Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis karena cadangan besi kosong ( depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibakan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia
hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong.
Berbeda dengan ADB, pada anemia akibat peyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial berkurang, sedangkan
cadangan besi masih normal. Pada anemia sideroblastik penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang karena gangguan mitokondria yang menyebabkan inkorporasi besi ke dalam heme
terganggu. Oleh karena itu ketiga jenis anemia ini digolongkan sebagai anemia dengan
gangguan metabolisme besi.1
Pendahuluan
Kasus kali ini merupakan seorang dokter ditempatkan di pulau kecil dan penduduknya adalah
nelayan. Banyak dijumpai pasien wanita hamil dan menyusui yang mengeluh sering pusing,
mata berkunang-kuang dan cepat lelah, kadang masih mual, padahal sudah sejak permulaan
hamil pantang makan ikan dan makanan asal laut lainnya yang hamis. Bahan makanan di
pulau itu didatangkan setiap minggu dari pulau Jawa. Selain sembako, sayuran yang dikirim
hanya kol, labu siam, labu air, oyang dan lobak. Melalui gejala yang diberi kami
mendiagnosis pasien mengalami Anemia defisiensi besi.
Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya
merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara
yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan
protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah endemik. Saat ini
di Indonesia anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi utama disamping
kurang kalori protein, vitamin A dan Yodium.2
1
Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan
penangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam
metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam
bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak
yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh,
menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja serta meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas bagi janin dan ibu.
Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya,
sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.
Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. 2
Skenario
Dokter A ditempatkan di pulau kecil dan penduduknya adalah nelayan. Banyak dijumpai
pasien wanita hamil dan menyusui yang mengeluh sering pusing, mata berkunang-kuang dan
cepat lelah, kadang masih mual, padahal sudah sejak permulaan hamil pantang makan ikan
dan makanan asal laut lainnya yang hamis. Bahan makanan di pulau itu didatangkan setiap
minggu dari pulau Jawa. Selain sembako, sayuran yang dikirim hanya kol, labu siam, labu
air, oyang dan lobak.
Rumusan masalah
Wanita hamil dan menyusui sering pusing, mata berkunang-kunang, cepat lelah dan kadang
mual.
Analisis masalah
prognos
is
Anamne
sis
pencegah
an
Fis
ik
pemeriksa
an
penunja
penatalaksa
naan
Working diagnosis :
anemia defisiensi
besi
Differential
diagnosis
patofisiolo
gi
etiologi
Epidemiol
ogi
-GAKY
-Anemia lain
Hipotesis
Wanita hamil dan menyusui sering pusing, mata berkunang-kunang, cepat lelah dan kadang
mual disebabkan oleh anemia defesiensi besi
Anamnesis
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien
atau keluarga pasien. Anamnesis yang baik untuk seorang dewasa mencakupi keluhan utama,
informasi mengenai kelainan yang dialami sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
keluarga, dan informasi mengenai keadaan tiap sistem tubuh pasien.
Pada anamnesis kali ini diketahui bahawa Wanita hamil dan menyusui sering pusing, mata
berkunang-kunang, cepat lelah dan kadang mual.
Selain daripada maklumat diatas maka untuk kasus anemia defisiensi besi dapat
mengutarakan persoalan seperti :
untuk memakan bahan yag tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem, dan lain-lain.)1
Adakah pasien mengambil sebarang obat-obatan
Tabiat pemakanan
Riwayat sakit pasien dan keluarga
Jika wanita, riwayat ketika mengandung, menstruation.
Pemeriksaan
4
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap diperlukan. Tanda-tanda anemia itu sendiri adalah tidak sensitif
maupun spesifik, namun muka pucat adalah tanda umum dengan anemia berat.
Heme-positif stool mengidentifikasi perdarahan GI. Shock Dengue (misalnya, hipotensi,
takikardia, muka pucat, takipnea, diaforesis, kebingungan) mungkin hasil dari pendarahan
akut. Penyakit kuning jaundice mungkin menyarankan hemolisis. Splenomegali mungkin
terjadi dengan hemolisis, hemoglobinopati, penyakit jaringan ikat, gangguan
myeloproliferative, infeksi, atau kanker. Neuropati perifer menunjukkan kekurangan vitamin
B12. Perut kembung pada pasien dengan trauma tumpul menunjukkan perdarahan akut.
Petechiae berkembang dalam disfungsi trombositopenia atau trombosit. Demam dan murmur
jantung menyarankan endokarditis infeksi, kemungkinan penyebab hemolisis.
Gejala umum anemia :
Lemah, lesu, cepat lelah, berkunang-kunang, kaki dingin, sesak nafas, debar-debar,
tinnitus, pucat. Pucat terutama pada konyungtiva dan jaringn di bawah kuku.
Pada pemeriksaan fisik gejala khas untuk anemia defisiensi besi yang tak dapat dijumpai
pada anemia jenis lain diperhatikan : 1
Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical
menghilang.
Stomatitis angularis ( cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
Pemeriksaan Laboratorium3
Pada anemia defisiensi besi hasil pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan kelainan,
yaitu peningkatan LED, penurunan kadar Hb dan nilai Hematokrit. Hitung leukosit dapat
normal/ menurun, hitung trombosit normal/meningkat dan hitung retikulosit normal.
Pemeriksaan sedia hapus darah tepi memperlihatkan eritrosit mikrositik hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel pensil. Gambaran mikrositik hipokrom jelas bila nilai
hematokrit kurang dari 27%, kadar Hb kurang dari 9g/dL.
Pemeriksaan sum-sum tulang pada (ADB) memperlihatkan sumsum tulang yang hiperseluler,
eritropoiesis hiperaktif, banyak metarubrisit dengan sitoplasma sedikit dan warna lebih biru,
hemosiderin menurun.
Pemeriksaan kimia darah memperlihatkan penurunan besi serum (BS), peningkatan daya ikat
besi total(DIBT) dan saturasi transferin kurang dari 5%. Hasil pemeriksaan feritin serum,
saturasi transferin dan kadar Hb pada defesiensi besi tergantung dari tingkat/ tahap defisiensi
besi. Pada tahap awal hanya terjadi penurunan kadar ferritin serum sedangkan kadar Hb
masih normal. Pada tahap akhir barulah terjadi penurunan kadar ferritin serum, saturasi
transferin dan kadar hb.
BESI TUBUH
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Feritin
Menurun
Menurun
Menurun
Saturasi Transferin
Normal
Menurun
Menurun
Hemoglobin
Normal
Normal
Menurun
Anemia defisiensi besi bukanlah penyakit primer dan selalu merupakan manifestasi sekunder
dari penyakit lain. Oleh karena itu perlu diketahui penyebab penyakit primer agar pengobatan
yang dilakukan membawa hasil. Sehubungan dengan hal tersebut dapat pula dilakukan
berbagai pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan indikasi dan dugaan penyakit
penyebab seperti tes darah samar tinja dan urin, pemeriksaan ginekologik, pemeriksaan
radiologic, dll.
Ringed Sideroblast
Normal
AbNormal
Normal
Elektroforesa Hb
Diagnosis
Anemia.
Def.Fe
hemoglobino
pati
Anemia Sideroblastik
Anemia
Sideroblastik
Hemoglobinopati
Sel Sasaran +
anisositosis, poikilositosis
mikrositik hipokrom
eritrosit berinti
sel pensil +
sferosit
polikromasi
sel sasaran +
benda inklusi
bintik basofil
kristal HbC
Sumsum
hiperselluler
Ringed sideroblast
hiperselluler
tulang
eritropoesis hiperaktif
eritropoesis hiperaktif
banyak Metarubrisit
banyak Rubrisit
8
gangguan
pematangan
sitoplasma
cadangan Fe berkurang
Pemeriksaan
SI normal
SI normal
lain
TIBC meningkat
TIBC normal
TIBC normal
Ferritin meningkat
Feritin normal
Saturasi
transferin
menurun ( < 15 % )
Ferritin menurun
(< 12 ug/L)
Elektroforesa
NORMAL
NORMAL
Hb
Hb F < 1 %
Hb F < 1 %
Hb A2 < 3,5 %
Hb A2 < 3,5 %
THALASEMI
A BETA
Hb F tinggi
Hb A2 tinggi
THALASEMI
A ALFA
Hb A2 turun
Hb F turun
Hb A1 turun
Hb Bart + ( 4)
Hb H + ( 4 )
Pemeriksaan Hb3
Kadar Hb, jumlah eritrosit dan nilai hematokrit setiap individu tergantung beberapa faktor,
antara lain usia, jenis kelamin, metode pemeriksaan dan domisili (letak geografi).
Pria dewasa
Wanita dewasa
Anak-anak
Kadar Hb g/dL
Hematokrit (%)
Jumlah eritrosit
14-17
12-15
10-14,5
42-53%
38-46%
31-43%
(juta/l)
4,6-6,2
4,2-5,4
3,8-5,8
(3-13 tahun)
Kadar Hb pada bayi lebih tinggi daripada orang dewasa dan kadar Hb pria lebih tinggi
daripada wanita. Kadar Hb pria terendah 13g/dL sedangkan kadar Hb wanita terendah
12g/dL. Kadar Hb akan meningkar 1 g/dL pada ketinggian 2.000 m dan meningkat 2 g/dL
pada ketinggian 3.000 m.
Pemeriksaan Hb dengan cara sahli akan lebih rendah dibandingkan pemeriksaan kadar Hb
dengan metode sian met Hb. Hasil pemeriksaan kadar Hb dengan metode sian met Hb cukup
memuaskan tetapi saat ini metode ini mulai ditinggalkan karena mengandung sianida (CN)
yang bersifat toksik bagi petugas laboratorium dan mencemarkan lingkungan. Sekarang
pemeriksaan kadar Hb adalah dengan metode Sodium Lauril Sulfat (SLS) dengan
menggunakan alat otomatik. Batas bawah kadar Hb untuk penduduk Indonesia mengacu pada
surat keputusan menterikesihatan : no. 736a/Menkes/XI/189.
ANAK PRA-SEKOLAH
: Hb < 11 g/dL
ANAK SEKOLAH
: Hb < 12 g/dL
WANITA HAMIL
: Hb < 11 g/dL
: Hb < 12 g/dL
PRIA DEWASA
: Hb < 13 g/dL
disebut
makrositik.
Hemoglobin Eritrosit rata-rata (HER)/ Mean corpuscular hemoglobin (MCH)
nilai Hb(g/dL ) 10
Jumlah eritrosit (juta/L)
Normal: 27-37 pg. Bila MCH <27 pg disebut hipokrom, sedangkan bila > 37 pg disebut
hiperkromik ( istilah hiperkromik ini sekarang sudah tidak digunakan lagi , karena biasanya
normokromik).
Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit rata-rata (KHER)/ Mean corpuscular haemoglobin
concentration (MCHC)
Mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC) =
Normal : 32-37 % . bila MCHC <32 % disebut hipokromik, sedangkan bila > 37 % disebut
hiperkromik.
Pemeriksaan tinja3
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mencari adanya perdarahan melalui saluran pencernaan
(traktus digestivus)
Jenis pemeriksaan meliputi pemeriksaan makroskopik (warna tinja), mikroskopik (Eritrosit,
telur cacing, parasit), dan kimia (tes darah samar).
Pemeriksaan urin3
11
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mencari adanya perdarahan melalui saluran kemih (traktus
Urinarius).
Jenis pemeriksaan meliputi pemeriksaan makroskopik (warna urin), mikroskopik (Eritrosit,
Silinder eritrosit, Hemosiderinuria), Kimia (tes samar darah).
Differential diagnosis
GAKY
Sekumpulan gejala ditimbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terusmenerus dalam waktu cukup lama.Berdasarkan survei GAKY tahun 2001 Bondowoso
termasuk daerah endemik sedang, dengan TGR 22,04%.TGR (Total Goitre Rate) adalah
angka prevalensi gondok yang dihitung berdasarkan seluruh stadium pembesaran kelenjar
gondok, baik yang teraba, maupun terlihat.Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di
alam, baik di tanah maupun di air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup.Yodium diperlukan tubuh untuk mengatur
pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai dewasa.Garam yang telah diperkaya
dengan yodium yang dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan
dan perkembangan kecerdasaan.Garam beryodium yang digunakan sebagai garam konsumsi
harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) antara lain mengandung yodium sebesar
30 80 ppm.
Faktor-faktor penyebab GAKY
Keadaan geografis dan lingkungan
Kandungan yodium dalam tanah sedikit karena adanya erosi, overeksploitasi tanah,
struktur tanah.
Zat goitrogenik (penggangu)
1.
Zat goitrogen alamiah yaitu; lignamarin (pada ubi kayu), getah (pada labu siam),
kulit ari kacang tanah, Kubis, dan belerang.
2.
Pencemar yaitu; Kelebihan pupuk urea, kelebihan pestisida, Bakteri Coli, Limbah
industri dan rumah.
12
Akibat GAKY
Pada Anak-anak
Kemunduran mental.
Bodoh.
Gangguan sistem otak.
Gangguam bicara, tuli.
Gangguan pertumbuhan (cebol).
Lemah.
Pembesaran Kelenjar.
Keguguran.
Bayi lahir mati.
Bayi meninggal sebelum umur 1 tahun.
Pertumbuhan otak mengakibatkan kretein (bisu, tuli, cebol).
Akibat lebih luas dari GAKY adalah gangguan / kelainan sistem syaraf (otak) yang
selanjutnya mempunyai dampak terhadap kecerdasaan, perkembangan sosial dan ekonomi
Anemia megaloblastik
Terdapat dua jenis utama anemia megaloblastik : satu disebabkan oleh defisiensi folat dan
yang lain oleh kurangnya vitamin B12. Anemia ini dapat disebabkan oleh defisiensi gizi
(missal, asan folat). Atau akibat gangguan penyerapan, seperti pada kasus B12. Kedua
vitamin ini diperlukan untuk sintesis DNA sehingga efek defisiensi keduanya pada
eritropoiesis.4
Anemia megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh sistesis DNA yang terganggu.
Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relative mempunyai sifat perubahan
yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoietic dan epitel gastrointestinal. Pembelahan sel
terjadi lambat, tetapi perkembangan sitoplasmik normal. Sehingga sel-sel megaloblastik
13
cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Sel-sel awal/
pendahuluan eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan dalam sum-sum tulang. Dengan
demikian selularitas sumsum tulang sering meningkat tetapi produksi sel darah merah
berkurang, dan keadaan abnormal ini disebut dengan istilah eritropoiesis yang tidak efektif
(Ineffective erythropoiesis).1
Kebanyakan anemia megaloblastik disebabkan karena defisiensi Vitamin B12 (kobalamin)
dan atau asam folat.
14
Infeksi mikroba kronis, seperti Osteomielitis, endokarditis bakterialis, dan abses paru
Gangguan imun kronis, seperti arthritis rheumatoid dan enteritis regional
Neoplasma, seperti Hodgkin serta karsinoma payudara dan paru.
Anemia pada penyakit kronis memperlihatkan zat besi serum yang rendah, dan sel darah
merah (SDM) mungkin normositik dan normokromik atau hipokromik mikrositik, seperti
pada anemia defisiensi zat besi. Namun, adanya peningkatan zat besi simpanan di makrofag
sum-sum tulang, kadar feritin serum yang tinggi, dan penurunan kapasitas mengikat zat besi
menyingkirkan kemungkinan defisiensi zat besi sebagai penyebab anemia.4
Gambaran umum pada beragam penyakit yang berkaitan dengan anemia penyakit kronis ini
adalah bahwa semuanya memicu keadaan peradangan sistemik berkepanjangan. Eritropoiesis
yang tertekan dan sekuestrasi zat besi dalam kompartemen simpanan terjadi akibat kerja
sejumlah mediator peradangan, termasuk interleukin-1 (IL 1), faktor nekrosis tumor (TNF),
dan interferon-, yang dikeluarkan sebagai respon terhadap peradangan kronis atau penyakit
neoplastik. Pemberian eritropoietin dapat memperbaiki anemia, tetapi hanya terapi efektif
terhadap penyakit penyebab yang dapat benar-benar memperbaiki anemia.4
Perbedaan parameter Fe pada orang normal. Anemia defisiensi besi dan anemia
penyakit kronis1
Fe plasma (mg/L)
TIBC
Persen saturasi
Kandungan Fe di
Normal
Anemia
70-90
250-400
30
++
besi
30
>450
7
-
kronis
30
<200
15
+++
10
>28
150
8-28
makrofag
Feritin serum
20-200
Reseptor transferin 8-28
defisiensi Anemia
penyakit
serum
TIBC = total iron biding capasity
penyakit kronik
Anemia
sideroblastik
15
Derajat anemia
Ringan
Ringan
MCV
Menurun
Menurun/ normal
Menurun/ normal
MCH
Menurun
Menurun / normal
Menurun/normal
Besi serum
Menurun<30
Menurun <50
Normal/ meningkat
TIBC
Meningkat >360
Menurun <300
Normal/ menurun
Saturasi transferin
Menurun <15%
Menurun/N 10-20%
Meningkat >20%
Besi sum-sum
Negatif
Positif
tulang
Protoporfirin
Meningkat
Meningkat
sideroblast
Normal
eritrosit
Feritin serum
Menurun <20g/l
Normal 20-200g/l
Meningkat >50g/l
Elektrofoesis Hb
Working diagnosis
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell
mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).
Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin,
kemudian hematokrit.
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Diperkirakan 10% populasi di Negara
maju dan sehingga 25-50% di Negara yang sedang berkembang mengalami anemia.
Defisiensi zat besi merupakan penyebab tersering 1
Etiologi
Anemi defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
16
EPIDEMIOLOGI
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik
maupun masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara
berkembang. Dari berbagai data yan dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran
prevalensi anemia defisiensi besi seperti di bawah1
17
Indonesia
16-50%
25-48%
46-92%
Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB di indonesi. Martoatmojo ev al
memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka
prevalwens ADB sebesar 27%. 1
Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB. Di
India, Amerika latin dan Filipina prevalensi ADB pada perempuan hamil berkisar antara 35%
sampai 99%. Sedangkan di Bali, pada suatu pengunjung puskesmas didapatkan prevalens
anemia sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu
survey pada 42 desa di bali yang melibatkan 1684 perempuan hamil didapatkan prevalens
ADB sebesar 46%, sebahagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang djumpai
adalah tingkat pendidikan dan kepatuhan meminum pil besi.1
Di Amerika serikat, berdasarkan survey gizi (NHANES III) tahun 1988 sampai tahun
1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang dari 50
tahun, 2-4% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan
masa reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause.1
Gejala klinik
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu : gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.1
Gejala umum Anemia1
Gejala umum anemia yang juga disebut sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8g/dL.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
18
mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, Oleh karena
mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika
hemoglobin telah turun di bawah 7g/dL. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat,
terutama konyungtiva dan jaringan di bawah kuku..
Gejala khas defisiensi besi1
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain
adalah:
Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical
menghilang.
Stomatitis angularis ( cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
Sindrom plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala
yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
19
Patofisiologi
Metabolisme zat besi
Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan homeostatis besi dapat
dimengerti dengan baik pada orang dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan mengalami
hal yang sama seperti pada orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan
protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu
besi juga terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA,
neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan memberikan dampak
yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler,
20
imunitas dan perubahan tingkat seluler. Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi
oleh jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh
mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau
sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai
cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin, hanya
sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya
mengandung zat besi sekitar 0,5 gram. 2,6
Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung besi akan
dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam lambung (HCL) vitamin C, asam
amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero
inilah yang kemudian diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai
persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang
disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin.
Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero
diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makanan mengandung vitamin
dan fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat
dan fitat menghambat absorpsi besi. 2
Fe dalam makanan
HCL
Lambung
Usus
FeX
Fe +++
Fe++
Fe+++
21
Fe ++
Transferin
Feritin
labile iron pool
Sumsum tulang
Sintesis Hb dalam pembentukan sel darah merah
metabolisme besi
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada pemecahan hemoglobin
dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan akan dipergunakan
lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi dalam tubuh normal kebutuhan akan besi sangat sedikit.
Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan
(menstruasi) sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan
dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.
Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak 4-12 tahun 0,4-2,5
mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-2,5 mg/hari, wanita hamil 2,7
mg/hari. Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya , karena
dipergunakan untuk pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila
terdapat infeksi dapat meningkat sampai 10 mg/hari.6
Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah larut,
tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin
yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin
ditemukan terutama dalam sel kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang.
Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh.
Fisiologi produksi hemoglobin2,6
Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel darah merah (SDM).
Pada fetus, eritropoitin dihasilkan dari monosit/makrofag di hati. Setelah lahir, eritropoitin
diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal. Dalam differensiasi sel darah merah , kondensasi
material inti sel merah, menghasilkan hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90% dari
masa sel darah merah. Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari.
22
Setelah eritrosit berumur 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya
dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi
menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin,
sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau tetap
disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis.
Patofisiologi2
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang berlangsung lama.
Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan
besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu:
1. Tahap petama.
Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi
lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau iron
limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun
dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC)
meningkat dan free erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
23
Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila
besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb.
Tabel tahapan kekurangan besi. 2
Hb
Tahap
1 Tahap 2
Normal
sedikit
menurun
<100
Fe serum (ug/dl
normal
<60
<40
TIBC (ug/dl)
360-390
>390
>410
Saturasi tansferin(%)
20-30
<15
<10
<20
<12
<12
Sideroblas (%)
40-60
<10
<10
FEP(Ug/dl SDM
>30
<100
>200
MCV
Normal
Normal
Menurun
Penatalaksanaan
Prinsip
penatalaksanaan ADB
adalah
mengetahui
faktor
penyebab
dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85%
penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat.
Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman,
murah dan sama efektifnya dengan pemberian parenteral, pemberian secara parentertral
dilakukan pada pendertita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya
tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.
24
Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri,
preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering dipakai
adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah, ferrous glukonat, ferrous fumarat
dan ferrous suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal. Untuk bayi preparat besi
berupa tetes (drop).
Untuk dapat mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi
elemental/kgBB/hari. Dosis yang diajurkan untuk remaja dan orang dewasa adalah 60 mg
elemen zat besi perhari pada kasus anemia ringan, dan 120 mg/hari (2 60 mg) pada
anemia sedang sampai berat. Dosis yang dianjurkan untuk bayi dan anak-anak adalah 3
mg/kgBB/hari. Dosis anjuran adalah 20 x 300mg untuk sulfas ferosus. setiap 200mg sulfas
ferosus mengandungi 66mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg
mengakibatkan absorbs besi 50mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua
sampai tiga kali normal.
Pada wanita hamil, pemberian folat (500g) dan zat besi (120 mg) akan
bermanfaat, sebab anemia pada kehamilan biasa diakibatkan pada defisiensi ke dua zat
gizi tersebut. Tablet kombinasi yang cocok, mengandung 250 g folat dan 60 mg zat besi,
dimakan 2 kali sehari.
Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan
gastrointestinal berupa rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare.Sebagai
tambahan zat besi yang dimakan bersama dengan makanan akan ditoleran lebih baik dari
pada ditelan pada saat peut kosong, meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.
Pengobatan zat besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan
sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh.
Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100-200mg. Jika tidak diberikan dosis
pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi
dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang mengandungi
hati dan daging yang banyak mengandung besi.
25
Pemberian besi secara parenteral risiko lebih besar dan harganya mahal. Dapat
menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Efek samping yang lain ialah
flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop. Pemberian dapat
diberi secara intramuskulus dalam atau intravena. Pemberian secara intramuskulus
menyebabkan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Oleh karena itu, besi
parenteral diberikan hanya bila dianggap perlu, misalnya : pada kehamilan tua,
malabsorpsi berat, radang pada lambung. Kemampuan untuk menaikan kadar Hb tidak
lebih baik dibandingkan peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi.
Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Obat lain ialah Iron sorbitol citric acid complex,
dan terbaru iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman.5
Indikasi pemberian parenteral : 1
1. Intoleransi terhadap pemberian besi peroral.
2. Kepatuhan terhadap obat yang rendah.
3. Gangguan pencernaan seperti kolitus ulseratif yang dapat kambuh
jika diberikan besi
4. Penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi.
5. Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak
cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada
herediter hemorrhagic teleangietasia
6. Kebutuhan besi yang besar dalam tempoh yang pendek, seperti
kehamilan trimester tiga atau sebelum operasi.
7. Defisiensi besar fungsional relative akibat pemberian eritropoetin
pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Terapi besi parental bertujuan untuk mengisi besi sebanyak 500 sampai 1000 mg.
Dosis yang diberikan dapat dihintung melalui rumus dibawah ini.
Dosis dapat dihitung berdasarkan:1
26
Kenutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang)x BBx 2,4 +500 atau 1000mg
Dosis dapat dibeikan sekaligus atau diberikan beberapa kali pemberian.
Transfusi darah1,5
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons
terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, lebih akan
membahayakan kerana dapat menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian
Packed red cell (PRC) dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk
menaikan kadar Hb sampai tingkat aman sampai menunggu respons terapi besi. Secara
umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan
dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperti furesemid.
Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar
mengguanakan PRC yang segar.
Komplikasi7
Anemia defisiensi besi yang ringan biasanya tidak menimbulkan komplikasi. Namun jika
tidak diobati, anemia defisiensi besi dapat menjadi parah dan menyebabkan masalah
kesehatan. Contoh masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan : 7
Masalah jantung. Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan denyut jantung yang
cepat atau tidak teratur. Jantung harus memompa darah lebih banyak untuk
mengkompensasi kekurangan oksigen yang dibawa dalam darah ketika anemia. Hal
Masalah Pertumbuhan. Pada bayi dan anak-anak, defisiensi besi berat dapat
menyebabkan anemia serta menganggu pertumbuhan anak.
Pencegahan
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu
tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa :1
Pendidikan kesehatan :1
Kesehatan linkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan
kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing
tambang.
Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbs besi
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering
dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan
pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.
Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makanan.
Di Negara barat dilakukan dengan mencampurkan tepung untuk roti atau bubuk susu
dengan besi.
Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
menifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi2
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut:1
Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap.
28
Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi (seperti: infeksi,
keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi
Kesimpulan
Wanita hamil dan menyusui sering pusing, mata berkunang-kunang, cepat lelah dan kadang
mual disebabkan oleh anemia defesiensi besi
Daftar pustaka
1. I Made Bakta, Ketut Suega, Tjokorda Gde Dharmayuda, Anemia defisiensi besi, Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II edisi keempat. Balai penerbit FKUI, 2007; 634-640.
2. Permono B.,Sutaryo.,Ugrasena., Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar hematology
oncology , Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; hal 30-42.
3. Dr Herawati Sudiono, Dr Ing Iskandar SpPk, Dr Harny Edward SpPk dll, Anemia
defisiensi besi, Penuntun Patologi Klinik Hematologi, bagian patologi klinik Fakultas
kedokteran UKRIDA, Cetakan ketiga 2009, hal 103-109.
4. Vinay Kumar,MD,FRCPath, Ramzi S. Cotran MD, Stanley L Robbins MD, dll.
Gangguan Sel Darah merah, Robbins buku ajar patologi, penerbit buku kedokteran
EGC, edisi ke 7 2007, hal 359-464
5. Hoffbrand,A.V. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain, Dalam : kapita
selekta hematologi. Ed.2, EGC, Jakarta, 1996; hal 28-44.
6. Robert S. Hillman MD, Kenneth A.Ault MD, Henry M.Rinder MD, dll, Iron
deficiency Anemia, Hematology in clinical practice, McGraw-Hill medical publishing
division, fourth edition, pg 53-63
29
7. Mayo
Clinic
Staff,
Iron
deficiency
anemia
Complication,
diunduh
dari
30