimulai secara
intensif. Orang tua
turut membantu
program latihan
dirumah. Untuk
mencegah kontraktur
perlu diperhatika
posisis pasien pada
waktu istirahat atau
tidur. Fisioterapi ini
dilakukan sepanjang
a. Arterigrafi atau
Ventricolugram ; untuk
mendeteksi kondisi patologi
pada sistem ventrikel dan
cisterna.
b. CT SCAN.
c. Radiogram ; Memberikan
informasi yang sangat
berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi;
posisi kelenjar pinelal yang
mengapur; dan posisi
selatursika.
d. Elektroensefalogram
(EEG) ; Memberi informasi
mengenai perubahan
kepekaan neuron.
e. Ekoensefalogram ;
Memberi informasi
mengenai pergeseran
kandungan intra serebral.
f. Sidik otak radioaktif ;
Memperlihatkan daerahdaerah akumulasi abnormal
dari zat radioaktif.
a. Pembedahan.
- Craniotomi
b. Radiotherapi
Biasanya merupakan
kombinasi dari terapi
lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal.
Adapun efek samping :
kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri
karena inflamasi pada
nervus atau otot pectoralis,
radang tenggorkan.
c. Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti
tumor yang sudah menyebar
dalam aliran darah.
meningkatkan respon
otot terhadap impuls
saraf dan meningkatkan
kekuatan otot, hasil
diperkirakan dalam 1
jam setelah pemberian.
Terapi imunosupresif
1. ditujukan pada
penurunan
pembentukan antibody
antireseptor atau
pembuangan antibody
secara langsung dengan
pertukaran plasma.
2. kortikostreoid
menekan respon imun,
menurunkan jumlah
antibody yang
menghambat
3. pertukaran plasma
(plasmaferesis)
menyebabkan reduksi
sementara dalam titer
antibodi
4. Thimektomi
(pengangkatan kalenjer
thymus dengan operasi)
menyebabkan remisi
subtansial, terutama
pada pasien dengan
tumor atau hiperlasia
kalenjer timus.
7.
Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan
pada penyakit ini
adalah adanya
kerusakan pada
transmisi impuls saraf
menuju sel-sel otot
karena kehilangan
kemampuan atau
hilangnya reseptor
normal membrane
postsinaps pada
sambungan
neuromuscular.
Penelitian
memperlihatkan adanya
penurunan 70%-90%
reseptor asetilkolin
pasien hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat
hipertonus otot atau
hiperspastisitas,
dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan
otot, tendon atau
tulang untuk reposisi
kelainan tersebut.
d. Obat-obatan
Pasien sebral palsi
(CP) yang dengan
gejala motorik ringan
adalah baik, makin
banyak gejala
penyertanya dan makin
berat gejala
motoriknya makin
buruk prognosisnya.
Bila di negara maju
ada tersedia institute
cerebral palsy untuk
merawat atau untuk
menempung pasien ini.
Adanya malformasi
hambatan pada
vaskuler , atrofi,
hilangnya neuron dan
degenarasi laminar
akan menimbulkan
narrowergyiri, suluran
sulci dan berat otak
rendah. Serebral palsi
digambarkan sebagai
kekacauan pergerakan
dan postur tubuh yang
disebabkan oleh cacat
nonprogressive atau
luka otak pada saat
anak-anak. Suatu
presentasi serebral
pada sambungan
neuromuscular setiap
individu. Miastenia
gravis dipertimbangkan
sebagai penyakit
autoimun yang bersikap
langsung melawan
reseptor asetilkolin
yang merusak transmisi
neuromuscular.
8.
Referensi
Brunner &
Suddarth.2001.
Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8 Vol 3.
EGC: Jakarta
http://www.kalbe.co.id
/files/cdk/files/12Cere
bralPalsy104.pdf/12Ce
rebralPalsy104.html