Professional Documents
Culture Documents
Miastenia Gravis
Dosen Pengampuh:
Dr. Luluk Widarti S.Kep,Ns. M.Kes
Nama Kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
Lilik Miftachul
M. Sihabumillah Firdaus
Marylla Widyasmin S.
Mezayu Alicia Y.
Nabilla Vironica
(P27820414036)
(P27820414037)
(P27820414038)
(P27820414039)
(P27820414040)
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan
otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali
lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang.
Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah
komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel,
kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi
orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia
antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanakkanak. Miastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara wanita dan pria
yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkatan usia yang kedua yang paling sering terserang
penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih tua. Kematian dari penyakit Miastenia gravis
biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan dalam
perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang timbul dapat ditangani dengan
lebih baik.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65%
orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar
10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker
(malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor
acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan
persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan
berbeda. Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi
85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi
pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan
kelemahan pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara
lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
1.2 Rumusan masalah
1.
2.
2.
2.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia
gravis adalah gangguang yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh
yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan
kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan
antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat
memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya
terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial.
Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara
15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.
2.2 Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi
pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada
ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah
dan Ach dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan
ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada
membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan
demikian terjadilah kontraksi otot.
1.
2.
Virus
3.
Pembedahan
4.
Stres
5.
Alkohol
6.
Tumor mediastinum
7.
Obat-obatan :
Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin:
B-blocker (propranolol)
Lithium
Magnesium
Procainamide
Verapamil
Chloroquine
Prednisone
2.3 Patofisisologi
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan
batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan
aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan cranial menuju ke perifer. Masing-masing
saraf bercabang banyak sekali dan mampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka.
Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit
mototrik. Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapi
setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik. Daerah khusus yang
merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps
neuromuskular atau hubungan neuromuscular. Hubungan neuromuskular merupakan
suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur
presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200.
Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin
yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson
terminal (bouton). Membran plasma akson terminal disebut membran presinaps. Unsur
postsinaps terdiri dari membrane postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot.
Membran postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang
dinamakan alur atau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.
Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangat menambah
luas permukaan. Membran postsinaps memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan mampu
menghasilkan potensial lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial
aksi otot. Pada membrane postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat
menghancurkan asetil kolin yaitu asetil kolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang
terdapat antara membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat
gelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
2)
Ptosis
Diplobia
Otot mimik
Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan
tercekik saat minum
Otot-otot leher
4)
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi
Kelompok
KLINIS
miastenia Hanya menyerang otot otot okular, disertai ptosis dan
okular
Fulminan akut:
bulan
Respons terhadap obat buruk
Insiden krisis miastonik, kolinergik, maupun krisis gabungan
keduanya tinggi
Tingkat kematian tinggi
2.
Lanjut :
Krisis miastenia
mengancam jiwa
Kelanjutan dari mistenia generalisata berat
Onset terjadi tiba2 dan biasanya dipicu oleh infeksi saluran
pernafasan atas yg berkembang menjadi bronkhitis atau
pnemoni,pekerjaan fisik yg berlebihan, melahirkan,
2.7 Pemeriksaan diagnostic
1)
Laboratorium
Anti-acetylcholine receptor antibody
Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
Interleukin-2 receptor
Meningkat pada MG
2)
Imaging
X-ray thoraks
CT scan thoraks
Identifikasi timoma
3)
Pemeriksaan klinis
Menatap tanpa kedip pada suatu benda yang terletak diatas bidang kedua mata
selama 30 dettk, akan terjadi ptosis
Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia
Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan terjadi kelemahan pita
suara apabila suara hilang
Tes untuk otot leher dengan mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi
berbaring
Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengn mempertahankan posisi saat
mengangkat kaki dengan sudut 45 pada posisi tidur telentang 3 menit, atau
duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidurbangkit 5-10 kali
4)
5)
Tes kolinergik
6)
Pemeriksaan EMNG:
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement
respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai
50%, MG sedang sampai berat dapat sampai 80%
Intravenous Imunoglobulin
Pada MG berat
Plasmapharesis
merupakan
penatalaksanaan
utama
pada
miastenia
gravis.
pasien
dengn
miastenia
gravis
generalisata,
perlu
dilakukan
terapi
4. Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan pernapasan jika
perlu.
5. Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan
pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda sampaikadar
toksik obatb diatasi.
6. Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang sama,namun
diatasi secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan untuk membedakan dua
gangguan tersebut.
2.9 Komplikasi
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila
otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat
menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan respirator
untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung. Komplikasi lain yang dapat
timbul termasuk tersedak, aspirasimakanan, dan pneumonia. Faktor-faktor yang dapat
memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit sebelumnya (misal,
infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid yang
ditappering secara cepat, aktivitasberlebih (terutama pada cuaca yang panas),
kehamilan, dan stress emosional.
1.
Gagal nafas
2.
Disfagia
3.
Krisis miastenik
4.
Krisis cholinergic
5.
2.10 Prognosis
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada orang
dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang, terutama
otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravis tetap terbatas pada otot-otot mata,
20% mengalami insufisiensi pernapasan yang dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan
mengalami atrofi otot. Progresi penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun,
kemudian berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun dan 20% antaranya mengalami
remisi. Remisi spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% Miastenia gravis.
BAB 3
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Miastenia Gravis
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, dann status
2. Keluhan utama: kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan: diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi
klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial
setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh
kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat ada jatuhnya
kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik:
B1(breathing) : dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut,
kelemahan otot diafragma
B2(bleeding)
B3(brain)
B4(bladder)
B5(bowel)
B6(bone)
Rasionalisasi
Untuk klien dengan penurunan kapasitas
ventilasi,
perawat
mengkaji
frekuensi
pau-paru,
sebelum
perubahan
mengkaji
kualitas,
kondisi klien.
3. Baringkan klien dalam posisi yang
Penurunan diafragma memperluas
nyaman dalam posisi duduk
4.
Observasi
(nadi,RR)
tanda-tanda
indikasi
fungsi paru
2. Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
RR
dan
adanya
takikardi
penurunan
Kriteria hasil:
Rasional
untuk mengetahui tipe dan lokasi
lebih berkonsentrasi.
4. Observasi respon perilaku klien,
untuk mengetahui keadaan emosi
seperti
menangis,
bahagia, klien
memfokuskan
perhatian
klien,
Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan klien dalam Menjadi data dasar dalam melakukan
melakukan aktivitas
intervensi selanjutnya
2. Atur cara beraktivitas klien sesuai Sasaran klien adalah
kemampuan
kekuatandan
daya
memperbaiki
tahan.
Menjadi
tentang
fakta-faakta
dasar
mengenai
agen-agenan
tikolinesterase,
kerja, waktu, penyesuaian dosis, gejalagejala kelebihan dosis, dan efek toksik.
Dan
yang
penting
pada
pengguaan
2.
3.
4.
5.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otototot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orangorang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai
perawat harus bisa menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis
serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut.
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi
miastenia gravis. Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor
asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis
dapat dikatakan sebagai penyakit terkait sel B, dimana antibodi yang merupakan produk dari
sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Gejala klinis miastenia gravis antara lain; Kelemahan
pada otot ekstraokular atau ptosis, Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin
memburuk. Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher,
hingga ke otot ekstremitas. Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter
sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup. Selain itu dapat pula timbul kelemahan dari otot
faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara.
Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau. Selain itu bila penderita minum air,
mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed.
3, EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.
Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.
Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: Page:
519-534.1984.
Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms and
Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995.
Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page:
301-305. 1991.
http://www.scribd.com/doc/32307115/Miastenia-Gravis-By-Susilo-Eko-Putra
http://www.scribd.com/doc/76131269/Asuhan-Keperawatan-Myasthenia-Gravis