You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN
Pelayanan dalam bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk
pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana
pelayanan kesehatan yang mempunyai peran penting dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat yaitu rumah sakit. Rumah sakit
merupakan bagian penting dari sistem kesehatan. Rumah sakit menyediakan
pelayanan kuratif komplek, pelayanan gawat darurat, pusat alih pengetahuan dan
teknologi dan berfungsi sebagai pusat rujukan.
Rumah sakit harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan sesuai
dengan harapan pelanggan untuk meningkatkan kepuasan pemakai jasa. Dalam
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf b
menyebutkan bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat
(1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit
wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal tigatahun sekali. Dari undangundang tersebut diatas akreditasi rumah sakit pentinguntuk dilakukan dengan
alasan agar mutu dan kualitas diintegrasikan dan dibudayakan ke dalam sistem
pelayanan di rumah sakit.
Rumah sakit tidak hanya sekedar menampung orang sakit saja melainkan
harus lebih memperhatikan aspek kepuasan bagi para pemakai jasanya, dalam hal
ini pasien. Penilaian terhadap kegiatan rumah sakit adalah hal yang sangat
diperlukan dan sangat diutamakan. Kegiatan penilaian kinerja organisasi atau
instansi seperti rumah sakit, mempunyai banyak manfaat terutama bagi pihakpihak yang memiliki kepentingan terhadap rumah sakit tersebut. Bagi pemilik
rumah sakit, hasil penilaian kegiatan rumah sakit ini dapat memberikan informasi
tentang kinerja manajemen atau pengelola yang telah diberikan kepercayaan untuk
mengelola sumber daya rumah sakit. Bagi masyarakat, semua hasil penilaian

kinerja rumah sakit dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan pertimbangan
kepada

siapa

(rumah

sakit)

mereka

akan

mempercayakan

perawatan

kesehatannya.
Pengelolaan rumah sakit pada masa lalu dipandang sebagai usaha sosial,
tetapi di masa sekarang pengelolaan yang berbasis ekonomi dan manajemen
sangat penting artinya untuk menghadapi bebagai situasi persaingan global,
mengantisipasi cepatnya perubahan lingkungan, dan menjaga kelangsungan usaha
rumah sakit itu sendiri (Alkatiri, et.al.1997).
Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya
(unsur manajemen) melalui proses perencanaan, pengorganisasian, kemampuan
pengendalian untuk mencapai tujuan rumah sakit. Banyak hal-hal yang harus
diperhatikan dalam manajemen rumah sakit agar pelaksanaan program dan sistem
sistem yang ada di rumah sakit dapat berjalan dengan baik (Sabarguna, 2009).
Dalam

pelaksanaan

kepaniteraan

klinik

IKM

(Ilmu

Kesehatan

Masyarakat), dokter muda UNS dituntut untuk dapat menguasai manajemen dan
administrasi rumah sakit sehingga nantinya dapat mudah beradaptasi di ruang
lingkup rumah sakit baik secara fungsional maupun struktural, dan dapat
meningkatkan mutu pelayanan, serta memecahkan masalah yang dihadapi rumah
sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Rumah Sakit
Menurut World Health Organization, Pengertian Rumah Sakit adalah suatu
bagian dari organisasi medis dan sosial yang mempunyai fungsi untuk
memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat, baik kuratif
maupun preventif pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan
rumah. Rumah sakit juga merupakan pusat untuk latihan tenaga kesehatan dan
penelitian biologi, psikologi, sosial ekonomi dan budaya.\
Organisasi rumah sakit merupakan organisasi yang kompleks dan Unik.
Kompleks karena terdapat permasalahan yang sangat rumit. Unik karena di rumah
sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa perhotelan sekaligus jasa
medis dan perawatan dalam bentuk pelayanan kepada pasien yang rawat inap
maupun berobat jalan. Rumah sakit merupakan suatu organisasi padat karya
dengan latar belakang pendidikan berbeda-beda. Dalam rumah sakit terdapat
berbagai macam fasilitas pengobatan dan berbagai macam peralatan. Orang yang
dihadapi di rumah sakit adalah orang-orang beremosi labil dan emosional karena
sedang dalam keadaan sakit, termasuk keluarga pasien. Oleh karena itu, pelayanan
rumah sakit jauh lebih kompleks dari pada hotel.
Rumah sakit merupakan industri pada modal dan padat karya (padat
sumber daya) serta padat teknologi. Sumber daya manusia merupakan komponen
utama proses pelayanan dalam rumah sakit. Jenis produk atau jasa rumah sakit
dapat berupa private goods(pelayanan dokter, keperawatan farmasi, gizi), public
goods (layanan parkir, front office, cleaning service, house keeping, laundry)
danexternality (imunisasi) (Supriyanto & Ernawati, 2010).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang


menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.Rumah sakit
juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan
untuk

memelihara

dan

meningkatkan

kesehatan

serta

bertujuan

untuk

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan


dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif)

yang

dilaksanakan

secara

serasi

dan

terpadu

serta

berkesinambungan (Siregar, 2004).


B. Tujuan Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
11 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
rumah sakit umum mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna.
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.

C. Klasifikasi Rumah Sakit


Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai
kriteria sebagai berikut:
1. Kepemilikan
a. Rumah sakit pemerintah terdiri atas:
i. Rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh
Departemen Kesehatan
ii. Rumah sakit pemerintah daerah
iii. Rumah sakit militer
iv. Rumah sakit BUMN.
b. Rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang dikelola oleh
masyarakat.
2. Jenis pelayanan
a. Rumah sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai
penderita dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan
diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti
penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatri, ibu hamil, dan
sebagainya.
b. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberi
pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan
kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti
rumah sakit kanker, bersalin, psikiatri, pediatrik, ketergantungan
obat, rumah sakit rehabilitasi dan penyakit kronis.
2. Lama tinggal
a. Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah
sakit yang merawat penderita selama rata-rata kurang
dari 30 hari.
b. Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah
sakit yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30
hari atau lebih.
3. Kapasitas tempat tidur

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

di bawah 50 tempat tidur


50 99 tempat tidur
100 199 tempat tidur\
200 299 tempat tidur
300 399 tempat tidur
400 499 tempat tidur
500 tempat tidur atau lebih

5. Afiliasi pendidikan
a. Rumah

sakit

pendidikan

adalah

rumah

sakit

yang

melaksanakan program pelatihan dalam bidang medik, bedah,


pediatrik dan bidang spesialis lain.
b. Rumah sakit non pendidikan adalah rumah sakit yang
tidak memiliki afiliasi dengan universitas disebut rumah sakit
non pendidikan.
6. Status akreditasi
Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah
sakit yang telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum
diakreditasi. Rumah sakit telah diakreditasi adalah rumah sakit yang
telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui,
yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi
persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu.

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah


Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan
menjadi Rumah Sakit Umum kelas A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan
pada unsur pelayanan, ketenagaan fisik, dan peralatan.

1. rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang


mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas
dan subpesialistik luas.
2. rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurangkurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.
3. rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
4. rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Siregar,
2004).
D. Sistem Organisasi Rumah Sakit
Untuk mencapai organisasi rumah sakit yang baik diperlukan
penerapan manajemen yang baik pula. Setiap Rumah Sakit harus memiliki
organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel, yang minimal terdiri atas :
1. Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,
2. Unsur pelayanan medis,
3. Unsur keperawatan,
4. Unsurpenunjang medis,
5. Komite medis,
6. Satuan pemeriksaan internal, serta
7. Administrasi umum dan keuangan.
Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan dan berkewarganegaraan
Indonesia. Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala
Rumah Sakit.

Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah


Sakit yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada pemilik Rumah
Sakit. Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit terdiri dari unsur pemilik
Rumah Sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat, dengan jumlah maksimal 5 (lima) terdiri dari 1 (satu) orang ketua
merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
Dewan Pengawas Rumah Sakit bertugas :
a. menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;
b. menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;
c. menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;
d. mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;
e. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;
f. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dan
g.mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan
peraturan perundangundangan;
Badan

Pengawas

Rumah

Sakit

Indonesia

merupakan

unit

nonstruktural di Kementerian yang bertanggung jawab dibidang kesehatan dan


dalam menjalankan tugasnya bersifat independen. Keanggotaan Badan
Pengawas Rumah Sakit Indonesia berjumlah maksimal 5 orang terdiri dari 1
orang ketua merangkap anggota dan 4 orang anggota, yang terdiri dari unsur
pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.
Badan Pengawas Rumah Sakit dapat dibentuk di tingkat provinsi oleh
Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
Untuk Rumah Sakit Umum kelas A, susunan organisasinya diatur sesuai
dengan SK Menkes No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut.

1. Direktur
2. Wakil Direktur yang terdiri dari:

Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan

Wadir Penunjang Medik dan Instalasi

Wadir Umum dan Keuangan

Wadir komite Medik


Tiap-tiap Wadir memiliki tanggung jawab dan wewenang mengatur

beberapa bidang/bagian pelayanan dan keperawatan serta instalasi. Instalasi RS


bertugas untuk menyiapkan fasilitas agar pelayanan medik dan keperawatan
dapat terlaksana dengan baik. Instalasi RS dipimpin oleh seorang kepala yang
diberikan jabatan non struktural. Beberapa jenis instalasi RS yang ada pada RS
kelas A adalah instalasi rawat jalan, rawat darurat, rawat inap, rawat intensif,
bedah sentral, farmasi, patologi klinik, patologi anatomi, gizi, laboratorium,
perpustakaan, pemeliharaan sarana rumah sakit (PSRS), pemulasaran jenazah,
sterilisasi sentral, pengamanan dan ketertiban lingkungan, dan binatu.
Komite Medik (KM) juga diberikan jabatan nonstruktural yang
fungsinya menghimpun anggota yang terdiri dari para kepala Staf Medik
Fungsional (SMF). KM diberikan dua tugas utama yaitu menyusun standar
pelayanan mediks dan memberikan pertimbangan kepada direktur dalam hal:
1. Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak
klinis khusus lepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan
pelatihan (diklat), serta penelitian dan pengembangan (litbang).
2. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
etika profesi.
Kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI berdasarkan
usulan dari Direktur RS. Untuk RS kelas A jumlah SMF yang dimiliki minimal
15 buah, yaitu : (1) Bedah (2) Kesehatan Anak (3) Kebidanan dan Penyakit
Kandungan (4) Penyakit Dalam (5) Penyakit Saraf (6) Penyakit Kulit dan
Kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut (9) Mata (10) Radiologi (11) Patologi

Klinik (12) Patologi Anatomi (13) Kedokteran Kehakiman (14) Rehabilitasi


Medik (15) Anestesi.
Untuk RSU kelas B, hampir sama dengan kelas A. Hanya berbeda
pada jumlah dan jenis-jenis masing-masing SMF. RSU kelasB tidak memiliki
subspesialis. Sedangkan susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana
jika dibandingkan dengan RSU kelas A dan B. Pada RSU kelas C dan D tidak
ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan staf khusus yang mengurus
administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan medis dan jumlah
staf profesional (medis dan paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-tiap RS
tersbut.
E. Manajemen Rumah Sakit
Manajemen Pelayanan Medik di Rumah Sakit yaitu suatu pengelolaan
yang meliputi perencanaan berbagai sumber daya medik dengan mengorganisir
serta menggerakkan sumber daya tersebut diikuti dengan evaluasi dan kontrol
yang baik, sehingga dihasilkan suatu pelayanan medik yang merupakan bagian
dari sistem pelayanan di Rumah Sakit (Djuhaeni, 2009).
Tenaga Medik menurut PP No.32 Tahun 1996 Tenaga Medik termasuk
tenaga kesehatan. Sedangkan menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud
dengan tenaga medis adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi
dan "Pascasarjana" yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik.
Pelayanan medik di Rumah Sakit merupakan salah satu jenis pelayanan Rumah
Sakit yang diberikan oleh tenaga medik.
Banyak hal-hal yang harus diperhatikan dalam manajemen rumah
sakit agar pelaksanaan program dan sistem sistem yang ada di rumah sakit
dapat berjalan dengan baik, seperti manajeman fungsional dan mutu.
Manajeman fungsional meliputi perencanaan, pengorganisasian, operasional
rumah sakit, pengendalian dan pegawasan. Manajemen mutu memperhatikan
komponen, aspek, efesiensi dan efektifitas, keselamatan pasien, serta kepuasan
pasien (Sabarguna, 2009).

10

Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola (manajemen)


Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik. Tata kelola (manajemen) rumah
sakit yang baik adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen rumah sakit yang
berdasarkan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas, independensi dan
responsibilitas, kesetaraan dan kewajaran. Sedangkan Tata kelola klinis yang
baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan
klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja,
pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil

pelayanan, pengembangan

profesional, dan akreditasi rumah sakit.


Dalam sistem pelayanan medik yang terkait dengan manajemen
Rumah Sakit, terdapat beberapa komponen, yaitu :
1. Komponen Input, yang terdiri dari :
a. Tenaga medik yaitu dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis.
Perhitungan kebutuhan tenaga medik Rumah Sakit dapat melalui
berbagai cara antara lain : Peraturan Menkes 262/1979, Indikator Staff
Needs (ISN) dan standar minimal.
Hal lain yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
diperlukan antaralain tenaga penunjang medis,

tenaga keperawatan,

tenaga kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga


nonkesehatan. Jumlah dan jenis sumber daya manusia harus sesuai
dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
b. Organisasi dan Tata Laksana
Struktur organisasi yang berlaku saat ini mengacu kepada SK Menkes
983/
1992, seperti pada poin sebelumnya. Kendala dalam pelaksanaan
organisasi adalah SDM yang ada belum memenuhi kualifikasi.
c. Kebijakan Direktur
d. Sarana dan Prasarana Pelayanan Medik, yang meliputi :

11

- Gedung rawat jalan, rawat inap, ruang bedah, UGD, penunjang medik
radiologi, laboratorium, gizi dan lain-lain yang harus memenuhi syarat
sesuai dengan arsitektur Rumah Sakit yang berlaku.
- Sarana dan prasarana alat kesehatan sederhana maupun canggih untuk
terlaksananya pelayanan medik yang bermutu.
e. Dana
f. Pasien/klien
2. Komponen Proses
Menggambarkan Manajemen Pelayanan Medis itu sendiri, yang terdiri dari :
a. Perencanaan
- Tenaga yang dibutuhkan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.
- Sumber daya lain yang dibutuhkan untuk terselenggaranya suatu
pelayanan medis.
- Kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan sasaran yang
diharapkan.
b. Pengorganisasian
Seperti telah dibicarakan sebelumnya, tenaga medik diorganisir melalui
staf medik fungsional (SMF) dari komite medik (KM), sedangkan
pengelolaan pelayanan medik di bawah Wadir Pelayanan Medik.
c. Penggerakan
d. Pelaksanaan pelayanan medis
e. Pengawasan dan pengendalian
Ada dua macam yaitu :
- Pengawasan pelaksanaan pelayanan termasuk medikolegal oleh
wadir/seksi pelayanan.
- Pengawasan teknis medis oleh komite medis
Keduanya bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit.
3. Output

12

Output/keluaran yang diharapkan dari sistem dan manajemen rumah


sakit adalah pelayanan medis yang bermutu, terjangkau oleh masyarakat
luas dengan berdasarkan etika profesi dan etika Rumah Sakit. Tolok ukur
keberhasilan pelayanan Rumah Sakit dapat dinyatakan seperti angka
kematian di Rumah Sakit, kejadian infeksi nosokomial, kepuasan pasien,
waktu tunggu dan lain-lain akan berubah yaitu angka kematian rendah,
kejadian infeksi nosokomial rendah, kepuasan pasien meningkat, waktu
tunggu pendek, dan lain sebagainya. Keadaan ini akan meningkatkan Citra
Rumah Sakit.
4. Faktor yang mempengaruhi
a. Pemilik Rumah Sakit (Pemerintah Pusat, PEMDA, Yayasan, PT, PMA
dll). Missi dan dukungan pemilik sangat menentukan keberhasilan
pelayanan medik.
b. Depkes. Peraturan dan kebijakan dengan sanksi yang tegas akan
meningkatkan sistem pelayanan medis di Rumah Sakit.
c. IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
Kemajuan IPTEK harus diikuti sesuai falsafah Rumah Sakit yaitu
memberikan pelayanan sesuai IPTEK kedokteran yang mutakhir.
c. Sosio-ekonomi-budaya masyarakat
F. Manajemen Keuangan Rumah Sakit
Pembiayaan Rumah Sakit dapat bersumber dari penerimaan Rumah
Sakit, anggaran Pemerintah, subsidi Pemerintah, anggaran Pemerintah Daerah,
subsidi Pemerintah Daerah atau sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Djuhaeni (2009) menyebutkan beberapa sumber dana yang dapat
digunakan untuk terselenggaranya pelayanan medik, antara lain :
- Pendapatan Asli Rumah Sakit
- APBN (Depkes)
- APBN (Depdagri)

13

- APBD Tingkat I
- APBD Tingkat II
- Banpres
- Asuransi
- Kontraktor
- Subsidi
- dll.
Dana tersebut digunakan untuk :
l. Investasi peralatan medik yang diperlukan sesuai dengan jenis pelayanan
yang diberikan.
2. Operasional yang terdiri dari :
- Jasa pelayanan medis yaitu jasa yang diberikan kepada petugas kesehatan
(medis, paramedis maupun non-medis) atas pelayananyang diberikan.
-

Jasa Rumah Sakit yaitu jasa yang digunakan untuk operasional dan
pemeliharaan Rumah Sakit sehingga dapat memberikan pelayanan.

- Bahan

habis

pakai

yaitu

bahan-bahan

yang

digunakan

untuk

terselenggaranya suatu kegiatan pelayanan kepada pasien.


Ketiga komponen operasional tersebut tercermin pada tarif Rumah Sakit.
Sedangkan menurut Indra Bastian (2008) dalam bukunya Akuntansi
Kesehatan menyebutkan bahwa ada 2 (dua) metode pembayaran atas jasa
pelayanan kesehatan yang berasal dari pasien, yaitu:
1. Pembayaran Retrospektif
Metode pembayaran retrospektif atau pembayaran per item (Fee
for Servive Payment) yaitu pembayaran dengan cara pasien membayar
secara penuh kepada penyedia layanan kesehatan (provider) setelah
layanan selesai dilakukan.
2. Pembayaran Prospektif
Pembayaran prospektif yaitu metode pembayaran yang
disetujui dan dilakukan lebih lanjut sebelum jasa dilakukan, tanpa
memperdulikan berapa biaya aktual yang dikeluarkan oleh penyedia

14

layanan kesehatan. Salah satu metode pembayaran prospektif yaitu


Pembayaran Kapitasi (capitation payment). Pembayaran prospektif
digunakan oleh pemerintah untuk membiayai layanan kesehatan bagi
penduduk miskin baik oleh pemerintah pusat berupa Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan
Jaminan Kesehatan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah berupa
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
dan Jaminan Kesehatan Semesta (Jamkesta) oleh Penerintah Provinsi.
Pembayaran jasa pelayanan kesehatan dengan jaminan
disebut juga pembayaran tidak langsung. Pembayaran langsung diterima
setelah pasien mendapatkan pelayanan kesehatan per jenis pelayanan
yang diberikan. Tarif berdasarkan dengan sistim paket yang diterbitkan
oleh Kementerian Kesehatan dengan Permenkes Nomor : 59 Tahun 2014
tentang Standar Tarif Pelayanan dalam Penyelengaraan Program Jaminan
Kesehatan, untuk pelayanan kesehatan bagi pasien tidak mampu.
G. Rumah Sakit sebagai Badan Layanan Umum
Sesuai dengan pasal 1 ayat 23 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang perbendaharan negara disebutkan: Badan Layanan Umum adalah
instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa barang dan atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan

mencari

keuntungan

dalam

melakukan

kegiatannya

didasarkan pada prinsip efesiensi dan produktivitas.


Menurut jenisnya, Badan Layanan Umum terbagi menjadi 3
kelompok, yaitu:
1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah
sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain.
2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita
pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet).

15

3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana


bergulir, dana Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), penerusan
pinjaman dan tabungan pegawai (PP Nomor: 23 Tahun 2005).
Tujuan

dibentuknya

badan

layanan

umum

(BLU)

adalah

sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) UU. No 1 Tahun 2004,


yang menyebutkan bahwa:
Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP
No. 23 tahun 2005 sebagai peraturan pelaksana dari pasal 69 ayat (7) UU
No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa: BLU bertujuan
untuk

meningkatkan

pelayanan

kepada

masyarakat

dalam

rangka

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa


dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan
prinsip ekonomi dan produktifitas, dan penerapan sesuai praktik bisnis yang
sehat
Rumah sakit sebagai BLU telah diterapkan untuk membangun
kemajuan rumahsakit tersebut, untuk mendukung proses pelayanan dan
dapat meningkatkan kemanfaatan terhadap masyarakat.
Perbedaan sifat dan karakteristik Rumah Sakit BLUD dengan
Rumah Sakit Non BLUD dapat dilihat dengan membandingkan beberapa
hal, yaitu:

16

17

BAB III
PEMBAHASAN
RSUD Kota Surakarta terletak di Jalan Lettu Sumarto No 1 Ngipang
Kadipiro Surakarta. RSUD Kota Surakarta adalah suatu Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang berkedudukan sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Kota
Surakarta. Menurut Undang-undang No 44 tahun 2009 pasal 7, menyatakan
bahwa Rumah Sakit yang didirikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus
berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan,
Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan
Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hal ini sudah sesuai dengan RSUD Kota
Surakarta, dimana rumah sakit ini merupakan suatu unit pelaksana teknis atau
suatu unsur pendukung tugas pemerintah daerah dalam bidang pelayanan
kesehatan. RSUD Kota Surakarta juga sudah melakukan pengelolaan sebagai
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai dengan pasal tersebut. Badan
Layanan Umum Daerah yang dimaksud adalah memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dengan BLUD ketika rumah
sakit mendapatkan pendapatan dari pelayanan kesehatan, maka dapat dimasukkan
ke dalam anggaran rumah sakit yang dikelola oleh rumah sakit sendiri.
Keuntungan dari BLUD ini adalah rumah sakit dapat menganggarkan biaya sesuai
kebutuhan mereka dan apabila membutuhkan barang secara cepat juga tidak perlu
menunggu waktu yang lama.
Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel. Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi
dan misi Rumah Sakit dengan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical
Governance). Visi dari RSUD Kota Surakarta adalah menjadi rumah sakit
kebanggaan Kota Surakarta dengan pelayanan yang bermutu. Sedangkan, misi

18

dari RSUD Kota Surakarta adalah meningkatkan motivasi dan kinerja sumber
daya manusia, meningkatkan sarana dan prasarana, meningkatkan manajemen
rumah sakit, dan meningkatkan mutu pelayanan. Semua hal tersebut dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat untuk mewujudkan
penyelenggaraan tugas tugas pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
RSUD Kota Surakarta telah ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas
C sejak 15 Desember 2014. Menurut pasal 33 ayat 2 Undang-Undang 44 tahun
2009, organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan. Pada RSUD Kota Surakarta memiliki struktur organisasi
yang disesuaikan dengan kondisi rumah sakit. RSUD Kota Surakarta dipimpin
oleh seorang pemimpin (direktur berasal dari non PNS) yang dibantu oleh
kelompok jabatan fungsional dan sub bagian tata usaha, serta membawahi tiga
seksi yaitu Seksi Pelayanan Medis dan Penunjang Medis, Seksi Sarana, Prasarana
dan Logistik, dan Seksi Keuangan. Kepala tata usaha membawahi tiga bagian,
yaitu pengelolaan kepagawaian, pengelolaan surat dan dokumen, serta bagian
umum dan rumah tangga. Kepala seksi pelayanan dan penunjang medik
membawahi pelayanan rawat jalan dan rawat inap, serta pelayanan penunjang dan
klaim. Kepala seksi sarana prasarana dan logistik membawahi pengelolaan barang
dan aset, serta hospital service. Sedangkan kepala seksi keuangan membawahi
bendahara pemasukan dan bendahara pengeluaran.
Tata struktur organisasi tersebut terhitung masih sederhana untuk
pengelolaan sebuah rumah sakit kelas C. Adanya penggabungan beberapa seksi
seperti seksi pelayanan medis dan penunjang medis dan struktur yang masih
sederhana menjadi tantangan tersendiri bagi RSUD Kota Surakarta. Sehingga
perlu dilakukan pembagian secara terperinci pada setiap departemen serta
penanggung jawab agar pembagian tugas serta kewenangan di setiap departemen
lebih terfokus, efektif dan efisien. Fakta bahwa RSUD Kota Surakarta masih

19

terhitung sebagai rumah sakit yang baru dan merupakan rumah sakit milik
pemerintah sehingga tidak bisa dengan mudah untuk mengubah struktur
organisasi dan merekrut pegawai juga menjadi faktor yang harus dipertimbangkan
dalam penataan menuju struktur yang ideal untuk sebuah rumah sakit.

Gambar 3.1. Struktur Organisasi RSUD Kota Surakarta.


Struktur organisasi di atas bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas
pokok RSUD Kota Surakarta dalam melaksanakan upaya kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Hal ini sesuai dengan tujuan
utama dari sebuah rumah sakit, yaitu lebih memfokuskan pada upaya kuratif dan
rehabiltatif, tanpa mengabaikan promotif dan preventif (yang lebih terfokus pada
fasilitas pelayanan primer). Sedangkan fungsi yang harus dijalankan yaitu
menyelenggarakan pelayanan medis, menyelenggarakan pelayanan asuhan
keperawatan, pelayanan penunjang medis dan non medis, pelayanan rujukan,
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta menyelenggarakan
administrasi umum dan keuangan.

20

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 56 tahun 2014 pasal 43,


sumber daya manusia rumah sakit umum kelas C terdiri atas tenaga medis, tenaga
kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, dan tenaga non
kesehatan. Tenaga medis yang dimaksud terdiri dari paling sedikit 9 dokter umum
untuk pelayanan medik dasar, 2 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi
mulut, 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar
(penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi), 1 dokter
spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang (anestesiologi,
patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi klinik), dan 1 dokter gigi
spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut. Pada RSUD
Kota Surakarta memiliki 9 dokter umum, 3 dokter gigi, 3 spesialis penyakit
dalam, 1 spesialis anak, 1 spesialis kulit kelamin, 1 spesialis mata, dan merekrut
11 dokter spesialis mitra yang terdiri atas 2 spesialis bedah, 3 spesialis obsgyn, 2
spesialis anestesi, 1 spesialis radiologi, 1 spesialis patologi klinik, 1 spesialis gigi
prostodonti, dan 1 spesialis mata. Perekrutan spesialis mitra termasuk bagian dari
upaya peningkatan kelas RSUD Kota Surakarta dari kelas D menjadi kelas C yang
mensyaratkan rumah sakit untuk memiliki pelayanan medik dasar lengkap dan
memiliki 1 pelayanan spesialis medik gigi dan mulut sejalan dengan PMK No 56
tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
Tenaga kefarmasian yang dimaksud paling sedikit terdiri atas 1 apoteker
sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit, 2 apoteker yang bertugas di rawat
inap yang dibantu oleh paling sedikit 4 orang tenaga teknis kefarmasian, 4 oorang
apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 orang tenaga teknis
kefarmasian, dan 1 orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan
produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap
atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit. Pada RSUD
Kota Surakarta sendiri terdapat tenaga kefarmasian PNS, yaitu 1 apoteker dan 7
farmasi.

21

Tenaga keperawatan dihitung dengan perbandingan dua perawat untuk tiga


tempat tidur. Kualifkasi dan kompetensi tenaga keperawatan disesuaikan dengan
kebutuhan pelayanan Rumah Sakit. Pada RSUD Kota Surakarta, perawat PNS
terdapat 22 orang, dengan jumlah tempat tidur 116 (104 yang baru diaktifkan).
Berarti perbandingan adalah 2:5. Oleh karena itu, rumah sakit juga melakukan
perekrutan tenaga keperawatan untuk memenuhi pelayanan rumah sakit kelas C,
dengan perbandingan perawat dan tempat tidur adalah 2:3.
Untuk tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan, jumlah dan
kualifikasi disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit. Tenaga
kesehatan dan non kesehatan terdiri antara lain dari 5 analisis lab, 2 rekam medis,
2 sanitarian, 1pelaksana gizi, dan 17 struktur administrasi. Selain itu, dikarenakan
adanya moratorium PNS yang dilakukan oleh pemerintah, RSUD Kota Surakarta
masih belum bisa merekrut tenaga kesehatan dari kalangan PNS, sebagai gantinya
untuk pemenuhan SDM, rumah sakit merekrut 160 tenaga BLUD. Perekrutan ini
termasuk bagian dari upaya peningkatan kelas RSUD Kota Surakarta dari kelas D
menjadi kelas C. Upaya tersebut juga dilakukan untuk mencapai visi RSUD Kota
Surakarta sebagai rumah sakit kebanggaan Kota Surakarta dengan pelayanan yang
bermutu. Berikut data sumber daya manusia yang dimiliki oleh RSUD Kota
Surakarta.
SDM / Jenis Ketenagaan
Dokter umum

Jumlah
9

Dokter spesialis
Penyakit dalam

Anak

Kulit kelamin

Mata

Dokter gigi

Bidan

16

Perawat

22

22

Apoteker

Farmasi

Analis lab

Rekam medis

Sanitarian

Pelaksana gizi

Struktural dan administrasi

17

Total jumlah pns

91

Pegawai non pns

114

Dokter spesialis mitra

11

Jumlah total pegawai


216
Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia di RSUD Kota Surakarta
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa proporsi pegawai non PNS lebih
besar dibanding dengan PNS. Bila dilihat dari status sebagai RSUD milik
pemerintah Kota Surakarta, hal ini menimbulkan masalah karena penggajian
karyawan tidak bisa dianggarkan dari APBD. Hal ini diakibatkan karena sebagian
besar pegawai non PNS dan bukan menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun,
kondisi ini dapat diatasi dengan status rumah sakit sebagai BLUD, dimana rumah
sakit diberi wewenang untuk mengelola pendapatan dan keuangannya sendiri,
sehingga dana untuk gaji pegawai non PNS bisa dianggarkan melalui sistem
keuangan BLUD.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 56 tahun 2014 pasal 36,
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas C paling sedikit terdiri
dari pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan, pelayanan
keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang
nonklinik, serta pelayanan rawat inap. Pelayanan medik terdiri atas pelayanan
gawat darurat, pelayanan medik umum, pelayanan medik spesialis dasar,
pelayanan medik spesialis penunjang, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan
medik subspesialis, dan pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. Sedangkan,
Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif

23

untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan
rekam medik.
Pada RSUD Kota Surakarta, pelayanan medis dan penunjang klinik yang
diberikan adalah Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Rawat Jalan, Pelayanan
Bedah, Pelayanan Persalinan dan Perinatologi, Pelayanan Intensif, Pelayanan
Radiologi, Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik, Pelayanan Rehabilitasi
Medik, Pelayanan Transfusi Darah, Pelayanan Hemodialisa, dan Pelayanan Pasien
Gakin. Sementara pelayanan rawat jalan yang diberikan RSUD Kota Surakarta,
terdiri atas Poliklinik Umum, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Gizi,
Poliklinik Bedah, Poliklinik Obsgyn, Poliklinik Anak dan Tumbuh Kembang,
Poliklinik Kulit Kelamin, Poliklinik Mata, Poliklinik Gigi dan Spesialis Gigi,
Poliklinik THT, dan Klinik VCT dan CST. Pelayanan rawat jalan dilakukan di
lantai 1 RSUD Kota Surakarta,
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Sedangkan, pelayanan
keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.
Pada RSUD KotaSurakarta juga terdapat pelayanan gizi.
Pelayanan Penunjang Non Klinik pada RSUD Kota Surakarta meliputi
Pelayanan Rekam Medik, Pengelolaan Limbah, Pelayanan Administrasi
Manajemen, Pelayanan Ambulance, Pelayanan Pemulasaraan Jenazah, Pelayanan
Laundry, Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit, Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, dan Pelayanan Keamanan.
Pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam PMK N0 56 tahun
2014, Pasal 36 harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:
1. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
2.

dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;


jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh persen)

dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;


3. jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit
milik swasta.

24

Kelas

Jumlah Bed

Keterangan

VIP

Kelas 1

Anak dan dewasa

Kelas 2

22

Maternity, anak, dan dewasa

Kelas 3

90

Maternity, anak, dan dewasa

Total

116

Baru diaktifkan 104 bed (diluar ICU 4 +


HD 4)

Tabel 4.2. Jumlah Bed di RSUD Kota Surakarta


Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah total tempat tidur adalah 116.
Kelas 3 minimal 30%, sehingga didapatkan minimal 35 tempat tidur, yang berarti
RSUD Kota Surakarta telah memenuhi syarat tersebut dengan 90 tempat tidur.
Kemudian untuk tempat tidur intensif terdapat minimal 5% atau sekitar 6 tempat
tidur. RSUD Kota Surakarta lebih menekankan pada pemberian pelayanan di kelas
3, sehingga tempat tidur kelas 3 disediakan 90 buah. Hal ini juga menyesuaikan
faktor pasien di RSUD Kota Surakarta yang rata-rata menengah ke bawah. Pada
RSUD Kota Surakarta, pembagian lantai untuk rawat inap berdasarkan
penyakitnya, lantai 2 terdiri atas anak dan obgyn, sedangkan lantai 3 terdiri atas
penyakit dalam, bedah, mata, dan kulit. Nurse station terdapat pada setiap lantai
untuk membantu pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit.
Dari sisi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSUD Kota Surakarta
telah memenuhi pelayanan Rumah Sakit Kelas C. Namun, masih ada tantangan
yang harus dihadapi, salah satunya adalah keterbatasan ruang dan lahan. Pada
beberapa ruang/poli terhitung cukup sempit dalam pemberian pelayanan yang
ideal dan nyaman. Keterbatasan juga membuat antrian pasien tampak ramai dan
berjejalan di ruang/kursi tunggu beberapa poli. Terdapat beberapa ruangan yang
kurang memenuhi syarat dan dirasa terlalu sempit, seperti ruang sterilisasi alat.

25

Selain itu, untuk meningkatkan kelas rumah sakit juga dituntut penambahan ruang
rawat inap, poli dan berbagai persyaratan lain, sedangkan kondisi saat ini
bangunan dan lahan yang ada sulit untuk dikembangkan/ditambah lagi. Apabila
dipaksakan justru akan mengurangi kenyamanan dalam pelayanan. Oleh karena
itu, perlu perencanaan strategis tentang penambahan lahan dan bangunan agar
RSUD Kota Surakarta bisa memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Dalam model sistem rujukan pelayanan kesehatan JKN dilakukan secara
berjenjang. Setiap pasien yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan harus
melalui layanan kesehatan primer terdahulu. Bila pasien tersebut memerlukan
penanganan lebih lanjut atau tidak dapat ditangani pada layanan primer dapat
dirujuk kepada pelayanan sekunder yang sifatnya spesialistik. Apabila masih tidak
dapat ditangani dengan baik, dapat dirujuk ke pelayanan tersier yang bersifat
subspesialistik. Sistem rujukan yang berjenjang seperti ini sangat diperlukan
untuk ketertiban dalam pembiayaan kesehatan karena semakin tinggi jenis
pelayanannya maka akan semakin mahal. Bila sistem rujukan dapat dilaksanakan
dengan baik maka pembiayaan kesehatan pun bisa lebih efektif dan efisien. Selain
itu dengan sistem rujukan akan memgurangi terjadi fragmentasi dalam pelayanan
kesehatan, pasien tidak akan menumpuk di jenjang pelayanan kesehatan tertentu.
Sistem rujukan juga melatih untuk memberikan pelayanan yang berjenjang sesuai
dengan tingkat kesehatan, yaitu pelayanan primer lebih menekankan pada
preventif dan promotif, sedangkan pelayanan sekunder dan tersier lebih
menekankan pada kuratif dan rehabilitatif. Seiring dengan berlakunya sistem
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai 2014 yang menerapkan rujukan
berjenjang, kunjungan pasien akan meningkat disertai

beragamnya variabel

penyakit
RSUD Kota Surakarta sebagai layanan kesehatan sekunder masih belum
optimal dalam pemberian pelayanan. Hal tersebut dikarenakan masih sangat
terbatasnya sumber daya manusia yang diperlukan (terutama dokter spesialis),
juga terdapat keterbatasan sarana dan prasarana, khususnya alat kesehatan di
instalasi pelayanan dan penunjang rumah sakit baik yang bersifat medis maupun

26

non medis. Sistem rujukan balik juga masih menjadi kendala di RSUD Kota
Surakarta. Hal ini biasanya terjadi ketika RSUD Kota Surakarta merujuk ke
rumah sakit kelas B atau kelas A. Dari rumah sakit yang dirujuk tersebut jarang
memberikan rujukan balik ke RSUD Kota Surakarta. Sehingga sistem rujukan
balik belum berjalan dengan baik. Selain itu, kendala biasanya juga ditemui ketika
pasien meminta rujukan ke rumah sakit kelas B atau A, padahal tidak terdapat
indikasi dalam rujukan. Hal ini dapat diatasi dengan edukasi kepada pasien.
Pembiayaan pelayanan pasien RSUD Kota Surakarta didapatkan dari
asuransi/jaminan kesehatan dan pembayaran mandiri dari pasien umum. Namun,
sebagian besar pasien menggunakan fasilitas jaminan kesehatan. Pada RSUD
Kota Surakarta terdapat tiga jaminan kesehatan yang dilayani, yaitu JKN/BPJS,
PKMS

(Pemeliharaan Kesehatan

Masyarakat Surakarta), dan

Jamkesda

Kabupaten Karanganyar. Pada sistem Jaminan Kesehatan Nasional BPJS,


pembayaran dilakukan oleh pemerintah berdasarkan tarif dasar Indonesian Case
Based Groups (INA CBGS). Tarif untuk klaim dihitung dari pengkodean
diagnosis ICD 10. Pengajuan klaim dilakukan setiap dua bulan sekali melalui
Kementerian Kesehatan yang dikirim ke rekening RSUD. Peserta JKN terdiri atas
peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan bukan penerima bantuan iuran (non
PBI). Peserta PBI adalah fakir miskin dan orang tidak mampu yang tidak dibebani
iuran sehingga seluruh jaminan kesehatan ditanggung oleh pemerintah. Peserta
PBI mendapat jatah kelas III di rumah sakit. Untuk peserta Non PBI diberikan
kewajiban untuk membayar iuran perbulan dengan tarif yang telah ditentukan.
Peserta Non PBI terdiri atas pekerja penerima upah yang mendapat jatah kelas I
dan II, pekerja bukan penerima upah yang mendapatkan hak kelas I, II, dan III,
serta bukan pekerja yang mendapat jatah kelas I, II, dan III di rumah sakit.
Apabila seseorang ingin mendaftarkan BPJS, maka harus menunggu pengaktifan
kartu selama 14 hari, hal ini berlaku untuk kelas 1 dan kelas 2. Sedangkan kelas 3,
dalam waktu 2x24 dianjurkan untuk segera lapor ke dinas sosial, sehingga dapat
diaktifkan kartu sementara secara langsung (aktif selama 3 bulan).

27

Selain program JKN yang dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah


daerah Kota Surakarta juga menyediakan jaminan kesehatan yaitu PKMS.
Persyaratan seseorang mendaftar PKMS adalah memiliki Kartu Keluarga
Surakarta, warga Surakarta yang dibuktikan dengan KTP, dan berdomisili minimal
6 bulan di Surakarta. Apabila seorang bayi ingin didaftarkan PKMS, tidak harus
menunggu minimal 6 bulan, asalkan syarat Kartu Keluarga dan warga Surakarta
telah dipenuhi orang tuanya. PKMS terdiri atas PKMS gold dan PKMS silver.
PKMS gold diberikan kepada masyarakat miskin yang sudah ditetapkan dalam SK
Walikota. Masyarakat yang memiliki PKMS gold ditanggung semua biaya
perawatannya oleh pemerintah kota dan pemerintah Jawa Tengah. Sehingga
apabila seseorang dengan PKMS gold melakukan rawat inap, maka tidak ada
batasan dalam pembiayaan. Ada kemungkinan, pada tahun 2016 PKMS gold akan
dileburkan menjadi JKN BPJS. Untuk masyarakat yang tidak terdaftar dalam
PKMS gold dapat menggunakan PKMS silver. Pada PKMS siler klaim biaya
dalam setiap perawatan yang diterima maksimal 5 juta per orang. Apabila sudah
melebihi batas, maka seorang PKMS silver wajib melakukan pembayaran sendiri.
Perpanjangan kartu PKMS membayar 1000 rupiah.
Perbedaan PKMS dan BPJS terdapat pada verifikatornya. PKMS tidak
terdapat verifikator, sehingga lebih banyak menyebabkan human error.
Sedangkan, BPJS terdapat verifikatornya.
Terdapat beberapa permasalahan yang ditemui rumah sakit dalam masalah
pembiayaan. Terkadang rumah sakit dapat mengalami kerugian, semisal pasien
PBI yang akan rawat inap, namun kelas 3 penuh, maka pasien akan ditempatkan
pada kelas 2. Pembiayaan yang dilakukan oleh pasien tetap kelas 3, sehingga
kerugian dari kelas 2 ditanggung oleh rumah sakit. Selain itu ditemui juga
masalah dalam pembiayaan perawatan. Terjadi kasus piutang rumah sakit dengan
beberapa pasien. Semisal PKMS silver hanya memiliki batas 5 juta, apabila sudah
melebihi 5 juta, maka keluarga pasien/pasien yang melakukan pembayaran
sisanya. Sebenarnya, rumah sakit udah menyiasati dengan memberikan
keringanan kepada keluarga pasien untuk membayar dengan mengansur/nyicil,

28

bahkan dapat dimulai saat pasien masih dalam perawatan. Sehingga diharapkan
tidak terjadi pembengkakan biaya. Namun, masih banyak keluarga pasien yang
mengabaikan, sehingga terjadi hutang piutang antara rumah sakit dengan pasien.
Pasien yang mengalami hutang sering menyampaikan bahwa biayanya akan
dilunasi oleh tokoh masyarakat (dalam hal ini anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah) atau akan dicicil mereka. Rumah sakit pun kadang menyiasati dengan
pembayaran tiap tanggal 10 perbulan. Namun realita yang ada, pasien sering tidak
kembali pada tanggal tersebut untuk pembayaran. Hal ini jelas merugikan
keuangan rumah sakit. Pihak rumah sakit sendiri belum mempunyai prosedur
yang jelas dan tegas jika menghadapi kasus tersebut. Sehingga diperlukan
konsultasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan kasus
seperti ini, misalnya ke ahli hukum, badan kehormatan DPRD, dan lain-lain
sehingga bisa dibuat prosedur yang jelas dan tegas.
RSUD Kota Surakarta sebagai sebuah Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD), diberikan keleluasaan untuk mengelola setiap pendapatan dan
keuangannya sendiri demi keberjalanan rumah sakit. Berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, menyebutkan bahwa pemerintah
memberikan fleksibilitas kepada rumah sakit berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan

kehidupan

bangsa,

sebagai

pengecualian

dari

ketentuan

pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Rumah sakit dapat memberikan


pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Tarif layanan BLUD diatur dalam Bab IX pasal 57 sampai 59. Dalam pasal
tersebut menyebutkan bahwa BLUD dapat memungut biaya kepada masyarakat
sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan. Tarif layanan
BLUD diusulkan oleh pemimpin BLUD kepada kepala daerah melalui sekretaris

29

daerah, sedangkan tarif layanan BLUD-Unit Kerja diusulkan oleh pemimpin


BLUD kepada kepala daerah melalui kepala SKPD. Tarif layanan ditetapkan
dengan peraturan kepala daerah dan disampaikan kepada pimpinan DPRD dengan
mempertimbangkan

kontinuitas

dan

pengembangan

layanan,

daya

beli

masyarakat, serta kompetisi yang sehat.


Pendapatan dan biaya BLUD juga diatur dalam Permendagri tersebut pada
bab X pasal 60 sampai 68. Pendapatan BLUD dapat bersumber dari jasa layanan,
hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain, APBD, APBN, dan pendapatan BLUD
lainnya yang sah. Pendapatan BLUD yang bersumber dari jasa layanan berupa
imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat.
Pendapatan BLUD yang bersumber dari hibah dapat berupa hibah terikat dan
hibah tidak terikat. Hasil kerjasama dengan pihak lain dapat berupa perolehan dari
kerjasama operasional, sewa menyewa, dan usaha lainnya yang mendukung tugas
dan fungsi BLUD. Pendapatan BLUD yang bersumber dari APBD berupa
pendapatan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran pemerintah daerah bukan
dari kegiatan pembiayaan APBD. Pendapatan BLUD yang bersumber dari APBN
dapat berupa pendapatan yang berasal dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan
dekonsentrasi dan/atau tugas

pembantuan dan lain-lain. BLUD

dalam

melaksanakan anggaran dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan, proses


pengelolaan keuangan diselenggarakan secara terpisah berdasarkan ketentuan
yang berlaku dalam pelaksanaan APBN.
Pendapatan BLUD lainnya yang sah antara lain adalah hasil penjualan
kekayaan yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan kekayaan, jasa giro,
pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,
komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh BLUD, serta hasil investasi.
Untuk barang/jasa yang dapat diadakan oleh BLUD diatur dalam pendagri
pasal 99 sampai 105. Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa pengadaan barang
dan/atau jasa pada BLUD dilakukan berdasarkan prinsip efisien, efektif,
transparan, bersaing, adil/tidak diskriminatif, akuntabel dan praktek bisnis yang

30

sehat. Pengadaan barang dan/atau jasa ini ditetapkan oleh pemimpin BLUD dan
disetujui kepala daerah, dimana pemimpin BLUD harus dapat menjamin
ketersediaan barang dan/atau jasa yang lebih bermutu, iebih murah, proses
pengadaan yang sederhana dan cepat serta mudah menyesuaikan dengan
kebutuhan untuk mendukung kelancaran pelayanan BLUD. Pengadaan barang
dan/atau jasa dilakukan oleh pelaksana pengadaan (tim/unit) yang ditugaskan
secara khusus untuk melaksanakan pengadaan barang dan/atau jasa guna
keperluan BLUD, terdiri dari personil yang memahami tatacara pengadaan,
substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan dan bidang lain yang diperlukan.
Dengan status sebagai BLUD, RSUD Kota Surakarta memiliki peluang
besar untuk menjadi rumah sakit yang maju dan mewujudkan visi sebagai rumah
sakit kebanggaan Kota Surakarta. Sinergi yang baik antara pemerintah kota
Surakarta dan struktur rumah sakit, serta ditunjang dengan rencana strategis
pembangunan dan pengembangan rumah sakit lalu dibingkai dengan sistem
manajemen rumah sakit yang mumpuni maka RSUD Kota Surakarta akan bisa
berkembang dengan baik dan berperan besar dalam pencapaian keberhasilan
pembangunan di bidang kesehatan.

31

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. RSUD Kota Surakarta merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang
berkedudukan sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Kota Surakarta yang
merupakan unsur pendukung tugas pemerintah daerah di bidang pelayanan
kesehatan.

2. RSUD Kota Surakarta adalah Rumah Sakit Umum Kelas C yang memiliki
status sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang diberikan
kewenangan sepenuhnya untuk mengelola setiap pendapatan dan
keuangannya sendiri demi keberjalanan rumah sakit.
3. RSUD Kota Surakarta memiliki visi menjadi rumah sakit kebanggaaan
kota Surakarta dengan pelayanan yang bermutu, serta misi meningkatkan
motivasi dan kinerja sumber daya manusia, sarana dan prasarana,
manajemen RS, dan mutu pelayanan.
4. RSUD Kota Surakarta memiliki struktur organisasi yang dipimpin oleh
seorang direktur dibantu oleh kelompok jabatan fungsional dan sub bagian
tata usaha, serta membawahi tiga seksi yaitu Seksi Pelayanan Medis dan
Penunjang Medis, Seksi Sarana, Prasarana dan Logistik, dan Seksi
Keuangan.
5. Pembiayaan pelayanan pasien RSUD Kota Surakarta didapatkan dari
asuransi/ jaminan kesehatan dan pembayaran mandiri dari pasien umum.
Terdapat tiga jaminan kesehatan yang dilayani di RSUD Kota Surakarta
yaitu JKN/BPJS, PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta),
dan Jamkesda Kabupaten Karanganyar.
6. Di RSUD Surakarta dilakukan sistem rujukan berjenjang dalam
melakukan pelayanan kesehatan JKN atau PKMS.

32

B. Saran
1. RSUD Surakarta sebagai BLUD yang sudah mandiri dalam pengelolaan
pendapatan, perlu dilakukannya optimalisasi terutama pengobatan yang
cost effective. Selain itu RSUD Kota Surakarta harus tetap berpegang
teguh pada visi untuk menjadi RS kebanggan Kota Surakarta yang
memiliki pelayanan yang bermutu sehingga sebagai BLUD tidak mencari
keuntungan semata dari pasien.
2. RSUD Kota Surakarta harus selalu melakukan perkembangan diri demi
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dan bermutu, diantaranya
adalah dengan penambahan sumber daya manusia (baik PNS maupun non
PNS) dan penambahan sarana-prasarana penunjang baik medis maupun
non-medis.
3. Adanya masalah rujukan balik yang saat ini masih menjadi kendala
transfer pengetahuan antara pelayanan sekunder dengan pelayanan primer
hendaknya dilakukan secara optimal dalam era JKN ini.
4. Adanya masalah terkait pembiayaan RS seperti adanya kasus piutang rumah sakit
kepada beberapa pasien hendaknya bisa dibuat prosedur yang jelas dan tegas.

33

DAFTAR PUSTAKA
Alkatiri, A., et.al. (1997). Rumah Sakit Suatu Pemikiran Awal. P.T. Nimas
Multima. Jakarta
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
Djuhaeni, Henni. 2009. Manajemen Pelayanan Medik di Rumah Sakit.
pustaka.unpad.ac.id
Keputusan Menteri Kesehatan nomor 340 tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
Sabarguna, Boy S. 2009. Kompetensi Manajemen Rumah Sakit. Jakarta : Sagung
Seto.
S. Supriyanto dan Ernawati, 2010. Judul : Pemasaran Industri Jasa Kesehatan.
Penerbit CV Andi Offset : Yogyakarta.
Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan.
I, Penerbit EGC, Jakarta.
Undang Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

34

35

You might also like