You are on page 1of 25

ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI

NY I 32 TAHUN P0000 Ab000 DENGAN ENDOMETRIOSIS


DI POLI OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD Dr.SAIFUL ANWAR MALANG

DOSEN PEMBIMBING
RINI HAYU L,SST,M.Kes
DISUSUN OLEH
CICI RISTIANA A.F

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES PEMKAB JOMBANG
2016-2017

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI


PADA NY I 32 TAHUN P0000 Ab000 DENGAN ENDOMETRIOSIS
DI POLI OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Malang,

September 2016

Mahasiswa

CICI RISTIANA A.F


Nim: 140903010

Mengetahui

Pembimbing Institusi

Pembimbing Klinik

RINI HAYU L,SST.,M.Kes,

ANASTASIA Amd,Keb

NIP:

NIP:
Kepala ruangan

ANASTASIA Amd.Keb
NIP:

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Alhamdulillah, penulis mengucap puji syukur kehadirat Allah
SWT. Atas segala rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan asuhan kebidanan pada
asuhan kebidanan pada Ny.I umur 32 tahun dengan di Poli Obgyn RSUD dr. Saiful Anwar
Malang dalam membuat asuhan ini, penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dengan
segala kemampuan yang penulis miliki.
Tanpa mengurangi penghargaan penulis kepada semua pihak yang telah berjasa
terhadap penyelesaian asuhan kebidanan ini, secara khusus penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. dr.RESTU KURNIA T,M.Kes, selaku direktur RSSA Malang
2. dr. SUTRISNO, SpOG selaku kepala SMF Obgyn RSSA Malang
3. ANASTASIA Amd.Keb selaku kepala ruangan dan pembimbing klinikPoli Obgyn RSSA
Malang
4. Bidan dan pekarya poli obgyn RSSA Malang
5. KOLIFAH,SST.,M.Kes selaku kepala program studi Stikes Pemkab Jombang
6. RINI HAYU L,SST.,M.Kes selaku dosen pembimbing akademik Stikes Pemkab Jombang
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua
pihak yang turut berperan dalam penyelesian auhan kebidanan ini. Sudah tentu, asuhan yang
sederhana ini terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun penulis dambakan demi kemajuan penulis. Akhir kata penulis berharap semoga
asuhan yang di susun ini bermanfaat.

Malang, September 2016


Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran.
Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya, adalah:
faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 30%, dan hal
lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti sebagiaesar masalah infertilitas pada
perempuan disebabkan oleh gangguan pada organ reproduksi atau karena gangguan proses
ovulasi.
Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi. Insidensi yang pasti belum
diketahui, namun prevalensinya pada kelompok tertentu cukup tinggi. Misalnya, pada wanita
yang dilakukan laparaskopi diagnostik, ditemukan endometriosis sebanyak 0-53%; pada
kelompok wanita dengan infertilitas yang belum diketahui penyebabnya ditemukan
endometriosis sebanyak 70-80%; sedangkan pada wanita dengan infertilitas sekunder
ditemukan endometriosis sebanyak 25%. Diperkirakan prevalensi endometriosis akan terus
meningkat dari tahun ketahun. Meskipun endometriosis dikatakan penyakit wanita usia
reproduksi, namun telah ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan pasca
menopause. Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik pada usia remaja, maupun pada usia
menopause perlu dipikirkan adanya endometriosis.
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka kejadian
yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan di semua operasi pelvik.
Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang negro, dan lebih sering didapatkan pada
wanita-wanita yang berasal dari golongan sosio-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian
adalah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada umur
muda, dan yang tidak mempunyai banyak anak. Ternyata fungsi ovarium secara siklis yang
terus menerus tanpa diselingi kehamilan, memegang peranan penting di dalam terjadinya
endometriosis.
Angka kejadian endometriosis yang terjadi pada infertilitas menurut Ali Badziad,
1992, adalah sebesar antara 20-60 %. Pada infertilitas primer angka kejadian endometriosis
yang terjadi sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas sekunder angka kejadiannya sebesar
15%. Sedangkan angka kejadian endometriosis yang dilaporkan oleh Speroff adalah 3-10%
terjadi pada wanita usia produktif, dan antara 25-35 terjadi pada wanita infertil. Sedangkan di
Indonesia endometriosis ditemukan kurang lebih 30% pada wanita infertil. Menurut William

dan Pratt kejadian Endometriosis pada seluruh laparatomi dari berbagai indikasi ditemukan
sebesar 11,87%.
Berdasarkan penjelasan di atas besar persentase kasus endometriosis pada wanita
mendasari study kasus ini untuk mengkaji lebih dalam mengenai salah satu penyebab dari
infertilitas.
B.

Rumusan Masalah

1.

Apa definisi dari endometritis?

2.

Apa etiologi dari endometritis?

3.

Apa klasifikasi dari endometritis?

4.

Bagaimana gambaran klinis dari endometritis?

5.

Apa patofisiologi dari endometritis?

6.

Apa saja komplikasi dari endometritis?

C.

Tujuan Penulisan

1.

Untuk mengetahui apa definisi dari endometritis?

2.

Untuk mengetahui apa etiologi dari endometritis?

3.

Untuk mengetahui apa klasifikasi dari endometritis?

4.

Untuk mengetahui bagaimana gambaran klinis dari endometritis?

5.

Untuk mengetahui apa patofisiologi dari endometritis?

6.

Untuk mengetahui apa komplikasi dari endometritis?

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Endometritis
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri pada jaringan.
Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan komplikasi
pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.(Obstetri dan
ginekologi universitas Padjajaran,2011)
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih dapat
berfungsi terdapat diluar kavum uteri.( Sarwono Prawirohardjo,2009)
Jadi, Endometriosis adalah radang yang terkait dengan hormon estradiol/estrogen
berupa pertumbuhan jaringan endometrium yang disertai perambatan pembuluh darah,
hingga menonjol keluar dari rahim (pertumbuhan ectopic) dan menyebabkan pelvic pain.
Endometriosis dikatakan terkait dengan estrogen sebab perkembangan
dansimtoma yang ditimbulkan akan hilang seiring datangnya menopause, oleh karena itu
perawatan paling umum bagi penderita radang ini adalah penggunaan terapi hormonal yang
menginduksi kondisi hipoestrogenik. Estrogen merupakan kelompok hormon steroid yang
disekresi ovarium setelah distimulasi oleh FSH dan/atau LH yang disekresi oleh kelenjar
hipofisis. Lebih lanjut sekresi FSH dan LH dihambat oleh hormon GnRHyang disekresi
oleh hipotalamus.

Setelah kista endometriosis

telah

terbentuk

sepenuhnya,

muncul

simtoma hiperalgesia vaginal yang disertai dengan hiperalgesia otot perut. Jaringan di
sekitar kista akan mensekresi berbagai sitokina antara lain IL-1, IL-6,IL-8, dan IL-10, TNF, faktor pertumbuhan seperti VEGF dan NGF.
Biasanya endometriosis terbatas pada lapisan rongga perut atau permukaan organ
perut. Endometrium yang salah tempat ini biasanya melekat pada ovarium (indung telur)
dan ligamen penyokong rahim. Endometrium juga bisa melekat pada lapisan luar usus halus
dan usus besar, ureter (saluran yang menghubungan ginjal dengan kandung kemih), kandung
kemih, vagina, jaringan parut di dalam perut atau lapisan rongga dada. Kadang jaringan
endometrium tumbuh di dalam paru-paru.
Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan pada keturunan pertama
(ibu, anak perempuan, saudara perempuan). Faktor lain yang meningkatkan risiko terjadinya
endometriosis adalah memiliki rahim yang abnormal, melahirkan pertama kali pada usia di
atas 30 tahun dan kulit putih.Endometriosis diperkirakan terjadi pada 10-15% wanita
subur yang berusia 25-44 tahun, 25-50% wanita mandul dan bisa juga terjadi pada usia

remaja. Endometriosis yang berat bisa menyebabkankemandulan karena menghalangi


jalannya sel telur dari ovarium ke rahim.
B. Etiologi Endometritis
Mikroorganisme yang

menyebabkan

endometritis

diantaranya Campylobacter

foetus, Brucella sp., Vibrio sp dan Trichomonas foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan
oleh bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan
Fusobacterium necrophorum. Organisme penyebab biasanya mencapai vagina pada saat
perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan atau melalui sirkulasi darah.
Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis, yaitu retensio
sekundinarum, distokia, faktor penanganan, dan siklus birahi yang tertunda. Selain itu,
endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan
kelahiran

sesudah

melahirkan.

kasusdistokia atau retensi

Endometritis

plasenta yang

dapat

mengakibatkan

terjadi

sebagai

kelanjutan

involusi uteruspada

periode

sesudah melahirkan menurun. Endometritis juga sering berkaitan dengan adanya Korpus
Luteum Persisten (CLP).
Sedangkan menurut Varney, H. (2011), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada
wanita adalah :
1.

Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.

2.

Pecahnya ketuban berlangsung lama.

3.

Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.

4.

Teknik aseptik tidak dipatuhi.

5.

Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).

6.

Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.

7.

Kelahiran secara bedah.

8.

Retensi fragmen plasenta/membran amnion.


Beberapa pendapat para ahli mengenai Endometriosi :

1.

Teori SISTEM KEKEBALAN


Kelainan system kekebalan menyebabkan jaringan menstruasi tumbuh di daerah
selain rahim

2.

Teori GENETIK

Keluarga tertentu memiliki factor tertentu yang menyebabkan kepekaan yang tinggi
terhadap endometriosis. Bahwa anak atau saudara penderita endometriosis beresiko basar
mengalami endometriosis sendiri.
3.

Teori RETROGRAD MENSTRUATION


Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang dilepaskan
saat menstruasi mengalir kembali me;alui tuba ke rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa
dalm darah menstruasi terdapat sel-sel endometrim yang masih hidup. Sel-sel ini kemudian
dapat mengadakan implantasi di pelvis.

C.

Klasifikasi Endometriosis
Berdasarkan visualisasi rongga pelvis dan volume tiga dimensi dari endometriosis
dilakukan penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterlibatan ovarium dan
densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai-nilai dari skoring yang
kemudian jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi endometriosis. Nilai 1-4 adalah
minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan (stadium II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan
lebih dari 40 adalah berat (stadium IV).
Tabel Derajat Endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS (American Fertility
Society)
Peritoneum
Ovarium

Ovarium

Tuba

Endometriosis
Permukaan
Dalam
Kanan

Permukaan
Dalam
Kiri
Permukaan
Dalam
Perlekatan kavum douglas
Perlekatan
Kanan
Tipis
Tebal
Kiri
Tipis
Tebal
Kanan
Tipis
Tebal
Kiri
Tipis
Tebal

<1cm
1
2
1
4
1
4
Sebagian
4
<1/3
1
4
1
4
1
4
1
4

1-3 cm
2
4
2
16
2
16
Komplit
40
1/3-2/3
2
8
2
8
2
8
2
8

>1cm
4
6
4
20
4
20

>2/3
4
16
4
16
4
16
4
16

MenurutSarwono(2009),Endometriosis diklasifikasikan menjadi 2 bagian,yaitu :


1.

Endometritis Akuta
Terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada endometritis post partum
regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post partum pada
umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum terutama terjadi pada
abortus provokatus. Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan
hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi
leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab
yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus. Infeksi
gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan
endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan

melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan


ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini
diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi,
kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri
pada perabaan. Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di
luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan
IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung dari virulensi kuman
yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas pada endometrium,
atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen
pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang
paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.

Gejalanya :
a.

Demam

b.

Lochea berbau (pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour yang purulent)

c.

Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi

d. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri


Terapi yang diberikan :

a.

Uterotonika

b.

Istirahat, letak fowler

c.

Antibiotika

d. Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma, dapat di beri
uterotonika
2.

Endometritis Kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering ditemukan, oleh karena itu infeksi yang
tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan
lapisan fungsional dan endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya
karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium. Gejala-gejala
klinis endometritis kronika adalah leukorea dan menorargia.Sedangkan Pengobatannya
tergantung dari penyebabnya.Endometritis kronis dapat ditemukan pada :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pada tuberkulosis.
Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
Pada polip uterus dengan infeksi.
Pada tumor ganas uterus.
Pada salpingo oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada

pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang


meradang menahun. Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus
terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan
dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang
dinamakan polip plasenta. Endometritis kronika yang lain umumnya akibat infeksi terusmenerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
a. Flour albus yang keluar dari ostium
b. Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi
Terapi : Perlu dilakukan kuretase
D.

Gambaran Klinis Endometritis

Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya
tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh
darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat
menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada
endometrium agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang
tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai
hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi
menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada
endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak
boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang
disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis yaitu :
1.

Nyeri abdomen bagian bawah

2.

Mengeluarkan keputihan

3.

Kadang terjadi pendarahan


Endometritis dapat menyebabkan penyebaran pada :

1.

Miometritis (pada otot rahim)

2.

Parametritis (sekitar rahim)

3.

Salpingitis (saluran otot)

4.

Ooforitis (indung telur)

5.

Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses

Menurut Varney, H (2009),Tanda dan gejala dari endometritis meliputi :


1.

Takikardi 100-140 bpm

2.

Suhu 30 - 400C

3.

Menggigil

4.

Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral

5.

Peningkatan nyeri setelah melahirkan

6.

Sub involusi

7.

Distensi abdomen

8.

Lochea sedikit dan berbau busuk, mengandung darah seropurulen

9.

Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai Infeksi Streptococcus

10. Jumlah sel darah putih meningkat


E.

Patofisiologi Endometritis
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau
saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena
penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh
wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat
mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan
sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel
endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel
endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron
dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan
mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mkroorganisme tersebut akan menghasilkan
makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan
sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial.
Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium
yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama
dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel
endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke
bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus
endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan
progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada
saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan
endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah
di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini
menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang

terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks. Adhesi juga
dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii.
Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba
fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus
menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.
F.

Diagnosa Klinis Endometritis


Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran mucopurulen pada
vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis tidak
didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsy endometrial. Tetapi pada kondisi
lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi traktus genital per rectum adalah teknik yang
sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina
untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi
vagina tidak selalu mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari
uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem
penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari
vagina alami.
Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik,
penilaian isi dari vagina. Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan
pada kasus endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami
pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari program
kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari
vagina yang diketahui lewat palpasi rektal.
Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan.
Yang harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus,
ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan konsistensinya.
Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta atau vagina purulenta saat periode
postpartum dapat membantu diagnosa endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk
memastikan adanya pus, mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil pus yang
terdapat pada pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang mangarah
pada endometritis. Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis) juga
mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi uterus,
penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan spekulum.
Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau subklinis, diagnosa diperkuat dengan biopsy

uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsy akan tampak adanya peradangan akut
atau kronik pada dinding uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan
terjadinya endometritis dan adanya organisme di dalam uterus.
Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama neutrofil granulocyte dan
dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus. Cara sederhana juga adalah dengan
melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan mengambil mukus untuk di inspeksi.
Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat, menyediakan informasi sensory tambahan seperti
deteksi laserasi vagina dan deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah
pembersihan vulva menggunakan paper towel kering dan bersih, sarung tangan berlubrican
melalui vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik
eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan biasanya tetap di
vagina untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual telah sah dan tidak
menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase respon protein akut atau
menunda involusi uterus.
Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan cervicitis mungkin memberikan hasil yang
salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan menggunakan autoclavable plastik, metal atau
disposable foil- lined cardboard vaginoscope, yang diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina.
Tetapi mungkin ada beberapa resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak mudah,
potensial untuk transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk pemeriksaan mukus vagina
terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere karet yang digunakan untuk
mengeluarkan isi vagina.

G.

Komplikasi pada Endometrisis


Komplikasi yang potensial dari endometritis adalah sebagai berikut :

1.

Luka infeksi
Infeksi luka biasanya terjadi pada hari kelima pasca operasi sebagai demam menetap
meskipun pasien mendapat terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya dijumpai eritema,
indurasi, dan drainase insisi.

2.

Karena peritonitis
Peritonitis pasca sesar mirip dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen
biasanya tidak terlalu mencolok karena peregangan abdomen yang berkaitan dengan

kehamilan. Nyeri mungkin hebat. Jika infeksi berawal di uterus dan meluas hanya ke
peritonium di dekatnya (peritonitis panggul),terapi biasanya medis. Sebaliknya peritonitis
abdomen generalisata akibat cedera usus atau nekrosis insisi uterus, sebaiknya diterapi
secara bedah .
3.

Parametrial phlegmon
Pada sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar , terjadi selulitis
parametrium yang intensif. Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah indursi yang disebut
flegmon, di dalam lembar-lembar ligamentum latum (parametria)atau dibawah lipatan
kandung kemih yang berada di atas insisi uterus. Selulitis ini umumnya unilateral dan dapat
meluas ke lateral ke dinding samping panggul. Infeksi ini harus dipertimbangkan jika demam
menetap setelah 72 jam meskipun pasien sudah mendapat terapi untuk endomiometritis pasca
sesar.

4.

Panggul abses
Flegmon parametrium dapat mengalami supurasi, membentuk abses ligamentum
latum yang fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang mengancam nyawa.
Dapat dilakukan drainase abses dengan menggunakan tuntunan computed tomography,
kolpotami, atau melalui abdomen, bergantung pada lokasi abses.

5.

Abses subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus


Kompilkasi serius endometritis pada wanita yang melahirkan sesar adalah terbukanya
insisi akibat infeksi nekrosis disertai perluasan ke dalam ruang subfasia di sekitar dan
akhirnya pemisahan insisi fasia . Hal ini bermanifestasi sebagai drainase subfasia pada wanita
dengan demam lama. Di perlukan eksplorasi bedah dan pengangkatan uterus yang terinfeksi.

6.

Septik panggul thrombophlebitis


Di dahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi uterus. Infeksi
dapat meluas di sepanjang rute vena dan mungkin mengenai vena-vena di ovarium.

H.

Penatalkasanaan
1. Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terpi. Evaluasi
klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan
bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi
antibiotik.
2. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah
terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat

mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang
memadai.
3. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post
partum.
4. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang
tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan
plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati.
Histerektomi dan salpingo oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia
teah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik
klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).
I.

Pencegahan Endometritis
1.

Menyembuhkan penyakit metabolisme ini sangat baik dengan memenuhi kebutuhan


nutrisi sapi

2.

Meningkatkan BCS 2 ke 3

3.

Memenuhi kebutuhan magnesium

4.

Perbaiki kebutuhan nutrisi, dan lingkungan kandang

5.

Menjaga kebersihan alat yang digunakan dalam pertolongan kelahiran

6. Mengawinkan sapi betina hendaknya dilakukan sekurang-kurangnya 60 hari post


partum
7.

Dalam menangani retensi sekundinarum segera diadakan pertolongan dengan teknik


yang baik dan menyeluruh, jangan ada sisa sekundinae yang tertinggal di dalam
uterus

2.1.
KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN MENURUT VARNEY
1. Pengertian Manajemen
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah.
Penemuan- penemuan ketrampilan dalam rangkaian tahapan yang logis untuk
pengambilan suatu keputusan yang berfokus untuk klien ( Varney, 2004)
2. Langkah- langkah Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yang berurutan
membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam situasi.
Akan tetapi langkah tersebut bias dipecah- pecah ke dalam tugas- tugas

tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien. Menurut


Varney (2004), ada 7 langkah manajemen varney :
1. PENGKAJIAN
Pada langkah satu dikumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien
secara keseluruhan, baik data subyektif maupun data obyektif.
1) Data subyektif
Adalah data yang merupakan pernyataan yang disebabkan oleh pasien dan dicatat
sebagai kutipan langsung dan hanya mencatat tanda- tanda dan sesuai dengan kasus
yang diambil penulis mioma uteri, maka pada pengkajian lebih difokuskan pada
pemeriksaan gynekologis (Varney, 2004). Pengkajian pasien meliputi :
a) Identitas pasien
(1) Nama pasien
Dikaji pasien dengan nama jelas dan lengkap, untuk menghindari adanya
kekeliruan atau membedakan
dengan pasien lainnya (Depkes,2009).
(2) Umur
Umur pasien dikaji untuk mengetahui apakah pasien termasuk golongan resiko
tinggi terserang mioma uteri, karena mioma uteri lebih sering ditemukan pada
wanita pada umur 35-34 tahun (Depkes, 2009).
(3) Agama
Dengan mengetahui agama pasien maka petugas dapat memberikan dukungan
moril sesuai dengan kepercayaannya (Depkes, 2009).
(4) Suku/bangsa
Untuk mengetahui factor pembawa/ ras. Pada wanitadengan ras. Pada wanita
dengan khas tertentu khususnyawanita berkulit hitam angka kejadian mioma uteri
tinggi(Depkes, 2009).
(5) Tingkat pendidikan
Latar

belakang

pendidikan

akan

mempengaruhipengertian

dan

tingkat

pengetahuan pasien terhadapmasalah kesehatan reproduksi (Depkes, 2009).


(6) Pekerjaan
Pekerjaan akan mempengaruhi aktivitas, istirahat, gizi,tingkat social ekonomi dan
besarnya penghasilan(Depkes, 2009).
(7) Alamat
Untuk mengetahui tempat tinggal pasien(Depkes, 2009)

b). Keluhan utama


Untuk mengetahui alasan/ keluhan utama yang menyebabkan pasien dating berkaitan
dengan penyakitnya.Pada mioma uteri alasan masuk biasanya adalah ibu merasakan
nyeri sekali setiap menstruasi disertai nyeri dibagian panggul dan dalam sebulan bias
mengalami dua kali menstruasi dan darah menstruasi banyak. Pada endometriosis
biasanya pasien mengeluhkan adanya nyeri pada perut bawahnnnnnnnn (Wiknjosastro,
2007).
c) Riwayat haid
Untuk mengetahui menarche umur berapa, apakah siklus haidnya teratur atau tidak
berapa hari lamanya haid,banyaknya darah yang keluar pada waktu haid. Apakah ada
keluhan nyeri pada saat haid, kapan tanggal haid terakhir.
Pada kasus endometriosis biasanya haidnya lama, nyeri pada waktu mens dan terjadi
perdarahan di luar siklus mens(Wikjosastro, 2007).
d) Status perkawinan
Berapa kali kawin, berapa usia kawin pertama, berapa lama perkawinan, suami yang
ke berapa (Wikjosastro, 2007).
e) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
Riwayat kehamilan dikaji untuk mengetahui apakah ibu pernah hamil dan bersalin,
apa keadaan anak hidup. endometriosis lebih sering di dapat pada wanita multipara atau
kurang subur dan endometriosis dapat menyebabkan infertilitas(Wikjosastro, 2007)

f) Riwayat KB
Riwayat KB terutama dikaji untuk mengetahui penggunaan KB hormonal yaitu
esterogen, karena rangsanagan esterogen merupakan factor predisposisi terjadinya
mioma uteri (Wikjosastro, 2007).
g) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini dan mengetahui adakah

penyakit

lain yang biasa memperberat keadaan pasien (Wikjosastro, 2007).


2) Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah penderita pernah menderita suatu penyakit kronis, menular, penyakit
infeksi, apakah pernah menjalani operasi dan jenis operasi apa yang dialami dan
kapan operasi tersebut (Wikjosastro, 2007).

3) Riwayat kesehatan keluarga


Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular
seperti: AIDS, hepatitis, TBC, dan penyakit menurun seperti: Asma, jantung, DM,
hipertensi, maupun keturunan kembar (Wikjosastro 2007).
h) Pola kebiasaan sehari- hari
1) Pola nutrisi
Pola nutrisi perlu dikaji bagaimana variasi makanan,bagaimana kuantitas dan
kualitas makanan, apakah ada makanan pantangan atau tidak, karena setelah
operasi penderita mioma uteri biasanya mengalami anemia, dan lemas akibat
perdarahan yang berlebihan. Pada pasien post histerektomi atas indikasi mioma
uteri biasanya diperbolehkan makan dan minun setelah flatus (Wiknjosastro, 2007).
2) Pola eliminasi
Apakah ada keluhan BAK, bagaimana warnanya, berapakali kencing dalam
sehari, apakah ada keluhan BAB,bagaimana konsistensinya, berapa kali BAB
dalam sehari. Pada pasien endometriosis pola eliminasi normal 6-7 kali
per(Wiknjosastro, 2007).
3) Istirahat
Pola istirahat dikaji mengenai kebiasaan ibu tidur malamdan siang hari
(Wiknjosastro, 2007).
4) Personal hygine
Berapa kali dalam sehari aktivitas mandi, gosok gigi,danganti pakaian. Bagaimana
kebersihan daerah kelamin(Wiknjosastro, 2007).
5) Aktivitas seksual
Berapa kali dalam seminggu ibu melakukan hubunganseksual, karena adanya
endometriosis dalam uterus dapat menimbulkan perdarahan(Wiknjosastro, 2007)
i) Data Pesikologis
Dikaji untuk mendapatkan dukungan moral dan penjelasan sehingga pasien lebih
tenang. Pada pasien mioma uteri biasanya pasien mengatakan khawatir, takut dan
cemas(Depkes, 2009).
2). Data obyektif
a) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :
Untuk mengetahui keadaan umum pasien baik, sedang lemah.Biasanya keadaan
umum pasiendengan post histerektomi lemah karena mengalami anemia (Depkes,
2009).
2) Kesadaran pasien :

Apakah pasien sadar sepenuhnya (composmentis), apatis, somnolen, delirium,


semi koma atau koma. Kesadaraan pasien post histerektomi koma atau syok karena
perdarahan setelah dilakukan histerektomi (Depkes,2009).
3) Tekanan Darah :
Meningkat karena hipertensi dan kecemasaan yang dialami ibu dapat menjadi
factor predisposisi,batas normal tekanan darah 120/80 mmHg (Depkes,2009)
4) Nadi :
Denyut nadi dihitung dalam 1menit. Normal nadi 60- 80 x/menit. Pada pasien
endometriosis denyut nadi normal (Depkes, 2009).
5) Suhu :
Pada pasien endometriosis normal. Normal suhu rectal/axilla 36 -37,5
6) Respirasi
Pada endometriosis menjadi stabil, normalnya 16-24
b) Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Rambut
: Tampak bersih atau kotor, mudahdi cabut atau tidak
Mata
: Conjungtiva anemia atau tidak, apakah sclera tampak
Mulut
Leher
Dada
Perut

atau tidak
: Apakah ada stomatitis, bersih atau kotor,pada gigi caries atau tidak
: Apakah ada pembesaran kelenjar tiroidatau tidak
: Apakah keadaan dada pada saat bernafasnormal atau tidak
: Padakasus post histerektomi ini nampak bekasluka operasi diperut

dan adanya pembesaran


Vulva
: Apakah ada varices, apakah ada bekas luka perineum.
Anus
: Apakah ada haemoroid atau tidak
Ekstremitas : Simetris atau tidak, ada oedema atau tidak. Pada
Urogenital

ikterik

pasien post

histerektomi padatangan terpasang infus


: Apakah ada perdarahan yang keluar.Pada kasus ini terdapat

pengeluaran pervaginam berupa darah terpasang DC.


1) Palpasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah pengangkatan uterus
dalam rahim berhasil.
2) Auskultasi
Untuk mengetahui apakah terdapat suara pekak atau tidakdi bagian perut maka
diketahui terjadi distensi atau tidak.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan urine(warna, kejernihan, bau
dan protein) (Saifudidin, 2002).Yang termasuk dalam data penunjang yang di
butuhkandalam menegakkan diagnose mioma uteri adalahPemeriksaan darah

(hemoglobin) untuk mengetahui kadarHb ibu kurang atau tidak pasca operasi
untuk indikasidiberikannya transfusi darah jika diperlukan.(Wiknjosastro,
2007).
II. INTERPRETASI DATA
Dx: Ny I umur 32 tahun dengan Endometrosis
Ds : ibu mengatakan perutnya sakit dan nyeri
Do: Keadaan Umum
Kesadaran

: Somnolen

TTV

: Baik

: TD

: (100-120/60-80 mmHg)

: (60-100 x / menit)

: (36,5-37,50C)

RR

: (16-24 x / menit)

Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan
dari hasil pengkajian yang disertai diagnosis.Masalah yang sering timbul pada
kasus mioma uteri adalah ibu mengatakan tidak nyaman dan merasa cemas
terhadap luka jahitan bekas oprasi.
b

Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam
diagnosis dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisi data.
Kebutuhan yang diperlukan untuk kasus mioma uteri adalah beri dukungan moral
dan informasi mengenai mioma uteri.
III. DIAGNOSA POTENSIAL
Pada kasus endometriosis yang dapat terjadi adalah infertilitas
IV. TINDAKAN SEGERA

Konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam managemen asuhan kebidanan
dengan dokter spesialis
V. INTERVENSI
Dx

: Nyumur tahun dengan endometriosis

Tujuan

: Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 2 hari diharapkan


keadaan pasien membaik.

Kriteria hasil

: Keadaan umum : baik

Kesadaran

: composmentis.

TD

: Normal (100-120/60-80 mmHg).

Nadi

: Normal (60 100 kali/menit).

Suhu

: Normal (36,5 37,5oC).

Pernafasan

: Normal (16 24 kali / menit).

Intervensi
a. Lakukan pendekatan terapeutik pada klien.
Rasional : menjalin hubungan yang baik dan menciptakan kepercayaan klien kepada
petugas.
b. Melakukan periksaan Tanda-Tanda Vital.
Rasional : TTV merupakan parameter awal untuk mendeteksi adanya kelainan dalam
tubuh.
c. Jelaskan pada ibu beberapa tindakan yang mungkin akan dilakukan di Rumah sakit
Rasional : agar pasien mengerti tindakan apa yang akan dilakukan petugas
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
Rasional : pemberian obat yang tepat dan cepat akan mengurangi resiko terjadinya
komplikasi lanjut
e. Memberikan KIE tentang makan-makanan gizi seimbang

Rasional : tubuh menjadi sehat dan mempercepat penyembuhan luka

VI. IMPLEMENTASI
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
R/ Dengan mengetahui tentang kondisinya, maka ibu dapat kooperatif dalam
pemberian asuhan
2. Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan medis selanjutnya
R/ Dengan tindakan medis yang tepat dan cepat dapat mengurangi keganasan dan
komplikasi
3. Berikan konseling tentang:
Nutrisi
Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makan makanan yang seimbang,terutama
meningkatkan protein untuk penyembuhan luka.
Istirahat
Menganjurkan ibu untuk istrahat yang cukup untuk menunjang kesembuhan luka ibu.
Personal Hygiene
Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan terutama genetalia,untuk mencegah
terjadinya infeksi lain
R/ Konseling sangat penting untuk kelancaran pemberian asuhan
4. Berikan dukungan pada ibu dan libatkan suami dalam pemberian asuhan
R/ Dukungan dan motivasi memperbaiki psikis ibu
VII. EVALUASI
Seperangkat tindakan yang saling berhubungan untuk mengukurpelaksanaan serta
didasarkana atas tujuan dan kreteria.Guna mengevaluasi ini untuk menilai kemampuan
dalam memberi asuhan kebidanan. Dalam evaluasi menggunakan format SOAP. Yaitu :
S : data yang diperoleh dari wawancara langsung
O : data yang diperoleh dari hasil observasi dan pemeriksaan
A : pernyatan yang terjadiatas data subyektif dan objektif
P : perencanaan yang ditentukan sesuai dengan masalah yang terjadi

BAB V
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau desidua, dengan ekstensi ke
dalam miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis biasanya terjadi akibat infeksi naik
dari saluran kelamin bawah. Dari perspektif patologis, endometritis dapat diklasifikasikan
sebagai akut vs kronis. Endometritis akut ditandai dengan kehadiran neutrofil dalam kelenjar
endometrium. Endometritis kronis bnnnnnnnnnnnnnnditandai dengan adanya sel plasma dan
limfosit dalam stroma endometrium. Endometritis ini mempunyai dua macam, yaitu
endometritis akut dan kronis, dengan gejala-gejala yang kadang terlihat dan kadang pula
tidak terlihat, yang terlihat seperti adanya demam, kontraksi uterus yang kurang baik, serta
adanya perdarahan yang tidak normal. Endometriosis ini disebabkan oleh karna adanya
infeksi bakteri diantaranya Campylobacter foetus, Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas
foetus. Endometritis yang masuk melalui proses persalinan yang kurang menjaga
kesterilannya.

B.

Saran
Semoga makalah yang kami buat ini daapt bermanfaat sebagai salah satu bahan ajar
ataupun referensi dalam materi KB dan Kesehatan Reproduksi ini.

DAFTAR PUSTAKA
Taber, Ben-Zion. (2011). Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi.Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (2009). Kapita Selekta Kedokteran (Jilid 1).Jakarta: Media Aesculapius.
Varney, H. (2011). Buku Saku Bidan.Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, H. (2010). Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Wiknjosastro, H. (2006). ILMU KEBIDANAN. Edisi III.Jakarta : Gramedia

You might also like