You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Urin merupakan hasil dari ekskresi manusia yang dihasilkan dari penyaringan darah
yang dilakukan di ginjal. Urin normal berwarna kekuning-kuningan atau terang dan
transparan.Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea),
garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau
cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekul yang
penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa.
Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang
berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam
urin dapat diketahui melalui urinalisis.
Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk
tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos,urine terbentuk dalam
ginjal dan dibuang dari tubuh lewat saluran. Urine terdiri dari 98% air dan yang lainnya terdiri
dari pembentukan metabolisme nitrogen (urea, asam urat, kreatinin dan juga produk lain dari
metabolisme protein. Urine biasanya bersifat kurang asam dengan pH antara 5 7. Urine yang
sehat berat jenisnya berkisar 1.010 1.030, tergantung perbandingan larutan dengan air.
Banyaknya urine yang dikeluarkan dalam 1 hari dari 1.200 1.500 cc(Ganong, 2001).
Dalam urin bisa terdapat amonia. Amonia adalah suatu produk yang dihasilkan ketika
proses pencernaan protein. Hati memproduksi amonia yang berbahaya terutama jika fungsi hati
juga tidak berjalan dengan baik. Setiap menit akan mengalir sejumlah 1060 ml darah (1/5 cardic
out put) menuju ke 2 ginjal melalui arteri renalis. Dari jumlah tersebut darah yang akan kembali
melalui vena renalis sejumlah 1059 ml sedangkan sisanya sebesar 1 ml akan keluar sebagai urin.
B. Tujuan
1. Tujuan umum untuk meningkatakan wawasan dan kemampuan tenaga kesehatan serta
masyarakat serta segabai gambaran nyata dalam asuhan keperawatan pada klien retensio
urine.
2. Tujuan khusus
a. Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan program pendidikan dimasa-masa
mendatang.
b. Sebagai bahan masukan atau tolak ukur keberhasilan dalam program pendidikan
kesehatan.
c. Sebagai bahan kajian dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada klien retensio
urine

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth. (2010).
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.Retensio urine adalah
kesulitan miksi/berkemih karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita
SelektaKedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara
akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes, 1995).
Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat
keinganan atau dorongan terhadap hal tersebut ( Brunner & Suddarth 2010)
B. Etiologi
Adapun penyebab dari penyakit retensio urine adalah sebagai berikut :
a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi/berkemih di medulla spinallis.
Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya : pada operasi pelvis, spasme sfingter yang ditandai dengan rasa sakit
yang hebat.
b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama terenggang, biasanya pada
pasein diabetes militus atau penyakit neurologis.
c. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan leher vesika, striktur, atau
fimosis.
d. Dapat disebablkan kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi uretra
(infeksi,tumor,kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
C. Patofisiologi
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi/berkemih, buli-buli penuh disertai rasa
sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas,
kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supravesikal berupa kerusakan pusat miksi di
medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya
sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau
menurunnya relaksasi otot spinkter internal,vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama
teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostat, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu
kecil yang menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensia abdomen.
Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan
filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa

kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi
otot perut, peri anal, spinkter analeksterna tidak dapat relaksasi dengan baik.Dari semua factor
di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga
memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi urethra.
D. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala atau manifestasi klinik pada penyakit ini adalah sebagai
berikut :
a. Diawali dengan urine mengalir lambat.
b. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efesien.
c. Terjadi sistensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
d. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK
e. Pada retensi berat mencapai 2000-3000cc
E. Pemeriksaan diagnostic
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan specimen urine (Pengambilan: steril, random, midstream.
b. Pengambilan umum: pH, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton.
c. Sistoscopi.
d. IVP.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai berikut :
a. Kateterisasi urethra
b. Dilatasi urethra
c. Drainage suprapubik
G. Komplikasi
a. Urolitiasis atau nefrolitiasis
b. Pielonefritis
c. Hydronefrosis
d. Pendarahan
e. Ekstravasasi urine

ASUHAN KEPERAWATAN
PENYAKIT RETENSI URINE
A. Pengkajian
1. Identitas klien

2. Riwayat kesehatan dahulu


3. Riwayat kesehatan sekarang
a. Bagaimana frekuensi berkemih ?
b. Adakah kelainan waktu berkemih?
c. Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara keseluruhan?
d. Apakah ada penyakit yang timbul setelah adanya penyakit lain ?
e. Apakah terdapat mual,muntah, atau oedema ?
f. Apakah ada hambatan berhubungan ?
g. Apakah ada rasa nyeri saat berkemih ?
4. Data fisik
a. Inspeksi : seluruh tubuh dan daerah congenital
b. Palpasi : pada daerah abdomen
c. Auskultasi : kuadran atas abdomen dilakukan untuk mendekteksi bruit
d. TTV
e. Tingkat kesadaran
5. Data psikologis
a. Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit.
b. Tingkat adaptasi pasein terhadapy penyakit.
c. Persepsi pasien terhadapt penyakit
6. Data social, budaya, spiritual
a. Hubungan dengan orang lain
b. Kepercayaan yang dianut
c. Keaktifan dalam kegiatan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urine b/d inhibisi arkus reflex (nanda, hal 280)
2. Nyeri akut b/d agens cedera (mis., biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
3. Ansietas b/d status kesehatan

C. Perencanaan (Intervensi & Rasional)


1. Retensi urine b/d inhibisi arkus reflex (nanda, hal 280)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah
retensi urine dapat teratasi.
Criteria hasi :
a. Berkemih dalam jumlah yang cukup
b. Tidak teraba distensi kandung kemih
Intevensi :

a. Dorong pasien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
R : meminimalkan retensi urine dan distensi urine pada kandung kemih
b. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
R : berguna untuk mengevaluasi obstruksi
c. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap kali berkemih
R : retensi urine dapat meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas.
d. Perkusi/ Palpasi area suprapubika
R : distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubika.
e. Lakuakan rujukan pada dokter spesialis, jika diperlukan
R : untuk menghindari komplikasi lebih lanjut

2. Nyeri akut b/d agens cedera (mis., biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 diharapkan nyeri dapat
berkurang/terkontrol.
Criteria hasil :
a. Menyatakan nyeri berkurang/hilang.
b. Menunjukkan perasaan yang rileks,dan istirahat yang tepat.
Intervensi :
a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, dan intensitas nyeri.
R : memberikan informasi untuk membantu dalam mengatasi nyeri yang
dirasakan
b. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan nyeri
R : tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.
c. Lakukan pemasangan kateter
R : pemasangan kateter untuk memperlancar drainase
d. Anjurkan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam
R : teknik relaksasi napas dalam dapat mengalikan rasa nyeri
e. Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik
R : untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
3. Ansietas b/d status kesehatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharpaka
kecemasan klien dapat berkurang
Criteria hasil : klien tampak rileks dan tidak menunjukkan rasa takutnya
Intervensi :
a. Idektifikasi persepsi klien tentang ancaman yang ada dari situasi
R : mendentifikasikan lingkup masalah individu
b. Observasi respon fisik. Seperti, gelisah, tanda vital, dan gerakan berulang

R : berguna dalam evaluasi derajat masalahkhususnya bila dibandingkan


dengan penyataan verbal
c. Berikan dorongan pada klien untuk mengakui dan menyatakan ras takut
R : memberikan kesempatan untuk menerima masalah, memperjelas
kenyataan takut dan menurunkan ansietas
d. Identifikasi pencegahan keamanan yang diambil, seperti marah.
R : memberikan keyakian untuk membantu ansietas yang tidak perlu

You might also like