You are on page 1of 8

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI

PADA BAYI 0 6 BULAN DI PUSKESMAS


DARUSSALAM TAHUN 2016
Anis aminal
ABSTRAK
Pemberian ASI secara eksklusif selam 6 bulan sangat penting di lakukan namun
pada kenyataan pemberian ASI eksklusif saat ini masih rendah. Berdasarkan
pengamatan di Puskesmas Darussalam Aceh Besar bahwa ibu yang memberikan
ASI eksklusif pada bayinya yaitu 45 orang (31%), sedangkan yang tidak
memberikan ASI eksklusif yaitu 100 orang (69%). Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pada bayi 0 - 6
bulan Di Puskesmas Darussalam Aceh Besar. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif
korelatif dengan desain cross sectional study dan menggunakan teknik
pengumpulan data accidental sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu yang mempunyai anak usia 7-12 bulan yang pernah mengunjungi
Puskesmas Darussalam Aceh Besar. Sampel yang digunakan sebanyak 96 orang.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 28 Juli - 9 Agustus 2016 di Puskesmas
Darussalam Aceh Besar. Alat instrumen berupa kuesioner. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan
pemberian ASI didapatkan hasil berarti p = (0,031) < (0,05), pada faktor
pendidikan dengan pemberian ASI didapatkan hasil hubungan yang signifikan p =
(0,007) < (0,05), pada faktor pekerjaan dengan pemberian ASI didapatkan hasil
hubungan yang signifikan p = (0,014) < (0,05), pada faktor pendapatan dengan
pemberian ASI didapatkan hasil hubungan yang signifikan p = (0,032) < (0,05),
pada faktor pendapatan dengan pemberian ASI didapatkan hasil hubungan yang
signifikan p= value (0,032) < (0,05), sedangkan pada faktor sosial budaya dengan
pemberian ASI didapatkan hasil hubungan yang signifikan p-value (0,007) <
(0,05). Penulis menyarankan kepada perawat puskesmas agar dapat memberikan
penyuluhan bagi para ibu atau masyarakat mengenai pemberian ASI eksklusif
melalui media yang mudah diterima oleh masyarakat seperti menggunakan leaflet
dan poster.
Kata kunci

: Pengetahuan, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Sosial budaya,


Pemberian ASI
Daftar bacaan : 22 buku, 7 skripsi, 5 sumber internet (2002-2015)

1. PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia baik sebagai
insan maupun sebagai sumber daya pembangunan merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Pembangunan manusia sebagai insan tidak
terbatas hanya pada kelompok umur tertentu saja melainkan berlangsung
dalam seluruh kehidupan manusia sejak janin sampai usia lanjut. Salah satu
upaya untuk melahirkan generasi yang sehat, cerdas dan berkualitas adalah
dengan memberikan makanan yang sempurna sejak dini yaitu Air Susu Ibu
(ASI) (Kemenkes RI, 2013).
Menurut Proverawati dan Rahmawati (2010, p.40) menyusui
merupakan salah satu komponen dari reproduksi hamil, melahirkan, dan
menyusui, proses menyusui selalu berjalan baik karena menyusui itu bukan
sesuatu

yang

terjadi

dengan

sendirinya,

tetapi

merupakan

suatu

keterampilan yang perlu diajarkan dan dipersiapan sejak lahir. Menyusui


adalah

cara

terbaik

bagi

ibu

untuk

memberikan

kasih

sayang,

mengoptimalkan potensi tumbuh kembang bayi dan meningkatkan ikatan


kasih sayang serta melatih reflek dan motorik bayi (Fikawati, 2015, p.49)
Bayi yang tidak mendapatkan ASI selama 6 bulan dapat
mengakibatkan bayi lebih mudah terjangkit berbagai macam infeksi,
penyakit dan bahkan kematian. Menurut WHO dalam Khamzah (2012,
p.68) dampak tidak diberi ASI secara eksklusif maka bayi lebih mudah
terserang penyakit seperti asma, alergi, infeksi saluran pernapasan akut,
kurang gizi, dan meningkatkan resiko kematian pada bayi dan anak-anak.
Hasil penelitian yang dilakukan Rogan dalam Roesli (2008) bahwa bayi

yang

tidak pernah disusui memiliki 21% lebih besar resiko kematian

dalam periode pasca-neonatal daripada mereka yang disusui.


Menurut Roesli (2008, p.78) rendahnya pemberian ASI eksklusif di
kalangan ibu menyusui disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif. Pengetahuan ini merupakan aspek penting sebagai
landasan dasar sehingga ibu mau menyusui ASI secara eksklusif, karena
dengan ibu memahami dan mengerti tentang keunggulan ASI yang tidak
akan tertandingi oleh susu formula apapun akan melahirkan dorongan
menyusui dengan ASI semakin tinggi.
Menurut Kristiyanasari (2009, p.24) bahwa penyebab menurunnya
pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pengetahuan
ibu tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI, pendidikan ibu yang
rendah, pekerjaan ibu menyusui yang padat, dan faktor eksternal yaitu
petugas kesehatan yang kurang maksimal melakukan penyuluhan, sosial
budaya (tradisi) dan maraknya iklan mengenai susu formula. Sementara
menurut teori perilaku dari Notoatmodjo (2007, p.54) menyatakan bahwa
keterpaparan informasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang. Dalam hal ini perilaku tersebut merupakan praktik
pemberian ASI eksklusif.
Tingkat pengetahuan ibu maupun keluarga sangat mendukung proses
pemberian ASI ibu. Banyak keluhan ibu menyusui bahwa anaknya tidak
sabaran, ibu mengatakan air susunya tidak keluar, anaknya tidak mau
menyusu, dan sebagainya. Hal tersebut dapat terjadi bahkan sering terjadi di

masyarakat, begitu pula ibu menyusui yang juga harus meninggalkan rumah
untuk bekerja (Widura, 2013, p.36).
Tingkat pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya
pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah terutama dalam pemberian ASI
eksklusif. Menurut penelitian (Kasmayanti, 2005), ibu yang mempunyai
tingkat pendidikan yang tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau
hal-hal yang baru guna pemeliharaan kesehatan bayinya. Pendidikan juga
membuat ibu terdorong untuk mencari pengalaman sehingga informasi yang
di terima menjadi pengetahuan ibu itu sendiri.
Pada zaman sekarang para wanita sudah banyak yang mencari
nafkah di luar rumah, sehingga mereka sering meninggalkan keluarganya
terutama anak-anaknya. Wanita yang baru saja melahirkan terpaksa tidak
mensukseskan program ASI Eksklusifnya dikarenakan waktu cuti
melahirkan hanya 12 minggu, dimana 4 (empat) minggu sering diambil
sebelum melahirkan, sehingga ibu yang bekerja hanya bisa mendampingi
bayinya secara intensif selama 2 (dua) bulan saja termasuk dalam menyusui
bayinya, setelah itu ibu sudah mulai untuk kembali bekerja (Nugroho, 2011,
p.34).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Farmawati
(2012), di Posyandu Jakarta Timur, didapatkan bahwa ibu
yang mempunyai bayi 0 - 12 bulan yang tidak memberikan
ASI eksklusif adalah ibu yang menSdapatkan pendapatan
keluarga yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan
ibu, dimana banyak ibu yang mempunyai bayi 0 - 12 bulan

di Posyandu Fatmawati
menunjukkan

bahwa

yang bekerja di luar rumah. Ini


pendapatan

keluarga

yang

ibu

dapatkan lebih dari rata-rata upah minimum kota Jakarta.


Hal ini yang menyebabkan ibu menyusui kurang dalam
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
Berdasarkan penelitian Rhokliana (2011) yang berjudul hubungan
sosial budaya dengan pemberian ASI pada bayi di wilayah kerja puskesmas
keruak kabupaten lombok timur, adapun kebiasaan ibu yang kurang baik
pemberian

ASI

sebesar

48,8%,

seperti

kebiasaan

memberikan

makanan/minuman setelah bayi lahir seperti madu, air kelapa, nasi papah,
pisang, dan memberikan susu formula sejak dini, dan kepercayaan
responden seperti adanya kepercayaan kalau menyusui dapat merusak
bentuk payudara

dan adanya kepercayaan memberikan madu/air manis

merupakan suatu ajaran agama dan hasil penelitian menunjukkan ada


hubungan yang signifikan (p<0,05) antara sosial budaya dengan pemberian
ASI di wilayah kerja puskesmas keruak kabupaten lombok timur.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nova Racmaniah (2014)
yang berjudul hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dengan
tindakan ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas kecamatan katasura
surakarta dengan 72 responden, hasil penelitian yang didapatkan 47 ibu
(65,3%) berpengetahuan buruk dimana 41 ibu (56,92%) tidak memberikan
ASI eksklusif dan 6 ibu (8,3%) memberikan ASI eksklusif pada anaknya,
sedangkan 25 ibu (34,7%) berpengetahuan baik, ibu yang berpengetahuan
baik dan tidak memberikan ASI eksklusif yaitu 15 ibu (20,8%) dan yang

memberikan ASI eksklusif yaitu 10 ibu (13,9%). Dari hasil uji chi square
didapatkan nilai P = 0,008, dan hasil penelitian ini ada hubungan bermakna
antara tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dengan tindakan ASI eksklusif.
Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan

sangat

penting

dilakukan namun pada kenyataannya cakupan pemberian ASI eksklusif


sampai saat ini di Indonesia masih rendah. Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 cakupan ASI Eksklusif di Indonesia sebesar 30,2%
dan mengalami penurunan dibanding pada tahun 2010 sebesar 32,3%
(Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 cakupan
pemberian ASI eksklusif sebesar 52,3% belum mencapai target. Menurut
provinsi, hanya terdapat satu propinsi yang berhasil mencapai target yaitu
Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 84,7%. Provinsi Jawa Barat, Papua
Barat, dan Sumatera Utara merupakan tiga provinsi dengan capainya
terendah (Kemenkes RI, 2014).
Menurut Profil Kesehatan Kabutapen Aceh Besar tahun
2014, bayi yang mendapat ASI Eksklusif adalah bayi yang
diberi ASI Eksklusif pada tahun 2013 di Kabupaten Aceh
Besar

adalah

57,99%

sedangkan

pada

tahun

2014

presentase bayi yang diberi ASI Esklusif tidak terjadi


peningkatan yang signifikan yaitu hanya sebanyak 63,0%
(Dinkes Aceh Besar, 2014).
Berdasarkan data awal yang di dapat Puskesmas Darussalam Aceh
Besar dari Agustus sampai dengan Desember 2015, jumlah bayi yang

terdaftar di Puskesmas Darussalam adalah 145 orang. Ibu yang memberikan


ASI ekskluksif pada bayinya yaitu 45 orang (31%) sedangkan yang tidak
memberikan ASI eksklusif yaitu 100 orang (69%). Dan hasil wawancara
perawat puskesmas masih sangat rendah ibu yang memberikan ASI
Eksklusif pada bayi usia 0 sampai 6 bulan.
Berdasarkan wawancara terhadap sepuluh orang ibu diantaranya
yaitu 6 orang ibu mengatakan tidak sepenuhnya memberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan dikarenakan bayi masih tidak kenyang apabila diberikan ASI
saja, dan harus dibarengi dengan makanan pendamping lainnya seperti susu
formula, pisang dan bubur. Sedangkan 4 orang ibu mengatakan pemberian
ASI eksklusif diberikan selama 6 bulan tanpa makanan yang lain karena
menurut mereka ASI sudah mencukupi kebutuhan anaknya.
Adapun

data

yang

didapatkan

tentang

faktor-faktor

yang

berhubungan dengan pemberian ASI di Puskesmas Darussalam yaitu


kebanyakan ibu berpendidikan SD/SMP, dimana pendidikan ibu yang sangat
rendah sehingga tidak sepenuhnya ibu-ibu memberikan

ASI secara

eksklusif selama 6 bulan. Ibu berpendapat bahwa bayinya tidak kenyang


apabila diberikan ASI saja dan harus diberikan makanan pendamping
lainnya seperti susu formula. Hal ini juga didukung dengan adanya
pekerjaan ibu yang kebanyakan berprofesi sebagai petani dan pedagang
yang tidak sempat untuk memberikan ASI kepada anaknya secara eksklusif
serta sosial budaya di tempat tinggal yang mengatakan bahwa memberikan
madu/air manis ssngat bermanfaat bagi bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangan si bayi.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengetahui apa saja


faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI pada bayi 0 - 6
bulan di Puskesmas Darussalam Aceh Besar.

You might also like