You are on page 1of 8

ANALGETIK

Tujuan
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik
suatu obat
2. Memahami dasar-dasar perbedaan daya analgesic berbagai analgetika
3. Mampu memberikan pandangan yang kritis mengenai kesesuaian khasiat yang
dianjurkan bentuk umtuk sedian-sediaan farmasi analgetik
Tinjauan Pustaka
Obat analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk
mengatasi sakit kepala, demam, dan nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep.
Jika digunakan dalam waktu singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan
banyaknya macam obat analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal
untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan
pasien, penyakit dan obat lain yang diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi,
harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat
penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam
nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgetika. Nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau
kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri
umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai
protein) dan polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls
nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf
menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini. Berdasarkan lokasi
asalnya, nyeri dapat dikatagorikan menjadi beberapa kelas yaitu: nyeri somatik, viseral, dan
neuropatik. Nyeri somatik adalah nyeri yang berlokasi di sekitar otot atau kulit, umumnya
berada di permukaan tubuh. Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi di dalam rongga dada atau
rongga perut. Sedangkan nyeri neuropatik terjadi pada saluran saraf sensorik.
Kondisi yang menyebabkan nyeri viseral antara lain adalah iskemia (kekurangan
darah) pada organ atau jaringan tubuh (seperti pada penyakit angina ectoris/serangan
jantung), kejang otot perut, regangan fisik suatu organ, regangan pada usus, dan sebagainya
yang semuanya terjadi di dalam rongga perut atau dada. Tidak seperti nyeri somatik, nyeri
viseral ini umumnya tidak dapat dirasakan secara tepat lokasinya, kadang terasa seperti di
berbagai tempat pada kulit atau otot, tapi sebenarnya berada di dalam rongga badan. Obat

analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang
untuk jenis nyeri somatik pada kulit, otot, lutut, rematik, dan pada jaringan lunak lainnya,
serta pada nyeri haid dan sakit kepala. Tetapi obat ini tidak begitu efektif untuk nyeri viseral.
Obat analgetika tanpa resep biasanya digunakan untuk nyeri akut dan sering juga
digunakan untuk terapi tambahan pada penyakit-penyakit kronik yang diikuti rasa nyeri.
Namun belum terbukti babhwa obat ini bisa menyembuhkan nyeri neuropatik.
Ada tiga kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di pasaran, yaitu: golongan
parasetamol, golongan salisilat meliputi aspirin/asetilsalisilat, atrium salisilat, magnesium
salisilat, cholin salisilat; dan golongan turunan asam propionat seperti ibuprofen, naproxen,
dan ketoprofen. Karena memiliki sifat farmakologis yang mirip, golongan salisilat dan
turunan asam propionat digolongkan sebagai obat anti inflamasi non-steroid (AINS). Obatobat ini tersedia dalam berbagai merek, termasuk sebagai obat generik, dan sering
dikombinasikan dengan obat atau bahan tambahan seperti kafein.
Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa
cara, yaitu:
1. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer, oleh
analgetika perifer atau anestetika lokal.
2. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris, misalnya
dengan anestetika local
3. Blokade dari pusat nyeri dalam Sistem Saraf Pusat dengan analgetika sentral
(narkotika) atau anestetika umum.
Pada pengobatan rasa nyeri dengan analgetika, faktor-faktor psikis turut berperan, misalnya
kesabaran individu dan daya menerima nyeri dari si pasien. Secara umum analgetika dibagi
dalam dua golongan, yaitu analgeti non-narkotinik atau analgesik non-opioid atau
integumental analgesic (misalnya asetosal dan parasetamol) dan analgetika narkotik atau
analgesik opioid atau visceral analgesic (misalnya morfin).

Analgetika Narkotik
Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja
yangterletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan
menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi
dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan
gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan. Karena bahaya adiksi ini, maka
kebanyakan analgetika sentral seperti narkotika dimasukkan dalam Undang-Undang

Narkotika dan penggunaannya diawasi dengan ketat oleh Dirjen POM. Secara kimiawi, obatobat ini dapat dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut :
1. Alkaloid candu alamiah dan sintesis morfin dan kodein, heroin, hidromorfon,
hidrokodon, dan dionin.
2. Pengganti-pengganti morfin yang terdiri dari :
a. Petidin dan turunannya, fentanil dan sufentanil
b. Metadon dan turunannya: dekstromoramida, bezitramida, piritramida, dan dptopoksifen
c. Fenantren dan turunannya levorfenol termasuk pula pentazosin.
Antagonis-antagonis morfin adalah zat-zat yang dapat melawan efek-efek samping dari
analgetik narkotik tanpa mengurangi kerja analgesiknya dan terutama digunakan pada
overdosis atau intoksiaksi dengan obat-obat ini. Zat-zat ini sendiri juga berkhasiat sebagai
analgetik, tetapi tidak dapat digunakan dalam terapi, karena dia sendiri menimbulkan efekefek samping yang mirip dengan mrfin, antara lain depresi pernafasan dan reaksi-reaksi
psikotis.

Yang

sering

digunakan

adalah

nalorfin

dan

nalokson.

Efek-efek samping dari morfin dan analgetika sentral lainnya pada dosis biasa adalah
gangguan-gangguan lambung, usus (mual, muntah, obstipasi), juga efek-efek pusat lainnya
seperti kegelisahan, sedasi, rasa kantuk, dan perubahan suasana jiwa dengan euforia. Pada
dosis yang lebih tinggi terjadi efek-efek yang lebih berbahaya yaitu depresi pernafasan,
tekanan darah turun, dan sirkulasi darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi koma dan
pernafasan terhenti. Efek morfin terhadap Sistem Saraf Pusat berupa analgesia dan narkosis.
Analgesia oleh morfin dan opioid lain sudah timbul sebelum penderita tidur dan seringkali
analgesia terjadi tanpa disertai tidur. Morfin dosis kecil (15-20 mg) menimbulkan euforia
pada penderita yang sedang menderita nyeri, sedih dan gelisah. Sebaliknya, dosis yang sama
pada orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir atau takut disertai
dengan mual, dan muntah. Morfin juga menimbulkan rasa kantuk, tidak dapat berkonsentrasi,
sukar berfikir, apatis, aktivitas motorik berkurang, ketajaman kantuk, tidak dapat
berkonsentrasi, sukar berfikir, apatis, aktivitas motorik berkurang, ketajaman penglihatan
berkurang, ektremitas tersa berat, badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering,
depresi nafas dan miosis. Rasa lapar hilang dan dapat muntah yang tidak selalu disertai rasa
mual. Dalam lingkungan yang tenang orang yang diberikan dosis terapi (15-20 mg) morfin
akan

tertidur

cepat

dan

nyenyak

disertai

mimpi,

nafas

lambat

dan

miosis.

Antara nyeri dan efek analgetik (juga efek depresi nafas) morfin dan opioid lain terdapat
antagonisme, artinya nyeri merupakan antagonis faalan bagi efek analgetik dan efek depresi

nafas morfin. Bila nyeri sudah dialami beberapa waktu sebelum pemberian morfin, efek
analgetik obat ini tidak begitu besar. Sebaliknya bila stimulus nyeri ditimbulkan setelah efek
analgetik mencapai maksimum, dosis morfin yang diperlukan untuk meniadakan nyeri itu
jauh lebih kecil. Penderita yang sedang mengalami nyeri hebat dan memerlukan mofin
dengan dosis besar untuk menghilangkan rasa nyerinya, dapat tahan terhadap depresi nafas
morfin.
Analgetika Perifer (non-narkotik)
Obat obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf
Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer
juga memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka
disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat
pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan
bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.
Penggolongan analgetika perifer secara kimiawi adalah sebagai berikut:
1. salisilat-salisilat, Na-salisilat, asetosal, salisilamida, dan benirilat
2. Derivat-derivat p-aminofenol:fenasetin dan parasetamol
3. Derivat-derivat pirozolon:antipirin,aminofenazon, dipiron, fenilbutazon danturunanturunannya 4. Derivat-derivat antranilat: glafenin, asam mefenamat, dan asam nifluminat.
Analgetika-Antipiretik
Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Sedangkan antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh yang tingi.
Jadi, analgetik-antipiretik dalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan
suhu tubuh yang tinggi.
Sebagai mediator nyeri, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Histamin
2. Serotonin
3. Plasmokinin (antara lain Bradikinin)
4. Prostaglandin
5. Ion Kalium
Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis yang melampaui suatu nilai
ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Rasa nyeri tersebut terjadi akibat terlepasnya mediator-

mediator nyeri (misalnya bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian
merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer ataupun ditempat lain. Dari tempat-tempat
ini selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh saraf sensoris
melalui sumsum tulang belakang dan thalamus.
Bahan dan Alat
a. Mencit
b. Asam asetat
c. Lar antalgin
d. Seperangkat alat siegmund
e. Stopwatch
f. Alat suntik 1ml
g. Timbangan mencit
h. Sonde oral
Prosedur Kerja
1. Hewan yang digunakan adalah mencit yang menunjukkan geliat secara berulang
dalam waktu 10 menit dan yang paling sedikit 1 geliat dalam 5 menit, setelah
penyuntikan intraperitoneal 0.2 ml asam asetat 10%.
2. Beri tanda dan timbang tiap bobot hewan
3. Setelah di suntikkan larutan antalgin 0.2 ml oral, tunggu 30 menit dan amati
perubahan pada mencit
4. Suntikkan asam asetat secara IP. Amati dan hitung geliatan pada mencit tiap 10 menit
selama 1 jam
Hasil dan Pembahasan
VAO= Dosis (mm/kgBB) x BB (kg)
C (mg/ml)
0.3 ml = 250 mg/kgBB x 0.03 kg
C
0.3 C = 7.5
C = 7.5/0.3
C = 25 mg/ml
Untuk 10 ml = 25 mg/ml = x/10
= 250 mg/10 ml

Berat mencit = 30 gram


Antalgin yang di suntikkan 1% x 30 = 0.3 ml
Perubahan yang terjadi pada mencit setelah di beri antalgin adalah gigit-gigit jari depan,
garuk-garuk mulut, nafas cepat, pendiam dan penakut.
KELOMPOK
KONTROL
KEL 1
KEL 2
K2L 3
KEL 4

JUMLAH GELIATAN
10 MENIT

20 MENIT

30 MENIT

40 MENIT

50 MENIT

10

24

31

24

20

25

22

15

11

60 MENIT

KEL 5

% PROTEKSI = Jumlah geliatan perlakuan

x 100%

Jumlah geliatan kontrol


= 99/93 x 100% = 106.45 %

Pembahasan
Hewan percobaan yang kami gunakan adalah mencit dengan berat badan 30 gram.
Dalam melakukan percobaan ini banyak kendala yang kami temui diantaranya adalah
praktikan masi takut dan kaku dalam memperlakukan hewan percobaan sehingga
menyebabkan hewan percobaan menjadi stress dan agresif. Sebaiknya dalam memperlakukan
hewan percobaan hendaknya dengan tenang dan penuk kesabaran.
Sebelum melakukan percobaan yang diperintahkan terlebih dahulu kita mencari dan
menghitung VAO untuk mendapatkan berapa konsentrasi yang kita gunakan. Dan kelompok
kami mendapatkan nilai VAO 25mg/ml, dengan begitu didapat VAO 250mg/10ml.

Langkah awal yang dilakukan adalah menyuntikkan hewan percobaan (mencit)


dengan antalgin 0.3 ml secara oral. Efek yang terjadi adalah mencit menjadi pendiam,
penakut, menggaruk garuk mulut dan pernapasan menjadi cepat hal ini disebabkan karena

Kesimpilan

Analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi sakit

kepala, demam, dan nyeri ringan.


Analgetik dibagi menjadi dua golongan yaitu Analgetika Perifer (non-narkotik) dan

analgetika antipiretik
Efek yang terjadi pada hewan percobaan beragam hal ini disebabkan oleh dosis dan
berat badan yang berbeda pula

Jawaban Pertanyaan-pertanyaan
1. Beberapa implikasi dari pengamatan kami adalah
2. Beberapa parameter untuk pengujian efek analgetik adalah
3. Mengamati perbadaan-perbedaan dalam daya analgesic obat-obat yang digunakan
dalam eksperimen ini untuk melihat bagaimana efek dari obat analgetik terhadap
hewan percobaan, perubahan yang terjadi dan dapat menyimpulkan makna dari obat
analgetik itu sendiri.
4. Sediaan yang menurut kami dinyatakan secara wajar khasiat dan 1 sediaan yang tidak
demikian halnya adalah Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat biosintesis
prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada
dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun
tromboksan A2 , pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung
( intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum aspirin
bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).
Diclofenac (Voltaren), obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan
efek antiinflamasi,analgetik, dan antipiretik. Waktu parunya pendek dianjurkan untuk
pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka.efek sampingnya
distres saluran cerna, perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung.

5. Penderitaan nyeri
Adanya rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi ( kalor/listrik ) yang dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu
yang disebut mediator-mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain : histamin,
serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium.
Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput
lendir,dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf pusat ( SSP
) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar
( rangsangan sebagai nyeri ).
6. Metode lain untuk uji efek analgesic secara eksperimental adalah
a. Metode jentik ekor
Rangsang nyeri yang digunakan dalam metode ini berupa air panas (50 o) dimana
ekor tikus dimasukkan kedalam air panas dan akan merasakan nyeri panas dan
ekor dijentikkan dari air panas tersebut
b. Metode plat panas
Rangsang nyeri yang digunakan berupa lantai kandang yang panas (55-56 o). rasa
nyeri panas pada kaki mencit akan menyebabkan respon mengangkat kaki depan
dan dijilat. Rata-rata hewan mencit memberikan respon dengan metode ini dalam
waktu 3-6 detik

Daftar Pustaka
1. http:// siskhas blog-analgetik.html
2. http:// obat-analgetik-berdasarkan-ilmu.html
3. http:// PharmaTech Analgetic dan obat-obatnya.htm

You might also like