Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hormon berasal dari bahasa Yunani yang berarti merangsang.Hormon
yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin langsung disekresikan ke dalam darah
karena tidak memiliki saluran sendiri.Sistem kerja hormon berdasarkan
mekanisme umpan balik. Artinya, kekurangan atau kelebihan hormon tertentu
dapat mempengaruhi produksi hormon yang lain. Hal ini disebut homeostasis,
yang berarti seimbang.
Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid, yang paling
penting adalah kortisol, aldosteron dan androgen adrenal. Kelainan pada kelenjar
adrenal menyebabkan endokrinopati yang klasik seperti sindroma Cushing,
penyakit Addison, hiperaldosteronisme dan sindroma pada hiperplasia adrenal
kongenital. Kemajuan dalam prosedur diagnosis telah memudahkan evaluasi
kelainan adrenokortikal, terutama penentuan plasma glukokortikoid, androgen dan
ACTH telah memungkinkan diagnosis yang lebih cepat dan tepat . Saat ini
kemajuan pengobatan kedokteran telah dapat memperbaiki nasib sebagian besar
penderita dengan kelainan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fsiologi Kelenjar Adrenal
Anak ginjal atau kelenjar adrenal adalah organ kecil yang letaknya
berdampingan dengan ginjal pada bagian atas-dalamnya (lat. ad = dekat, ren =
ginjal). Organ ini terdiri dari bagian sumsum dan bagian kulit.
dan
desoksikorton.
dua
prekusornya,
Hormon-hormon
ini
yaitu
terutama
Gambar 1 : metabolisme kolesterol di anak ginjal dan sintesa DHEA serta steroida
lain
1) Kortisol (hidrokortison)
Penggunaan hidrokortison dengan dosis tinggi yang sering kali diperlukan
dalam terapi acapkali terganggu oleh efek-efek sampingnya, seperti retensi air dan
garam/air, udema dan hipertensi. Dengan demikian telah disintesa banyak derivat
dengan maksud memperkuat efek-efek glukokortikoid dan antiradangnya dengan
menghilangkan sebanyak mungkin efek mineralokortikoidnya. Zatzat ini sering
kali digunakan padda dermato-farmakoterapi.
Derivat-derivat yang kini tersedia dapat dibagi secara kimiawi dalam dua
kelompok, yaitu deltakortikoida dan fluorkotikoida.
a. Deltakortikoida: predniso(lo)n, metilprednisolon, budesonida, desonida dan
prednikarbat. Zat-zat ini berbeda dari kortisol dengan adanya ikatan-ganda
paa C1-2 (delta 1-2), karena itu namanya demikian. Daya glukokortikoidnya
k.1.5 x lebih kuat dan daya mineralonya lebih ringan dibandingkan degan
kortisol, sedangkan lama kerjanya k.1.2 nya lebih panjang.
b. Fluorkortikoida: betametason, deksametason, triamsolon, dll (lihat di
bawah) merupaka turunan fluor dari prednisolon dengan 1 atau 2 atom fluor
pada C6 atau / dan C9 dalam posisi alfa. Daya glukokortikoid dan anti
radangnya 10-30 x lebih kuat daripada kortisol, daya mineralonya praktis
hilang sama sekali. Plasma-t1/2-nya lebih panjang (3-5 jam) karena
perombakannya dalam hati dipersullit oleh adanya substituen-fluor, maka
efeknya juga bertahan 3-5x lebih lama.
Penggunaan sistemisnya tidak menguntungkan dibandingkan prednisolon,
karena efek sampingnya umumnya juga sebanding lebih kuat. Maka zat ini hanya
digunakan bila predniso(lo)n diperlukan dalam dosis yang terlampau tinggi.
Khususnya ketiga zat tersebut di atas banyak digunakan secara oral dan
parenteral.
Penggunaan dermalnya dalam salep/krem banyak sekali, begitu pula
penyalahgunaannya karena lebih manjur daripada hidrokortison. Tetapi seringkali
penyakit lebih cepat kambuh lagi, sedangkan efek sampingnya pada penggunaan
sembarangan bisa hebat, seperti kulit menjadi tipis dan mudah terluka dll.
Indikasi
Indikasi
terpenting
dimana
glukokortikoida
telah
membuktikan
Efek samping
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Imunosupresi,
Atrofia dan kelemahan otot (myopati steroid)
Osteoporosis
Merintangi pertumbuhan
Atrofia kulit
Diabetogen
Gejala cushing
Antimitosis
Prednisone
Mekanisme
kerja:
Kortikosteroid
bekerja
dengan
mempengaruhi
neurologic,gangguan endokrin.
Dosis: Dewasa : 1-4 tab/hari
Sediaan paten: Prednison Novarindo.
Dexamethasone
kortikosteroid
Kontraindikasi: Ulkus peptic,osteoporosis, infeksi akut, laktasi
Efek samping: Retensi cairan & elektrolit, meningkatkan kemungkinan
infeksi,
gangguan
pertumbuhan,
Sindroma
Cushing,amenorea,
Metilprednisolon
dermatitis
Konra indikasi: TBC, infeksi jamur sistemik, pemberian vaksinasi,
menyusui, osteoporosis berat.
7
Triamsinolon 4 mg
edema,
Dosis: Dewasa : sehari 4-48 mg
Sediaan: Kenacort (Bristol-Myers Squibb)
Pengaruh ekstra-adrenal ACTH antara lain dapat diilhat pada warna kulit
kosok yang disolasi. Hormon ini menyebabkan warna kulit tersebut menjadi lebih
hitam. Hal ini mungkin disebabkan karena hewan gugus asam amino ke-1 sampai
ke-13 identik dengan gugus asam amino yang terdapat pada -MSH instrinsik
pada ACTH.
Farmakokinetika
ACTH tidak efektif bila diberika per oral karena akan dirusak oleh enzim
proteolitik dalam saluran cerna. Pada pemberian IM, ACTH diabsorpi dengan
baik.
Setelah pemberian IV, ACTH cepat menghilang dari sirkulasi; pada
manusia masa paruhnya kira-kira 15 menit. ACTH yang ditemukan dalam urin
tidak mempunyai aktivitas biologis yang berarti. Ini menujukkan bahwa hormon
tersebut mengalami inaktivasi si jaringan.
Besarnya efek ACTH pada korteks adrenal tergantung dari cara
pemberiannya. Pemberian infus ACTH 20 unit terus menerus salama waktu yang
bervariasi dari 30 detik sampai 48 jam, menyebabkan sekresi adrenokortikosteroid
yang linier sesuai dengan waktu infus. Bila ACTH diberikan secara IV cepat,
sebagian besar hormon ini tidak akan bekerja pada korteks adrenal.
Saat ini ada ACTH sintetik yang lebih terpilih untuk pemakaian klinik
yaitu kosintropin.
Indikasi
ACTH banyak digunakan untuk membedakan antara insufisiensi adrenal
primer dan sekunder. Pada insufisiensi primer kelenjar adrenal mengalami
gangguan, sehingga pemeberian ACTH tidak akan menyebabkan peninggian
kadar kortisol dalam darah. Sebaliknya, pada insufisiensi sekunder gangguan
terletak di kelenjar hipofisis, sehingga pemberian ACTH akan menyebabkan
peninggian kadar kortisol darah.
Kortikotropin USP, larutan steril untuk pemakaian IM atau IV. Sediaan ini
untuk suntikan IM atau SK, dengan dosis 40 unit, diberikan sekali sehari.
Kortikotropin seng hidroksida USP, suspensi untuk pemberian IM.
Diberikan sekali sehari dengan dosis 40 unit.
Kosintropin, peptida sintetik yang dapat diberikan IM atau IV, dosis 0,25
10
2) Aldosteron
Aldosteron disintesis terutama di zona glomerulus dari korteks adrenal.laju
sekresi aldosteron merupakan subjek untuk dilakukan berbagai pengaruh.ACTH
menyebabkan stimulasi sedang dari rilisnya,tetapi efek tersebut tidak bertahan
lebih dari beberapa hari pada individu normal.meskipun aldosteron tak kurang
dari sepertiga efektivitas cortisol dalam menekan ACTH,jumlah aldosteron yang
di produksi oleh korteks adrenal tidak cukup untuk berperan serta dalam kontrol
umpan balikyang bermakna untuk sekresi ACTH.
Sesudah hipofisektomi dan eliminasi total ACTH,sekresi aldosteron
menurun secara bertahap sampai kira kira separuh dari laju normal,yang berarti
bahwa faktor lainnya ( misalnya angiotensi) maupun mempertahankan dan diduga
mengatur sekresinya.variasi independen anatara sekresi cortisol dan aldosteron
dapat juga di tampilkan dengan menggunakan lesi pada sistem saraf,seperti
deserebrasi,yang menurunkan sekresi cortisol dan pada saat bersamaan
meningkatkan sekresi aldosteron.
Efek fisiologis dan farmakologis
Aldosteron dan steroid lain dengan sifat mineralkortikoid memicu
reabsobsi natrium dari tubulus pengumpul proksimal dan tubulus berbelit
(convulated) distalis,digabungkan dengan longgar ke ekresi kalium dan ion
hidrogen.reabsobsi natrium pada kelenjar keringat dan ludah,mukosa saluran
cerna,dan melalui membran sel pada umumnya juga meningkat.kadar aldosteron
berlebih yang diproduksi oleh tumor atau overdosis dengan mineralkortikoid
lainnya menyebabkan hipernatremia,hipokalemia,alkalosis metabolit peningkatan
volume plasma,dan hipertensi.
Mineralkortikoid
berkerja
dengan
cara
terikat
pada
reseptor
tampak
di
urine
dalam
bentuk
tetrahydroaldosteron
yang
12
berbagai
penyakit
akibat
difesiensi
estrogen
dan
penyakit
vagina
yang
diberikan
beberapa
minggu
efektif
untuk
atrofi
13
pada
pertimbangan
yang
cermat
tentang
indikasi,resiko,dan
defisiensi
gonad,HRT,kanker
payudara,osteoporosis
paska
14
kehamilan,
trombosis,
perdarahan
yang
belum
jelas
15
2) Progestogen
Progesstogen dibedakan dalam 2 kelompok
1. Progesteron beserta analognya (didrogesteron, hidroksi progesterone,
medruksi progesterone)
2. Analog testoteron (noretisteron, norgestrel)
Semua progestogen baru di dikembangkan
dari
norgestrel.
Isomer
menorgia,
tetapi
efektivitasnyakalah
dibandingkan
dengan
asam
16
gangguan
siklushaiddepresi,
insomnia,
alopesia,
hirsutisme,
reaksianafilakyoid.
Dosis : Akne, retensicairan, gangguan GI, perubaahan libido, gejala pra haid,
gangguan siklus haid depresi, insomnia, alopesia, hirsutisme, reaksi anafilakyoid.
Dosis :
Endometriosis : 10 mg 2-3 kali sehari pada hari ke-5 sampai ke-25 siklus atau
terus menerus.
Infertilitas dan haid tidak teratur : 10 mg dua kali sehari pada hari kelima
ke-25
Kontrasepsi : 150 mg injeksi intramuscular dengan selaang 12 minggu,
suntikkan pertama diberikan pada hari 1-5 daur haid.
17
Noretisteron
Indikasi : Endometriosis, menorgia, dismenorea
Kontraindikasi : Kehamilan, perdarahan vagina yang belum didiagnosis,
gangguan fungsi ginjal, hepatitis kronisaktif, penyakit vascular, kanker payudara
atau genital.
EfekSamping
Akne,
retensicairan,
gangguan
GI,
perubaahan
libido,
3) Progesteron
Indikasi : Persiapan fertilisasi in vitro, kontrasepsi, perdarahan menstruasi,
hemoragik, karsinoma endometrium
Kontraindikasi : perdarahan vagina, abortus, penyakit pembuluh darah, kanker
payudara
Efeksamping : akne, urtikaria, retensicairan, gejala GI, gangguansiklushaid,
perubahan libido, haidtidakteratur, gejalaprahaid, depresi, insomniadanalopesia.
Farmakokinetika : Dimetabolisme oleh hati menjadi glukoronida atau konjugat
sulfat. Sebagian besar dosis awal cepat di degradasi oleh metabolisme lintasan
pertama, sehingga progesterone tidak mencapai jaringan bila diberikaan secara
oral. Progestin sintesis sebaliknya tidak rentan terhadap metabolisme lintasan
pertama sehingga dapat diberikansecara oral
Hidroksi progesterone hexanoat
Indikasi : Kontrasepsi
Kontraindikasi : Kehamilan, perdarahan vagina yang belum di diagnosis,
gangguan fungsiginjal, hepatitis kronisaktif, penyakit vascular, kanker payudara
atau genital.
18
pada
pasien
hipopituitarisme
akan
menyebabkan
19
20
2) Anti Androgen
Antiandrogen menghambat spermatogenesis dan menyebabkan infertilitas
yang reversible. Tetapi obat ini bukan kontrasepsi pria. Penggunaannya harus
diawali dengan pemeriksaan sperma dan dianjurkan dengan meminta informed
consent dari pasien.
Finasterid
Penghambatan
metabolism
testosterone
menyebabkan
mengecilnya prostat disertai lebih lancarnya aliran kemih dan berkurangnya tanda
obstruksi. Obat ini merupakan terapi pengganti -Blocker pada hyperplasia prostat
ringan (benign prostat hyperplasia, BPH)
Siproteron asetat
Indikasi: terapi hiperseksualitas dan penyimpangan seksual pria, sebagai terapi
tambahan paa terapikanker prostat, akne dan hirsutisme pada wanita, gejala kulit
dan vulvovagina pada klimakterium
Peringatan: tidak efektif pada alkoholisme; profil darah, fungsi hati, dan fungsi
korteks adrenal harus dimonitor; diabetes mellitus.
Kontraindikasi: penyakit hati (kecuali untuk kanker prostat), diabetes mellitus
berat, sickle cell anemia, depresi berat, kelainan tromboemboli, usia di bawah 18
tahun.
21
Efek samping: kelelahan, sesak napas, produksi sebum berkurang, perubahan pola
tumbuhnya rambut, ginekomastia, osteoporosis, penghambatan spermatogenesis,
hepatoksisitas (biasanya timbul pada dosis 200-300 mg/hari pada terapi kanker
prostat)
Dosis: untuk gejala klimakterium, lihat dosis estrogen untuk HRT
Finasterid
Indikasi: hyperplasia prostat ringan
Peringatan: obstruksi kemih, kanker prostat, gunakan kondom bila pasanagn
seksual sedang hamil
Efek samping: impotensi, libido dan volume ejakulat menurun, nyeri dan tegang
payudara
Dosis: 5 mg/hari; pengobatan harus ditinjau ulang setelah 6 bulan
Sediaan: proscar (merck sharp & dohme Australia) tablet Ss. 5 mg (K), prush
tablet Ss. 5 mg (K), prostacom(combiphar) tablet Ss. 5 mg (K), reprostom
(Pratapa nirmala) tablet Ss. 5 mg (K)
3) Norepinefrin
Norepinefrin
adalah
derivate
tanpa
gugus-metil
pada
atom-N.
22
Farmakodinamika
NE bekerja terutama pada reseptor , tetapi efeknya masih sedikit lebih
lemah bila dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek 1 pada jantung
yang sebanding dengan epinefrin, tetapi hampir tidak memperlihatkan efek 2.
Infus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolic,
tekanan sistolik, dan biasnya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat
sehingga aliran darah melalui ginjal, hati dan juga otot rangka juga berkurang.
Filtrasi glomerulus menurun hanya bila aliran darah ginjal sangat berkurang.
Reflex vagal memperlambat denyut jantung, mengatasi efek langsung NE yang
mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat perlambatan
denyut jantung ini, disertai venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat
efek langsung NE pada pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan
curah sekuncup. Tetapi curah jantung tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran
darah koroner meningkat, mungkin karena dilatasi pembuluh darah koroner tidak
lewat persarafan otonom tetapi dilepasnya mediator lain, antara lain adenosin,
akibat peningkatan kerja jantung dan karena peningkatan tekanan darah. Berlainan
dengan epinefrin, NE dalam dosis kecil tidak menimbulkan vasodilatasi maupun
penurunan tekanan darah, karena NE boleh dikatakan tidak mempunyai efek
terhadap reseptor 2 pada pembuluh darah
otot rangka. Efek metabolic NE mirip epinefrin tetapi hanya timbul pada
dosis yang lebih besar.
Indikasi
Pengobatan pada pasien shock atau sebagai obat tambahan pada injeksi
pada anastetika local.
Kontraindikasi
Obat ini dikontraindikasikan pada anesthesia dengan obat obat yang
menyebabkan
sensitisasi
jantung
karena
dapat
timbul
aritmia.
Juga
23
24
25
Akibatnya dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai
dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan gagal jantung
yang berat. Pada kadar yang tinggi dopamin menyebabkan vasokontriksi akibat
aktivasi reseptor 1 pembuluh darah. Karena itu bila dopamin di gunakan untuk
syok yang mengancam jiwa, tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor.
Reseptor dopamin juga terdapat dalam otak, tetapi dopamin yang di berikan IV,
tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah-otak.
Fenoldopam merupakan agonis reseptor D1 perifer dan mengikat reseptor
2 dengan afinitas sedang, afinitas terhadap reseptor D2, 1 dan tidak berarti.
Obat ini merupakan vasodilator kerja cepat untuk mengontrol hipertensi berat
( misalnya hipertensi maligna dengan kerusakan organ ) di rumah sakit untuk
jangka pendek, tidak lebih dari 48 jam. Fenoldopam mendilatasi berbagai
pembuluh darah, termasuk arteri koroner, arteriol aferen dan eferen ginjal dan
arteri mesenteric. Masa paruh eliminasi fenoldopam intravena, setelah
penghentian 2-jam infuse ialah 10 menit. Efek samping akibat vasodilatasi berupa
sakit kepala, muka merah, pusing, takikardia atau bradikardia.
Dopeksamin merupakan analog dopamin dengan aktivitas intrinsic pada
reseptor D1, D2 dan 2, juga menghambat ambilan katekolamin. Obat ini agaknya
memperlihatkan efek hemodinamik yang menguntungkan pada pasien gagal
jantung berat, sepsis dan syok. Pada pasien dengan curah jantung rendah, infus
dopeksamin meningkatkan curah sekuncup dan menurunkan resistensi vascular
sistemik.
Indikasi
Pengobatan pada pasien syok dan hipovolemia.
Kontraindikasi
Dopamin harus dihindarkan pada pasien yang sedang diobati dengan
penghambat MAO.
Efek Samping
Dosis belebih dapat menimbulkan efek adrenergic yang berlebihan.
Selama infuse dopamine dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia, nyeri
dada, nyeri kepala, hipertensi dan peningkatan tekanan diastolic.
26
DOBUTAMIN
Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
Struktur senyawa dobutamin mirip dopamin, tetapi dengan substitusi
aromatic yang besar pada gugus amino. Dobutamin merupakan campuran resemik
dari kedua isomer / dan d. Isomer / adalah 1-agonis yang poten sedangkan
isomer d 1-bloker yang poten. Sifat agonis isomer / dominan, sehingga terjadi
vasokontriksi yang lemah melalui aktivasi reseptor 1. Isomerd 10 kali lebih
poten sebagai agonis reseptor daripada isomer / dan lebih selektif untuk reseptor
1 daripada 2.
Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada efek
kronotropik dibandingkan isoproterenol. Hal ini disebabkan karena resistensi
perifer yang relative tidak berubah ( akibat vasokontriksi melalui reseptor
1diimbangi oleh vasodilatasi melalui reseptor 2 ), sehingga tidak menimbulkan
reflex takikardi, atau karena reseptor 1 di jantung menambah efek inotropik obat
ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang sebanding, efek dobutamin
dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding isoproterenol,
tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2 obat ini sebanding.
Dengan demikian, infuse dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas jantung
dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan
resistensi perifer relative tidak berubah.
Farmakokinetik
Norepinefrin, isoproterenol dopamine dan dobutamin sebagai katekolamin
tidak efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada
pemberian SK. Isoproterenol diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral
atau sebagai aerosol atau sublingual sehingga tidak dianjurkan. Obat ini
merupakan substrat yang baik untuk COMT tetapi bukan substrat yang baik unuk
MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang daripada epinefrin. Isoproterenol
diambil oleh ujung saraf adrenergic tetapi tidak sebaik epinefrin dan NE.
Nonkatekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya efektif pada
27
pemberian oral dan kerjanya lama, karena obat obat ini resisten terhadap COMT
dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati sehingga efektif per
oral.
Indikasi
Pengobatan pada jantung
Kontraindikasi
Pasien dengan fibrilasi atrium sebaiknya dihindarkan karena obat ini
mempercepat konduksi AV.
Efek samping
Tekanan darah dan denyut jantung dapat sangat meningkat selama
pemberian dobutamin.
3. EPINEFRIN
Epinefrin merupakan prototype obat kelompok adrenergic. Zat ini dihasilkan juga
oleh anak-ginjal dan berperan pada metabolisme hidrat-arang dan lemak.
Adrenalin memiliki semua khasiat adrenergis alfa dan beta, tetapi efek betanya
relative lebih kuat ( stimulasi jantung dan bronchodilatasi ).
Mekanisme Kerja
Farmakodinamika
Pada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf
adrenergic. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf
adrenergic adalah NE. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung,
otot polos pembuluh darah dan otot polos lain.
dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif
epinefrin pada jantung.
Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu
diastole, dari nodus sino-atrial ( SA ) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian
28
mempercepat firing rate pacu jantung dan merangsang pembentukan focus ektopik
dalam ventrikel. Dalam nodus SA, epinefrin juga menyebabkan perpindahan pacu
jantung ke sel yang mempunyai firing rate lebih cepat.
Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari atrium
ke nodus atrioventrikular ( AV ). Epinefrin juga mengurangi blok AV yang terjadi
akibat penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain itu epinefrin memperpendek
periode refrakter nodus AV dan berbagai bagian jantung lainnya. Epinefrin
memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat denyut
jantung dalam kisaran fisiologis, epinefrin memperpendek waktu sistolik tanpa
mengurangi waktu diastolic. Akibatnya curah jantung bertambah tetapi kerja
jantung dan pemakaian oksigen sangat bertambah sehingga efisiensi jantung
( kerja dibandingkan dengan pemakaian oksigen ) berkurang. Dosis epinefrin
yang berlebih disamping menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi juga
menimbulkan kontraksi ventrikel premature diikuti takikardia ventrikel dan
akhirnya fibrilasi ventrikel.
Pembuluh darah, efek vascular epinefrin terutama pada arteriol kecil dan
sfingter prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah
kulit, mukosa dan ginjal mengalami konstriksi karena dalam organ organ
tersebut reseptor dominan. Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh
epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi reseptor 2 yang mempunyai afinitas lebih
besar pada epinefrin dibandingkan dengan reseptor . Epinefrin dosis tinggi
bereaksi dengan kedua jenis reseptor tersebut. Dominasi reseptor di pembuluh
darah menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan
tekanan darah. Pada waktu kadar epinefrin menurun, efek terhadap reseptor
yang kurang sensitive lebih dulu menghilang. Efek epinefrin terhadap reseptor 2
masih ada pada kadar yang rendah ini. Dan menyebabkan hipotensi sekunder pada
pemberian epinefrin secara sistemik. Jika sebelum epinefrin telah diberikan suatu
penghambat reseptor , maka pemberian epinefrin hanya menimbulkan
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinefrin reversal
yaitu suatu kenaikan tekanan darah yang tidak begitu jelas mungkin timbul
29
sebelum penurunan tekanan darah ini, kenaikan yang selintas ini akibat stimulsai
jantung oleh epinefrin.
Pada manusia pemberian epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan
kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi
menimbulkan peningkatan aliran darah otak.
Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan darah,
meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal dan mengurangi aliran darah
ginjal sebanyak 40%. Ekskresi Na, K dan Cl berkurang volume urin mungkin
bertambah, berkurang atau tidak berubah. Tekanan darah arteri maupun vena paru
meningkat oleh epinefrin meskipun terjadi konstriksi pembuluh darah paru,
redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi vena
vena besar juga berperan penting dalam menimbulkan kenaikan tekanan darah
paru. Dosis epinefrin yang berlebih dapat menimbulkan kematian karena adema
paru.
merelaksasi otot bronkus melalui reseptor 2. efek bronkodilatasi ini jelas sekali
bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena asma bronchial, histamine,
ester kolin, pilokarpin, bradikinin, zat penyebab anafilaksis yang bereaksi lambat
dan lain lain. Disini epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Pada asma,
epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel sel mast
melalui reseptor 2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa
melalui reseptor 1.
yang
30
pada sel pancreas. Selain itu epinefrin mengurangi ambilan glukosa oleh
jaringan perifer, sebagian akibat efeknya pada sekresi insulin, tapi juga akibat efek
langsung pada otot rangka. Akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa dan
laktat dalam darah dan penurunan kadar glikogen dalam hati dan otot rangka.
Epinefrin melalui aktivasi reseptor meningkatkan aktivasi lipase trigliserida
dalam jaringan lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi
asam lemak bebas dan gliserol. Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam darah
meningkat. Efek kalorigenik epinefrin terlihat sebagai peningkatan pemakaian
oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada pemberian dosis terapi. Efek ini terutama
disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak, yang menyediakan lebih banyak
substrat untuk oksidasi.
Efek utamanya terhadap organ dan proses proses tubuh penting dapat
diikhtisarkan sebagai berikut :
Jantung : daya kontraksi diperkuat ( inotrop positif ), frekuensi ditingkatkan
( chronotrop positif ), sering kali ritmenya di ubah.
Pembuluh : vasokontriksi dengan naiknya tekanan darah.
Pernapasan : bronchodilatasi kuat terutama bila ada konstriksi seperti pada asma
atau akibat obat.
Metabolisme ditingkatkan dengan naiknya konsumsi O2 dengan ca 25%,
berdasarkan stimulasi pembakaran glikogen ( glycogenolysis ) dan lipolysis.
Sekresi insulin di hambat, kadar glukosa dan asam lemak darah ditingkatkan.
Farmakokinetik
Absorbsi, pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi
karena sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat
pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorbsi lambat karena
vasokontriksi local, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorbsi
31
yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian local secara
inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat
terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.
Biotransformasi dan ekskresi, epinefrin stabil dalam darah. Degradasi
epinefrin terutama terjadi dalam hati terutama yang banyak mengandung enzim
COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar
epinefrin mengalami biotransformasi, mula mula oleh COMT dan MAO,
kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan atau konyugasi, menjadi metanefrin, asam
3-metoksi-4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk
konyugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit metabolit ini bersama epinefrin yang
tidak diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah epinefrin yang
utuh dalam urin hanya sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung
epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya.
Indikasi
Terutama sebagai analepticum, yakni obat stimulan jantung yang aktif sekali pada
keadaan darurat, seperti kolaps, shock anafilaktis, atau jantung berhenti. Obat ini
sangat efektif pada serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi karena per
oral diuraikan oleh getah lambung.
Kontraindikasi
Epinefrin dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat -bloker nonselektif,
karena kerjanya yang tidak terimbangi pada reseptor 1 pembuluh darah dapat
menyebabkan hipertensi yang berat dan perdarahan otak.
Efek samping
Pemberian epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala
berdenyut, tremor, dan palpitasi. Gejala gejala ini mereda dengan cepat setelah
32
istrahat. Pasien hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek efek tersebut
maupun terhadap efek pada system kardiovaskular. Pada pasien psikoneuretik
epinefrin memperberat gejala gejalanya.
33
Aminoglutethimide
diduga
juga
meningkatkan
klirens
beberapa
steroid.
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Anak ginjal atau kelenjar adrenal adalah organ kecil yang letaknya
berdampingan dengan ginjal pada bagian atas-dalamnya (lat. ad = dekat,
ren = ginjal). Organ ini terdiri dari bagian sumsum dan bagian kulit.
2) Medulla (=sumsum) menghasilkan hormone adrenalin / epinefrein dan
Hormon Androgen.
3) Cortex (=kulit) adalah bagian luar yang menghasilkan tiga jenis hormon
steroida, yaitu:
a) glukokortikoida: kortisol (hidrokortison),
b) Mineralokortikoida: aldosteron serta
dua
prekusornya,
yaitu
dan DHEA
35
didrogesteron,
hidroksi
progesterone,
medruksi
36
KEPUSTAKAAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi Keenam.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Sanjoyo, Raden. 2005. Obat-Obat Hormonal Dan Endokrin. Yogyakarta: UGM
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan Dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keena. Jakarta: PT. Media
Komputindo.
37