Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Psikosa secara sederhana dapat didefinisikan sebai suatu gangguan jiwa
dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Keadaa ini dapat
digambarkan bahwa psikosa ialah gangguan jiwa yang serius, yang timbuk karena
penyebab organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan
ganggua
kemampuan
berpikir,
bereakasi
secara
emosional,
mengingat,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFENISI
Delirium adalah keadaan yang yang bersifat sementara dan biasanya
terjadi secara mendadak, dimana penderita mengalami penurunan kemampuan
dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi
dan tidak mampu berfikir secara jernih. Sindrom klinis akut dan sejenak dengan
ciri penurunan taraf kesadaran, gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk
halusinasi & ilusi, khas adalah visual juga di pancaindera lain, dan gangguan
perilaku, seperti agitasi. Gangguan ini berlangsung pendek dan ber-jam hingga
berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat
halusinasi visual & gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel.
Penyebabnya termasuk penyakit fisik, intoxikasi obat (zat). Diagnosis biasanya
klinis, dengan laboratorium dan pemeriksaan pencitraan (imaging) untuk
menemukan penyebabnya. Terapinya ialah memperbaiki penyebabnya dan
tindakan suportif.
Delirium juga disebut Kondisi bingung akut (Acute Confusional State) dan
demensia merupakan penyebab yang paling sering dan gangguan atau hendaya
kognitif, walaupun gangguan afektif (seperti depresi) juga bisa mengganggu
kognisi. Delirium dan demensia merupakan dua gangguan yang berbeda, namun
sering sukar dibedakan. Pada keduanya, fungsi kognitif terganggu, namun
demensia biasanya memori yang terganggu, sedangkan delirium daya
perhatiannya yang terganggu.
Beberapa ciri khas membedakan kedua gangguan tersebut (lihat tabel I).
Delirium biasanya disebabkan oleh penyakit akut atau keracunan obat (kadang
mengancam jiwa orang) dan sering reversibel, sedangkan demensia secara khas
disebabkan oleh perubahan anatomik dalam otak, berawal lambat dan biasanya
tidak reversibel. Delirium bisa timbul pada pasien dengan demensia juga.
Gambaran
Delirium
Demensia
Riwayat
Penyakit akut
Penyakit kronik
Awal
Cepat
Lambat laun
Sebab
Terdapat
penyakit
lain Biasanya penyakit otak kronik
(infeksi,
(spt
Alzheimer,
demensia
dehidrasi, guna/putus obat
vaskular)
Lamanya
Ber-hari/-minggu
Ber-bulan/-tahun
Perjalanan sakit
Naik turun
Kronik progresif
Taraf kesadaran
Naik turun
Normal
Orientasi
Terganggu, periodic
Afek
Alam pikiran
Sering terganggu
Turun jumlahnya
Bahasa
Daya ingat
Jangka
nyata
Persepsi
Halusinasi (visual)
Halusinasi
sundowning
Psikomotor
Normal
Tidur
Terganggu siklusnya
Sedikit
tidurnya
Atensi
kesadaran
pendek
&
panjang
jarang
kecuali
terganggu
siklus
Sedikit terganggu
Reversibilitas
Sering reversible
Penanganan
Segera
Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium
yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum
II.
ETIOLOGI
Penyebab delirium:
1. Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun
2. Efek toksik dari pengobatan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
dengan tempat dimana mereka berada. Fikiran mereka kacau, mengigau dan
terjadi inkoherensia.
Pada kasus yang berat, penderita tidak mengetahui diri mereka sendiri.
Beberapa penderita mengalami paranoia dan delusi (percaya bahwa sedang
terjadi hal-hal yang aneh) Respon penderita terhadap kesulitan yang dihadapinya
berbeda-beda; ada yang sangat tenang dan menarik diri, sedangkan yang lainnya
menjadi hiperaktif dan mencoba melawan halusinasi maupun delusi yang
dialaminya.
Gejala utama ialah kesadaran menurun. Kesadaran yang menurun ialah
suatu keadaan dengan kemampuan persepsi perhatian dan pemikiran yan
berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif). Gejala-gejala lainnya :
Delirium ditandai oleh kesulitan dalam:
1. Konsentrasi dan memfokus
2. Mempertahankan dan mengalihkan daya perhatian
3. Kesadaran naik-turun
4. Disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
5. Halusinasi biasanya visual, kemudian yang lain
6. Bingung menghadapi tugas se-hari-hari
7. Perubahan kepribadian dan afek
8. Pikiran menjadi kacau
9. Bicara ngawur
10. Disartria dan bicara cepat
11. Neologisma
12. Inkoheren
Gejala termasuk:
1. Perilaku yang inadekuat
2. Rasa takut
3. Curiga
4. Mudah tersinggung
5. Agitatif
6. Hiperaktif
5
V.
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Biasanya klinis. Semua pasien dengan tanda dan gejala gangguan fungsi
kognitif perlu dilakukan pemeriksaan kondisi mental formal. Kemampuan atensi
bisa diperiksa dengan:
1. Pengulangan sebutan 3 benda
2. Pengulangan 7 angka ke depan dan 5 angka ke belakang (mundur)
3. Sebutkan nama hari dalam seminggu ke depan dan ke belakang (mundur)
4. Ikuti kriteria diagnostik dari lCD-10 atau DSM-IV-TR
5. Confusion Assessment Method (CAM)
6. Wawancarai anggota keluarga
7. Penggunaan obat atau zat psikoaktif overdosis atau penghentian mendadak.
VI. PROGNOSIS
Morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang masuk sudah
dengan delirium dibandingkan dengan pasien yang menjadi delirium setelah di
Rumah Sakit. Beberapa penyebab delirium seperti hipoglikemia, intoxikasi,
infeksi, faktor iatrogenik, toxisitas obat, gangguan keseimbangan elektrolit.
Biasanya cepat membaik dengan pengobatan. Beberapa pada lanjut usia susah
untuk diobati dan bisa melanjutjadi kronik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
I.
PENGKAJIAN
1. Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar
belakang kebudayaan, status
sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat
(menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.
3. Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta
menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian
yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa
yang terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui
etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan
nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa
premorbidnya, mekanisme pembelaaan psikologiknya, keadaan psikososial,
sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta
ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau
nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan
fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang
terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah
otak, tumur otak dan sebagainya) atau yang terutama diluar otak atau
tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi
dan sebagainya).
4. Pemeriksaan fisik
Kesadran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun,
takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak
mau makan.
5. Psikososial
a. Genogram Dari hasil penelitian ditemukan kembar monozigot memberi
pengaruh lebih tinggi dari kembar dizigot .
8
b. Konsep diri
c.
d. Alam perasaan
Klien nampak ketakutan dan putus asa.
e. Afek dan emosi.
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan
perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat
menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang
digunakan klien untukj melindungi dirinya, karena afek yang telah
berubahn memampukan kien mengingkari dampak emosional yang
menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin
tampak bizar dan tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah
berubah. Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan
ambivalen.
f. Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata kurang.
g. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap
suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh panca
indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
h. Proses berpikir
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern, tindakannya
cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak
sesuai dengan penilaian yang umum diterima. Penilaian realitas secara
pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan dengan
orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien
tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar
perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian
primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan
linguistik (memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak
10
klien regresi dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi
dan neologisme.
i. Tingkat kesadaran
Kesadran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
j. Memori
Gangguan daya ingat yang baru saja terjadi )kejadian pada beberapa jam
atau hari yang lampau) dan yang sudah lama berselang terjadi (kejadian
beberapa tahun yang lalu).
k. Tingkat konsentrasi
Klien tidak mampu berkonsentrasi
l. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan dalam penilaian atau keputusan.
7. Kebutuhan klien sehari-hari
a. Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan
gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur
kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak
merasa segar di pagi hari.
b. Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya
sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga
bisa terjadi penurunan berat badan.
c. Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih sering
dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi
konstipasi, akibat terganggu pola makan.
8. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir,
mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola
koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif
merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku
patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan
delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan
keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.
11
9. Dampak masalah
a. Individu
II.
RUMUSAN DIAGNOSA
RESIKO
Cord Problem
ETIOLOGI
ISOLASI SOSIAL
12
DAFTAR PUSTAKA
http://karyatulisilmiahkeperawatan.blogspot.com/2009/05/delirium-pada-lansia.html
http://www.lenterabiru.com/2010/02/delirium.htm
http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/mentalillness/delirium/Nursing-Care-Acute-Agitated-Elderly-Delirium.html
http://www.idijakbar.com/prosiding/delirium.htm
13