You are on page 1of 13

BAB 1

PENDAHULUAN
Serangan jantung adalah suatu penyakit di mana terjadinya gangguan aliran darah ke
jantung sehingga menyebabkan sel-sel jantung mati akibat kurangnya pasokan darah ke selsel jantung
Sindrom koroner akut(ACS) merupakan kumpulan gejala yang mengambarkan proses
penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil, infark miokardium tanpa elevasi segmen
ST(NSTEMI) dan infark miokardium dengan elevasi segmen ST(STEMI). Ketiganya
mempunyai dasar patofisiologi yang sama, cuma hanya berbeda derajat keparahannya.
Adanya elevasi segmen ST pada EKG menggambarkan adanya oklusi total arteri koroner
yang menyebabkan nekrosis pada seluruh atau hampir seluruh lapisan dinding jantung.
Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil terjadi oklusi parsial arteri koroner.
Keduanya mempunyai gejala klinis dan patofisiologi serupa, tetapi berbeda derajat
keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga
menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker
dari sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi.
Sebaliknya, pada pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan
biomarker tersebut di sirkulasi.
2.1. DEFINISI
Sindrom koroner akut terjadi karena terjadinya pengurangan oksigen akut atau
subakut dari miokardium. Hal ini terjadi karena robekan plak aterosklerotik dan
berkaitan dengan adanya proses inflammasi, trombosis, vasokonstriksi dan embolisasi.
Manifestasi sinrdrom koroner akut adalah:
1. ST elevasi miokardium infark oklusi total oleh trombus
a. STEMI ; infark
b. Angina variant(angina prinzmetal, arteri coronary spasm), jarang terjadi
2. Non-elevasi ST sindrom koroner akut oklusi parsial oleh trombus
a. NSTEMI : infark
b. Unstable angina

SINDROMA KORONER AKUT/MUHAMMAD AZAM BIN MOHD ARIFFIN | 1

2.3 FAKTOR RESIKO


Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain:
1.

Hipertensi

5.

Kurang latihan

2.

Diabetes

6.

Diit dengan kadar lemak tinggi

3.

Hiperkolesterolemia

7.

Obesitas

4.

Merokok

8.

Stress

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:


1.

Riwayat PJK dalam keluarga

4.

Etnis tertentu lebih besar resiko

2.

Usia di atas 45 tahun

terkena PJK.

3.

Jenis kelamin laki-laki > perempuan

SINDROMA KORONER AKUT/MUHAMMAD AZAM BIN MOHD ARIFFIN | 2

2.4 PATOGENESIS DAN ETIOLOGI


Patogenesis
ACS dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaACSde
pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang
mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous
cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption disrupsi plak.
Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor faktor jaringan dikeluarkan dan bersama
faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa
sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi,
dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute
thrombosis trombosis akut.
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan
sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi
tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif
dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan
dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak.
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai
zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera
terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat
disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen
reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide
phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif
ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok,
hipertensi, dan gagal jantung.
Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,
tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan
prostasiklin).
Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos
dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.
Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan
kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.
ACS yang diteliti secara angiografi 6070% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang
ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis -

tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan
hemodinamik stress mekanik.
Etiologi:
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri
koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang rupture dan
biasanya tidak sampai menyumbat.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal).
Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau
akibat adanya disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh
konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga ACS adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau
trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan
stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi,
yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan
trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim
seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak,
sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan ACS.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah ACS yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar
arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri koroner yang
mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil
yang kronik.
ACS jenis ini antara lain karena :
a)

Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan

tirotoksikosiso Berkurangnya aliran darah koroner,


b)

berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.

Kelima penyebab ACS di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyakterjadi tumpang
tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait.

Klasifikasi:
Berdasarkan jenisnya, Sindroma Koroner Akut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Jenis
Angina

Penjelasan nyeri dada


Temuan EKG
Angina
pada
waktu Depresi segmen T

Pectoris Tidak istirahat/ aktivitas ringan, Inversi gelombang T


Stabil (APTS)

Crescendo angina, Hilang Tidak ada gelombang Q


dengan nitrat.

Enzim Jantung
Tidak meningkat

NonST

Lebih berat dan lama (> 30 Depresi segmen ST

Meningkat

elevasi

menit),

minimal 2 kali

Miocard

dengan pemberian nitrat.

nilai batas atas

Infark

Perlu

normal

Tidak

hilang Inversi gelombang T

opium

untuk

menghilangkan nyeri.
elevasi Lebih berat dan lama (> 30 Hiperakut T

ST

Tidak

hilang Elevasi segmen T

Meningkat

Miocard

menit),

Infark

dengan pemberian nitrat. Gelombang Q

nilai batas atas

Perlu

normal

opium

untuk Inversi gelombang T

minimal 2 kali

menghilangkan nyeri.

Berdasarkan beratnya menurut Braunwald:


a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu
istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b.Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 kriteria utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan
pengukuran enzim-enzim jantung.
1. Anamnesis
Pasien dengan ACS biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang khas, yaitu:
-

Lokasi substernal, retrosternal, atau prekordial

Sifat nyeri sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti diperas/dipelintir

Penjalaran ke lengan kiri, leher, rahang bawah, punggung/interACSpula, perut,


atau lengan kanan.

Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.

Gejala penyerta mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemah.

Faktor pencetus aktivitas fisik, emosi

Faktor resiko laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM, hipertensi,
dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.
2. Elektro Kardiografi

Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST ( 1mV) atau inverse
gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.
Depresi ST pada iskemia miokard:
A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk
iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik
untuk iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik

Inverse T pada iskemia miokard:


A. Inverse T yang kurang spesifik untuk
iskemia
B. Inverse T berujung lancip dan simetris,
spesifik untuk iskemia.

Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium:


1. Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T
Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse (simetris).
Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium. Jika terjadi infark
sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.
2. Elevasi segmen ST
Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan gelombang T. elevasi
segmen ST menggambarkan jejas miokardium. Jika terjadi infark, segmen ST
biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.

3. Muncul gelombang Q baru


Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa jam sampai beberapa
hari. Gelombang ini menandakan infark miokard, syarat: lebar 0,04 detik, dalam
4mm atau 25% tinggi R. Pada kebanyakan kasus, gelombang ini menetap seumur
hidup pasien.
Evolusi EKG pada AMI:
A. Fase hiperakut: Elevasi segmen ST yang
nonspesifik, T yang tinggi dan meruncing.
B. Fase evolusi lengkap: Elevasi ST yang
spesifik dan konveks ke atas, T inverse
simetris, Q patologis.
C. Fase infark lama: Q patologis (QS atau
Qr), ST kembali isoelektrik, T normal atau

Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG:


Lokasi
Anterios ekstensif
Anteroseptal
Anterolateral
Posterior
Lateral
Inferior
Ventrikel kanan

Lead
V1-V6
V1-V4
V4-V6
V1-V2
I, aVL, V5, V6
II, III, aVF
V4R, V5R

Perubahan EKG
ST elevasi, gelombang Q
ST elevasi, gelombang Q
ST elevasi, gelombang Q
ST depresi, Gelombang R tinggi
ST elevasi, gelombang Q
ST elevasi, gelombang Q
ST elevasi, gelombang Q

3. Cardiac Marker
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test enzim
jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac specific
troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim
CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung
(infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.

a. Cardiac specific troponin (cTn)


Paling spesifik untuk infark miokard
Troponin C Pada semua jenis otot
Troponin I & T Pada otot jantung
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi
b. Myoglobin
Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2
jam sejak onset nyeri
Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
Ditemukan pada otot, otak, jantung
Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
Ditemukan di seluruh jaringan
LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 > LD1
Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Spesifik untuk infark miokard
Cardiac Marker
Meningkat
cTn T
3 jam
cTn I
3 jam
CKMB
3 jam
CK
3-8 jam
Mioglobin
1-2 jam
LDH
24-48 jam
Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:
Perbedaan
Nyeri dada
EKG
Cardiac marker

APTS
<15 menit
Normal/iskemik
normal

Puncak
12-48 jam
24 jam
10-24 jam
10-36 jam
4-8 jam
3-6 hari
NSTEMI
>15 menit
iskemik
meningkat

Normal
5-14 hari
5-10 hari
2-4 hari
3-4 hari
24 jam
8-14 hari
STEMI
>15 menit
evolusi
meningkat

2.6 PENATALAKSANAAN
2.6.1 TERAPI AWAL
Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan nyeri dada tipikal
dengan kecurigaan ACS adalah:
1. Oksigenasi

Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera dan
menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.
Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul
hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG)
Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan
interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,
dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 g/menit (jangan lebih 200 g/menit).
Kontraindikasi: hipotensi
Manfaat:
o memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
o menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
o menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel;
o dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
o menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
3. Morphine
Dosis 2 4 mg intravena
Manfaat:
o mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
o mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
o meningkatkan venous capacitance;
o menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
o menurunkan nadi dan tekanan darah.
Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.
4. Aspirin
Dosis yang dianjurkan ialah 160325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325
mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah.
Harus diberikan kepada semua pasien ACS jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster,
asma bronkial).

Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan TXA2,


sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.
5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine
Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu
perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian iskemi.
Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis dan iskemia berulang,
tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama
Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping: netropenia, trombositopenia (jarang),
purpura trombotik trombositopenia perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada
minggu II III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,
namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko
perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai
antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 4060% inhibisi dicapai
dalam 37 hari .
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events )
menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis.
Setelah diterapi reperfusi dapat juga diberikan terapi berikut:
1. Anti-agregasi trombosit
-

Untuk menghindari terjadinya trombosis

dapat diberikan aspirin dengan dosis 75-150 mg/hari dan harus dikunyah

tambahan clopidogrel juga mampu menghindari trombosis dengan dosis 75 mg/hari

aspirin dan clopidogrel harus diminum selama hidup

2. Nitrogliserin
-

Menguntungkan dalam mengurangkan perluasan infark tapi tidak mempengaruhi


mortalitas.

Kontraindikasi pada pasien dengan tekanan sistolik < 100 mmHg

Dapat diberikan nitrogliserin atau isosorbid dinitrat (2-10 mg/jam)

Diberikan pada waktu serangan jantung

3. Angiotensi converting enzyme(ACE) inhibitor


-

Untuk mengurangkan perluasan infark

Berikut adalah dosis bagi ACE inhibitor


ACEI
Enalapril
Captopril
Ramipril
Lisinopril
Quinalapril

Starting dose
2.5-5 mg x 1/hari
6.25 mg x 1/hari
2.5 mg x 1/hari
5 mg x 1/hari
5 mg x 1/hari

Target dose
10 mg x 2/hari
25-50 mg x3/hari
10 mg x 1/hari
10 mg x 1/hari
10-40 mg x 1/hari

4. Angiotensin receptor blocker(ARB)


-

Penganti untuk ACE inhibitor untuk pasien yang tidak tahan dengan efek sampingnya
misalnya batuk yang berterusan.

Berikut adalah dosisnya:


ARB
Losartan
Valsartan
Telmisartan
Irbesartan
Candesartan

Starting dose
50 mg x 1 /hari
80 mg x 1/hari
40 mg x 1 /hari
150 mg x 1/hari
8 mg x 1/hari

Max dose
100 mg x 1/hari
160 mg x 1/hari
80 mg x 1/hari
300 mg x 1/hari
16 mg x 1/hari

5. Terapi statin
-

Untuk mengontrol profil lipid

Dapat diberikan atrovastatin 10-80 mg/hari, simvastatin 20-40 mg/hari, pravastatin 40


mg/hari atau rouvastatin 10-20 mg

6. Penghambat kanal kalsium


-

Pemberian diltiazem hanya untuk infark dengan gelombang Q

2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi:
Aritmia
Disfungsi ventrikel kiri
Hipotensi
Lain-lain:

Emboli Paru Dan Infark Paru

Emboli Arteri Sistemik

Stroke Emboli

Disfungsi dan Ruptur m. Papilaris

You might also like